Anda di halaman 1dari 5

Lampiran Materi KD 6

A. Tempat pembayaran PPh Pasal 21

Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang terbesar, hal ini dapat dilihat dari
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) bahwa penerimaan negara dari sektor pajak
merupakan yang menjadi primadona.Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) 2017, Pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp 1.750,3 triliun.
Pemerintah memasang target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) 2017 sebesar Rp 1.339,8 triliun, berarti 91% Anggaran Peandapatan dan
Belanja Negara berasal dari pajak. Pajak merupakan alternatif bagi pemerintah untuk
meningkatkan penerimaan sebagaimana telah direncanakan dalam Rencana Anggaran
Pendapatan Negara (APBN).
Diantaranya usaha pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah
melakukan upaya-upaya yaitu melalui Ekstensifikasi pajak (usaha mengoptimalkan
penerimaan pajak dengan meningkatkan faktor-faktor penunjang dari luar) dan Intensifikasi
pajak (usaha mengoptimalkan penerimaan pajak dengan meningkatkan faktor-faktor dari
dalam) dan perlunya keadilan dalam pengenaan pajak secara adil dan merata serta disesuaikan
dengan kepastian hukum yang pasti dalam pemungutan pajak bagi pembayar pajak.
Masalah pajak merupakan masalah yang dihadapi pihak pemerintah sebagai pihak
yang memungut pajak dengan rakyat sebagai pihak yang berkewajiban membayar pajak.
Masing-masing pihak memiliki kepentingan yang saling ketergantungan. Tentang besarnya
beban pajak, masyarakat wajib pajak mengharapkan adanya pemungutan pajak yang adil,
artinya besarnya pajak yang terutang sesuai kemampuan wajib pajak, sedangkan harapan
pemerintah sebagai pemungut pajak mengharapkan adanya pelunasan pajak yang tepat waktu
dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku.
Penerimaan pajak oleh negara salah satunya diperoleh dari pajak penghasilan. Pajak
penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima/diperoleh seseorang
atau badan dalam tahun pajak atau bahagian tahun pajak. Sedangkan ketentuan Pasal 21
Undang-undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 mengatur tentang pembayaran pajak
dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
oleh wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan
kegiatan lainnya. Direktorat Jenderai (Dijen) Pajak mencatat realisasi penerimaan Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 21 pada Semester 1-2017 mencapai sebesar Rp 55,6 triliun. Jumlah
itu turun 4,43% dibanding realisasi semester 1-2016 yang sebesar Rp 58,2 triliun.
Salah satu perundang undangan yang mengatur pajak penghasilan adalah UU No.7
Tahun 1983,setelah mengalami beberapa kali perubahan terakhir diubah menjadi UU No.36
Tahun 2008 yang tertuang didalamnya PPh Pasal 21 sebagaimana telah diuraikan diatas
sangat menentukan peningkatan penerimaan pajak,karena dianggap memiliki peranan dan
dapat memberikan sumber penerimaan yang elastis khususnya pada karyawan tetap di instansi
atau perusahaan. Para karyawan tetap tidak dapat mengelakuntuk tidak membayar pajak
karena data berupa penghasilan lengkap ada pada Badan selaku pemberi kerja.
Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah karyawan atau pegawai yang terdiri dari
pegawai tetap, pegawai lepas, penerima pensiun, penerima honorarium, penerima upah dan
orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan
jasa, dan kegiatan dari pemotong pajak.
Sedangkan objek dari PPh Pasal 21 adalah penghasilan yang dipotong oleh pemotong
pajak untuk dikenakan Pajak Penghasilan Padal 21 yang terdiri dari penghasilan yang
diterima atau diperoleh secara tidak teratur, upah harian, upah mingguan, upah borongan,
upah satuan, upah pesangon dan pembayaran lain yang sejenis, pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan wajib pajak dalam
negeri, dan penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan lainnya.
Dalam perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang digunakan sebagai tarif pajak. Yang
dimaksud dengan tarif pajak adalah tarif yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak
terhutang atau pajak yang harus dibayar. Sejalan dengan sistem pemungutan pajak yang
diterapkan di Indonesia yaitu Self Assessment System yang memberikan wewenang Wajib
Pajak untukmenentukan sendiri jumlah pajak terhutang setiap tahunnya sesuai dengan
undang-undang perpajakan yang berlaku. Namun dalam praktiknya Orang Pribadi di
Indonesia pada tahun 2014 yang seharusnya membayar pajak atau yang mempunyai
penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebanyak 60 juta orang, tetapi
jumlah yang mendaftarkan dirinya sebagai wajib pajak hanya 20 juta orang dan jumlah
masyarakat pemilik Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) saat ini sekitar 28juta orang.
Sementara yang patuh melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) baru sekitar 11 juta orang.
Berarti ada sekitar 17 juta orang pemilik Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang tidak
patuh melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT).
Mekanisme pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 Dinas Pengelolah
Keuangan, Pendapatan dan Aset dilakukan dengan menggunakan sistem atau layanan aplikasi
dari PT. Taspen. Pemotongan dilakukan setelah terlebih dahulu melakukan penghitungan
pajak penghasilan pasal 21 atas gaji pegawai. Secara otomatis langsung terpotong dalam
sistem penggajian. Penyetoran pajak penghasilan (PPh) pasal 21, dilakukan secara kolektif.
Pada penyetoran pajak penghasilan dilakukan setelah gaji pegawai negeri sipil seluruh satuan
kerja perangkat daerah Pemerintah Kabupaten telah terbayarkan. Dinas Pengelolah Keuangan,
Pendapatan dan Aset merekap seluruh gaji dari setiap satuan kerja perangkat daerah yang
sudah tercairkan untuk dilakukan penyetoran pajak. Penyetoran pajak dilakukan 3 (tiga) hari
setelah pencairan gaji. Kemudian untuk proses penyetoran pajak penghasilan (PPh) pasal 21
disetor melalui sistem dari Bank daerah penyalur gaji pegawai ke bank persepsi yaitu PT.
Bank Negara Indonesia (BNI) dan kemudian langsung di transfer ke Kas Negara. Apabila
bendahara pemerintah terlambat menyetor dapat dikenakan sanksi administrasi. Untuk proses
pelaporan pajak dibebankan kepada masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

B. Waktu pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21

Sehubungan dengan pelaksanaan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21


dan atau Pasal 26 sesuai dengan tempat pelaksanaan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan,
dan dalam rangka pemberdayaan Kantor Pelayanan Pajak Dalam Lokasi dalam pembinaan,
pelayanan dan peningkatan kepatuhan perpajakan, dengan ini diberikan penegasan sebagai
berikut :

1. Dalam pengertian Pemotongan PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 antara lain adalah pemberi
kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang,
bentuk usaha tetap, perwakilan atau unit, yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa dan kegiatan.
Pemotongan Pajak tersebut juga dilakukan oleh kantor cabang, perwakilan atau unit
tempat pembayaran imbalan jasa ketenagakerjaan dimaksud dilakukan yang pada
umumnya menunjuk pada tempat pelaksanaan pekerjaan, jasa dan kegiatan. Dengan
demikian nampak bahwa pada prinsipnya Undang-undang Pajak Penghasilan tidak
mengatur mekanis pemusatan (sentralisasi) pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh
Pasal 21.
2. Setiap pemotong PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 wajib terdaftar sebagai Wajib Pajak pada
Kantor Pelayanan Pajak yang Wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajib Pajak atau tempat kegiatan usaha dilakukan dan kepadanya diberikan
Nomor Wajib Pajak.
3. Setiap Pemotong PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 wajib mengisi Surat Pemberitahuan
Masa dan Tahunan PPh Pasal 21, dan menandatangani serta menyampaikan ke Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
4. Pemotong PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 yang telah mendapat ijin pemusatan
pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak tetap dapat melaksanakan sampai dengan
tanggal 31 Desember 2000.
5. Untuk permohonan pemusatan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 yang
diterima sampai dengan tanggal penerbitan Surat Edaran ini tetap dapat diproses sesuai
dengan ketentuan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-26/PJ.431/1998
tanggal 13 Agustus 1998.
6. Mulai tanggal 1 Januari 2001 seluruh Pemotong PPh Pasal 21 telah melaksanakan
kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak setempat (Kantor Pelayanan Pajak
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pemotong PPh
Pasal 21 atau tempat kegiatan usaha dilakukan).
7. Dengan berlakukan Surat Edaran ini, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-
26/PJ.431/1998 tanggal 13 Agustus 1998 dan semua penegasan lainnya yang bertentangan
dengan Surat Edaran ini dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pada prinsipnya pajak atas penghasilan akan terutang pada akhir tahun, baik bagi
wajib pajak yang menggunakan tahun takwim ataupun tahun buku, tergantung tahun apa yang
dipilih oleh wajib pajak. Namun demikian, untuk memberikan keringanan dan kemudahan
pembayaran pajak atas penghasilan, serta prinsip pengenalan pajak pada saat adanya
penghasilan, maka besarnya penghasilan yang akan terjadi pada akhir tahun tersebut dapat
diperkirakan sejak awal tahun, dan besarnya PPh yang akan terutang pada akhir tahun tersebut
pelunasannya dilakukan pada setiap masa bulanan atau pada setiap transaksi, dengan cara
dipungut, dipotong pihak lain, atau dibayar sendiri oleh wajib pajak. Pada akhir tahun
besarnya PPh yang masih kurang dibayar harus dilunasi oleh wajib pajak sebelum Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan dilaporkan.
C. Sarana administrasi yang diperlukan
Sarana yang digunakan wajib pajak dalam membayar atau melunasi PPh adalah
menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP). SSP dimaksudkan sebagai surat yang oleh
wajib pajak digunakan untuk melakukanpembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke
Kas Negara. SSP ini selanjutnya berfungsi sebagai alat bukti dan laporan pembayaran pajak.
Pembayaran pajak telah ditentukan batas waktunya. Apabila batas waktu pembayaran atau
penyetoran pajak jatuh pada hari libur maka batas waktu tersebut diundur pada hari
berikutnya yang bukan merupakan hari libur. Setiap keterlambatan pembayaran dikenakan
bunga sebesar 2% sebulan untuk seluruh masa, yang dihitung sejak jatuh tempo. Batas waktu
pembayaran atau penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah tanggal 10 bulan takwim
berikutnya setelah masa pajaknya berakhir.

Anda mungkin juga menyukai