Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang
mendukung dan mempercepat biodiversiti, siklus biologi dan aktivitas biologi
tanah. Sertifikasi produk organik yang dihasilkan, penyimpanan, pengolahan,
pasca panen dan pemasaran harus sesuai standar yang ditetapkan oleh badan
standardisasi. (IFOAM, 2008)
Beberapa tanaman Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan
dengan teknik tersebut adalah produk pertanian hortikultur. Produk pertanian
hortikultura antaralain, sayuran dan buah seperti brokoli, kubis merang, jeruk
dan lain sebagainya, tanaman perkebunan seperti kopi, teh, kelapa dan lain
sebagainya, serta rempah-rempah dan tanaman hias. Pengelolahan pertanian
organik didasarkan pada prinsip kesehatan, ekologi, keadilan dan perlindungan.
Yang dimaksud dengan prinsip kesehatan dalam pertanian organik adalah
kegiatan pertanian harus memperhatikan kelestarian dan peningkatan kesehatan
tanah, tanaman, hewan, bumi dan manusia sebagai satu kesatuan karena semua
komponen tersebut saling berhubungan dan tidak terpisahkan. Pertanian organik
juga harus didasarkan pada siklus ekologi kehidupan. Pertanian organik juga
harus merupakan keadilan baik antarmanusia maupun dengan makhluk hidup
lain di lingkungan. Untuk mencapai pertanian organik yang baik perlu dilakukan
pengelolahan yang berhati-hati dan bertanggung jawab melindungi kesehatan
dan kesejahteraan manusia baik pada masa kini maupun pada masa depan.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan adalah salah satu hal
yang mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi bahan pangan organik, hal
ini terbukti dengan besarnya permintaan pasar dibandingkan dengan penawaran
pasar. Sehingga harga yang di hasilkan dari pertanian organik lebih tinggi dari
pada yang di hasilkan oleh pertanian anorganik.

1
Pertumbuhan permintaan pertanian organik dunia mencapai 15-20%
pertahun, namun pangsa pasar yang mampu dipenuhi hanya berkisar 0,5- 2%
dari keseluruhan produk pertanian. Meskipun di Eropa penambahan luas areal
pertanian organik terus meningkat dari rata-rata dibawah 1% (dari total lahan
pertanian) pada tahun 1987 menjadi 2-7% di tahun 1997, namun tetap saja
belum mampu memenuhi pesatnya permintaan. Inilah kemudian yang memacu
permintaan produk pertanian organik dari negara-negara berkembang. (Suyono
dan Hermawan, 2006)
Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik,
kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang
menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk
pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu
pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman
bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan
ekspor.Perkembangan pertanian organik sedang mendapat perhatian yang
besar dari masyarakat. Banyak masyarakat yang sengaja beralih untuk
mengkonsumsi pangan yang diproduksi menggunakan sistem pertanian organik.
Perkembangan informasi mengenai pertanian organik juga sedang ditingkatkan
diantara para petani di Indonesia, agar pertanian Indonesia bisa menerapkan
sistem pertanian yang berkelanjutan dan tetap menghasilkan produksi yang baik
pada masa mendatang.
Desa Penanggungan, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto sejak 8
tahun lalu telah memulai dan mengembangkan inisiatif pangan sehat dengan
sistem pertanian organik. Semua orang bisa menjadi penghasil makanan sehat
sejak dari ladang hingga keatas piring. Produk pangan Brenjonk Organik telah
mendapat sertifikat organik dari lembaga Pamor Indonesia dan INFOAM
Network.

2
1.2. Rumusan Masalah
Dalam proses usahatani sayuran organik khususnya, tidak lepas dari
permasalahan yang yang timbul. Adapun permasalahannya yang timbul antara
lain :
1. Berapa besar biaya produksi usahatani sayuran organik pakcoy di Desa
Penanggungan, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto?
2. Barapa Besar Produksi usahatani sayuran organik pakcoy di Desa
Penanggungan, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto?
3. Berapa besar penerimaan usahatani sayuran organik pakcoy di Desa
Penanggungan, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto?
4. Berapa besar keuntungan usahatani sayuran organik pakcoy di Desa
Penanggungan, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto?
5. Bagaimana efiisiensi usahatani sayuran organik pakcoy di Desa
Penanggungan, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto?

1.3. Tujuan Praktikum


Tujuan Praktikum ini sejalan dengan latar belakang dan perumusan
masalah, untuk itu tujuan praktimum adalah :
1. Untuk mengetahui berapa besar biaya produksi usahatani sayuran organik
pakcoy di Desa Penanggungan, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto;
2. Untuk mengetahui barapa besar produksi usahatani sayuran organik pakcoy
di Desa Penanggungan, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto;
3. Untuk mengetahui berapa besar penerimaan usahatani sayuran organik
pakcoy di Desa Penanggungan, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto;
4. Untuk mengetahui berapa besar keuntungan usahatani sayuran organik
pakcoy di Desa Penanggungan, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto;
5. Untuk mengetahui apakah usahatani sayuran organik pakcoy efisiensi di
Desa Penanggungan, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto?

3
1.4. Kegunaan Praktikum
Untuk memenuhi salah satu syarat dalam mata kuiah ilmu usahatani

1.5. Batasan Praktikum


Analisa usahatani pada praktikum ini dibatasi pada analisa usahatani
pertanian organik di Desa Penanggungan, Kecamatan Trawas, Kabupaten
Mojokerto. Khususnya pada produk pertanian sayuran organic pakcoy.
Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei 2015.
Analisa keuangan dilakukan secara finansial, dengan memperhitungkan
biaya-biaya apa saja yang dikeluarkan oleh pelaku usahatani.

4
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1. Pertanian Organik


Gerakan organik di mulai pada tahun 1930-an dan 1940-an sebagai
reaksi terhadap pertumbuhan pertanian yang tergantung pada pupuk sintesis.
Pupuk buatan telah diciptakan pada abad ke-18, awalnya dengan super
fosfatkemudian diturunkan pupuk amonia yang di produksi secara masal dengan
menggunakan proses Haber-Bosch yang di kembangkan selama Perang Dunia I.
Pupuk awal ini adalah murah, kuat, dan mudah untuk di transportasikan dalam
jumlah masal. Kemajuan serupa terjadi di pestisida kimia pada tahun 1940-an,
yang membawa pada dekade yang disebut sebagai “era pestisida”. Sir Albert
Howard secara luas di anggap sebagai ayah dari pertanian organik. Pekerjaan
lebih lanjut dilakukan oleh Jl Rodale di Amerika Serikat, Lady Eve Balfour di
Inggris Raya, dan banyak orang lain di seluruh dunia. (BPTP, 2008.
Memasuki abad ke-21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang di
timbulakan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang
semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah
lingkungan. Gaya hidup sehat dengan selogan “Back to Nature” telah menjadi
tren baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia
nonalami seperti pupuk, pestisida kimia sintesi dan hormon tumbuh dalam
produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat di produksi
dengan metode baru yang di kenal dengan pertanian organiak.
Pertanian organik adalah sistem budidaya pertanian yang mengandalkan
bahan – bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintetis. Pertanian organik
dapat juga di definisikan sebagai sistem manajemen produksi pertanian terpadu
yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida, dan hasil rekayasa
genetik, menekankan pencemaran udara, tanah, dan air. Di sisi lain, pertanian
organik meningkatkan kesehatan dan produktifitas di antara flora, fauna dan
manusia. (BPTP, 2008)

5
Pertanian organik merupakan salah satu bagian pendekatan pertanian
berkelanjutan, yang di dalamnya meliputi berbagai teknik sistem pertanian,
seperti tumpangsari (intercropping), penggunaan mulsa, penanganan tanaman
dan pasca panen. Pertanian organik memiliki ciri khas dalam hukum dan
sertifikasi, larangan penggunaan bahan sintetik, serta pemeliharaan produktivitas
tanah. (FAO/WHO Codex Alimentarius Commission, 1999)
Sistem Pertanian Organik, sebagaimana dimaksud dalam Permentan RI
Nomor 64 Tahun 2013, adalah sistem manajemen produksi yang holistik untuk
meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk
keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik
menekankan penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih mengutamakan
penggunaan input dari limbah kegiatan budidaya pertanian dengan
mempertimbangkan daya adaptasi terhadap keadaan/sosial setempat. Jika
memungkinkan hal tersebut dapat dicapai melalui penggunaan budaya, metode
biologi dan mekanik, yang tidak menggunakan bahan sintesis untuk memenuhi
kebutuhan khusus dalam sistem. Sehingga produk Hortikultura seperti buah dan
sayur, termasuk dalam pangan organik, yaitu pangan yang dihasilkan dari lahan
pertanian organik.
Istilah organik adalah istilah pelabelan yang menyatakan bahwa suatu
produk telah diproduksi sesuai dengan standar produksi organik dan disertifikasi
oleh lembaga sertifikasi resmi. Instansi resmi pemerintah yang berwenang
melakukan pengawasan pangan segar yang masuk atau beredar di Indonesia
adalah OKPO (Otoritas Kompeten Pangan Organik). Sistem pangan organik
juga telah memiliki SNI (Standar Nasional Indonesia) yaitu SNI 6729:2010. SNI
inilah yang menjadi dasar pelabelan organik oleh Lembaga Sertifikasi Organik
(LSO), yang bisa berasal dari dalam negeri maupun LSO asing yang
berkedudukan di Indonesia. (Kementerian Pertanian, 2013)
Salah satu contoh kebijakan pemerintah daerah yang memiliki
perencanaan pembangunan pertanian berkelanjutan adalah Kotamadya Batu
Provinsi Jawa Timur. Kebijakan pembangunan pertanian baik tanaman pangan
maupun Hortikultura di Kota Batu diarahkan menuju pada penerapan sistem
pertanian organik. Praktikum mengenai usahatani buah organik masih belum

6
banyak yang dilakukan di Indonesia. Yang banyak dipublikasikan adalah
keberhasilan usahatani sayuran organik. Hal ini berkaitan dengan permintaan
sayuran organik yang lebih tinggi daripada buah organik.
Menurut Ida Syamsu Roidah (2013), beberapa manfaat dari sistem
pertanian organik adalah sebagai berikut:
 Meningkatkan pendapatan petani.
 Mengurangi semua bentuk pencemaran yang dihasilkan dari berbagai
kegiatan pertanian.
 Menghasilkan bahan pangan yang cukup aman, bergizi, sehingga dapat
meningkatkan kesehatan masyarakat sekaligus daya saing produksi
agribisnis.
 Menciptakan lingkungan yang sehat dan aman bagi petani.
 Meningkatkan dan menjaga produktifitas lahan pertanian dalam jangka
waktu panjang serta melestarikan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan.
 Menciptakan lapangan kerja serta inovasi baru dalam memelihara
keharmonisan tata sosial di pedesaan.
The International Federation of Organic Agriculture Movements
(IFOAM)menyatakan bahwa pertanian organik bertujuan untuk:
1. Menghasilkan produk pertanian yang berkualitas dengan kuantitas memadai
2. Membudidayakan tanaman secara alami
3. Mendorong dan meningkatkan siklus hidup biologis dalam ekosistem
pertanian
4. Memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah jangka panjang,
5. Menghindarkan seluruh bentuk cemaran yang diakibatkan penerapan teknik
pertanian
6. Memelihara keragaman genetik sistem pertanian
Batasan pertanian organik dari Food and Agriculture Organization
(FAO), United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dan
The National Organic Standards Board (NOSB) of the United States
Department of Agriculture (USDA), memberikan kesimpulan bahwa sistem
pertanian disebut pertanian organik bila mempunyai ciri-ciri sebagi berikut:

7
 Sistem pertanian dibangun berdasarkan pada pemahaman/pengetahuan
tentang sifatsifat alam.
 Tanah diperlakukan sebagai entitas yang hidup yang terdiri atas organisme
dan mikroba yang menentukan kesuburannya yang harus selalu dipelihara
dan dilindungi dalamproses penggarapannya untuk memperoleh hasil
pertanian.
 Tidak memerlukan input non-organic (sintetis) dan tidak menggunakan air
berlebihan.
 Mengandalkan green and animal manures dan mineral alam seperti dari
batu-batuan untuk memelihara kesuburan tanah.
 Penanganan dan pencegahan hama/penyakit dilakukan melalui rotasi
tanaman, pilihan varietas, penggunaan natural predators dan pestisida
nabati.
 Bersifat multikultur (multicrops).
 Menggunakan budidaya pertanian dan metoda mekanik.
 Memperhatikan kesejahteraan hewan ternak dalam hal nutrisi, kandang dan
kesehatan secara umum.
 Memperhatikan dampak pengelolaan pertanian terhadap lingkungan hidup
dan konservasi habitat.

2.2. Pengertian Usahatani


Ilmu Usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang
mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan
alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-
baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang
mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan
mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien
mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin.
(Suratiyah, 2009).
Ilmu usahatani juga didefinisikan sebagai ilmu mengenai cara petani
mendapatkan kesejahteraan (keuntungan), menurut pengertian yang

8
dimilikinyatentang kesejahteraan. Jadi ilmu usahatani mempelajari cara-cara
petanimenyelenggarakan pertanian. (Tohir, 1991)
Usahatani adalah kegiatan mengorganisasikan atau mengelola aset dan
cara dalam pertanian. Usahatani juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan
yang mengorganisasi sarana produksi pertanian dan teknologi dalam suatu usaha
yang menyangkut bidang pertanian. (Moehar, 2001)
Operasi usahatani meliputi hal-hal berkaitan dengan pengambilan
keputusan tentang apa, kapan, dimana, dan beberapa besar usahatani itu
dijalankan. Masalah apa yang timbul menjadi pertimbangan dalam percakapan
keputusan usaha operasi, usahatani mencakup hal-hal tentang pengalaman dan
kegiatan merencanakan ushatani. Usahatani semata-mata menuju kepada
keuntungan terus menerus, bersifat komersial, menurut Rivai (1980 : 8), potret
usahatani ialah sebagai berikut:
a. Adanya lahan tanah usahatani yang diatasnya tumbuh tanaman ada tanah
yang disebut kolam, tambak, sawah, ada tegalan, ada tanaman setahun.
b. Adanya bangunan yang berupa rumah petani. Gedung, dan kandang, lantai
jemur, dan lain-lain.
c. Adanya alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu, linggis, sprayer,
traktor, pompa air, dan lain-lain.
d. Adanya pencurahan kerja untuk mengelolah tanah, tanaman, memelihara
dan lain-lain.
e. Adanyakegiatan petani yang menerapkan uashatani, dan menikmati
hasilusahataninya.
Dengan demikian petani juga dapat mempengaruhi keadaan produksi
melalui beberapa sumber daya yang akan mereka pakai dalam usahataninya.
Misalnya jumlah bibit, pupuk dan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam
usahataninya itu. (Soekarwati, 1984)
Sumber tenaga kerja dalam usahatani dapat berasal dari dalam keluarga
dan luar keluarga, sedangkan jenis tenaga kerja dapat berupa tenaga kerja pria,
tenaga kerja wanita dan anak-anak, ternak dan mesin. Satuan kerja dalam
usahatani baik tenaga kerja wanita dan anak-anak, ternak atau mesin disetarakan
dengan tenaga kerja pria. (Fadholi,1979).

9
Setiap petani mempunyai perbedaan satu sama lain dalam
mengalokasikan faktor-faktor produksi (tanah, modal dan tenaga kerja) dalam
usahataninya. Dengan sempitnya luas lahan garapan berpengaruh terhadap biaya
produksi yang dikeluarkan petani dalam proses produksi usahataninya. (Suharjo
dan Patong, 1973).
]Tanah merupakan suatu faktor produksi seperti halnya modal tenaga
kerja, hal ini dapat dibuktikan dari tinggi rendahnya balas jasa yang sesuai
dengan permintaan dan penawaran tanah itu dalam masyarakat dan daerah
tertentu, pembanyaran atas jasa produksi ini disebut sewa tanah.
(Mubyarto,1977).
Suatu usahatani dikatakan baik jika usahataninya produktifitasnya tinggi
dan dikatakan efesien kalu tingkat produksi dapat dicapai pada penggunan faktor
produksi yang lebih rendah.
Menurut, Soedarsono (1975) bahwa usahatani dikatakan ekonomis bila
usaha tani tersebut secara maksimal harus dapat memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
1. Usahatani harus dapat menghasilkan cukup pendapatan untuk dapat
membayar semua alat-alat yang diperluhkan.
2. Usahatani harus dapat menghasilakan pendapat untuk dapat dipergunakan
dalam usahatani berikutnya, baik itu modal sendiri maupun dari modal
pinjaman pihak lain.
3. Usahatani harus dapat membayar upah tenaga kerja yang diperluhkan dalam
usahatani dengan secara layak.
4. Usahatani dapat juga membayar tenaga petani sebagai manejer dan
mengambil keputusan dalam mengolah usahataninya.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disarikan bahwa yang dimaksud
dengan usahatani adalah usaha yang dilakukan patani dalam memperoleh
pendapatan dengan jalan memanfaatkan sumber daya alam, tenaga kerja dan
modal yang mana sebagian dari pendapatan yang diterima digunakan
untukmembiayai pengeluaran yang berhubungan dengan usahatani.
Usahatani merupakan satu-satunya ujung tombak pembangunan nasional
yang mempunyai peran penting. Upaya mewujudkan pembangunan nasional

10
bidang pertanian (agribisnis) masa mendatang merupakan salah satu tujuan
untuk mengatasi masalah dan kendala yang sampai sejauh ini belum mampu
diselesaikan secara tuntas sehingga memerlukan perhatian yang lebih serius.
Satu hal yang sangat kritis adalah bahwa meningkatnya produksi pertanian
(agribisnis) atau output selama ini belum disertai dengan meningkatnya
pendapatan dan kesejahteraan petani secara signifikan dalam usahataninya.
Petani sebagai unit agribisnis terkecil belum mampu meraih nilai tambah yang
rasional sesuai skala usahatani terpadu (integrated farming system). Oleh karena
itu persoalan membangun kelembagaan (institution) di bidang pertanian dalam
pengertian yang luas menjadi semakin penting, agar petani mampu
melaksanakan kegiatan yang tidak hanya menyangkut on farm bussiness saja,
akan tetapi juga terkait erat dengan aspek-aspek off farm agribussinessny.
(Tjiptoherijanto, 1996)

2.3. Analisa Usahatani


2.3.1. Biaya
Biaya merupakan seluruh pengeluaran selama proses produksi dan
usahatani yang diusahakan. Biaya dapat dibedakan antara biaya tetap dan biaya
tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang tidak habis digunakan untuk satu
musim. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya
tergantung pada besarnya produksi yang di hasilkan. Biaya ini biasanya di
rumuskan dalam bentuk :

TC = TFC+TVC
Keterangan :
TC = Total Cost
TFC = Total Fixed Cost
TVC = Total Variable Cost

11
2.3.2. Penerimaan
Penerimaan usahatani adalah total penerimaan yang di hasilkan dari
suatu usahatani setelah di kalikan antara jumlah produksi dengan harga jual dari
produksi itu sendiri. Biasanya dirumuskan sebagai berikut :

TR = Q x P

Keterangan :

TR = Total Revenue
Q = Tatol produksi
P = Harga dari barang yang di hasilkan

2.3.3. Pendapatan
Pendapatan usahatani adalah total pendapatan atau keuntungan dari
suatu usahatani dimana total penerimaan dikurangi total biaya yang dikeluarkan
dalam suatu usahatani. Total pendapatan biasanya dirumuskan sebagai berikut :

π = TR – TC
Keterangan :
π = Total pendapatan (keuntungan)
TR = Total Revenue
TC = Total Cost(Soekartawi, 1995).

2.4. Sistem Budidaya Sayuran Organik pakcoy


2.4.1. Sistem Pengolahan Tanah
Setiap orang kurang lebih mempunyai pendangan yang sama bahwa
diperlukan usaha meningkatkan produktivitas lahan dan melaksanakan
konservasi tanah dalam mengantisipasi kebutuhan pangan dan degradasi lahan
yang makin meningkat. Dalam melaksanakan program tersebut, ada beberapa
peluang yang perlu diperhatikan, secara rinci dapat dilihat di bawah ini, dan
merupakan salah satu komponen pertanian organik.

12
a. Peningkatan biomassa – sebagai sumber utama masukan organik hanya
mungkin dilaksanakan di daerah yang mempunyai curah hujan cukup tinggi.
Tetapi akan banyak menhadapi kendala di daerah yang beriklim relatif
kering. Pengembangan jenis tanaman pohon yang cepat tumbuh di sekitar
lokasi dapat dimanfaatkan sebagai sumber untuk meningkatkan bahan
organik. Akan tetapi, pengumpulan, prosesing dan pemanfaatan biomassa
memerlukan pandangan yang sama.
b. Pengetahuan/Teknologi Tradisional – meskipun cukup banyak teknologi
tradisional yang telah berkembang terutama dalam menghasilkan tanaman,
perlindungan tanaman tehadap serangan hama dan penyakit, namun masih
diperlukan usaha menggali kembali kearifan tradisional dengan tinjauan
ilmiah dan mengembangkan teknologi yang akrab dan ramah dengan
lingkungan. Masih cukup banyak wilayah Indonesia yang memerlukan
perhatian.

2.4.2. Sistem Pengolahan Benih pakcoy


Benih yang digunakan untuk budidaya Pertanian Organik adalah benih
yang tidak mendapatkan perlakuan rekayasa genetika. Petani sebaiknya
menggunakan benih lokal, atau benih hibrida yang telah beradaptasi dengan
alam sekitar. Keunggulan menggunakan benih lokal adalah mudah
memperolehnya dan murah harganya, bahkan petani bisa membenihkan sendiri.
Selain itu, benih lokal memiliki asal usul yang jelas dan sesuai dengan kondisi
alam sekitar. Dengan memakai benih sendiri, petani juga tidak tergantung pada
pihak luar.

2.4.3. Sistem Persiapan Tanam


Sebelum sebidang tanah digunakan sebagai lahan pertanian organik,
tanah tersebut harus dibiarkan tanpa tanaman atau tidak diolah selama tiga
tahun. Dengan demikian, tak ada sisa pencemaran bahan kimia dan pupuk kimia
serta hormon pertumbuhan yang pernah digunakan.

13
Lahan yang digunakan untuk produksi Pertanian Organik sedapat
mungkin dijaga kestabilannya tanpa harus mengacaukan, yaitu berpedoman pada
metode sedikit olah tanah (minimum tillage).

2.4.4. Sistem Tanam


Prinsip yang diterapkan dalam praktek penanaman Pertanian Organik
selalu mencerminkan adanya tumpang sari agar tercipta keanekaragaman
tanaman (varietas). Perencanaan dan teknik penanaman perlu disesuaikan
dengan sifat tanaman, prinsip-prinsip pergiliran tanaman dan kondisi cuaca
setempat.

2.4.5. Sistem Pemeliharaan Tanaman


Setiap tanaman memiliki sifat karakteristik tertentu, maka pemeliharaan
tanaman ditentukan oleh sifat karakteristik tersebut. Dengan mengenali
karakteristik tanaman petani dapat dengan mudah melakukan pemeliharaan yang
sesuai, sehingga tujuan pemeliharaan tercapai yaitu “kebahagiaan tanaman itu
sendiri”.

2.4.6. Sistem Pemupukan


Secara teori, lahan Pertanian Organik akan semakin subur karena proses-
proses yang diterapkan berpedoman pada pemeliharaan tanah. Tetapi realitanya,
petani seringkali kurang memahami hal ini sehingga tanah selalu lebih banyak
kehilangan unsur hara melalui erosi, penguapan dan lain sebagainya
dibandingkan dengan hara yang diberikan atau ditambahkan. Maka prinsip
pemupukan ditentukan oleh kepekaan kita dalam mengamati atau menilai kapan
tanaman kekurangan makanan.

a. Penggunaan Kompos
Kompos yang diperkaya – bahan dasar pembuatan kompos
dianekaragamkan dengan memanfaatkan bahan yang tersedia ditempat. Metode
yang telah diuji dan diperbaiki, perlu pengujian lebih lanjut dan
dimasyarakatkan untuk memperbaiki kualitas kompos.

14
b. Penggunaan Pupuk Hayati

Pupuk hayati – yang sudah dimasyarakatkan diperbesar produksinya


untuk memberikan kesempatan yang lebih luas pada petani memanfaatkan
pupuk hayati. Lebih sepadan mengembangkan pupuk hayati berdasarkan potensi
mikroorganisme yang ada di Indonesia. Sedang pupuk hayati yang harus diimpor
perlu dikembangkan teknologinya di Indonesia, temasuk alih teknologi.

c. Penggunaan Pestisida
Pestisida hayati – cukup banyak bahan dasar tumbuh-tumbuhan yang
dapat dimanfaatkan untuk perlindungan tanaman yang pada saat ini perhatian
dan penggunaannya masih sangat terbatas. Hal ini membuka peluang lebih besar
dalam menggali keragaman sumber daya hayati kita untuk dikembangkan
menjadi pestisida hayati.

2.4.7. Sistem Pengendalian HPT/OPT


Berbasis pada keseimbangan ekosistem. Konsekuensinya semua
organisme yang ada (termasuk hama) dipandang ikut berperan dalam proses
keseimbangan tersebut. Dengan kata lain, tidak ada mahluk hidup yang tidak
berguna. Yang diperlukan adalah mengendalikan hama atau penyakit supaya
tidak berada dalam jumlah berlebihan. Pola tumpangsari, pergiliran tanaman,
pemulsaan, rekayasa teknik menanam, dan manajemen kebun menjadi pilihan
metode pengendalian HPT karena sesuai dengan prinsip keseimbangan.
Penggunaan pestisida alami diperlukan sejauh kita tahu bahwa di lahan
Pertanian Organik sedang terjadi ketidak seimbangan, yang terlihat pada
munculnya gangguan hama atau penyakit. Kadar pemakaiannya juga tergantung
dari tingkat gangguan yang ada.

2.4.8. Sistem Panen


Setiap langkah dalam proses produksi akan dinilai dari hasil panenan.
Prinsip dalam panen adalah menjaga standar mutu dengan memanen tepat waktu

15
sesuai kematangan. Cara pemanenan juga perlu berhati-hati sehingga tidak
menimbulkan kerusakan atau kehilangan hasil yang lebih besar.

2.4.9. Sistem Pasca Panen


Kegiatan pasca panen harus mampu menekan kerusakan hasil seminimal
mungkin. Metode pengolahan yang dilakukan tidak boleh mengubah sama sekali
komposisi bahan aslinya. Karenanya proses seleksi, pencucian, pengepakan,
penyimpanan dan pengangkutan produk organik perlu berhati-hati agar kondisi
tetap segar dan sehat ketika berada di tangan pembeli. Dalam Pertanian organik,
kegiatan pasca panen menghindari pemakaian bahan pengawet atau perlakuan
kimiawi lainnya dan seminimal mungkin.

2.4.10. Sistem Penetapan Standar Nasional Indonesia (SNI)


Dalam Pertanian Organik berlaku standar yang berfungsi sebagai
pedoman bagi petani dan pelaku lain dalam menjalankan usahanya di bidang ini.
Standar ini berisi prinsip-prinsip mendasar Pertanian Organik dan hal-hal umum
yang sebaiknya dilakukan dan dihindari dalam bertani organik. Sebagai contoh,
pemerintah telah menerbitkan SNI (Standar Nasional Indonesia ) 01-6729-2002
tentang Sistem Pangan Organik yang dapat menjadi acuan bagi para pelaku
terkait pengembangan Pertanian Organik Standar ini mengacu pada standar
internasional yakni Codex CAC/GL 32/1999, dan cukup selaras dengan standar
dasar IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movement).
BIOCert sendiri tengah mengembangkan standar Pertanian Organik yang selaras
dengan pedoman di atas dan sesuai dengan visi dan misi BIOCert.

2.4.11. Sistem Lingkungan


Tak ada sumber polusi dalam jarak 30 km. Daerah penyangga dibangun
di sekitar lahan pertanian organik untuk menghindari polusi lingkungan dan
kontaminasi dari pertanian nonorganik. Kontrol yang mengagumkan atas
manusia dan mobil yang keluar masuk area pertanian.

16
2.4.12. Sistem Pengairan
Air irigasi harus berasal dari sumber yang tidak terkena polusi dengan
pengukuran kualitas air standar yang akan dilakukan tiap hari untuk memastikan
air tersebut bebas dari pencemaran serta pH-nya harus sesuai dengan parameter
standar.

17
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Metode Penentuan Lokasi


Metode yang digunakan dalam menentukan lokasi Praktikum adalah
metode yang sengaja (purposive). Daerah yang dijadikan sample dalam
Praktikum ini adalah Desa Penanggungan, Kecamatan Trawas, Kabupaten
Mojokerto dengan pertimbangan bahwa Desa Penanggungan tersebut mewakili
desa-desa disekitar Jawa Timur khususnya yang sedang melakukan sistem
pertanian organik.

3.2. Metode Penentuan Responden


Responden dalam Praktikum sayuran pertanian organik di Desa
Penanggungan, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto ini adalah petani
sayuran organic pakcoy. Dari 4 petani sayuran organik yang ada di Desa
Penanggungan, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto dijadikan sebagai
responden.

3.3. Metode Penentuan Data


Metode pengumpulan data adalah dengan cara wawancara dan studi
pustaka untuk menunjang data yang diperoleh dilapangan. Data yang
dikumpulkan dari lapang meliputi :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dengan cara wawancara langsung
dengan petani sayuran organic pakcoy dengan menggunakan daftar
pertanyaan (Questioner).
2. Data Skunder
Data skunder adalah data yang diperoleh dari instansi terkait, misalnya
Kecamatan, Kelurahan dan Dinas Pertanian untuk melengkapi data primer
dalam Praktik Kerja Lapangan ini.

18
3.4. Metode Analisis Data
Setelah data yang diperlukan terkumpul, selanjutnya dilakukan analisis
data secara diskriptif. Yang dimaksud analisis diskriptif adalah suatu analisis
data yang mengunakan angka-angka serta tabel dan juga didukung dengan
uraian atau penjelasan tentang hasil analisis tersebut.
Untuk mengetahui tujuan Praktikum digunakan analisa secara finansial
sebagai berikut :
1. Analisis Biaya Produksi
Biaya produksi akan muncul dalam setiap kegiatan ekonomi didalam usahanya selalu
berkaintan dengan produksi. Adanya biaya produksi berkaitan dengan diberlakukannya
input (faktor-faktor produksi). Biaya adalah sejumlah uang tertentu yang telah
diputuskan guna pembelian atau pembayaran input yang diberikan, sehingga
tersediannya sejumlah uang itu benar-benar diperhitungkan sedemikian rupa agar
produksi dapat berlangsung. Sehingga biaya produksi adalah sebagai semua
pengeluaran yang dikeluarkan produsen untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan
bahan-bahan penunjang lainnya yang akan digunakan agar produk-produk tertentu yang
telah direncanakan dapat terwujud dengan baik seperti yang telah direncanakan.
(Kartasapoetra, 1987)
Biaya produksi meliputi :
TC = TVC + TFC
Keterangan :
TC = Total Biaya
TVC = Total Biaya Variabel
TFC = Total Biaya Tetap
Semua biaya yang dikeluarkan usahatani adalah biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya
tetap adalah biaya yang tidak ada pengaruhnya dalam jumlah barang yang diproduksi.
Petani harus membayarnya berapapun jumlah yang dihasilkan dalam usahataninya.
Biaya tidak tetap adalah biaya yang berubah apabila luas usahanya berubah. Biaya ini
ada apabila ada suatu barang yang diproduksi.

19
Biaya total adalah jumlah biaya tetap total dengan biaya tidak tetap total. Secara umum
dapat dikatakan bahwa semakin banyak produk yang dihasilkan, maka biaya total
semakin besar.
𝒏

𝐓𝐂 = ∑ 𝐏𝐢. 𝐗𝐢
𝒊=𝟏

Keterangan :
TC = Total biaya
Pi = Harga faktor produksi ke – i
Xi = Faktor produksi ke – i
i = 1,2,3,...,...,n

2. Analisis Penerimaan
Penerimaan adalah total penerimaan yang di hasilkan dari suatu usahatani setelah di
kalikan anatara jumlah produksi dengan harga jual dari produksi itu sendiri. Biasanya
dirumuskan sebagai berikut :
TR = Q x P

Keterangan :

TR = Total Revenue
Q = Total produksi
P = Harga dari barang yang di hasilkan

3. Analisa Pendapatan
Pendapatan adalah total pendapatan atau keuntungan dari suatu usahatani dimana total
penerimaan dikurangi total biaya yang dikeluarkan dalam suatu usahatani. Total
pendapatan biasanya dirumuskan sebagai berikut :
π = TR – TC
Keterangan :
π = Total pendapatan (keuntungan)
TR = Total Revenue
TC = Total Cost

20
4. Analisa R/C Ratio
Analisis R/C ratio adalah alat analisis yang digunakan untuk mengukur efisiensi
usahatani, dengan membandingkan nilai Revenue (penerimaan) dan Cost (biaya). Ada
beberapa definisi efisiensi. Efisiensi dalam pekerjaan merupakan perbandingan yang
terbaik suatu pekerjaan dengan hasil yang diperoleh dari pekerjaan tersebut.
Perbandingan tersebut dapat dilihat dari dua segi, yaitu:
a. Segi hasil : suatu pekerjaan dapat dikatakan efisien apabila dengan usaha
tertentu dapatdiperoleh hasil yang maksimal, baik dalam hal kualitas maupun
kuantitasnya.
b. Segi usaha : suatu pekerjaan disebut efisien jika hasil tertentu dapat dicapai
denganusaha yang minimal.
Efisiensi menurut Soekartawi (2001), merupakan gambaran perbandingan terbaik antara
suatu usaha dan hasil yang dicapai. Efisien tidaknya suatu usaha ditentukan oleh besar
kecilnya hasil yang diperoleh dari usaha tersebut serta besar kecilnya biaya yang
diperlukan untuk memperoleh hasil tersebut. Tingkat efisiensi suatu usaha biasa
ditentukan dengan menghitung per cost ratio yaitu imbangan antara hasil usaha dengan
total biaya produksinya.Untuk mengukur efisiensi suatu usahatani digunakan analisis
R/C ratio. Menurut Soekartawi (2001), R/C Ratio (Return Cost Ratio) merupakan
perbandingan antara penerimaan dan biaya, yang secara matematik dapat dinyatakan
sebagai berikut :
R / C = PQ. Q / (TFC+TVC)

Keterangan :
R = penerimaan
C = biaya
PQ = harga output
Q = output
TFC = biaya tetap (fixed cost)
TVC = biaya variabel (variable cost)

Ada tiga kriteria dalam R/C ratio, yaitu:


R/C rasio > 1, maka usaha tersebut efisien dan menguntungkan

21
R/C rasio = 1, maka usahatani tersebut BEP
R/C rasio < 1, maka tidak efisien atau merugikan

5. Analisis BEP (Break Even Point)


Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan dimana perusahaan dalam operasinya
tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita kerugian atau dengan kata lain total
biaya sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba dan tidak ada rugi. Hal ini
bisa terjadi apabila perusahaan di dalam operasinya menggunakan biaya tetap dan biaya
variabel, dan volume penjualannya hanya cukup menutupi biaya tetap dan biaya
variabel. Apabila penjualan hanya cukup menutupi biaya variabel dan sebagian biaya
tetap, maka perusahaan menderita kerugian. Sebaliknya, perusahaan akan memperoleh
keuntungan, apabila penjualan melebihi biaya variabel dan biaya tetap yang harus
dikeluarkan. Disebut juga Cost Volume Profit Analysis.
Menurut Rangkuti (2005), analisis Break Even Point (BEP) merupakan suatu analisis
yang digunakan untuk mempelajari keterkaitan antara biaya tetap, biaya variabel,
tingkat pendapatan pada berbagai tingkat operasional dan volume produksi. Model
yang paling banyak dipakai adalah dengan menggunakan kurva BEP. Selain
memberikan informasi mengenai keterkaitan antara biaya dan pendapatan, diagram ini
juga menunjukkan laba atau kerugian yang akan dihasilkan pada berbagai tingkat
keluaran (output).Tujuan dari analisis BEP yaitu untuk mengetahui besarnya
penerimaan pada saat titik balik modal, yang menunjukkan suatu proyek tidak
mendapatkan keuntungan tetapi juga tidak mengalami kerugian.
BEP dapat dihitung dengan dua cara yaitu : Break Even Point (BEP) Penjualan dalam
Unit Volume Produksi dan Rupiah. Break even point volume produksi menggambarkan
produksi minimal yang harus dihasilkan dalam usahatani agar tidak mengalami
kerugian. Rumus perhitungan BEP unit seperti berikut:

BEP Unit (Q) = TC


P
Keterangan:
BEP = Break Even Point (Titik Impas)
TC = Total Cost (Biaya Tetap)
P = Harga Produk

22
Break Even Point rupiah menggambarkan total penerimaan produk dengan kuantitas
produk pada saat BEP, rumusnya sebagai berikut :

BEP Unit (P) = TC


Q
Keterangan:
BEP = Break Even Point (Titik Impas)
TC = Total Cost (Biaya Tetap)
P = Harga Produk

3.5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

 Analisa Finansial adalah analisa usahatani dengan memperhitungkan biaya yang


benar-benar dikeluarkan oleh petani.
 Penerimaan adalah total penerimaan yang berupa jumlah produksi dikaliakan
dengan harga jual produksi itu sendiri dinyatakan dalam Rp/m².
 Pendapatan adalah nilai total produksi dikurangi biaya yang benar-benar
dikeluarkan oleh para petani tersebut dalam satu musim tanam dinyatakan dalam Rp/m².
 Biaya adalah sejumlah uang tertentu yang digunakan untuk pembelian atau
pembelian input yang diberikan, sehingga tersediannya sejumlah uang itu benar-benar
diperhitungkan sedemikian rupa agar produksi dapat berlangsung dinyatakan dalam
Rp/kg.
 Input produksi adalah semua korbanan yang diberikan, seperti pupuk, tanah,
tenaga kerja, dan peralatan, agar tanaman dapat tumbuh danmemberikan hasil yang
baik.
 R/C ratio adalah alat analisis yang digunakan untuk mengukur efisiensi
usahatani, dengan membandingkan nilai Revenue (penerimaan) dan Cost (biaya).
 Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan dimana perusahaan dalam
operasinya tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita kerugian atau dengan kata
lain total biaya sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba dan tidak ada rugi.

23
BAB IV
KEADAAN UMUM DAERAH

4.1. Keadaan Geografis


1. Batas Wilayah
Desa Penanggungan merupakan salah satu dari 13 desa yang berada di Kecamatan
Trawas Kabupaten Mojokerto. Merupakan wilayah dataran tinggi yang berada pada
ketinggian 600-700dpl, dengan curah hujan 2000 mm/th, dengan suhu rata-rata 20°C-
34°C.
Desa Penanggungan terdiri atas 10 RW dan 22 RT. Dengan batas wilayah sebagai
berikut :
Sebelah utara, berbatasan dengan Desa Kedungudi
Sebelah selatan, berbatasan dengan Desa Selotapak
Sebelah timur, berbatasan dengan Desa Duyung
Sebelah Barat, berbatasan dengan Desa Jatijejer

2. Luas Wilayah
Desa Penanggungan memiliki luas wilayah sebesar 474Ha yang dimanfaatkan untuk
keperluan sawah dan ladang, kebun, sawah, pekarangan, hutan dan lain-lain. Secara
rinci penggunaan lahan disajikan pada tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Distribusi Penggunaan Lahan di Desa Penanggungan, Kecamatan Trawas,


Kabupaten Mojokerto

No Penggunaan Lahan
Luas (ha) %
1 Sawah dan ladang 175,67 37,0612
2 Perkebunan 3,75 0,79114
3 Sawah 154,33 32,5591
4 Pekarangan 39,095 8,24789
5 Hutan 100 21,097
6 Lain – lain 1,155 0,24367
Total 474 100
Sumber: Data Monografi Desa Penanggungan, Desember 2014

24
Dari tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa lahan di Desa Penanggungan sebagian besar
digunakan untuk sawah dan ladang yaitu seluas 175,67ha dengan persentase sebesar
37,061% dari total luas lahan. Penggunaan luas lahan paling besar kedua digunakan
untuk sawah yaitu seluas 154,33ha dengan persentasi 32,559% dari total luas lahan.
Penggunaan luas lahan paling besar ketiga digunakan untk hutan yaitu dengan luas
100ha dengan persentase 21,097%. Adapun sisa penggunaan lahan digunakan untuk
pekarangan, perkebunan dan lain sebagainya.
Dari data penggunaan lahan di atas dapat diketahui bahwa luasan lahan yang digunakan
untuk lahan pertanian cukup besar dan sangat berpotensi untuk mengembangkan
usahatani sayuran organik.

4.2. Keadaan Penduduk


Desa Penanggungan memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.664 jiwa yang terdiri dari
1.345 jiwa penduduk pria dan 1.319 jiwa penduduk perempuan. Adapun agama yang
diyakini oleh penduduk Desa Penanggungan adalah agama islam dengan jumlah 2658
jiwa dan agama kristen 6 jiwa.
1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Distribusi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan digunakan sebagai indikator
kualitas sumberdaya manusia dengan kemajuan cara berpikirnya serta keadaan ekonomi
masyarakat setempat. Distribusi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat
pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Penanggungan,


Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto.

No Tingkat Pendidikan
Luas (ha) %
1 TK 19 1,47401
2 SD 241 18,6967
3 SMP 498 38,6346
4 SMA 485 37,6261
5 Akademi 17 1,31885
6 S1 29 2,24981
Total 1289 100
Sumber: Data Monografi Desa Penangungan, Desember 2014

25
Berdasarkan tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan penduduk di Desa
Penanggungan tergolong tinggi dikarenakan mayoritas penduduknya yang telah
menempuh pendidikan 9 tahun. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk dengan
tingkat pendidikan SMP sebesar 38,634% dan tingkat pendidikan SMA sebesar
37,626%. Adapun penduduk yang telah menempuh pendidikan setara perguruan tinggi
yaitu 1,318% untuk Akademi dan 2,249% untuk S1. Sedangkan untuk penduduk dengan
tingkat pendidikan dibawah 9 tahun yaitu sebesar 18,696% untuk lulus SD dan 1,474%
untuk lulus TK.

2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian


Mata pencaharian dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan atau tingkat ekonomi dari
masyarakat setempat. Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat
pada tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Penanggungan,


Kecamatan Trawas, Kabupaten mojokerto.

No Tingkat Pendidikan
Luas (ha) %
1 PNS 33 2,49811
2 TNI/POLRI 2 0,1514
3 Swasta 321 24,2998
4 Wiraswasta 100 7,57002
5 Petani 330 24,9811
6 Buruh Bangunan 110 8,32702
7 Buruh Tani 420 31,7941
8 Pensiunan 5 0,3785
Total 1321 100
Sumber: Data Monografi Desa Penanggungan, Desember 2014

Berdasarkan tebel 3 dapat dilihat bahwa sebagian besar Desa Penanggungan memiliki
mata pencaharian sebagai buruh tani dengan persentase 31,794% dari total penduduk.
Mata pencaharian sebagai petani menempati posisi kedua dengan persentase sebesar
24,981%. Posisi paling banyak ketiga ditempati oleh penduduk dengan mata
pencaharian swasta dengan persentase sebesar 24,299%. Dan posisi berikutnya

26
ditempati oleh penduduk bermata pencaharian Buruh Bangunan, PNS, Pensiunan dan
TNI/POLRI.
Hal ini menunjukkan bahwa petani di Desa Penanggungan merupakan salah satu jenis
pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh penduduk di daerah tersebut dan berpoteni
untuk mengembangkan usaha di bidang pertanian.

4.3. Gambaran Utama Kelompok Tani


1. Sejarah Komunitas Organik Brenjonk
Komunitas Organik Brenjonk berdiri sejak tahun 2001 dan diresmikan mulai tahun
2007 seperti yang tercatat dalam akta No 17 Tahun 2007. Pada awalnya, Brenjonk
adalah usaha dalam bentuk cafe yang menyediakan makanan ringan dan aneka
minuman baik jus buah ataupun kopi. Layaknya menu yang disediakan oleh cafe pada
umumnya. Selain menjual menu-menu cafe, Brenjonk juga menjual berbagai jenis bibit
sayuran dan buah-buahan dalam bentuk polybag.

Di luar dugaan, para pengunjung lebih memilih untuk membeli bibit sayuran atau buah
organik tersebut dibandingkan dengan produk cafe olahan Brenjonk. Pemilik usaha cafe
Brenjonk yang bernama Bapak Slamet akhirnya berinisiatif untuk mengganti usaha cafe
Brenjonk menjadi usaha sayuran organik. Mengingat modal yang dimiliki tidak banyak
untuk membentuk usaha sayuran organik dalam skala besar. Pemilik kemudian berpikir
untuk membentuk komunitas organik di daerah tempat tinggalnya yaitu Dusun
Penanggungan. Lokasi Dusun Penanggungan yang terletak di kaki gunung
penanggungan dan kaki gunung wlirang menjadikan daerah tersebut memiliki cuaca
yang sejuk serta keadaan tanah yang subur. Hal inilah yang menjadikan potensi besar
Dusun Penanggungan sebagai tempat budidaya sayuran organik.
Petani yang bergabung dalam Komunitas Organik Brenjonk merupakan para petani di
dusun setempat. Hingga saat ini anggota Komunitas Brenjonk mencapai 137orang
dengan latar belakang petani, buruh tani, pensiunan PNS dan perusahaan, pemuda dan
ibu-ibu rumah tangga. Usaha yang dijalankan oleh Komunitas Organik Brenjonk adalah
usahatani organik yang melibatkan anggota masyarakat khususnya masyarakat yang
memiliki keterbatasan lahan produksi. Budidaya sayuran organik dilakukan pada lahan
kecil milik petani dengan menggunakan Green House atau disebut RSO (Rumah Sayur

27
Organik) dengan memanfaatkan pekarangan sendiri. Untuk ukuran Green House skala
mikro adalah 3x4m² atau 3x5m² dengan harga Rp 2.000.000,-. Green House skala
menengah 5x10m² dengan harga Rp 2.500.000,-. Dan Green House skala besar 5x12m²
dengan harga Rp 3.000.000,-. Green House tersebut diperoleh petani secara tunai
ataupun kredit. Kredit dibayarkan petani melalui penjualan sayuran organik kepada
pihak Brenjonk pada setiap bulannya.
Produksi dari petani organik didistribusikan oleh pihak Brenjonk ke berbagai tempat
baik pasar modern maupun pasar tradisional. Disamping bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan pangan sehat dan aman untuk setap keluarga serta melestarikan lingkungan
hidup usahatani yang dijalankan brenjonk memiliki fokus dibidang pemasaran
komoditas organik. Basis areal produksi Organik Brenjonk terdiri dari areal
persawahan, areal rahan kering dan areal pemukiman. Secara keseluruhan semua
komoditas diproduksi dikawasan pegunungan dengan rata-rata ketinggian 650 dpl,
kondisi kawasan produksi masih didukung oleh keanekaragaman hayati yang melimpah
jauh dari kawasan industri.
Komoditas yang sudah diproduksi oleh Brenjonk meliputi beras organik, sayuran
organik, buah-buahan lokal organik, aneka bumbu dan rempah lokal organik dan
tanaman herbal organik. Komoditas tersebut sudah dipasarkan ke beberapa konsumen
baik melalui kemitraan dengan middelman maupun dijual langsung kepada end user.
Volume penjualan hingga saat ini mencapi rata-rata 3000pak/bulan (1 pak berisi 200-
250 gram).
Komunitas Organik Berenjonk telah tercatat sebagai anggota dari Aliansi Organik
Indonesia (AOI) dan memiliki sertifikasi baik nasional maupun internasional. Untuk
sertifikasi nasional Brenjonk memiliki sertifikat Organik Indonesia dari PT. Biocert
Indonesia sedangkan untuk sertifikat internasional Brenjonk memiliki sertifikat
PAMOR Indonesia.

2. Profil Komunitas Organik Brenjonk


Komunitas Organik Brenjonk bergerak dalam bidang produksi, pemasaran dan
pendistirnusian sayuran dan buah-buahan organik. Brenjonk merupakan organisasi
petani yang memiliki cita-cita mewujudkan kesejahteraan petani dengan memperhatikan

28
kelestarian lingkingan hidup. Tiga kegiatan pokok yang dilakukan Brenjonk untuk
mencapai cita-cita tersebut antara lain:
1. Meningkatkan pemberdayaan petani
2. Meningkatkan kemampuan pengolahan sistem pertanian organik
3. Meningkatkan kualitas kesehatan keluarga, sanitasi dan kesehatan lingkungan.
Dasar kegiatan Komunitas Organik Brenjonk dimulai dari perekrutan petani, pendirian
green house baik secara tunai ataupun kredit, budidaya sayuran organik, dan juga
pemasaran. Untuk lebih jelasnya berikut ini fokus kegiatan program di Komunitas
Organik Brenjonk:
1. Pengembangan pertanian organik dan menejemen sistem informasi pasar
2. Pendidikan kesehatan swadaya dan pemanfaatan tanaman obat keluarga
3. Pemberdayaan perempuan dan kesehatan anak
4. Perdagangan produk pertanian dan optimalisasi jasa.
Jumlah anggota dari Komunitas Organik Brenjonk mencapai 137orang petani yang
tersebar di 9 wilayah yang berada di 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Trawas dan
Kecamatan Pacet. Anggota yang tercatat di Kecamatan Trawas berada di Dusun
Penanggungan, Dusun Trawas, Dusun Ketapanrame dan Dusun Selotapak. Sedangkan
anggota yang tercatat di Kecamatan Pacet berada di wilayah Sajen, Padusan,
Tamiajeng, Claket dan Warugunung.
Setiap anggota petani dapat memiliki lebih dari satu RSO atau lahan open filed. Tidak
semua lahan yang dimiliki masuk kategori organik. Hal ini dikarenakan status lahan
dapat berupa organik atau konversi yang tergantunng pada posisi dan sejarah lahan itu
sendiri. Lahan yang dimiliki petani beragam tergantung ukuran RSO yang dimiliki.
Sehingga total luas lahan pada Komunitas Organik Brenjonk hingga saat ini adalah 4,6
Ha termasuk lahan open Field.Gambaran peta sebaran Komunitas Organik Brenjonk
dapat dilihat pada lampiran 4.
Sejalan dengan pengembangan pengetahuan serta kesadaran yang semakin tinggi dari
masyarakat akan manfaat produk organik khususnya di wilayah Mojokerto, telah
banyak masyarakat baik secara individu maupun kelompok atau organisasi PKK, civitas
akademik, pemuda atau kelurahan yang datang untuk memanfaatkan dan menikmati
edukasi pendidikan budidaya tanaman organik di Komunitas Organik Brenjonk ini.

29
3. Struktur Organisasi Komunitas Organik Brenjonk
Berikut ini merupakan struktur organisasi dari komunitas organik brenjonk :

Gambar 2.
Struktur Organisasi Komunitas Organik Brenjonk
(Sumber: Komunitas Organik Brenjonk, 2013)

Dalam Komunitas Organik Brenjonk selain terdapat struktur organisasi komunitas,


brenjonk juga memiliki struktur organisasi ICS. ICS merupakan tim Internal Control
System yang bertugas untuk mengawasi sistem kinerja dari Brenjonk. Adapun struktur
organisasi ICS Brenjonk adalah sebagai berikut:

30
Gambar 3. Struktur Organisasi ICS Brenjonk
(Sumber: Komunitas Organik Brenjonk, 2013)

Berikut ini Job Description dari tiap pengurus ICS:


1. Ketua
a. Melakukan Koordinasi pelaksanaan atau penerapan SKI
b. Mengorganisasi pelaksanaan registrasi dan inspeksi internal
c. Mempersiapkan sarana agar petugas registrasi dan inspeksi dapat menjalankan
tugas dengan baik, serta memastikan bahwa setiap petani telah diregistrasi dan
diinspeksi
d. Melakukan koordinasi diantara staf lapang dan staf lainnya, seperti staf
pendataan dan staf pembelian
e. Menandatangani rekapitulasi komisi persetujuan
f. Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inspeksi internal dengan LSPO,
berperan sebagai kontak person bagi lembaga sertivikasi.
2. Bagian Pendokumentasian
a. Melakukan pendokumentasian atas segala hal yang berhubungan dengan tujuan
SKI dan tujuan Sertifikasi organik (Kontrak petani, petak lahan dan sejarah lahan)
b. Mengorganisir catatan budidaya dan pencatatan kegiatan pertanian.
3. Bagian Keuangan
a. Melakukan pencatatan keuangan sesuai dengan standar akuntansi yang ada
b. Melakukan pendokumentasian terhadap bukti pembayaran seperti jual-beli dan
kegiatan-kegiatan lainnya.
4. Bagian Pemeriksaan

31
a. Membuat peta, peta loksi lahan petani organik dan sketsa lahan petani
b. Melakukan pendaftaran atau registrasi petani
c. Melakukan inspeksi internal minimal satu kali dalam setahun dan melakukan
dokumentasi terhadap hasil inspeksi dalam formulir inspeksi internal.
d. Melakukan kunjungan secara rutin ke tempat-tempat poling atau pembelian
selama musim panen untuk memastikan prosedur pembelian dijalankan sesuai standar
internal.
5. Bagian Persetujuan
a. Melakukan perbaikan yang diperlukan terhadap data-data hasil inspeksi internal
b. Melakukan seleksi terhadap data-data atau laporan yang perlu didiskusikan lebih
lanjut oleh panitia
c. Melakukan pertemuan minimal satu kali dalam setahun pada waktu setelah
inspeksi internal dilakukan dan sebelum dimulai pembelian
d. Mengambil keputusan organik sesuai prosedur pengambilan keputusan organik
dalam pertemuan tersebut
e. Melakukan dokumentasi terhadap semua keputusan tentang petani yang
memperoleh persetujuan maupun petani yang memperoleh sanksi
f. Menandatangani hasil keputusan untuk diajukan atau dikirim ke lembaga
sertifikasi organik (LSO).
6. Bagian Jual Beli
a. Melakukan pembelian produk organik dari petani anggota brenjonk sesuai
prosedur pembelian yang ada
b. Melakukan pengecekan kualitas produk organik yang akan di beli
c. Melakukan pencatatan terhadap data-data termasuk volume produk hasil
pembelian yang dilakukan
d. Menjamin bahwa produk organik terjaga integritas keorganikannya selama
pengangkutan dari kelompok tani ke pengemasan
e. Melakukan pembayaran dan menandatangani tanda bukti pembayaran ke petani
f. Melakukan penjualan dari brenjonk ke konsumen, dengan menjaga integritas
keorganikan dan mengikuti prosedur pengangkutan yang ada.
7. Pendampingan lapang

32
a. Melakukan kunjungan lapang secara teratur kepada petani untuk memberikan
saran-saran guna meningkatkan produksi dan kualitas produk serta memberikan bantuan
jika ada permasalahan dalam produksi
b. Melakukan penyuluhan dan Praktikum kepada petani dalam rangka pertanian
organik, peningkatan produksi dan kualitas produk
c. Mengkoordinasi dan melakukan pembuatan peta umum dan peta lokasi lahan
organik dan non organik
d. Mengkoordinasikan pembelian input-input pertanian yang diinginkan untuk
pertanian organik
e. Membantu petani melakukan pendataan untuk keperluan pengisian buku harian
petani.

4. Visi dan Misi Komunitas Organik Brenjonk


Komunitas organik brenjonk ini memiliki visi dan misi sebagai berikut :
a. Visi
Terwujudnya kesejahteraan dan ketentraman sosial masyarakat disemua level.
b. Misi
- Meningkatkan kemandirian komunitas dalam pemenuhan pangan yang sehat dan
aman
- Memperkuat aspek mobilitas sumberdaya lokal, sumberdaya terbarukan dan
sumber-sumber penghidupan.
- Meningkatan basis ekonomi keluarga.

5. Bentuk Kemitraan dengan Petani


Dalam kegiatan Komunitas Organik Brenjonk mempunyai mitra yaitu petani yang
nantinya akan menghasilkan produk dan dijual kepada brenjonk dengan harga yang
telah ditentukan. Petani yang bermitra dengan brenjonk berjumlah 137 petani. Namun
sampai saat ini hanya ada ±47 petani yang masih aktif melakukan mitra dengan
brenjonk. Petani ini tersebar dikawasan Penanggungan, Trawas, Ketapenrame, Jatijejer,
Claket, Padusan, Sandiwatu dan Pacet. Masing-masing petani mempunyai green house
dengan berbagai macam luas dan jenis komoditas. Petani dapat melakukan mitra dengan
brenjonk dengan membeli green house secara kredit atau tunai.

33
Pihak brenjonk sendiri melakukan kerjasama dengan petani melalui berbagai cara.
Diantaranya memberikan penyuluan dan pelatihan secara rutin kapada petani yang
dikoordinasikan dengan pembimbing lapang dalam rangka pertanian organik,
peningkatan produk dan kualitas produk. Adapun kegiatan yang rutin dilakukan yaitu
rapat antara pihak brenjonk dengan petani untuk mengungkapkan dan memecahkan
masalah-masalah yang selama ini terjadi dari kedua belah pihak. Selain itu untuk
menghindari tumpang tindih jadwal tanam yang mengakibatkan terjadinya produksi
yang berlebih dan disaat tertentu akan terjadi kekurangan produk, pihak brenjonk
mensosialisasikan kalender jadwal tanam bagi para petani.

6. Jenis dan Kapasitas Produksi


Komunitas organik brenjonk merupakan usaha yang berbasis pada kewirausahaan
sosial. Wirausaha sosial melihat masalah sebagai peluang untuk membentuk sebuah
modal bisnis baru yang bermanfaat bagi pemberdayaan masyarakat sekitar. Dalam hal
ini hasil yang ingin dicapai bukanlah keuntungan materi atau keputusan pelanggan,
melainkan gagasan yang diajukan dapat memberikan dampak baik bagi masyarakat.
Green house yang disediakan brenjonk terbagi menjadi 3 ukuran yaitu skala mikro,
skala menengah dan skala besar. Untuk green house skala mikro memiliki ukuran
3x4m² atau 3x5m² dengan kapasitas produksi 60-80 pak (1 pak berisi 200-250 gram).
Biasanya produk yang dihasilkan oleh green house skala ini mayoritas untuk konsumsi
individu. Selanjutnya green house skala menengah memiliki ukuran 5x10m² dengan
kapasitas produksi 200-250 pak. Sedangakan green house skala besar dengan ukuran
5x12m² memiliki kapasitas produksi 300-350 pak.
Jenis produk pertanian yang dihasilkan oleh petani komunitas organik brenjonk
diantaranya adalah sayuran organik baik berupa sayur daun (caisim, pakcoy hijau,
pakcoy putih, seledri, selada air, selada keriting, selada merah, kailan, bayam hijau,
bayam merah, bayam lorek, kangkung cabut, kangkung ampena, pakis, siomak, daun
gingseng, daun min, daun pepaya, daun singkong, dll), maupun sayur buah (terong
ungu, terong hijau, terong lalap, kacang panjang, brokoli, labu siam, wortel, cabai
merah kecil, cabai merah besar, petai, buncis, kacang panjang, tomat cerry, tomat sayur,
dll), buah lokal organik (alpukat, salak, ketela, pisang raja, pisang ambon, srikaya, dll),
bumbu dapur dan rempah (jahe, laos, kunir, kunyit, sere, dll), serta terdapat beras tuton

34
organik. Untuk produk sayur buah dibudidayakan dilahan organik berupa open field
tanpa menggunakan green house. Selain memproduksi hasil pertanian organik brenjonk
juga menyediakan pupuk organik yang diproduksi sendiri oleh brenjonk.

7. Sertifikasi Produk
Produk sayuran dari komunitas organik brenjonk kini telah memiliki sertifikasi baik
nasional maupun internasional. Sertifikasi pertama yang dimiliki komunitas organik
brenjonk yaitu PAMOR. Sertifikasi ini merupakan sertifikasi internasional. PAMOR
Indonesia yang telah diregistrasi oleh PGS (Partisipatory Guarantee System) IFOAM
Network. PAMOR Indonesia adalah penjamin mutu organik yang diorientasikan untuk
kelompok tani kecil. Standar PAMOR Indonesia mengadopsi dari Standar Nasional
Indonesia (SNI) dan Standat Aliansi Organik Indonesia (AOI). Brenjonk merupakan
komunitas organik pertama di Indonesia yang menerima sertifikat organik PAMOR
Indonesia.Sertifikat PAMOR tersaji pada lampiran 5.
Sertifikat PAMOR ini sudah didapatkan brenjonk sejak tahun 2009 yang meliputi
produk sayur, beras, buah, umbi-umbian dan empon-empon. Nomor registrasi untuk
sertifikasi brenjonk sendiri adalah 04-001-BRJ. Sertifikat ini juga masih berlaku hingga
saat ini dengan adanya kegiatan inspeksi setiap tahunnya karena masa berlaku sertifikat
PAMOR hanya satu tahun.
Selain ini komunitas organik brenjonk telah mendapatkan sertifikat produk organik
untuk jenis produk sayuran dari PT. BIOCERT INDONESIA yang berlaku mulai bulan
September 2012 dan berakhir tahun 2015. Sertifikat ini didapatkan sesuai dengan SNI
6729-2010 tentang sistem pangan organik dan standat pertanian organik Aliansi
Organik Indonesia (AOI) bualn Oktrober 2011 serta persyaratan Sertifikat Biocert.
Dengan sertifikat ini, komunitas organik brenjonk berhak memakai Logo Organik
Indonesia pada label dan bentuk promosi penjualan lainnya.Sertifikat BIOCERT dapat
dilihat pada lampiran 6.
Selain itu, untuk meyakinkan konsumennya bahwa produk organik brenjongk yang
dihasilkan tidak mengandung residu kimia, brenjonk telah melakukan uji analisa kimia
terhadap 18jenis komoditas potensional. Komoditas tersebut antara lain selada keriting,
beras tuton, salak trawas, pisang ambon, terong, caisim, bayam merah, tomat,

35
kangkung, cabai, kailan, bayam hijau, jagung manis, pakcoy, kol, oyong, daun rocket,
wortel, labu siam dan kubis.

8. Standar Internal Komunitas Organik Brenjonk


Standar internal sistem pertanian organik komunitas organik brenjonk mengacu pada
standar AOI dan SNI sistem pangan organik. Standar internal ini dibuat dalam bahasa
yang sederhana agar mudah dipahami. Adapun standar internal komunitas organik
brenjonk adalah sebagai berikut:
1. Ketentuan Umum
a. Benih yang dipakai adalah benih organis atau benih konvensional tanpa
perlakuan kimia
b. Tidak diperbolehkan memakai pupuk kimia sintetis
c. Hanya memakai pupuk kimia organik dengan cara mengoptimalkan pemakaian
kotoran ternak, sisa tumbuhan, hijauan tanaman dan bahan mineral alam.
d. Dilarang menggunakan pestisida hibridasi dan hormon kimia sintetis
e. Penggunaan pestisida alami dan mineral alami sebagai alternatif terakhir dalam
pengendalian hama.
f. Pengendalian gulma secara maksimal atau manual
g. Petani harus melakukan usaha pencegahan erosi dan kontaminasi lahan
pertanian
h. Dilarang menggunakan seluruh produk hasil rekayasa genetika dalam proses
budidaya dan pengolahan
i. Karung dan wadah yang dipakai untuk tempat hasil panen produk harus bersih
serta tidak boleh dipaka untuk menyimpan produk non organik
j. Tidak diperkenankan membakar bahan dan sisa tanaman organik
k. Ternak harus diperhatikan secara ramah etika dan diberi pakan serta pengobatan
alami
l. Periode konversi untuk mencapai produk organik penuh adalah :
- Minimal 24 bulan untuk tanaman semusim (sebelum tanaman semusim
berikutnya) terhitung dari tanggal terakhir pemakaian bahan kimia terlarang
- Minimal 36 bulan untuk tanaman tahunan (sebelum panen) terhitung dari
tanggal terakhir pemakaian bahan kimia terlarang

36
- Masa konversi ini bisa diperpendek, namun tidak boleh kurang dari 12 bulan.
2. Benih dan Pembenihan
a. Benih diupayakan menggunakan benih lokal produksi sendiri, jika tida mungkin
boleh membeli benih dari petani lain atau toko.
b. Apabila petani membeli benih harus melapor
c. Tidak ada perlakuan kimia pada benih, jika tidak mungkin maka harus dilakukan
pencucian
d. Benih harus bermutuh
e. Media untuk pembenihan harus menggunakan pupuk organik atau kompos
f. Campuran tanah yang dipakai harus dari lahan organik. Tanah yang dipakai
tidak boleh diambil dari hutan
g. Penyimpanan benih yang berasal dari produksi sendiri tidak boleh ada perlakuan
kimia
h. Tidak boleh menggunakan benih dari hasil rekayasa genetika dan turunannya
i. Pengendalian OPT pada pembibitan tidak boleh menggunakan tembakau atau
bahan kimia dari pabrik
3. Penanaman
a. Tidak boleh menanam satu jenis tanaman saja didalam RSO
b. Ada tanaman pengusir hama
c. Tidak boleh merokok pada saat penanaman
d. Peralatan yang digunakan untuk penanaman harus dibersihkan terlebih dahulu.
4. Perawatan
a. Pemupukan harus menggunakan pupuk organik (pengomposan atau pupuk cair)
b. Tidak boleh menggunakan pupuk yang berasal dari kotoran ternak yang diberi
makanan yang mengandung bahan kimia, maupun kotoran manusia
c. Tidak boleh membakar sisa makanan ternak dan limbah pertanian kecuali dibuat
arang
d. Dosis tidak boleh berlebihan disesuaikan dengan rekomendasi
5. Pengairan
a. Tidak boleh menggunakan air yang tercemar bahan kimia
b. Boleh menggunakan air hujan
c. Jika menggunakan air irigasi harus ada pemurnian

37
d. Penggunaan air untuk pengairan harus bijak
6. OPT (Organisme Pengganggu Tanaman)
a. Tidak boleh menggunakan pestisida dan herbisida sintetis
b. Pengendalian hama dan penyakit menggunakan musuh alami dengan cara
mekanik dan pestisida nabati
c. Menjaga keanekaragaman makhluk hidup
d. Gulma tidak boleh dibersihkan secra total
7. Panen
a. Peralatan panen harus khusus
b. Tempat pencucian produk organik harus khusus
c. Penirisan dan hasil produk ditempatkan pada tempat yang bersih dan bebas
kontaminasi
8. Pengangkutan
a. Selama proses pengangkutan tidak boleh kontaminasi (asap atau cemaran yang
lain)
b. Tempat untuk mengangkut harus terbuat dari bahan yang alami
c. Sarana pengangkutan (kendaraan) harus dicuci bersih
9. Pasca Panen
a. Tempat untuk proses pasca panen harus bersih
b. Sampah harus dikelolah secara tepat dan ada pemilihan
c. Pembersihan tempat produksi tidak boleh menggunakan bahan kimia yang
dilarang
d. Peralatan harus bersih dan khusus
e. Penempatan produk organik harus terpisah dengan penempatan produk non
organik
f. Kemasan harus menggunakan bahan yang diijinkan
10. Penentuan lahan
a. Tidak terkontaminasi bahan kimia
b. Jauh dari sumber pencemaran
c. Kaya keanekaragaman hayati
d. Dekat dengan sumber pupuk organik
e. Status lahan ada bukti kepemilikan dan tidak dalam sengketa

38
f. Tidak boleh membuka lahan dengan pembabatan hutan ataupun kawasan
konservsi
g. Lahan yang berada dekat dengan sumber pencemaran harus diberi pembatas
yang cukup sehingga dapat menghindari kontaminasi
11. Sarana produksi
a. Media tanam tidak terkontaminasi bahan beracun
b. Proses pembuatan kompos bisa menggunakan MOL dan tidak boleh
menggunakan mikroorganisme hasil rekayasa genetika
c. Pengomposan harus terfermentasi sempurna
d. Pupuk diolah dari ternak yang diurus secara alami dan bijaksana
e. Peralatan pertanian tidak terkontaminasi dengan bahan kimia dan digunakan
secara khusus untuk organik
f. Bahan-bahan untuk green house harus aman
g. Media tanam tidak boleh diambil dari hutan atau tempat sungai tercemar
h. Peralatan pengolahan lahan tidak menimbulkan pencemaran lahan
i. Dalam pengolahan lahan diupayakan seoptimal mungkin tidak mengurangi
peran mikoorganisme dalam tanah serta tidak berlebih sehingga dapat mengurangi
kondisi keseimbangan lingkungan
j. Fumigasi tidak boleh menggunakan bahan kimia maupun api
k. Tidak boleh membakar sampah dan sisa pertanian dilahan organik
l. Sistem pengairan harus efektif dan efisien seta memperhatikan keberlanjutan
12. Produksi pararel
a. Jika petani memiliki jenis komoditas yang berstatus atau perlakuan berbeda
maka hasil panen harus dipisah menjadi 3 bagian yakni organik, konversi dan
konvensional
b. Pencatatan produksi pararel harus dipisahkan secara tegas
c. Tempat dan alat-alat produksi pararel harus dipisah dan disimpan pada tempat
yang berbeda

39
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Petani Sayuran Organik


Karakteristik responden merupakan ciri-ciri petani yang berbeda antara
responden satu dengan yang lain. Karakteristik responden yang akan digunakan
adalah umur petani, tingkat pendidikan dan pengalaman usahatani sayuran
organik pakcoy. Karakteristik ini digunakan sebagai informasi yang mendalam
mengenai latar belakang responden. Responden dalam Praktikum ini adalah
petani aktif Komunitas Organik Brenjonk yang berusahatani sayuran organik
pakcoy. Jumlah petani yang diambil sebagai responden adalah sebanyak 4
orang.

1. Luas Lahan Petani Sayuran Organik pakcoy


Luas lahan yang digarap petani adalah merupakan salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi jumlah penghasilan atau jumlah produksi yang akan diperoleh petani
tersebut. Luas lahan garapan petani responden sangat relatif yaitu kurang dari 1 hektar.
Besar kecilnya lahan garapan sangat bergantung pada kemampuan petani tersebut dalam
mengolah dan memanfaatkan lahan tersebut dengan baik. Adapun luas lahan yang
dimiliki petani responden usahatani sayuran organik dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Persentase Luas Lahan Petani Responden Usahatani Sayuran Organik


Komunitas Organik Brenjonk di Desa Penanggungan, Kecamatan Trawas, Kabupaten
Mojokerto.

40

No Luas Lahan (m²)
Jiwa %
1 5 x 10 m² 4 60
Total
Sumber: Analisa Data Primer, 2015.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar petani responden memiliki luas
lahan green house sebesar 5 x 10 m² dengan persentase 60% dan luas lahan green house
sebesar 5 x 12 m² dengan persentase 40%.
Hal ini menunjukkan bahwa green house ukuran medium lebih banyak dimiliki oleh
petani responden dan hasil yang diperoleh dalam berusahatani juga maksimal sehingga
dapat memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan.

5.2. Analisis Usahatani Sayuran Organik


Analisis usahatani dalam Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pendapatan
setiap musim tanam yang diperoleh dari usahatani sayuran organik pakcoy.
Analisis usahtani sayuran organik pada Komunitas Organik Brenjonk memiliki
beberapa asumsi yaitu:
1. Tiap green house terdiri dari 1 komoditas tanaman
2. Tiap green house memiliki 1 guludan yang masing-masing hanya ditanami satu
jenis tanaman.
3. Tiap petani memiliki 1 green house dengan ukuran 5x10m²
4. Upah tenaga kerja pria dan wanita diasumsikan sama yaitu Rp 3.000,- perjam.
5. Harga dasar di tingkat petani sudah dirata-rata dari semua produk sayuran yang
dibudidayakan yaitu sebesar Rp 6.000,-
Analisis usahatani yang digunakan dalam Praktikum ini meliputi Biaya produksi,
analias penerimaan, analisa pendapatan, analisa R/C ratio dan analisa BEP.

1. Analisis Biaya Produksi Usahatani Sayuran Organik


Biaya usahatani dalam usahatani sayuran organik merupakan seluruh biaya yang
dikeluarkan petani dalam peroses usahatani sayuran organic pakcoy pada satu kali

41
tanam. Berikut ini adalah tabel 11 yang menggambarkan tentang nilai total biaya rata-
rata usahatani sayuran organik pada komunitas organik brenjonk yang menunjukkan
uraian analisa biaya yang meliputi biaya tetap dan biaya variabel.

Tabel 11. Biaya Produksi Usahatani Sayuran Organik pakcoy pada Komunitas Organik
Brenjonk di Desa Penanggungan, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto.
Total Biaya
Macam Biaya
(Rp)
Biaya Variabel (VC)
Biaya Pupuk Kompos 432000
Biaya Pupuk Kandang 128000
Biaya Pestisida 10000
Biaya Pengairan 160000
Tree Bibit 192000
Biaya Tenaga Kerja
Pengolahan lahan 144000
Penanaman 144000
Pemupukan 24000
Pengendalian Hama 24000
Pengairan 24000
Panen 48000
Biaya Tetap (FC)
Green House 700000
Peralatan 150000
Total (TC) 2.180.000
Sumber data: Analisa Data Primer, 2015.

a. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan dan tidak berubah-ubah. Biaya tetap
pada usahatani sayuran organik meliputi:
- Biaya Peralatan
Untuk biaya peralatan dikeluarkan sekali dalam berusahatani. Untuk 1 paket peralatan
yang terdiri dari cangkul, gembor, sabit dan cetok dapat diperoleh dengan harga Rp
37.500,
Karena dalam berusahatani untuk 1 green house berukuran medium atau besar
dibutuhkan sekitar 2 paket peralatan. Hal ini dilakukan untuk mengefisiensikan waktu
dan tenaga yang ada. Maka, biaya yang harus dikeluarkan petani responden sebesar Rp
37.500,- x 2 = Rp 75.000,-.

42
b. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan produsen tergantung besar kecilnya
produk yang dihasilkan. Biaya variabel pada usahatani sayuran organik meliputi :
- Biaya Pupuk
Untuk 1 green house ukuran medium yang didalamnya terdapat dalam 1 kali tanam
membutuhkan 25kg pupuk kompos (1 sak). Jika dalam 1 kali tanam maka, biaya yang
harus dikeluarkan untuk pembelian pupuk sebesar Rp 10.000,-
- Biaya Tree Bibit
Dalam proses usahatani sayuran organik dibutuhkan tree unutk proses pembibitan. Tree
ini biasanya disediakan oleh pihak Komunitas Organik Brenjok beserta dengan bibit
yang sudah jadi, sehingga para petani yang tergabung dalam komunitas hanya tinggal
menggambil di Rumah Bibit yang ada dengan membayar Rp 6.000,- pertree dan
mengembalikan tree –nya saja setelah proses penanaman di green house selesai.
Karena dalam 1 green house terdapat 1 jenis tanaman saja. Maka, untuk 1 green house
membutuhkan 2 tree. Sehingga biaya untuk tree bibit saja dalam 1 kali tanam Rp
12.000,-.

- Biaya Tenaga Kerja


Tenaga kerja yang digunakan pada setiap green house umumnya berasal dari keluarga
sendiri. Para petani beranggapan masih mampu untuk menangani segala kegiatan
usahatani pada green housenya masing-masing sehingga tidak ada alasan untuk
mempekerjakan orang lain. Meskipun tenaga kerja yang digunakan adalah keluarga
sendiri, namun biaya tenaga kerja akan tetap dihitung dengan mengasumsikan upah
untuk tenaga kerja laki-laki dan perempuan sama yaitu Rp 75.000,- per hari. Upah
tenaga kerja yang digunakan didasarkan upah yang berlaku didaerah
Praktikum.Sehingga, total biaya untuk upah tenang kerja dalam 1 kali panen sebesar
Rp 75.000,-

5.3. Analisis Produksi Usahatani Sayuran Organik


Produksi adalah jumlah total hasil yang diperoleh pada saat panen. Produksi rata-rata
yang dihasilkan oleh petani responden sayuran organik sebesar 25kg/green house
perpetani dalam satu kali musim tanam. Hasil yang diperoleh oleh petani responden ini

43
selalu stabil tiap kali musim tanamnya. Yang kemudian nantinya dibagi menurut
kwalitas dari sayuran-sayuran tersebut. Maka dalam 1x panen petani responden
mendapatkan hasil sebesar 25kg x 2 x 1kali = 50Kg.

5.4. Analisis Penerimaan Usahatani Sayuran Organik


Penerimaan usahatani sayuran organik merupakan hasil perkalian antara jumlah
produksi yang dihasilkan dengan harga produk tersebut. Berdasarkan produk sayuran
organik yang dihasilkan oleh petani responden dengan rata-rata harga jual ditingkat
petani Rp 6.000,- /Kg. Maka total penerimaan yang di dapatkan petani responden yaitu
sebesar :
TR =QxP
= 130 Kg x Rp 6.000,- per-Kg
= Rp 780.000,-

Keterangan :
TR = Total Revenue
Q = Total produksi
P = Harga dari barang yang di hasilkan

Maka dapat diketahui total penerimaan yang didapatkan oleh petani responden dari
petani sayuran organik pakcoy Brenjonk dalam 1x panen sebesar Rp 780.000,-.

5.5. Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Organik


Pendapatan adalah total pendapatan atau keuntungan dari suatu usahatani dimana total
penerimaan dikurangi total biaya yang dikeluarkan dalam suatu usahatani. Total
pendapatan yang didapat oleh petani responden sebagai berikut:
π = TR – TC
= Rp 780.0000,- - Rp 100.000,-
= Rp 680.000,-

Keterangan :
π = Total pendapatan (keuntungan)

44
TR = Total Revenue
TC = Total Cost
Pendapatan rata-rata yang diterima petani responden dalam 1x panen di dalam green
house adalah sebesar Rp 680.000,-.

5.6. Analisis R/C Ratio Usahatani Sayuran Organik


Analisis R/C ratio adalah alat analisis yang digunakan untuk mengukur efisiensi
usahatani, dengan membandingkan nilai Revenue (penerimaan) dan Cost (biaya).
Adapun R/C ratio dari kegiatan usahatani dari petani responden adalah sebagai berikut :
R/C Ratio = Penerimaan
Biaya Total
= Rp 5.040.000,-
Rp 2.180.000,-
= 2,31

Jadi, usahatani sayuran organik di Desa Penanggungan, Kecamatan Trawas, Kabupaten


Mojokerto adalah efisien karena R/C Ratio usahatani lebih dari satu (2,31). Hal ini
berarti dari setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan untuk berusahatani sayuran organik
diperoleh penerimaan sebesar Rp 2,31,-.

5.7. Analisis BEP (Breek Even Point)Usahatani Sayuran Organik


Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan dimana perusahaan dalam operasinya
tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita kerugian atau dengan kata lain total
biaya sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba dan tidak ada rugi.
BEP dapat dihitung dengan dua cara yaitu : Break Even Point (BEP) Penjualan dalam
Unit Volume Produksi dan Rupiah.
Break even point volume produksi menggambarkan produksi minimal yang harus
dihasilkan dalam usahatani agar tidak mengalami kerugian. Dengan perhitungan
sebagai berikut :
BEP Unit (Q) = TC
P
= Rp 2.180.000,-
Rp 7.000,-
= 311,42

45
Keterangan:
BEP = Break Even Point (Titik Impas)
TC = Total Cost (Biaya Tetap)
P = Harga Produk

Jadi, usahatani sayuran organik pakcoy tidak akan mengalami kerugian jika produksi
minimalnya adalah 311,42. Namun, jika produksinya lebih dari 311,42 usahatani
sayuran organik akan mendapatakan untung.

Break Even Point rupiah menggambarkan total penerimaan produk dengan kuantitas
produk pada saat BEP, rumusnya sebagai berikut :

BEP Unit (P) = TC


Q
= Rp 2.180.000,-
720 Kg
= Rp 3.027,77
Keterangan:
BEP = Break Even Point (Titik Impas)
TC = Total Cost (Biaya Tetap)
Q = Total produksi

Jadi, usahatani sayuran organik pakcoy di Desa Penanggungan, Kecamatan Trawas,


Kabupaten Mojokerto akan berada pada titik impas saat harga Rp 3.027,77 hal ini
menunjukkan bahwa usahatani berada pada Titik Impas atau BEP dimana Usahatani
tidak mengalami keuntungan dan kerugian. Namun, jika harga dalam hal ini berada
kurang dari Rp 3.027,77 maka petani akan mengalami kerugian sedangkan jika berada
lebih dari Rp 3.027,77 maka petani akan mendapatkan keuntungan.

5.8. Permasalahan yang Dihadapi Petani


Permasalahan yang dihadapi oleh petani responden di Komunitas Organik Brenjonk
Desa Penanggungan, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto diantaranya adalah :

46
1. Hama atau OPT
Hama atau OPT adalah masalah yang harus dihadapi oleh petani yang pada akhirnya
juga menentukan kwalitas hasil panen petani responden. Dalam pertanian organik petani
tidak boleh menggunakan sembarangan pestisida untuk membasmi hama. Hanya
pestisida yang dibuat dan diproduksi sendiri oleh Komunitas Organik Brenjonk dan
pestisida nabati yang bahannya dari umbi-umbian atau daun-daun yang teknik
pembuatannya sudah diajarkan oleh pihak Komunitas Organik Brenjonk. Sehingga
untuk pembasmian hama ini terkadang butuh waktu yang lebih lama dan berjangka.
Tidak seperti penggunaan pestisida kimia yang dalam waktu sebentar saja bisa terlihat
hasilnya.
Selain itu sayuran organik ini ditanamnya didalam green house sehingga sekali saja ada
hama yang masuk akan susah keluar dan cenderung lebih cepat berkembang biak.
Hama-hama yang sering dihadapi oleh petani responden sayuran organik adalah ulat,
belalang, karat daun,cekutuk.

47
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari Praktikum ini, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Total biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani responden dalam 1
tahun adalah sebesar Rp 2.180.000,- dan total penerimaan sebesar Rp 5.040.000,-.
Sehingga dalam 1 tahun petani responden mendapatkan pendapatan bersih sebesarRp
2.860.000,-untuk 1 green house.
2. Usahatani sayuran organik di Desa Penanggungan, Kecamatan Trawas,
Kabupaten Mojokerto dikatakan efisien, karena R/C Ratio usahatani ≥1 yaitu sebesar
2,31. Hal ini berarti dari setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan untuk berusahatani
sayuran organik diperoleh penerimaan sebesar Rp 2,31,-.
3. Usahatani sayuran organik di Desa Penanggungan, Kecamatan Trawas,
Kabupaten Mojkerto akan beraa pada titik impas atau BEP pada saat produksi sebesar
311, 42 dan dengan harga Rp 3027,77.
4. Untuk faktor penghambat dalam usahatani sayuran organik ini lebih kepada
seragan hama, karena serangan hama akan memepengaruhi kwalitas sayuran organik
dan selanjutnya akan berpengaruh pada kebutuhan hasil produksi. Sedangkan untuk
faktor pendorongnya ada pada tingkat harga yang jauh lebih tinggi dari harga sayuran
nonorganik, sehingga petani sayuran organik dengan senang hati mau membudidayakan
sayuran organik.
5. Strategi pengembangan usahatani yang dilakukan Komunitas Organik Brenjonk
dengan melakukan kerja sama dari hulu hingga hilir dan selalu memantau semua hal
yang terkait dengan produksi sayuran organik.

6.2. Saran
Adapun beberapa saran yang dapat dilakuakan oleh penulis kepada para petani sayuran
organik di Komunitas Organik Brenjonk Desa Penanggungan, Kecamatan Trawas,
Kabupaten Mojokerto adalah sebagai berikut:

48
1. Lebih disiplin lagi dalam mengatur pergiliran tanam, sehingga tidak terjadi
kelebihan produksi untuk komoditas tertentu.
2. Tidak hanya rutin merawat tanaman atau sayuran yang ada di green house saja
melainkan juga yang berada di daerah open field sehingga hasil produksi yang didapat
lebih maksimal.
3. Komunitas Organik Brenjonk harus lebih giat lagi memasuki pasar-pasar baru
supaya produk sayuran organik ini bisa lebih dikenal masyarakat dan lebih banyak lagi
petani yang bergabung untuk melakukan budidaya sayuran organik.

49
DAFTAR PUSTAKA

Agus, Widada, dkk. 2001. Trobosan Tentanf Pemupukan dalam Era Pertanian Organik.
Yogyakarta. Kanisius.

Anonim. 2003. Praktikum dan Pengembangan Tanaman Pangan dalam Kaitannya


dengan Sistem Pertanian Organik. Makalah Pengembangan Teknologi Padi di Hotel
Kaisar Maret 2003.
A, Salikin, Karwan. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Yogyakarta. Kanisius.

Id.m.wikipedia.org/wiki/laba

IFOAM. 2008. The World of Organic Agriculture Statistics & Emerging Trends
2008. http://www.soel.de/fachtheraaiidownloads/s_74_l O.pdf.
Koesriwulandari. 2012. Buku Ajar Ekonomi Pertanian. Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya. Surabaya.
Kunia, Kabelan. 2011.Pertanian Organik dan Teknologi Ramah Lingkungan. Internet.

Mashar Ali Zum, 2000, Teknologi Hayati Bio P 2000 Z Sebagai Upaya untuk Memacu
Produktivitas Pertanian Organik di Lahan Marginal. Makalah disampaikan Lokakarya
dan pelatihan teknologi organik di Cibitung 22 Mei 2000.

Mayrowani, Hary. (online). Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia. Diakses


pada 27 April 2015.

Melty, Nur. 2013. Usahatani dan Strategi Pengembangan Pertanian Organik Vertikultur
di Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Universitas Sumatra Utara. Medan.

Mubyanto. 1986. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

Prihandarini, Ririen. Teknologi Budidaya Organik.Internet.

Ratnasari, Ika. 2013. Analisa Perilaku Petani Terhadap Resiko Usahatani Sayuran
Organik pada Komunitas Organik Brenjonk. Universitas Brawijaya. Malang.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press, Jakarta.


Soekarwati. 1987. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Rajawali Pers. Jakarta.

Sutanto, R. 1997. Daur Ulang Unsur Hara pada Praktek Pertanian Organik. Makalah
disampaikan Sarasehan Teknis Pertanian Organik dalam menunjang kegiatan Pertanian
Berkelanjutan. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta. Internet.

50
Sutanto, Rachman. 2002. Pertanian Organik. Yogyakarta. Kanisius.

Surono, dkk. 2002. Pertanian dan Pangan Organik Sistem dan Sertifikasi. Bogor. H-
Brio Press.

Suyono, A. dan Hermawan. 2006. Analisis Kelayakan Usahatani Padi pada Sistem
Pertanian Organik di Kabupaten Bantul. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. Jurusan
Penyuluhan Pertanian. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang,
Yogyakarta.

. (online). http://www.brenjonkorganik.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 07 Mei


2015

. (online). http://ravhae.wordpress.com/2011/11/27/sistem-pertanian-organik/. Diakses


pada tanggal 27April 2015.

2010. Sejarah Pertanian Organik. Internet.

51

Anda mungkin juga menyukai