TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah tumor ganas hati primer dan paling
sering ditemukan daripada tumor ganas hati primer lainnya seperti limfoma maligna,
fibrosarkoma, dan hemangioendotelioma. Hepatocellular Carcinoma (HCC) atau disebut juga
hepatoma atau kanker hati primer atau Karsinoma Hepato Selular (KHS) adalah satu dari
jenis kanker yang berasal dari sel hati. Hepatoma biasa dan sering terjadi pada pasien dengan
sirosis hati yang merupakan komplikasi hepatitis virus kronik. Hepatitis virus kronik adalah
faktor risiko penting hepatoma, virus penyebabnyaadalah virus hepatitis B dan C. kebiasaan
merokok juga dikenali sebagai faktor resiko, khususnya disertai kebiasaan minum minuman
keras.
Karsinoma merupakan tumor ganas nomor 2 diseluruh dunia , di Asia Pasifik terutama
Taiwan ,hepatoma menduduki tempat tertinggi dari tumor-tumor ganas lainnya. Perbandingan
antara laki : wanita sama dengan 4-6: 1. Umur tergantung dari lokasi geografis. Terbanyak
mengenai usia 50 tahun. Di Indonesia banyak dijumpai pada usia kurang dari 40 tahun
bahkan dapat mengenai anak-anak.
1.2 Etiologi
Belum diketahui penyebab penyakit ini secara pasti, tapi dari kajian epidemiologi dan
biologi molekuler di Indonesia sudah terbukti bahwa penyakit ini berhubungan erat dengan
sirrhosis hati, hepatitis virus B aktif ataupun hepatitis B carrier, dan hepatitis virus C dan
semua mereka ini termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang berisiko tinggi untuk
mendapatkan kanker hati ini.
Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan karsinoma hepatoseluler diantaranya
adalah:
a) Hepatitis virus B, karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses
inflamasi kronik, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu, dan aktifitas
protein spesifik HBV berinteraksi dengan gen hati.
b) Hepatitis virus C, hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas
nekroinflamasi kronik dan sirosis hati.
c) Aflatoksin
1
Aflatoksin B1, merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus.
AFB1 bersifat karsinogenik. Salah satu mekanisme karsinogeniknya ialah
kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresi tumor p53.
ditemukan dalam makanan yang telah tersimpan dalam suatu lingkungan yang panas
dan lembab. Jamur ini ditemukan pada makanan seperti kacang kacang tanah, beras,
kacang-kacang kedelai, jagung, dan gandum.
d) Sirosis, prediktor utama HCC pada sirosis hati adalah laki-laki, peningkatan AFP
serum, beratnya penyakit dan tingginya akitifitas proliferasi sel hati.
1.3 Patofisiologi
Hepatoma 75 % berasal dari sirosis hati yang lama/menahun. Khususnya yang
disebabkan oleh alkoholik dan postnekrotik. Pedoman diagnostik yang paling penting adalah
terjadinya kerusakan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Pada penderita sirosis hati yang
disertai pembesaran hati mendadak. Tumor hati yang paling sering adalah metastase tumor
ganas dari tempat lain. Matastase ke hati dapat terdeteksi pada lebih dari 50 % kematian
akibat kanker.
Diagnosa sulit ditentukan, sebab tumor biasanya tidak diketahui sampai penyebaran
tumor yang luas, sehingga tidak dapat dilakukan reseksi lokal lagi.
2
1.5 Tanda dan Gejala
Pada permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, dan banyak tanpa keluhan. Lebih
dari 75% tidak memberikan gejala-gejala khas. Ada penderita yang sudah ada kanker yang
besar sampai 10 cm pun tidak merasakan apa-apa. Keluhan utama yang sering adalah keluhan
sakit perut atau rasa penuh ataupun ada rasa bengkak di perut kanan atas dan nafsu makan
berkurang, berat badan menurun, dan rasa lemas. Keluhan lain terjadinya perut membesar
karena ascites (penimbunan cairan dalam rongga perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot,
berak hitam, demam, udem kaki, kuning, muntah, gatal, muntah darah, perdarahan dari
dubur, dan lain-lain. Manifestasi klinisnya bervariasi, mulai dari asimtomatik hingga yang
gejala dan tandanya sangat jelas dan disertai gagal hati. Gejala yang paling sering dikeluhkan
adalah nyeri atau perasaan tak nyaman dikuadran kanan atas abdomen.
Pasien dengan sirosis hati yang makin memburuk kondisinya, disertai keluhan nyeri di
kuadran kanan atas atau teraba pembengkakan lokal dihepar patut dicurigai HCC.
Juga harus diwaspadai jika ada keluhan rasa penuh di abdomen disertai perasaan lesu,
penurunan berat badan dengan atau tanpa demam.
Keluhan gastrointestinal lain adalah anoreksia, kembung, konstipasi atau diare. Sesak
napas dapat dirasakan akibat besarnya tumor yang menekan diafragma, atau ada metastasis di
paru. Sebagian besar pasien HCC sudah menderita sirosis, baik yang masih dalam stadium
kompensasi maupun yang sudah menunjukkan tanda-tanda gagal hati seperti malaise,
anoreksia, penurunan berat badan dan ikterus.
Temuan fisis tersering pada HCC adalah hepatomegali dengan atau tanpa bruit hepatik,
splenomegali, asites, demam dan atrofi otot.
3
Banyak pasien tumor primer hati yang telah mengalami metastasis pada saat diagnosis
ditegakkan. Metastasis terutama terjadi pada paru meskipun juga dapat ditemukan pada
kelenjar limfe regional, kelenjar adrenal, tulang, ginjal, jantung, pancreas dan lambung.
Pemeriksaan radiologi, pemindai hati, pemindai CT, USG, MRI dan laparoskopi
menjadi bagian dalam menegakkan diagnosa dan menentukan derajat atau luas penyakit
kanker tesebut.
Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti
Hati Indonesia), yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising (bruit hepatik).
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 400 mg per ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (C
Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission
Tomography (PET) yang menunjukkan adanya KHS.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu
kriteria empat atau lima.
1.7 Penatalaksanaan
Pemilihan terapi kanker hati ini sangat tergantung pada hasil pemeriksaan radiologi.
Sebelum ditentukan pilihan terapi hendaklah dipastikan besarnya ukuran kanker, lokasi
kanker di bahagian hati yang mana, apakah lesinya tunggal (soliter) atau banyak (multiple),
atau merupakan satu kanker yang sangat besar berkapsul, atau kanker sudah merata pada
seluruh hati, serta ada tidaknya metastasis (penyebaran) ke tempat lain di dalam tubuh
penderita ataukah sudah ada tumor thrombus di dalam vena porta dan apakah sudah ada
sirrhosis hati. Tahap penatalaksanaan dibagi menjadi dua yaitu tindakan non-bedah dan
tindakan bedah.
a) Tatalaksana Non Bedah
Meskipun reseksi tumor hati dapat dilakukan pada beberapa pasien, sirosis yang
mendasari keganasan penyakit ini akan meningkatkan resiko pada saat dilakukan
pembedahan. Terapi radiasi dan kemoterapi telah dilakukan untuk menangani
penyakit malignan hati dengan derajat keberhasilan yang bervariasi. Meskipun terapi
ini dapat memperpanjang kelangsungan hidup pasien dan memperbaiki kualitas hiduo
4
pasien dengan cara mengurangi rasa nyeri serta gangguan rasa nyaman, namun efek
utamanya masih bersifat paliatif.
Terdapat beberapa jenis tatalaksana non bedah yaitu terapi radiasi, kemoterapi,
dan drainase bilier perkutan.
Pada terapi radiasi nyeri dan gangguan rasa nyaman dapat dikurangi secara
efektif dengan terapi radiasi pada 70% dan 90 % penderita. Gejala anorexia,
kelemahan dan panas juga berkurang dengan terapi ini. Injeksi Etanol Perkutan
(Percutaneus Etanol Injeksi = PEI) Pada kasus-kasus yang menolak untuk dibedah
dan juga menolak semua tindakan atau pasien tidak mampu membiayai pembedahan
dan tak mampu membiayai tindakan lainnya maka tindakan PEI-lah yang menjadi
pilihan satu-satunya. Tindakan injeksi etanol perkutan ini mudah dikerjakan, aman,
efek samping ringan, biaya murah, dan hasilnya pun cukup memberikan harapan.
Kemoterapi telah digunakan untuk mempebaiki kualitas hidup pasien dan
memperpanjang kelangsungan hidupnya. Bentuk terpi ini juga dapat dilakukan
sebagai terapi ajufan setelah dilakukan reseksi tumor hati. Kemoterapi sistemik dan
kemoterapi infuse regional merupakan dua metode yang digunakan untuk
memberikan preparat antineoplastik kepada pasien tumor primer dan metastasis tumor
hati.
Drainase Bilier perkutan atau drainase transhepatik digunakan untuk melakukan
pintasan saluran empedu yang tersumbat oleh tumor hati, pankreas atau saluran
empedu pada pasien tumor yang itdak dapat di operasi atau pada pasien yang
dianggap beresiko. Dengan bantuan fluoroskopi, sebuah kateter dimasukkan melalui
dinding abdomen dengan melewati lokasi obstruksi kedalam duodenum. Prosedur ini
dikerjakan untuk membentuk kembali system drainase bilier, mengurangi tekanan
serta rasa nyeri karena penumpukan empedu akibat obstruksi, dan meredakan gejala
pruritus serta ikterus. Sebagai hasil dari prosedur ini, pasien merasa lebih nyaman,
dan kualitas hidup serta kelangsungan hidupnya meningkat. Selma beberapa hari
setelah di pasang, kateter tersebut di buka untuk drainase eksternal. Cairan empedu
yang mengalir keluar diobservasi dengan ketat untuk mengetahui jumlah, warna dan
adanya darah serta debris.
b) Tatalaksana Bedah
5
Lobektomi hati untuk penyakit kanker dapat sukses dikerjakan apabila tumor
primer hati dapat dilokalisir atau pada kasus metastasis, apabila lokasi lokasi
primernya dapat dieksisi seluruhnya dan metastasis terbatas. Meskipun demikian,
metastasis kedalam hati jarang bersifat terbatas atau soliter. Dengan mengandalkan
pada kemampuan sel-sel hati untuk beregenerasj, sebagian dokter bedah telah
melakukan pengangkatan 90% dari organ hati dengan hasil yang baik. Meskipun
demikian, adanya sirosis akan membatasi kemampuan hati untuk beregenerasi.
Transplantasi hati meliputi pengangkatan total hati yang sakit dengan
menggantikan hati yang sehat. Pengangkatan hati yang sakit akan menyediakan
tempat bagi hati yang baru dan memungkinkan rekonstruksi anatomis vaskuler hati
serta saluran bilier mendekati keadaan normal. Transplantasi hati ini digunakan untuk
mengatai penyakit hati stadium-terminal yang mengancam jiwa penderitanya setelah
bentuk terapi yang lain tidak mampu menanganinya. Keberhasilan transplantasi
tergantung keberhasilan terapi imunosupresi.
6
BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama :U
Umur : 3 tahun 6 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Durian
Keluhan Utama :
Perut tampak membesar sejak 2 tahun yang lalu.
7
Riwayat kehamilan Ibu :
Selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit berat, tidak mengkonsumsi obat-
obatan atau jamu, tidak pernah mendapat penyinaran selama hamil dan gestasi cukup bulan.
Riwayat Kelahiran :
Lahir spontan, cukup bulan, BBL lupa, PBL lupa, ditolong bidan, langsung menangis.
Riwayat Imunisasi :
BCG : umur 1 bulan (scar +)
DPT : umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan
Polio : umur 2 bulan, 3 bulan, 3 bulan
Hepatitis B : umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan
Campak : umur 9 bulan
Kesan : imunisasi dasar lengkap menurut umur
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : sadar
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Frekuensi denyut nadi : 110 x /menit
Frekuensi nafas : 24 x/ menit
Suhu : 36,8 oC
Tinggi badan : 84 cm
8
Berat badan : 10 kg
Status gizi : Berat Badan menurut Umur : 69 %
Tinggi Badan menurut Umur : 86,6 %
Berat Badan menurut Tinggi Badan : 85 %
Kesan : Failure To Thrive
Pemeriksaan Sistemik :
Kulit : Teraba hangat, sianosis tidak ada, pucat ada, kuning tidak ada, turgor
kembali cepat.
Kepala : Bentuk bulat, simetris, tidak ada deformitas, rambut pirang, tidak mudah
dicabut.
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter pupil 2
mm/ 2mm, reflek cahaya +/+ normal, air mata ada.
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan.
Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah, carries dentis (-)
Tengorokan : Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Dada : Paru
- Inspeksi : Normochest, simetris kiri dan kanan
- Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi tidak ada , wheezing
tidak ada.
Jantung
- Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial linea mid clavicularis sinistra
RIC V
- Perkusi : batas jantung : atas : RIC II, kiri : 1 jari medial
linea mid clavicularis sinistra RIC V, kanan : Linea Sternalis
dextra
- Auskultasi : Irama teratur, bising tidak ada.
Perut : Inspeksi : Perut tampak membuncit, distensi tidak ada
Palpasi : Batas hepar 2/3 – 1/3, konsistensi keras, pinggir tajam,
permukaan berbenjol-benjol, lien teraba S 2, venektasi
(+)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-).
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung : Tidak ditemukan kelainan
Alat kelamin : Tidak ada kelainan.
Status pubertas A1, P1,G1
Anggota gerak : Atas : Akral hangat, perfusi baik
Reflek fisiologis : Refleks biseps (+/+), Refleks triseps (+/+)
Bawah : Akral hangat, Perfusi baik
9
Refek fisiologis : Reflek sendi lutut (+/+), Reflek pergelangan kaki (+/+)
Reflek patologis : Reflek babinsky (-/-), Reflek openheim (-/-), Reflek
chaddock (-/-), Reflek scaefer (-/-), Reflek Gordon (-/-)
Tanda rangsangan meningeal: brudzinski I -/-, brudzinski II -/-, kernig-/-
Pemeriksaan Laboratorium :
Darah : Hemoglobin : 10,4 gr/dl
Hematokrit : 32%
Leukosit : 6.800/mm3
Basofil :0
Eosinofil :2
Netrofil batang : 1
Netrofil segmen : 20
Limfosit : 73
Monosit :4
Eritrosit : 3.800.000/mm3
Trombosit : 263.000/mm3
MCH : 25,58 pg (N = 27-32 pg)
MCV : 79,41 fl (N = 76-96 fl)
MCHC : 32,22 % (N = 32-37 %)
APTT : 25,7 detik
PT : 10 detik
Feses :makroskopik: kuning, lembek
Mikroskopik: Eritrosit (-)
Leukosit (-)
Telur cacing (-)
Diagnosa Kerja:
Hepatosplenomegali e.c. susp. Hepatoma
Failure to thrive
Rencana :
Hasil Laboratorium
10
- Asam urat : 7,2 mg/dl Kesan : hiperurisemia
Follow Up:
19 Juli 2012
S/ - Demam tidak ada
- Tidak tampak kuning
- Intake masuk, toleransi baik
- Batuk pilek tidak ada
- BAB warna kuning, konsistensi biasa
- BAK warna dan jumlah biasa
O/ Sakit sedang, sadar, Nd=90x/I, nfs=24x/I, T=370C
Mata : konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik
Thoraks : normochest, cor irama teratur, bising (-)
Pulmo vesikuler, wh -/-, rh -/-
Abdomen : distensi (-), tampak membuncit, venektasi (+)
Hepar : 2/3 – ½, pinggir tajam, konsistensi keras, permukaan berbenjol-benjol, lien
S2
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik.
K/ Hemodinamik stabil
S/ Diet hepar II 1.000 kkal
Curcuma syr 3x1 cth
Allupurinol 3x30mg
11
R/ BNO hasil : Kesan hepatomegali e.c. ?
USG Abdomen hasil : kesan hepatomegali (dengan gambaran fatty liver)
20 Juli 2012
S/ - Demam tidak ada
- Sesak nafas tidak ada
- Mual dan muntah tidak ada
- Anak makan per oral
- Tidak ada perdarahan baru
- BAB warna dan konsistensi biasa
- BAK ada, frekuensi dan warna biasa
O/ Sakit sedang, sadar, Nd=110x/I, nfs=32x/I, T=370C
Kulit : hangat
Mata : konjungtiva sub anemis, sclera tidak ikterik
Thoraks : retraksi tidak ada, Cor : irama teratur, bising (-)
Pulmo : vesikuler, wh -/-, rh -/-
Abdomen : distensi (-), tampak membuncit.
Hepar : 2/3 – ½, pinggir tajam, konsistensi keras, permukaan berbenjol-benjol, lien
S2, venektasi (+)
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik.
K/ Hemodinamik stabil
S/ Diet hepar II 1.000 kkal
Curcuma syr 3x1 cth
Allupurinol 3x30mg p.o
R/ CT-Scan abdomen
Marker Hepatitis
Pindah ke akut hepatologi
12
Marker Hepatitis
Pindah ke akut hepatologi
Hasil AGD :
pH=7,43
13
pCO2=20
pO2=143
HCO3-=12,9
BE=-9,9
SO2=99%
K/ Asidosis metabolik terkompensasi + hipokarbi
S/ Rebreathing O2 2L/i 2 jam
Na=130mmol/L hiponatremi
K=2,3mmol/L hipokalemi
S/ Ulang AGD dan koreksi KCl
Koreksi KCl :
(3,5-2,3)x0,3x10 3,6 meq dalam 24 jam + 2 meq/kg (maintenance)
23,6 meq / hari
14
- Perut masih tampak membuncit
- BAK ada
O/ Sakit berat, sadar, Nd=120x/I, Nfs=64x/I, T=38,50C
Mata : konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik
Hidung : NCH (+)
Thoraks : retraksi (+) epigastrium, cor : irama teratur, bising (-)
Pulmo : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), perut tampak membuncit, hepar teraba 2/3 – 1/3, lien S1-2
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik.
K/ Masih Takipneu
S/ O2 rebreathing
IVFD KA-EN 1B + Kcl 11 mcq/kolf 10 tetes/i makro
Sementara puasa
Ceftriaxon 1x500mg IV
15
pCO2=17
pO2=99
HCO3-=12,5
BE=-8,7
SO2=98%
K/ alkalosis respiratorik + hipokarbia
S/ Bersihkan jalan nafas
O2 rebreathing 2L/i
R/ AGD ulang post rebreathing
AGD ulangan:
pH=7,43
pCO2=17
pO2=110
HCO3-=11,6
BE=-10,2
SO2=98%
K/ alkalosis respiratorik + hipokarbia
S/ Bersihkan jalan nafas
Ventilator
R/ Pindah ICU
16
HbeAg= non reaktif
Anti HAV=reaktif
Anti HCV=non reaktif
17
Abdomen : distensi (-), hepar teraba 2/3 – 1/3, permukaan tidak rata, lien S 2, BU (+)
normal
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik.
Ks/ Febris + takipneu
S/ IVFD Dextrose 12,5% 14 tts/i makro
Sementara puasa
Ceftriaxon 1x500mg IV
Ranitidin 2x10mg
Allopurinol 3x3mg
R/ AGD ulang
Elektrolit post koreksi
GDR
Ro thorak
Hasil AGD:
pH=7,49
pCO2=24
pO2=188
HCO3-=18,3
BE=-2,8
SO2=100%
Ks/ Alkalosis respiratorik
S/ O2 rebreathing 1L/i selama 2 jam
R/ AGD ulang
Na=132mmol/L
K=2,8mmol/L
Ks/ Hiponatremia dan hipokalemia
S/ KCl 3x250mg
18
Ranitidin 2x10mg
Allopurinol 3x3mg
KCl 3x250mg
19
Ceftriaxon 1x500mg IV
Ranitidin 2x10mg IV
Allupurinol 3x3mg p.o
KCl 3x250mg
25 Juli 2012
S/ - Sesak nafas tidak ada
- Muntah tidak ada
- Demam tidak ada
- Anak mau makan
- BAK ada
- BAB biasa
O/ Sakit sedang, sadar, Nd=110x/I, Nfs=28x/I, T=370C
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Thoraks : cor dan pulmo tidak ditemukan kelainan
Abdomen : distensi (+), hepar teraba 2/3 – 1/3, permukaan tidak rata, lien S 2, BU
(+) normal
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik.
Ks/ Hemodinamik stabil
S/ IVFD KA-EN 1B 4 tts/i makro
MC 1000 kkal
Ceftriaxon 1x500mg IV
Allopurinol 3x30mg
KCl 3x250mg
20
Hb post transfusi= 10,7g/dl
Hasil fibroscan= 3,7 Kpa dalam batas normal
DISKUSI
Telah dilaporkan suatu kasus seorang pasien perempuan berumur 3 tahun 6 bulan
dengan diagnosis kerja hepatosplenomegali e.c susp. hepatoma + failure to thrive. Diagnosis
ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
Pasien datang dengan keluhan utama perut yang terasa membesar sejak 2 tahun yang
lalu. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien juga terlihat pucat sejak 1 bulan yang lalu,
demam hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu, demam tidak tinggi, tidak menggigil dan tidak
berkeringat. Riwayat pernah mendapat penyinaran disangkal. Riwayat pernah kuning
sebelumnya disangkal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva yang anemis, adanya pembesaran
hepar dan limpa, dimana hepar teraba 2/3 – 1/3 dengan konsistensi keras, permukaan
berbenjol-benjol dan pinggir tajam. Dari hasil pengukuran berat badan per tinggi badan
didapatkan kesan failure to thrive.
Dari pemeriksaan laboratorium, ditemukan adanya peningkatan kadar asam urat
dalam darah, SGOT, SGPT, Alkali fosfatase, LDH dan Ɣ-GT. Kemudian juga ditemukan
perbandingan albumin dan globulin yang terbalik. Dari sini dapat disimpulkan bahwa telah
terjadi gangguan faal hepar.
Dari hasil pemeriksaan USG didapatkan kesan hepatomegali, dengan gambaran fatty
liver. Begitu juga dengan pemeriksaan BNO didapatkan kesan hepatomegali. Namun
walaupun demikian, tetap kita belum bisa menegakkan diagnosis Hepatoma pada pasien,
karena belum dilakukan biopsy hepar.
Pada pasien diberikan diet hepar II 1.000 kkal dan curcuma syrup. Dan kini pasien
masih dirawat di bangsal akut anak dengan keadaan hemodinamik yang stabil.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Lindseth GN. Gangguan hati, kandung empedu dan pancreas. Dalam: Patofisiologi
konsep klinis proses-proses penyakit volume 1 edisi 6. Price SA, Wilson LM (editor).
EGC.2005.
2. Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.
3. Fauci,AS. Harrison manual of medicine New York. McGraw Hill medical.2009
22