Anda di halaman 1dari 22

TUGAS TERSTRUKTUR

MATA KULIAH EPIDEMIOLOGI


MAKALAH EPIDEMIOLOGI ANALITIK

Oleh :
Nama : N. Ulvi Pratiwi Permana G1B013024
Hepy Tri Riskia S. I1A015008
Aulia Azizah I1A015018
Wita Mulya R. I1A015020
Dwi Rovika Destiyani I1A015048
M. Rizky Hendrawan I1A015100
Kelompok : 12
Kelas :B

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah dan mengobati


penyakit serta memulihkan kesehatan masyarakat perlu disediakan dan
diselenggarakan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Public Health Service) yang
baik, oleh karena itu pelayanan kesehatan masyarakat yang diberikan harus sesuai
dengan kebutuhan (Health Needs) dari masyarakat, namun dalam praktek sehari-
hari ternyata tidaklah mudah untuk menyediakan dan menyelenggarakan
pelayanan kesehatan masyarakat yang maksimal.
Masalah pokok yang dihadapi adalah sulitnya merumuskan kebutuhan
kesehatan yang ada dalam masyarakat karena pola kehidupan masyarakat yang
beraneka ragam sehingga mengakibatkan kebutuhan kesehatan yang ditemukan
juga beraneka ragam, untuk mengatasinya telah diperoleh semacam kesepakatan
bahwa perumusan kebutuhan kesehatan dapat dilakukan jika diketahui masalah
kesehatan yang ada di masyarakat. Hal ini kemudian dikaitkan dengan upaya
untuk mengetahui frekuensi, penyebaran dan faktor- faktor yang mempengaruhi
suatu masalah kesehatan dalam masyarakat, maka tercakup dalam suatu cabang
ilmu khusus yang disebut dengan epidemiologi.
Epidemiologi adalah studi yang mempelajari distribusi dan determinan
penyakit dan keadaan kesehatan pada populasi serta penerapannya untuk
mengendalikan masalah-masalah kesehatan. Dari penegrtian ini, jelas bahwa
Epidemiologi adalah suatu studi dan studi itu adalah riset (CDC, 2002).
Epidemiologi analitik adalah epidemiologi yang menekankan pada pencarian
jawaban terhadap penyebab terjadinya frekuensi, penyebaran serta munculnya
suatu masalah kesehatan. Studi analitik digunakan untuk menguji hubungan sebab
akibat dan berpegangan pada pengembangan data baru. Kunci dari studi analitik
ini adalah untuk menjamin bahwa studi di desain tepat sehingga temuannya dapat
dipercaya (reliabel) dan valid (Timmreck, 2004).
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian epidemiologi analitik
2. Mengetahui macam-macam epidemiologi analitik
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Epidemiologi Analitik

Studi analitik adalah riset epidemiologi yang bertujuan untuk memperoleh


penjelasan tentang faktor–faktor risiko dan penyebab penyakit. Prinsip analisis
yang digunakan dalam studi analitik adalah membandingkan risiko terkena
penyakit antara kelompok terpapar dan tak terpapar faktor penelitian. Analisis
tersebut memungkinkan dilakukannya pengujian hipotesis etiologi dalam
rancangan studi analitik (Murti, 1997). Sedangkan menurut Rajab (2008), studi
epidemiologi analitik adalah studi epidemiologi yang menekankan pada pencarian
jawaban tentang penyebab terjadinya masalah kesehatan (determinan), besarnya
masalah/kejadian (frekuensi), dan penyebaran serta munculnya masalah kesehatan
(distribusi) dengan tujuan menentukan hubungan sebab-akibat antara faktor risiko
dan penyakit.
Menurut Srikanth dan Doddamani (2013), studi analitik berupaya untuk
menentukan secara lebih rinci penyebab penyakit tertentu. Studi ini berfungsi
untuk menjelaskan hubungan antara paparan, hasil dan sebab akibat, menyediakan
kelompok kontrol, serta uji hipotesis tentang faktor – faktor penentu. Studi
analitik diklasifikan ke dalam dua kategori utama yaitu desain observasional dan
eksperimental. Dalam penelitian eksperimental, peneliti membuat keputusan
tentang penetapan paparan atau intervensi, sedangkan dalam studi observasional
paparan tidak ditetapkan oleh peneliti. Dalam studi observasional, populasi
tertentu ini mengamati perbandingan tugas dan informasi yang dikumpulkan pada
hasil sesuai dengan keterpaparan. Artinya, tidak seperti desain studi
eksperimental, peneliti tidak mengontrol penugasan paparan dan hanya terlibat
secara pasif dalam mengumpulkan data tentang paparan diikuti oleh penilaian
hasil.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa epidemiologi
analitik berkaitan dengan upaya epidemiologi untuk menganalisis faktor-faktor
(determinan) masalah kesehatan. Epidemiologi analitik diharapkan mampu
menjawab pertanyaan kenapa atau apa penyebab terjadinya masalah itu. Misalnya
setelah ditemukan secara deskriptif bahwa perokok yang menderita kanker paru,
maka perlu dianalisis lebih lanjut apakah memang rokok itu merupakan faktor
determinan/penyebab terjadinya kanker paru (Bustan, 1996).
Epidemiologi analitik menaksir hubungan antara paparan dan penyakit, atau
pengaruh intervensi terhadap variabel hasil, baik bentuk taksiran titik (point
estimate) maupun taksiran interval (interval estimate). Prinsipnya, jika risiko
penyakit pada kelompok subjek terpapar dibandingkan dengan risiko penyakit
pada kelompok subjek tak terpapar, maka akan diperoleh informasi tentang
besarnya risiko kelompok terpapar relatif dibandingkan dengan kelompok
terpapar, sehingga diketahui hubungan antara paparan dan penyakit yang diteliti,
atau pengaruh intervensi terhadap variabel hasil. Indeks yang mengukur besarnya
hubungan antara paparan dan penyakit, atau pengaruh paparan terhadap penyakit
disebut ukuran hubungan atau ukuran pengaruh (measure of association, effect
measure, effect size). Dikenal sejumlah ukuran hubungan, tiga di antaranya:
Risiko Relaitf, Odds Ratio, dan Beda Risiko (Murti, 2011).

B. Tujuan Epidemiologi Analitik

Menurut Murti (2011), epidemiologi analitik menguji hipotesis dan menaksir


(mengestimasi) besarnya hubungan atau pengaruh paparan terhadap penyakit.
Tujuan epidemiologi analitik yaitu :
1. Menentukan faktor risiko/ faktor pencegah/ kausa/ determinan penyakit,
2. Menentukan faktor yang mempengaruhi prognosis kasus
3. Menentukan efektivitas intervensi untuk mencegah dan mengendalikan
penyakit pada populasi

C. Macam-macam Epidemiologi Analitik


 Observasional
Penelitian observasional adalah penelitian dimana peneliti hanya
melakukanobservasi, tanpa memberikan intervensi pada variabel yang akan
diteliti. Menurut Adisasmito (2007), dalam hal penggunaan desain penelitian
hampir sebagian besar penelitian menggunakan desain penelitian case-control.
Penggunaan metode case-control ini banyak digunakan pada penulisan tesis
dibandingkan pada penulisan skripsi. Sedangkan desain cross sectional banyak
digunakan pada skripsi. Penelitian yang menggunakan pendekatan case-control
memberikan temuan yang bermakna mengenai faktor risiko yang menimbulkan
suatu penyakit. Penelitian analitik observasional umumnya dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu : studi cross-sectional, studi kasus-kontrol, dan studi kohort.
1. Cross sectional Study
Cross sectional Study adalah salah satu bentuk studi observasional (non
eksperimental) yang paling sering dilakukan. Dalam arti kata luas, studi cross
sectional adalah studi observasional yang mencakup semua jenis penelitian
yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali, pada suatu
saat. Penelitian ini dilakukan tanpa mengikuti perjalanan penyakit tetapi hanya
sesaat atau dalam suatu periode tertentu dan setiap subjek studi hanya
dilakukan satu kali pengamatan setiap penelitian (Hasmi, 2012).
Pada umumnya, studi cross sectional ditujukan untuk mencari prevalensi
suatu penyakit atau mendeskripsikan ciri-ciri penduduk yang mengalami
masalah kesehatan di suatu daerah, tetapi dalam hal tertentu penelitian cross
sectional juga dapat digunakan untuk memperkirakan adanya hubungan sebab-
akibat dan menghasilkan hipotesis spesifik hingga dapat dikatakan bahwa
penelitian cross sectional merupakan penelitian peralihan antara studi
deskriptif dan analitik (Budiarto dan Anggraeni, 2001). Studi cross sectional
dapat semata-mata bersifat deskriptif, jika studi ini hanya menggambarkan
tentang paparan, dan prevalensi penyakit pada suatu populasi, dan juga dapat
bersifat analitik, jika studi ini menjadi pembanding, misalnya studi perbanding
antara kadar asam urat pada manula normal dan kegemukan.

Gambar 1. Skema Studi Cross Sectional


Langkah -langkah untuk melakukan penelitian dengan pendekatan cross sectional
menurut Budiarto dan Anggraeni ( 2011), yaitu:
a. Identifikasi masalah
Masalah yang akan diteliti harus diidentifikasi dan dirumuskan dengan jelas
agar dapat menentukan penelitian dengan jelas. Identifikasi masalah dapat
dilakukan dengan mengadakan penalaahan terhadap insidensi dan prevalensi
berdasarkan catatan secara jelas bahwa masalah yang sedang dihadapi
merupakan masalah yang penting untuk diatasi melalui suatu penelitian. Dari
masalah tersebut dapat diketahui lokasi masalah tersebut berada.
b. Menentukan tujuan penelitian
Tujuan penelitian harus dinyatakan dengan jelas agar orang mengetahui apa
yang akan dicari, sasaran berapa banyak, kapan dilakukan serta siapa yang
melaksanakannya, dan juga metode apa yang akan digunakan dalam penelitian.
c. Penentuan populasi studi
Dari tujuan penelitian, dapat diketahui lokasi penelitian dan ditentukan
populasi studinya. Biasanya, penelitian cross sectional tidak dapat dilakukan
terhadap semua objek studi, tetapi dilakukan pada sebagian populasi dan
hasilnya dapat diekstraplorasi pada populasi studi tersebut.
d. Kriteria subjek studi
Agar tidak jadi kesalahan dalam pengumpulan data, sasaran yang dituju
yang disebut subjek studi harus diberi kriteria yang jelas, misalnya jenis
kelamin, umur, domisili, dan penyakit yang diderita. Hal ini penting untuk
mengadakan ekstraplorasi hasil penelitian.
e. Penentuan sampel
Pada penelitian cross sectional, diperlukan perkiraan besarnya sampel.
Perkiraan besarnya sampel dapat dihitung dengan rumus Snedecor dan
Cochran. Cara pengambilan sampel sebaiknya dilakukan secara acak
disesuaikan dengan kondisi populasi studi, besarnya sampel, dan tersedianya
sampling frame yaitu daftar subjek studi pada populasi studi.
f. Penentuan variabel yang dicari
Variabel yang akan diteliti sudah harus jelas pada saat merumuskan tujuan
penelitian.
g. Penyusunan instumen
Instrumen yang digunakan harus disusun dandilakukan uji coba. Instrumen
ini dimaksudkan agar tidak terdapat variabel yang terlewat karena dalam
instrumen tersebut berisi semua variabel yang hendak diteliti. Instrumen dapat
berupa daftar pertanyaan atau pemeriksaan fisik atau laboratorium atau
radiologis yang disesuaikan dengan tujuan penelitian.
h. Rancangan analisis
Analisis data yang diperoleh harus sudah direncanakan sebelum penelitian
dilaksanakan agar diketahui perhitungan yang akan digunakan. Rancangan
analisis harus disesuaikan dengan tujuan penelitian, agarhasil penelitian dapat
digunakan untuk menjawab tujuan tersebut.

Penelitian cross sectional juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut


Hasmi (2012), kelebihan dan kekurangan dalam penelitian cross sectional yaitu:
 Kelebihan
a. Memungkinkan penggunaan populasi dari masyarakat umum, tidak hanya
yang mencari pengobatan, hingga generalisasinya cukup memadai.
b. Desain ini masih relatif mudah, murah, dan hasilnya cepat dapat diperoleh.
c. Dapat dipakai untuk meneliti sekaligus banyak variabel.
d. Dapat dimasukkan kedalam tahapan pertama suatu penelitian Kohort atau
eksperimen, tanpa atau dengan sedikit sekali menambah biaya.
e. Dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian berikutnya yang lebih
konklusif.

 Kekurangan
a. Sulit untuk menentukan sebab dan akibat karena pengambilan data risiko
dan efek dilakukan pada saat yang bersamaan. Akibatnya sering tidak
mungkin ditentukan mana yang sebab mana yang akibat.
b. Studi prevalensi lebih banyak menjaring subyek yang mempunyai masa
sakit yang panjang daripada mereka yang mempunyai masa sakit pendek.
Hal ini disebabkan karena individu yang cepat sembuh atau cepat
meninggal akan mempunyai kesempatan relatif kecil untuk terjaring dalam
studi ini. Bila karakterisitik pasien yang cepat sembuh atau cepat meninggal
itu berbeda dengan mereka yang mempunyai masa sakit panjang, maka akan
terjadi salah interpretasi dari hasil temuan studi tersebut.
c. Dibutuhkan subjek yang cukup besar, bila variabel yang dipelajari banyak.
d. Tidak menggambarkan perjalanan penyakit, insidens, maupun prognosis.
e. Tidak praktis untuk meneliti kasus yang sangat jarang, misal kanker
lambung.
f. Mungkin terjadi bias prevalensi atau bias insiden karena efek suatu faktor
risiko selama selang waktu tertentu disalah tafsirkan sebagai efek penyakit.

2. Studi Kasus Kontrol


Menurut Tamza, Suhartono, dan Dharminto (2013), studi kasus kontrol
adalah mengamati secara retrospektif riwayat karakteristik atau paparan yang
diduga mengakibatkan terjadinya penyakit pada kelompok kasus kemudian
dibandingkan dengan kelompok control. Sedangkan menurut Caesar (2015),
studi kasus yaitu penelitian epidemiologi analitik yang menelaah hubungan
antara efek (penyakit atau kondisi kesehatan) tertentu dengan faktor risiko
tertentu. Studi kasus kontrol merupakan studi observasional yang menilai
hubungan paparan-penyakit dengan cara menentukan sekelompok orang-orang
berpenyakit (disebut kasus), dan sekelompok orang-orang yang tidak
berpenyakit (disebut kontrol) lalu membandingkan frekuensi paparan pada
kedua kelompok. Jika terlihat perbedaan frekuensi atau level paparan antara
kasus dan kontrol, maka dapat ditarik kesimpulan terdapat asosiasi antara
penyakit dan paparan, dan dapat ditafsirkan temuan itu konsisten dengan
hipotesis yang menyatakan hubungan kausatif. Studi kasus kontrol disebut juga
penelitian retrospektif (Murti, 1997).
Alasan disebut retrospektif sebab arah pengusutannya mengikuti perjalanan
penyakit ke arah belakang (retrospektif) untuk menguji hipotesis spesifik
tentang adanya hubungan pemaparan terhadap faktor risiko di masa lalu
dengan timbulnya penyakit. Dengan kata lain, mengikuti perjalanan penyakit
dari akibat ke sebab dengan membandingkan besarnya pemaparan faktor risiko
di masa lalu antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol sebagai
pembanding (Budiarto dan Anggraeni, 2001).
Studi kasus kontrol dimulai dengan memilih kasus (berpenyakit) dan kontrol
(tidak berpenyakit). Kasus dan kontrol biasanya dipilih dari populasi sumber
yang sama, sehingga kedua kelompok memiliki karakteristik yang sebanding
kecuali status penyakit. Peneliti kemudian mengukur paparan yang dialami
subyek pada waktu yang lalu (retrospektif) dengan wawancara, mengkaji
catatan medik, memeriksa hasil pemeriksaan laboratorium kimia dan biologi,
misalnya darah, urin, atau jaringan. Jika paparan dikotomi, yakni paparan
diukur dalam dua subkategori terpapar (ya) dan tidak terpapar (tidak), maka
data yang diperoleh dapat dipecah menjadi empat kelompok (Murti, 1997).

Gambar 2. Desain Skema Retrospektif


Keterangan:
D (+) : Sakit
D (-) : Tidak Sakit
E (+) : Terpapar/terpajan
E (-) : Tidak terpapar/tidak terpajan

 Langkah-langkah melaksanakan studi kasus kontrol menurut Notoatmodjo


(2010), yaitu:
 Menetapkan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sesuai.
 Mendeskripsikan variabel penelitian : faktor risiko dan efek.
 Menentukan populasi terjangkau dan sampel (kelompok kasus dan kelompok
kontrol).
 Melakukan pengukuran variabel efek dan faktor risiko.
Pada studi ini tidak menghitung resiko relatif, melainkan menggunakan Rasio
Odds (OR).
 Menganalisis data.

Menurut Budiarto dan Anggraeni (2001), penelitian retrospektif (kasus kontrol)


memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan yakni:
 Kelebihan:
a. Sangat sesuai untuk penelitian penyakit yang jarang terjadi atau penyakit
yang fase latennya panjang atau penyakit yang sebelumnya tidak pernah
ada, misalnya hubungan kelainan kongenital dengan kelainan genetika.
b. Pelaksanaannya relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan prospektif,
karena pada penelitian retrospektif diawali dengan penderita yang berarti
penyakit yang akan diteliti telah timbul, sedangkan penelitian prospektif
insidensi penyakit yang akan diteliti harus menunggu yang cukup lama.
c. Sampel yang dibutuhkan pada penelitian retrospektif relatif lebih kecil.
d. Biaya penelitiannya relatif lebih kecil, karena jumlah sampel pada penelitian
ini kecil dan waktu penelitian yang pendek.
e. Data yang ada mungkin dapat dimanfaatkan terutama bila penelitian
dilakukan di rumah sakit.
f. Dapat meneliti berbagai kemungkinan faktor penyebab penyakit (etiologis)
suatu penyakit.

 Kelemahan
a. Kesalahan pemilihan kasus yang disebabkan kesalahan dalam diagnosis.
b. Kesalahan dalam pemilihan kontrol. Misalnya, penelitian retrospketif
tentang hubungan tromboflebitis dengan pemakaian pil KB. Sebagai
kontrol, diambil wanita yang telah menopause hingga tidak mempunyai
peluang terhadap pemaparan pil KB.
c. Validasi mengenai informasi kadang-kadang sukar diperoleh.
d. Informasi tentang pemaparan diperoleh dengan mengingat kembali masa
lalu yang cukup lama hingga mempunyai potensi timbulnya bias, sedangkan
data di catatan medis tentang pemaparan yang pernah dialami tidak lengkap.
e. Tidak dapat digunakan untuk menentukan inciden rate penyakit secara
langsung pada kelompok terpapar.
3. Studi Kohort
Studi Kohort berasal dari bahasa Romawi Kuno “Cohort” yang berarti
sekelompok tentara yang bersama-sama ke medan pertempuran. Studi Kohort
atau studi prospektif adalah desain studi observasional yang mempelajari
hubungan antara faktor resiko dengan efek atau penyakit (Hasmi,2012).
Definisi lain dari studi Kohort adalah desain studi observasional yang
mempelajari hubungan antara paparan dan penyakit, dengan memilih dua (atau
lebih) kelompok-kelompok studi berdasarkan perbedaan status paparan,
kemudian mengikuti sepanjang suatu periode waktu untuk melihat beberapa
banyak subyek dalam masing-masing kelompok mengalami penyakit (Murti,
1997). Dalam Studi Kohort terdapat kelompok Kohort dan kelompok
Pembanding, kelompok Kohort terdiri atas mereka yang ekspos (terpapar)
pada satu faktor tertentu, sedangkan kelompok pembanding adalah mereka
yang tidak ekspos (tidak terpapar) terhadap faktor yang sama (Buchari, 2011).
Studi Kohort menyandang banyak nama. Studi ini disebut juga studi
follow-up atau studi longitudinal, karena mengikuti kelompok penelitian
sepanjang waktu, maka ia selama periode follow-up peneliti melakukan re-
eksaminasi atau surveilans tentang kejadian baru penyakit (Murti, 1997). Studi
Kohort juga disebut sebagai studi insiden, karena dimulai dengan status
paparan subyek lalu diikuti kedepan untuk melihat status penyakit (Hasmi,
2012).

Berpenyakit atau D
(+)

Terpapar atau E (+)


Tidak Berpenyakit
atau D (-)
Subjek penelitian
(diidentifikasi
menurut status
paparan) Berpenyakit atau D
(+)
Tidak Terpapar atau
E (-)
Tidak Berpenyakit
atau D (-)

Gambar 3. Skema Studi Kohort


 Prinsip desain Studi Kohort:
1. Penelitian dimulai dari pengukuran status kesehatan keterpaparan terhadap
faktor risiko pada subyek yang diteliti, kemudian dikelompokan menjadi:
a. Kelompok terpapar dengan faktor risiko (eksposure).
b. Kelompok tidak terpapar dengan faktor risiko.
2. Kedua kelompok di follow up
3. Kemudian diukur out come atau disease pada masing-masing kelompok,
lalu dibandingkan.
4. Penelitian dilakukan pada subyek-subyek yang masih bebas dari penyakit
(sehat) tetapi tetap berisiko untuk mengalaminya.
 Macam-macam studi Kohort
Penelitian yang ditinjau dari proses perjalanan penyakit disebut penelitian
prospektif dan bila ditinjau dari tujuannya disebut penelitian insidensi,
sedangkan bila ditinjau dari kelompok yang diikuti disebut penelitian Kohort.
Penelitian prospektif dapat dibagi menjadi penelitian observasional dan
intervensional (eksperimen) berdasarkan keterlibatan peneliti dalam intervensi.
Bila peneliti secara pasif hanya mengamati proses perjalanan penyakit alamiah
disebut penelitian observasional, tetapi bila peneliti secara aktif dan terencana
melakukan intervensi disebut penelitian interversional.
Menurut Budiarto dan Anggraeni (2001), penelitian Kohort terdiri dari:
a. Penelitian Satu Kohort
Penelitian satu Kohort pada dasarnya bersifat deskriptif karena pada awal
penelitian tidak terdapat kelompok terpajan dan kelompok tidak terpajan
sebagai kontrol. Setelah dilakukan pengamatan diketahui bahwa dalam
Kohort tersebut terdapat kelompok individu yang terpajan oleh faktor risiko
dan dari kelompok tersebut sebagian akan menderita penyakit akibat
pajanan dan sebagian lagi tidak. Selain itu, terdapat pula kelompok yang
tidak terpajan oleh faktor risiko dan sebagian menderita penyakit tersebut
dan kelompok ini dianggap sebagai kelompok kontrol kemudian di analisis
secara analitis. Kelompok kontrol demikian sering disebut sebagai kontrol
interna.
b. Penelitian Dua Kohort
Pada penelitian ini, sejak awal penelitiannya telah dipisahkan menjadi
dua kelompok, yaitu kelompok terpajan oleh faktor risiko timbulnnya
penyakit tertentu dan kelompok tidak terpajan kemudian prosess perjalanan
penyakit alamiah kedua kelompok itu diikuti untuk menemukan insidensi
penyakit yang dimaksud kemudian dianalisis dengan menghitung risiko
relatif, risiko atribut, dan perhitungan statistik untuk menguji hipotesis.
Dalam hal ini kelompok pembanding disebut kelompok kontrol eksterna.

 Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penelitian studi Kohort yaitu:


1. Tentukan tujuan penelitian.
Tujuan dan hipotesis harus dinyatakan dengan jelas karena dengan tujuan
yang jelas akan memudahkan kegiatan selanjutnya.
2. Rancangan penelitian.
Dalam merancang penelitian harus ditentukan jenis studi Kohort apakah
yang akan digunakan.
3. Tentukan kelompok terpajan dan tidak terpajan.
4. Diagnosis insidensi penyakit yang dicari.
Dalam hal ini perlu dijelaskan tentang alat pemeriksaan dan kriteria postifi
yang digunakan.
5. Tentukan lamanya pengamatan dan frekuensi pengamatan.
Penentuan ini sangat penting karena pengamatan dilakukan terlalu dini
maka insidensi yang dicari belum tampak dan sebaliknya bila terlalu lama
insidensi yang akan dicari akan terlewat..
6. Hitung perkiraan besarnya sampel yang diperlukan.
7. Tentukan rancangan analisis yang akan dilakukan.
Contoh rancangan analisis:

Efek

Faktor
Ya Tidak Jumlah
Risiko

Ya A B A+B

Tidak C D C+D

A+C B+D A+B+C+D

Keterangan :
A; subyek dengan faktor risiko yang mengalami efek.
B; subyek dengan faktor risiko yang tidak mengalami efek.
C; subyek tanpa faktor resiko yang mengalami efek.
D; subyek tanpa faktor resiko yang tidak mengalami efek.
 Rumus
Risiko kelpompok terpajan: a/(a + b) = m
Risiko tidak terpajan : c/(c+d) = n
Perhitungan Risiko Relatif = m/n
Risiko Atribut = m-n
Contoh:
Penelitian untuk menentukan adanya hubungan antara peminum alkohol
dengan terjaidnya hemoragi stroke. Dalam penelitian ini dikumpulkan sebanyak
4.592 orang peminum alkohol dan 2.916 orang bukan peminum alkohol.
Dilakukan pengamatan pada kedua kelompok selama 12 tahun dan diperoleh hasil
dari 4.952 peminum ditemukan 197 orang menderita stroke dan dari 2.916 bukan
peminum terdapat 93 orang menderita stroke. Temuan tersebut dapat disajikan
dalam tabel berikut:
Stroke

Peminum Ya Tidak Jumlah Risiko


Alkohol

Ya 193 2.723 2.916 0,666

Tidak 93 4.859 4.952 0,018

286 7.582 7.868

Risiko Kelompok Terpajan : 193/2.916 = 0,666.


Risiko Tidak Terpajan : 93/4.952 = 0,018
Risiko Relatif (RR) : 0,666/0,018 = 3,67
Risiko Alternatif (RA) ; 0,666 – 0,018 = 0,048 atau 48%

 Interpretasi Risiko Relatif:


RR>1 : paparan merupakan faktor risiko.
RR<1 : paparan merupakan faktor protektif
RR=1 : paparan bukan merupakan faktor risiko.
Berdasarkan dari hasil analisis pada tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa
peminum alkohol mempunyai risiko 3,67 kali lebih besar dibandingkan dengan
bukan peminum.
Menurut Bustan (2012), kelebihan dan kelemahan studi kohort yaitu :
 Kelebihan
1. Merupakan desain yang terbaik dalam menentukan insiden dan perjalanan
penyakit atau efek yang diteliti.
2. Memungkinkan uraian secara lengkap mengenai pengalaman seseorang
setelah terkena paparan termasuk riwayat alamiah penyakit.
3. Memberikan urutan waktu yang jelas antara paparan dan penyakit.
4. Dapat digunakan untuk mempelajari perjalanan klinis suatu penyakit.
5. Besarnya risiko relatif dan risiko atribut dapat dihitung secara langsung.
6. Pada penelitian Kohort dapat dilakukan perhitungan statistik untuk menguji
hipotesis.
7. Pada penelitian Kohort, dapat diketahui lebih dari satu outcome terhadap
pemaparan, misalnya penelitian tentang hubungan antara rokok dan
karsinoma paru-paru ternyata mempunyai hubungan juga dengan penyakit
jantung, kandung kemih, dan lain-lain.

 Kelemahan
1. Membuthkan sampel yang besar dan waktu yang lama sehingga sulit untuk
mempertahankan subyek studi agar tetap mengikuti proses penelitian.
2. Membutuhkan biaya yang besar sebagai akibat besarnya sampel dan
lamanya penelitian. Misalnya, penelitian tentang hubungan alkohol dengan
terjadinya stroke hemoragi membutuhkan waktu 12 tahun.
3. Kurang efisien dalam segi waktu maupun biaya untuk meneliti kasus yang
jarang terjadi.
4. Penelitian prospektif tidak efisien untuk penelitian penyakit dengan fase
laten yang lama.

 Eksperimental
Intervensi atau Eksperimen ini dilakukan kepada kelompok subjek kemudian
dibandingkan dengan kelompok control (yang tidak dikenakan percobaan).
Penelitian Eksperimen kurang rentan terhadap pengacau oleh karena peneliti
menentukan siapa yang terpapar dan siapa yang tidak. Terutama , jika paparan
dialokasikan secara acak dan jumlah kelompok atau individu yang diacak adalah
besar bahkan efek pengacau yang tidak dikenal secara statistik sedikit
kemungkinannya terjadi (Coggon, 2001).
Hal ini contohnya untuk menguji keampuhan suatu vaksin, dapat diambil suatu
kelompok anak kemudian diberikan vaksin tersebut. Sementara itu diambil suatu
kelompok anak sebagai kontrol yang hanya diberikan placebo. Setelah beberapa
tahun kemudian dilihat kemungkinan-kemungkinan timbulnya penyakit yang
dapat dicegah dengan vaksin tersebut, kemudian dibandingkan antara kelompok
percobaan dan kelompok kontrol (Budiarto, 2002).
Tipe dari penelitian tersebut dapat mengambil salah satu dari tiga buah bentuk
dibawah ini :
1. Uji Coba Acak Terkendali
Uji coba acak terkendali adalah sebuah eksperimen epidemiologi yang
digunakan untuk mengkaji suatu cara pencegah penyakit atau upaya
pengobatan. Subyek-subyek yang ada di dalam populasi secara acak
dialokasikan ke dalam kelompok-kelompok, yang biasa disebut kelompok
treatment (pengobatan) dan control (kontrol), dan hasil-hasilnya kemudian
dinilai dengan cara membandingkan outcome yang terdapat di dalam dua
kelompok atau lebih. Outcome yang dipelajari tersebut akan bervariasi, tetapi
mungkin merupakan perkembangan dari penyakit baru atau kesembuhan dari
penyakit yang sudah diketahui.

Populasi

Seleksi berdasarkan
kriteria tertentu

Peserta potensial Bukan peserta


(tidak sesuai dengan
kriteria seleksi)
Undangan untuk
berpartisipasi
Bukan peserta

Peserta

Pengacakan

Kontrol
Pengobatan
Gambar 4. Skema rancangan uji coba kontrol acak

Rancangan dari uji coba kontrol acak itu diperlihatkan dalam bagan diatas.
Untuk meyakinkan bahwa kelompok-kelompok yang sedang dibandingkan itu
adalah setara, maka para penderita dialokasikan ke dalamnya secara acak, yakni
berdasarkan peluang. Dalam keterbatasan-keterbatasan peluang, maka pengacakan
itu akan menjamin bahwa kelompok-kelompok kontrol dan treatment akan dapat
dibandingkan pada saat awal penelitian; apapun perbedaan yang ada diantara
kelompok-kelompok tersebut, hal itu merupakan peluang dari kejadian-kejadian
yang tidak terpengaruhi oleh bias-bias yang disadari maupun tidak disadari para
peneliti (Notoatmodjo, 2003).
2. Uji Lapangan
Eksperimen lapangan adalah jenis eksperimen yang dilakukan di lapangan
dengan individu-individu yang belum sakit sebagai subyek. Mirip dengan studi
kohort prospektif, rancangan ini diawali dengan memilih subyek-subyek yang
belum sakit. Subyek-subyek penelitian dibagi dalam kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol, lalu diikuti perkembangannya apakah subyek itu sakit atau
tidak. Berbeda dengan studi kohort, peneliti menentukan dengan sengaja alokasi
factor penelitian kepada kelompok-kelompok studi.
Subyek yang terjangkit dan tidak terjangkit penyakit antara kedua kelompok
studi kemudian dibandingkan untuk menilai pengaruh. Jika laju kejadian penyakit
dalam populasi rendah maka eksperimen lapangan membutuhkan jumlah subjek
yang sangat besar pula. Pada eksperimen lapangan kerap kali peneliti dimana
dilakukan pengamatan dan pengumpulan informasi yang dibutuhkan dengan biaya
ekstra.
3. Uji Coba Komunitas
Dalam eksperimen yang berbentuk seperti ini, maka kelompok-kelompok
treatment nya adalah komunitas, bukan individu-individu. Cara-cara ini terutama
tepat sekali untuk penyakit-penyakit yang bersumber pada kondisi-kondisi social,
yang pada gilirannya secara mudah dapat dipengaruhi oleh adanya intervensi yang
ditujukan pada tingkah laku kelompok yang sama seperti individu-individu.
Penyakit kardiovaskuler adalah sebuah contoh yang baik untuk sebuah kondisi
yang tepat bagi uji coba komunitas.
Keterbatasan dari penelitian semacam ini adalah bahwa jumlah komunitas-
komunitas yang dapat dilibatkan didalamnya itu hanya sedikit, pengalokasian
komunitas secara acak juga tidak dapat diterapkan; metode-metode lain
dibutuhkan guna meyakinkan bahwa setiap perbedaan yang ditemukan pada akhir
dari penelitian itu dapat dihubungkan dengan intervensi, bukan terhadap
perbedaan-perbedaan inheren yang ada diantara komunitas-komunitas tersebut.
Lebih jauh, sesungguhnya amat sulit untuk mengisolasi komunitas-komunitas
yang merupakan tempat intervensi itu dilakukan, dari perubahan-perubahan social
umum yang mungkin saja dapat terjadi. Sebagai akibatnya, maka mungkin saja
tipe penelitian semacam ini memperkirakan efek yang lebih rendah dari
sesungguhnya akibat adanya intervensi.
Selain itu secara garis besarnya, dikenal ada dua macam penelitian
eksperimental, yakni:
1. Eksperimental Murni
Penelitian eksperimental murni merupakan suatu penelitian eksperimental
yang sering dilakukan di laboratorium maupun klinik dengan menggunakan
randomisasi yaitu setiap individu dalam penelitian tersebut mempunyai
kesempatan yang sama untuk terpilih dalam kelompok kasus atau kontrol.
Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain penelitian laboratorium untuk
uji hipotesis tentang penyebab dan faktor risiko, percobaan klinik (clinical
trial) termasuk uji coba pengobatan, pencegahan dan intervensi klinik.
Disamping itu dapat pula dilakukan untuk intervensi pada kelompok komunitas
tertentu dalam menentukan risiko tinggi (high risk group) serta untuk menilai
berbagai kegiatan klinik dalam komunitas tertentu.
2. Eksperimental Semu
Eksperimental semu (quasy experimental) merupakan suatu penelitian
eksperimental tanpa menggunakan randomisasi. Bila pada penelitian
eksperimental murni, peneliti lebih banyak menggunakan binatang percobaan
maka pada eksperimental semu dapat dilakukan terhadap kelompok populasi
tertentu yang merupakan satu kesatuan unit yang utuh dan tidak terpisahkan.
Bentuk penelitian ini antara lain intervensi komunitas, uji coba sistem
pelayanan kesehatan terpadu bagi masyarakat, analisis biaya pelaksanaan usaha
kesehatan pada kelompok penduduk tertentu dan lain sebagainya. Dalam
penelitian ini hasil yang diperoleh dapat dibandingkan dengan keadaan pada
kelompok penduduk lainnya atau dengan kelompok penduduk yang sama
sebelum percobaan dilakukan.
GLOSARIUM

Analisis : penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan


yang sebenarnya
Etiologi : ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penyebab penyakit
Hipotesis : sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau pengutaraan
pendapat (teori, proposisi, dan sebagainya) meskipun kebenarannya
masih harus dibuktikan
Insidensi : tindakan atau fakta yang merintangi sehingga menimbulkan
modifikasi; setiap pengukuran yang bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan atau mengubah jalannya penyakit
Instrumen : suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis, sehingga dapat
dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu obyek ukur atau
mengumpulkan data mengenai suatu variable
Placebo : substansi atau preparat tidak aktif yang diberikan untuk memuaskan
kebutuhan simbolik penderita terhadap pengobatan dan dipakai
dalam penelitian terkontrol untuk menentukan kemujaraban
substansi obat.
Prevalensi : jumlah total kasus penyakit tertentu yang terjadi pada waktu
tertentu di wilayah tertentu
Riset : penyelidikan (penelitian) suatu masalah secara bersistem, kritis,
dan ilmiah untuk meningkatkan pengetahuan dan pengertian,
mendapatkan fakta yang baru, atau melakukan penafsiran yang lebih
baik
Vaksin : suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan (bakteri,
virus, atau riketsia), yang diberikan untuk mencegah, meringankan,
atau mengobati penyakit menular
Variabel : dapat berubah-ubah, berbeda-beda, bermacam-macam (tentang
mutu, harga, dan sebagainya)
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmit, Wiku. 2007. Faktor Risiko Diare Pada Bayi dan Balita di Indonesia :
Systematic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat.
Makara Kesehatan. 11(1), pp : 1-10.

Budiarto, Eko dan Anggraeni. 2001. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.

Budiarto, Eko. 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.


Bustan, M.N. 1996. Pengantar Epidemilogi. Jakarta : Rineka Cipta.
_______. 2012. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Caesar, David Laksmana. 2015. Hubungan Faktor Lingkungan Rumah Dengan
Kejdian Pneumonia Pada Balita di Wilayah Kerja Puskeesmas Ngesrep
Banyumanik Semarang Tahun 2014. Jurnal Kesehtan Masyarakat. Kudus :
STIKES Cendekia Utama.

CDC.2002.CDC Growth Chart 2002.


Coggon, D. 2001. Epidemiologi Bagi Pemula Edisi 3, Alih Bahasa : Ali Ghufron.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Hasmi. 2012. Metode Penelitian Epidemiologi. Jakarta : CV. Trans Info Media.
Buchari, Lapau. 2011. Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.

Murti, Bhisma. 1997. . Prinsip Dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.

________. 2011. Pengantar Epidemiologi. Solo : FK UNS.


Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Jakarta : Rineka Cipta.

________. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


Rajab, Wahyudin. 2008. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Srikanth, Doddamani, P.K. 2013. Overview Of Study Design.International Journal


of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. Vol 5, No. 3.

Tamza, R.B., Suhartono, Dharminto. 2013. Hubungan Faktor Lingkungan dan


Perilaku dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah
Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar Lampung. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 2(2), pp : 3.
Timmreck, Thomas C. 2004. Epidemiologi Suatu Pengantar, Edisi 2. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai