Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran Islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada 2 (dua).
Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan.
Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma
sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa
Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi
seluruh ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai
sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi
segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah
Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya,
wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam
(yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam
kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang
digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme)
seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh
tidaknya pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-
hukum syariah Islam).
Umat Islam boleh memanfaatkan iptek jika telah dihalalkan oleh Syariah
Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek dan telah diharamkan oleh Syariah,
maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan
manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh perdaban barat
satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru
dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh
perkembangan iptek modern membuat orang lalu mengagumi dan meniru-
niru gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis trhadap segala
dampak negatif yang diakibatkanya. Pada dasarnya kita hidup di dunia ini
tidak lain untuk beribadah kepada Allah SWT. Ada banyak cara untuk

1
beribadah kepada Allah SWT seperti sholat, puasa, dan menuntut ilmu.
Menuntut ilmu ini hukumnya wajib. Seperti sabda Rasulullah SAW:
“menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban atas setiap muslim laki-laki dan
perempuan”. Ilmu adalah kehidupanya islam dan kehidupanya keimanan
B. Rumusan masalah
1.Bagaimana perkembangan IPTEK dalam Islam?

C. Tujuan masalah
1.Mengetahui perkembangan IPTEK dalam Islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Iptek
Iptek singkatan dari Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Kata ilmu adalah
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-
gejala tertentu di (bidang pengetahuan) itu. Pengetahuan berasal dari kata
“tahu” atau disebut juga mengerti. Dalam pandangan Al-Quran, ilmu adalah
keistimewaan yang menjadikan manusia unggul terhadap makhluk-makhluk
lain guna menjalankan fungsi kekhalifahan. Ini tercermin dari kisah kejadian
manusia pertama yang dijelaskan dalam QS. 2 (Al-Baqarah): 31 dan 32:

“Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya,


kemudian Dia perlihatkan kepada para Malaikat, seraya berfirman,
“Sebutkan kepada-Ku nama semua benda ini, jika kamu yang benar!
Mereka menjawab,’Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui
selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah
Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana”. (QS.2Al-Baqarah :31-32).

Teknologi, adalah kemampuan teknik dalam pengertiannya yang


utuh dan menyeluruh, bertopang kepada pengetahuan ilmu-ilmu alam yang
bersandar kepada proses teknis tertentu. Menurut sebagian ulama, terdapat
sekitar 750 ayat Al-Quran yang berbicara tentang alam materi dan
fenomenanya. Al-Quran menyatakan bahwa alam raya diciptakan dan

3
ditundukkan Allah untuk manusia. Dalam QS.45 (Al-Jatsiyah) :13 Allah Swt
berfirman:

“Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang
di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum
yang berfikir.”
Perkembangan IPTEK disamping bermanfaat untuk kemajuan hidup
Indonesia juga memberikan dampak negatif. Hal yang perlu diperhatikan
dalam penerapan IPTEK untuk menekan dampaknya seminimal mungkin
antara lain:
1. Menjaga keserasian dan keseimbangan dengan lingkungan setempat.
2. Teknologi yang akan diterapkan hendaknya betul-betul dapat mencegah
timbulnya permasalahan di tempat itu.
3. Memanfaatkan seoptimal mungkin segala sumber daya alam dan sumber
daya manusia yang ada.
Dengan perkembangan dan kemajuan zaman dengan sendirinya
pemanfaatan dan penguatan iptek mutlak diperlukan untuk mencapai
kesejahteraan bangsa.

B. Iptek Menurut Islam


Peran Islam dalam perkembangan iptek adalah bahwa Syariah Islam
harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-
hukum syariah islam) wajib dijadikan tolak ukur dan pemanfaatan iptek,
bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan adalah yang
telah dihalalkan oleh syariah islam. Sedangkan Iptek yang tidak boleh
dimanfaatkan adalah yang telah diharamkan. Akhlak yang baik muncul dari
keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT sumber segala kebaikan,
Keindahan, dan Kemuliaan. Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT

4
hanya akan muncul bila diawali dengan pemahaman ilmu pengetahuan dan
pengenalan terhadap Tuhan Allah SWT dan terhadap alam semesta sebagai
tajaliyat (manifestasi) sifat-sifat KeMahaMuliaan, Kekuasaan dan
Keagungan-Nya.
Islam sebagai agama penyempurna dan paripurna bagi kemanusiaan,
sangat mendorong dan mementingkan umatnya untuk mempelajari,
mengamati, memahami dan merenungkan segala kejadian di alam semesta.
Dengan kata lain Islam sangat mementingkan pengembangan ilmu
pengetahuandan teknologi. Berbeda dengan pandangan Barat yang melandasi
pengembangan Ipteknya hanya untuk mementingkan duniawi, maka Islam
mementingkan penguasaan Iptek untuk menjadi sarana ibadah atau
pengabdian Muslim kepada Allah SWT dan mengembang amanat
Khalifatullah (wakil/mandataris Allah) di muka bumi untuk berkhidmat
kepada manusia dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam. Ada lebih dari
800 ayat dalam Al-Quran yang mementingkan proses perenungan, pemikiran,
dan pengamatan tehadap berbagai gejala alam, untuk di tafakuri dan menjadi
bahan dzikir kepada Allah.
Bila ada pemahaman atau tafsiran ajaran agama Islam yang menentang
fakta ilmiah, maka kemumgkinan yang salah adalah pemahaman dan tafsiran
terhadap ajaran agama tersebut. Bila ada ilmu pengetahuan yang menentang
prinsip pokok ajaran agama Islam maka yang salah adalah tafsiran filosofis
atau paradigma materialisme yang beradadi balik wajah ilmu pengetahuan
modern tersebut. Karena alam semesta yang dipelajari melalui ilmu
pengetahuan dan ayat-ayat suci Tuhan (Al-Quran) dan Sunnah Rasulullah
SAW yang dipelajari melalui agama adalah sama-sama ayat (tanda-tanda dan
perwujudan) Allah SWT, maka tidak mungkin satu sama lain saling
bertentangan dan bertolak belakang, karena keduanya berasal dari satu
sumber sama, Allah Yang Maha Pencipta dan Pemelihara seluruh Alam
Semesta.

5
C. Interaksi iman, ilmu dan amal
Dalam pandangan Islam, antara agama, ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang terinteraksi ke
dalam suatu sistem yang disebut dinul Islam, didalamnya terkandung tiga
unsur pokok yaitu akidah, syariah, dan akhlak dengan kata lain iman, ilmu
dan amal shaleh. Islam merupakan ajaran agama yang sempurna, karena
kesempurnaannya dapat tergambar dalam keutuhan inti ajarannya. Di dalam
al-Qur’an dinyatakan yang artinya “Tidaklah kamu memperhatikan
bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik (dinul
Islam) seperti sebatang pohon yang baik, akarnya kokoh (menghujam ke
bumi) dan cabangnya menjulang ke langit, pohon itu mengeluarkan buahnya
setiap muslim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-
perumpamaan itu untuk manusia agar mereka ingat”.
Dari penjelasan tersebut di atas menggambarkan keutuhan antara iman,
ilmu dan amal atau syariah dan akhlak dengan menganalogikan dinul Islam
bagaikan sebatang pohon yang baik. Ini merupakan gambaran bahwa antara
iman, ilmu dan amal merupakan suatu kesatuan yang utuh tidak dapat
dipisahkan antara satu sama lain. Iman diidentikkan dengan akar dari sebuah
phon yang menupang tegaknya ajaran Islam, ilmu bagaikan batang pohon
yang mengeluarkan dahan. Dahan dan cabang-cabang ilmu pengetahuan.
Sedangkan amal ibarat buah dari pohon itu ibarat dengan teknologi dan seni.
IPTEK yang dikembangkan di atas nilai-nilai iman dan ilmu akan
menghasilkan amal shaleh bukan kerusakan alam.

D. Kewajiban Mencari Ilmu


Pada dasarnya kita hidup didunia ini tidak lain adalah untuk beribadah
kepada Allah. Tentunya beribadah dan beramal harus berdasarkan ilmu yang
ada di Al-Qur’an dan Al-Hadist. Tidak akan tersesat bagi siapa saja yang
berpegang teguh dan sungguh sungguh perpedoman pada Al-Qur’an dan Al-
Hadist. Disebutkan dalam hadist, bahwasanya ilmu yang wajib dicari seorang
muslim ada 3, sedangkan yang lainnya akan menjadi fadhlun (keutamaan).

6
Ketiga ilmu tersebut adalah ayatun muhkamatun (ayat-ayat Al-Qur’an yang
menghukumi), sunnatun qoimatun (sunnah dari Al-hadist yang menegakkan)
dan faridhotun adilah (ilmu bagi waris atau ilmu faroidh yang adil) Dalam
sebuah hadist rasulullah bersabda,
“mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim, dan orang yang meletakkan
ilmu pada selain yang ahlinya bagaikan menggantungkan permata dan emas
pada babi hutan.”

(HR. Ibnu Majah dan lainya) Juga pada hadist rasulullah yang lain, “carilah
ilmu walau sampai ke negeri cina”. Dalam hadist ini kita tidak dituntut
mencari ilmu ke cina, tetapi dalam hadist ini rasulullah menyuruh kita mencari
ilmu dari berbagai penjuru dunia. Walau jauh ilmu haru tetap dikejar.
Dalam kitab “Ta’limul muta’alim” disebutkan bahwa ilmu yang wajib
dituntut terlebih dahulu adalah ilmu haal yaitu ilmu yang diseketika itu pasti
digunakan dan diamalkan bagi setiap orang yang sudah baligh. Seperti ilmu
tauhid dan ilmu fiqih. Apabila kedua bidang ilmu itu telah dikuasai, baru
mempelajari ilmu-ilmu lainya, misalnya ilmu kedokteran, fisika, matematika,
dan lainya. Kadang-kadang orang lupa dalam mendidik anaknya, sehingga
lebih mengutamakan ilmu-ilmu umum daripada ilmu agama. Maka anak
menjadi orang yang buta agama dan menyepelekan kewajiban-kewajiban
agamanya. Dalam hal ini orang tua perlu sekali memberikan bekal ilmu
keagamaan sebelum anaknya mempelajari ilmu-ilmu umum. Dalam hadist
yang lain Rasulullah bersabda,
“sedekah yang paling utama adalah orang islam yang belajar suatu ilmu
kemudian diajarkan ilmu itu kepada orang lain. “(HR. Ibnu Majah) Maksud
hadis diatas adalah lebih utama lagi orang yang mau menuntut ilmu kemudian
ilmu itu diajarkan kepada orang lain.
Inilah sedekah yang paling utama dibanding sedekah harta benda. Ini
dikarenakan mengajarkan ilmu, khususnya ilmu agama, berarti menenan amal
yang muta’adi (dapat berkembang) yang manfaatnya bukan hanya dikenyam
orang yang diajarkan itu sendiri, tetapi dapat dinikmati orang lain

7
E. Keutamaan orang yang berilmu
Orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi
Allah dan masyarakat. Al-Quran menggelari golongan ini dengan berbagai
gelaran mulia dan terhormat yang menggambarkan kemuliaan dan ketinggian
kedudukan mereka di sisi Allah SWT dan makhluk-Nya. Mereka digelari
sebagai “al-Raasikhun fil Ilm” (Al Imran: 7), “Ulul al-Ilmi” (Al Imran: 18),
“Ulul al-Bab” (Al Imra: 190), “al-Basir” dan “as-Sami' “ (Hud: 24), “al
A'limun” (al-An’kabut: 43), “al-Ulama” (Fatir: 28), “al-Ahya' “(Fatir: 35) dan
berbagai nama baik dan gelar mulia lain. Dalam surat ali Imran ayat ke-18,
Allah SWT berfirman:
"Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang
berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-
orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan
melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana".
Dalam ayat ini ditegaskan pada golongan orang berilmu bahwa
mereka amat istimewa di sisi Allah SWT. Mereka diangkat sejajar dengan
para malaikat yang menjadi saksi Keesaan Allah SWT. Peringatan Allah dan
Rasul-Nya sangat keras terhadap kalangan yang menyembunyikan
kebenaran/ilmu, sebagaimana firman-Nya:
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami
turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah
Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati
Allah dan dilaknati pula oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati." (Al-
Baqarah: 159)
Rasulullah saw juga bersabda:
"Barangsiapa yang menyembunyikan ilmu, akan dikendali mulutnya oleh
Allah pada hari kiamat dengan kendali dari api neraka." (HR Ibnu Hibban di
dalam kitab sahih beliau. Juga diriwayatkan oleh Al-Hakim. Al Hakim dan
adz-Dzahabi berpendapat bahwa hadits ini sahih)
Jadi setiap orang yang berilmu harus mengamalkan ilmunya agar ilmu

8
yang ia peroleh dapat bermanfaat. Misalnya dengan cara mengajar atau
mengamalkan pengetahuanya untuk hal-hal yang bermanfaat.

F. TANGGUNG JAWAB ILMUAN DAN SENIMAN


1. TANGGUNG JAWAB ILMUAN
Tanggung Jawab Ilmuwan Tanggung jawab ilmuwan dalam
pengembangan ilmu sekurang-kurangnya berdimensi religious atau etis
dan social. Pada intinya, dimensi religious atau etis seorang ilmuwan
hendaknya tidak melanggar kepatutan yang dituntut darinya berdasarkan
etika umum dan etika keilmuan yang ditekuninya.
Sedangkan dimensi sosial pengembangan ilmu mewajibkan
ilmuwan berlaku jujur, mengakui keterbatasannya bahkan kegagalannya,
mengakui temuan orang lain, menjalani prosedur ilmiah tertentu yang
sudah disepakati dalam dunia keilmuan atau mengkomunikasikan hal baru
dengan para sejawatnya atau kajian pustaka yang sudah ada untuk
mendapatkan konfirmasi, menjelaskan hasil-hasil temuannya secara
terbuka dan sebenar-benarnya sehingga dapat dimengerti orang lain
sebagaimana ia juga memperoleh bahan-bahan dari orang lain guna
mendukung teori-teori yang dikembangkannya.
Karena tanggung jawab ilmuwan merupakan ikhtiar mulia
sehingga seorang ilmuwan tidak mudah tergoda, apalagi tergelincir untuk
menyalahgunakan ilmu. “ Ilmu Pengetahuan tanpa Agama lumpuh
Agama tanpa Ilmu Pengetahuan Buta “ Ilmuwan merupakan profesi,
gelar atau capaian professional yang diberikan masyarakat kepada
seorang yang mengabdikan dirinya.
Pada kegiatan penelitian ilmiah dalam rangka mendapatkan
pemahaman yang lebih komprehensif tentang alam semesta, termasuk
fenomena fisika, matematis dan kehidupan social. Istilah ilmuwan dipakai
untuk menyebut aktifitas seseorang untuk menggali permasalahan
ilmuwan secara menyeluruh dan mengeluarkan gagasan dalam bentuk
ilmiah sebagai bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan juga untuk

9
berbagi hasil penyelidikan tersebut kepada masyarakat awam, karena
mereka merasa bahwa tanggung jawab itu ada dipundaknya.
Ilmuwan memiliki beberapa ciri yang ditunjukkan oleh cara
berfikir yang dianut serta dalam perilaku seorang ilmuwan. Mereka
memilih bidang keilmuan sebagai profesi. Untuk itu yang bersangkutan
harus tunduk dibawah wibawa ilmu. Karena ilmu merupakan alat yang
paling mampu dalam mencari dan mengetahui kebenaran. Seorang
ilmuwan tampaknya tidak cukup hanya memiliki daya kritis tinggi atau
pun pragmatis, kejujuran, jiwa terbuka dan tekad besar dalam mencari
atau menunjukkan kebenaran pada akhirnya, netral, tetapi lebih dari
semua itu ialah penghayatan terhadap etika serta moral ilmu dimana
manusia dan kehidupan itu harus menjadi pilihan juga sekaligus
junjungan utama. Oleh karena itu seorang ilmuwan harus memenuhi
beberapa syarat, diantaranya :
a. Prosedur ilmiah
b. Metode ilmiah
c. Adanya suatu gelar yang berdasarkan pendidikan formal yang
ditempuh
d. Kejujuran ilmuwan, yakni suatu kemauan yang besar, ketertarikan
pada perkembangan Ilmu Pengetahuan terbaru dalam rangka
profesionalitas keilmuannya.
e. Peran dan Fungsi Ilmuwan
1) Sebagai intektual, seorang ilmuwan sosial dan tetap
mempertahankan dialognya yang kontinyu dengan masyarakat
sekitar dan suatu keterlibatan yang intensif dan sensitif.
2) Sebagai ilmuwan, dia akan berusaha memperluas wawasan
teoritis dan keterbukaannya kepada kemungkinan dan penemuan
baru dalam bidang keahliannya. 3) Sebagai teknikus, dia tetap
menjaga keterampilannya memakai instrument yang tersedia
dalam disiplin yang dikuasainya. Dua peran terakhir
memungkinkan dia menjaga martabat ilmunya, sedangkan peran

10
pertama mengharuskannya untuk turut menjaga martabat
Dampak ilmu pengetahuan terhadap life world masyarakat dapat
diklasifikasikan kedalam dua kategori.
a. dampak intelektual langsung, terutama perubahan cara pandang
tradisional terhadap realitas;
b. dampak tidak langsung, melalui mediasi teknik-teknik ilmiah,
terutama teknik-teknik produksi dan organisasi social.
Rasa ingin tahu akan keterangan mengapa suatu hal terjadi yang
kemudian dikait-kaitkan dan digolong-golongkan sehingga hal yang
tersendiri itu dapat dianggap mewakili suatu peristiwa yang berlaku lebih
umum itulah akhirnya yang membangkitkan sains atau ilmu pengetahuan.
Mohr (1977) mendefinisikan sains secara operasional sebagai suatu usaha
akal manusia yang teratur dan taat azas menuju penemuan keterangan
tentang pengetahuan yang benar. Oleh karena itu tanggung jawab utama
ilmuwan terhadap dirinya sendiri, sesama ilmuwan, dan masyarakat ialah
menjamin kebenaran dan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dibuatnya
dan dapat dianut oleh sesama ilmuwan lainnya.
Dengan demikian selain menjaga agar semua pernyataan ilmiah
yang dibuatnya selalu benar, ia harus memberikan tanggapan apabila ia
merasa ada pernyataan ilmiah yang dibuat ilmuwan lain yang tidak benar.
Tanggung jawab ilmiah seperti ini adalah tanggung jawab masyarakat
ilmiah yang lazim dan sudah berlaku turun-temurun.
Hal ini pula yang menjadi alasan mengapa seorang ilmuwan
seharusnya tidak menerima begitu saja menerima pernyataan seorang
ilmuwan lain sebagai sesuatu yang benar, walaupun misalnya ilmuwan
yang dihadapinya itu adalah ilmuwan ternama. Dan tidak boleh
mengambil keputusan berdasarkan perasaan karena pengembangan ilmu
berdasarkan prasangka ini harus dibayar mahal, karena tidak mustahil
banyak bakat-bakat terpendam telah salah diarahkan ketika lulus dari
sekolah dasar dan tidak muncul di permukaan sebagai kaum yang berilmu

2. Tanggung Jawab Seniman


Seniman adalah istilah subyektif yang merujuk kepada seseorang

11
yang kreatif, atau inovatif, atau mahir dalam bidang seni. Penggunaan
yang paling kerap adalah untuk menyebut orang-orang yang menciptakan
karya seni, seperti lukisan, patung, seni peran, seni tari, sastra, film dan
musik.
Seniman menggunakan imajinasi dan bakatnya untuk menciptakan
karya dengan nilai estetik. Ahli sejarah seni dan kritikus seni
mendefinisikan seniman sebagai seseorang yang menghasilkan seni dalam
batas-batas yang diakui. Seni (art) berasal dari bahasa Latin, ars yang
berarti kemahiran. Istilah ini kemudian diformulasikan dalam definisi seni
secara etimologis, sebagai suatu kemahiran dalam membuat barang-
barang atau mengerjakan sesuatu (Mustofa Ansori, 2006 : 219).]
Dengan kalimat lain seni merupakan bagian dari budaya manusia,
sebagai hasil ungkapan akal dan budi manusia dengan segala prosesnya
yang mengekspresikan sebuah keindahan. Apakah keindahan itu
merupakan sesuatu yang lahir dari benda itu sendiri (obyek), ataukah
hanya lahir dalam alam pikiran atau perasaan orang yang mengamati
benda tersebut (subyek). Muncullah dua teori :
a. Teori Obyektif dimana keindahan itu adalah sifat (kualitas) yang
memang telah melekat pada suatu benda indah, yang sama sekali
lepas dari siapa yang mengamatinya. Penganut teori ini antara lain,
Plato, Hegel, dan Bernard Bosanquet.
b. Teori Subyektif yaitu sifat-sifat indah pada suatu benda sesungguhnya
tidak ada. Yang ada hanyalah tanggapan perasaan dari dalam diri si
pengamat. Penganut teori ini diantaranya ; Henry Home, Edmund
Burke, dan Hard Ashely.
Kebenaran kedua teori tersebut sesungguhnya dapat dikompromikan
(teori campuran). Sehingga benang merahnya, bahwa keindahan itu
terletak dalam suatu hubungan diantara sesuatu benda dengan alam
pikiraan seseorang yang sedang mengamatinya. Dengan kata lain sesuatu
itu bisa disebut indah, jika benda itu punya sifat indah dan dikuatkan
dengan perasaan seseorang. Adakah relevansi teori di atas dengan Islam ?

12
Secara redaksional, memang tidak akan ditemukan ayat dan sabda nabi
yang membicarakan tentang hakekat seni. Namun secara kontekstual
terdapat sejumlah ayat yang dapat menjadi petunjuk tentang bagaimana
seni itu dipandang dari perspektif Islam. Dalam surat Al Fathir Al Qur’an
mendeskripsikan alam semesta yang penuh nilai-nilai estetika pada ayat
27 - 28 :
Yang artinya : “ Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah
menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-
buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung
itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan
ada (pula) yang hitam pekat Dan demikian (pula) di antara manusia,
binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang
bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut
kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun “ ( QS. Al
Fathir : 27 – 28 ). Ayat ini betapa jelas memaparkan suatu keindahan
pada benda bernilai obyektif, misalnya keanekaragaman tumbuhan dan
hewan yang lengkap dengan segala bentuk dan warnanya. Gunung-
gunung yang menjulang tinggi dengan warna putih dan merah serta hitam
di atasnya dan juga pada diri manusia yang dapat membangkitkan rasa
indah bagi yang mengamatinya.
Berikut ini ayat yang relevan dengan teori subyektif atau teori
ekspresi, bahwa keindahan itu berangkat dari perasaan manusia. Allah
berfirman dalam surat An Nahl : 5-6.
Yang artinya : “ Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu;
padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat,
dan sebahagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh pandangan
yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan
ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan “ ( QS. An Nahl :
5 – 6 ) Istilah jamaalun pada ayat tersebut memberikan stressing tentang
keindahan yang timbul dari dalam diri orang yang menikmatinya. Dalam
konteks ayat di atas membuktikan, ketika melihat binatang ternak rasa
indah itu ada.

13
Maka, disinilah tampak betapa keindahan itu ada karena subyektif.
Meskipun demikian, keindahan itu apapun yang jelas manusia punya
naluri (fitrah) yang telah dianugrahkan Allah kepada hamba-hamba-Nya.
Dengan fitrahnya itulah manusia terdorong untuk suka pada seni
(keindahan) dalam perjalanan hidupnya.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan iptek adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran
untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek itu sendiri.
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam
perkembangan iptek dan seni setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan
Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Kedua,
menjadikan syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek dan seni. Jadi,
syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat (utilitarianisme), yang
seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam dalam mengaplikasikan iptek dan
seni. Untuk itu setiap muslim harus bisa memanfaatkan alam yang ada untuk
perkembangan iptek dan seni, tetapi harus tetap menjaga dan tidak merusak
yang ada. Yaitu dengan cara mencari ilmu dan mengamalkanya dan tetap
berpegang teguh pada syari’at Islam.

B. Saran
Untuk mengembangkan IPTEK harus kita dasari dengan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah swt agar dapat memberikan jaminan kemaslahatan
bagi kehidupan serta lingkungan sekitar kita.

15
DAFTAR PUSTAKA

Mujilan, dkk. Agama Islam (membangun pribadi muslim moderat)


UNIVERSITAS INDONESIA.2018.

Nasution, A.H.1999.Pengantar ke Filsafat Sains. Bab 4.0


Pengetahuan, Sains dan Tanggungjawab Ilmuwan (hal.25-36).
Bab 16.0 Tanggungjawab Ilmuwan Terhadap Masa Depan Umat
Manusia (hal.193-215). Litera AntarNusa: Jakarta.

Copy http://thenhyun.blogspot.co.id/2013/01/tanggung-jawab-ilmuan-dan-
seniman.h

16

Anda mungkin juga menyukai