Anda di halaman 1dari 8

Harahap, et al.

Infection-Associated Dementia

REVIEW

DEMENSIA TERKAIT INFEKSI

INFECTION-ASSOCIATED DEMENTIA

Herpan Syafii Harahap*, Sri Budhi Rianawati*

*Laboratorium Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia


pISSN : 2407-6724 ● eISSN : 2442-5001 ● http://dx.doi.org/10.21776/ub.mnj.2015.001.01.6 ● MNJ.2015;1(1):28-35
● Received 24 February 2014 ● Reviewed 24 April 2014 ● Accepted 24 June 2014

ABSTRAK

Infeksi SSP dapat menyebabkan terjadinya penurunan fungsi kognitif dengan spektrum yang luas, mulai
dari gangguan kognitif ringan (mild cognitive impairment) hingga gangguan kognitif yang berat berupa
demensia terkait infeksi (infection-associated dementia). Demensia terkait infeksi adalah demensia yang
berkembang bersama-sama atau setelah terjadinya infeksi SSP, dengan berbagai macam etiologi agen
penyebab infeksi. Berbagai hasil observasi menunjukkan bahwa demensia terkait infeksi cenderung
berkembang sebagai respon neuronal sekunder terhadap aktivasi sel-sel kekebalan di otak yang diaktivasi
oleh agen infeksi. Pemeriksaan dengan tes neuropsikologis skrining dan formal merupakan modalitas
yang paling penting untuk menegakkan diagnosis demensia terkait infeksi. Ketersediaan teknik
pemeriksaan radiologi fungsional juga sangat membantu dalam melihat fungsi jaringan otak dan
memvisualisasikan aktivitas otak secara in vivo. Modalitas terapi untuk demensia terkait infeksi saat ini
masih sama dengan demensia oleh penyebab yang lain, meliputi terapi non-farmakologik dan
farmakologik dengan bukti klinis yang bervariasi.
Kata kunci: Demensia terkait infeksi, inflamasi, neurodegenerasi, tes neuropsikologis

ABSTRACT

Central nervous system infection may decrease cognitive function in broad spectrum, ranged from mild
cognitive impairment to infection-associated dementia. Infection-associated dementia is a dementia
which develops concomitantly or lately after central nervous system infection by any microorganism.
Some study showed infection-associated dementia was likely developing as the secondary neuronal
response to the activation of immune cell in the brain activated by infectious agent. Screening and formal
neuropsyichological testing are the most important examination modalities for the diagnosis of infection-
associated dementia. The availability of functional radiological examination techniques are useful for
identifying of brain function and visualizing the brain activities in vivo. The recent modality treatments for
infection-associated dementia are insignificantly different with the modality treatments for other
dementia. These treatment are consists of pharmacological and non-pharmacological treatments.
Keywords: Infection-associated dementia, inflammaatory process, neurodegeneration,
neuropsychological tests

Korespondensi: herpanharahap@yahoo.co.id

28
Harahap, et al. 29
Infection-Associated Dementia

PENDAHULUAN diagnosis, terapi, dan prognosis demensia terkait


infeksi.
Demensia terkait infeksi (infection-associated
dementia) adalah demensia yang berkembang DISKUSI
bersama-sama atau setelah terjadinya infeksi SSP,
dengan berbagai macam etiologi agen penyebab Definisi. Infeksi sistem saraf pusat (SSP) dapat
infeksi. Epidemiologi demensia terkait infeksi yang menimbulkan komplikasi berupa penurunan fungsi
terdokumentasikan dengan baik saat ini adalah kognitif dengan spektrum yang luas, mulai dari
demensia terkait HIV-1 (HIV-1 associated gangguan kognitif ringan (mild cognitive
dementia/HAD). Prevalensi HAD di Asia Pasifik impairment/MCI) hingga gangguan kognitif yang
sebesar 12%, di Afrika Selatan dan Uganda masing- berat berupa demensia terkait infeksi (infection-
masing sebesar 25,4% dan 31%, dan di negara maju associated dementia). Demensia terkait infeksi
sebesar 10%.1,2,3 Demensia terkait infeksi dengan dapat berkembang bersama-sama atau setelah
agen infeksi selain HIV-1 saat ini masih belum terjadinya infeksi SSP oleh berbagai agen infeksi.
didokumentasikan dengan baik, sehingga umumnya Pasca infeksi SSP, inflamasi yang berlebihan
ditemukan secara sporadis.4 berlebih akibat mikroglia yang teraktivasi dapat
terus berlanjut meskipun agen infeksi telah
Patofisiologi terjadinya demensia terkait infeksi dieradikasi.5
masih jelas. Peran infeksi SSP terhadap proses
neurodegenerasi yang mendasari terjadinya Agen infeksi, baik bakteri, virus, protozoa,
demensia terkait infeksi dari berbagai literatur yang spirochaeta, maupun fungi, dapat secara tunggal
ada bersifat asosiatif. Berbagai agen infeksi atau bersama-sama menyebabkan infeksi otak
menyebabkan infeksi pada SSP dengan sebelum berkembangnya demensia.4
memanfaatkan faktor virulensi yang dimilikinya.4 Epidemiologi. Prevalensi demensia terkait infeksi
Dengan faktor virulensi tersebut, agen infeksi saat ini belum terdokumentasikan dengan baik,
mampu menginduksi respon inflamasi di otak kecuali untuk HAD, sehingga demensia terkait
dengan akibat terjadinya proses neurodegenerasi, infeksi umumnya ditemukan secara sporadis.
suatu proses yang mengakibatkan terjadinya Secara umum prevalensi demensia terkait infeksi
demensia.5 berkorelasi dengan prevalensi infeksi SSP. Pasca
Penegakan diagnosis demensia terkait infeksi cukup ditemukannya antimikroba, secara umum kejadian
sulit karena banyak kondisi medis yang menjadi infeksi SSP menurun secara signifikan, sehingga
diagnosis banding demensia terkait infeksi, kejadian demensia terkait infeksi cenderung
diantaranya adalah depresi, penyalahgunaan obat, menurun dan ditemukan secara sporadis.4
serta bentuk lain dari demensia seperti penyakit HIV-1 associated dementia (HAD), seperti
Alzheimer dan demensia vaskuler.6 Penegakan disebutkan sebelumnya telah didokumentasikan
diagnosis demensia terkait infeksi merujuk pada dengan cukup baik. Epidemi infeksi HIV/AIDS saat
Diagnostic and Statistical Manual of Mental ini menjadi masalah kesehatan dan sosial yang
Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV- utama. Lebih dari 95% kasus AIDS ditemukan di
TR). Dalam DSM-IV-TR, demensia terkait infeksi negara berkembang.9 Data WHO menunjukkan
masuk dalam kriteria diagnosis demensia akibat setiap tahun jumlah individu terinfeksi HIV-1 terus
kondisi medis lain.7 Pemeriksaan penunjang yang meningkat. Tahun 2010, jumlah individu terinfeksi
bisa digunakan yaitu tes neuropsikologis, HIV-1 sebanyak 34 juta jiwa.10 Laporan mengenai
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan prevalensi HAD untuk tiap-tiap wilayah bervariasi.
radiologis.8 Terapi untuk demensia terkait infeksi Studi di Asia Pasifik menunjukkan bahwa prevalensi
secara umum sama dengan terapi untuk terapi HAD sebesar 12%, di Afrika Selatan sebesar 25,4%,
demensia pada umumnya, meliputi terapi non- di Uganda sebesar 31%, dan di negara maju
farmakologik dan farmakologik. 9 diperkirakan sebesar 10%.1,2,3 Rendahnya prevalensi
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk HAD di negara maju tersebut berkaitan dengan
membahas aspek klinik demensia terkait infeksi, meningkatnya penggunaan antiretroviral treatment
meliputi definisi, epidemiologi, etiologi, (ART), namun penurunan angka kejadian HAD
patofisiologi, manifestasi klinik, penegakan tersebut digantikan oleh meningkatnya angka
kejadian gangguan kognitif yang lebih ringan terkait

MNJ, Vol.01, No.01, Januari 2015


30 Harahap, et al.
Infection-Associated Dementia

dengan infeksi HIV-1.11 Pada penderita infeksi HIV-1 berbagai mekanisme spesifik dengan
tahap lanjut, gangguan kognitif akibat infeksi virus memanfaatkan berbagai faktor virulensi. Agen
tersebut diperkirakan sebesar 20% kasus. Saat ini infeksi dari golongan bakteri mengandung
masih diperlukan data epidemiologik yang lebih lipopolysaccharide (LPS), teichoic acid,
baik, terutama untuk negara berkembang karena peptidoglycan, dan toksin bakteri yang mampu
laporan yang ada masih bervariasi.9 menginduksi pelepasan mediator proinflamasi,
ekspresi faktor kemotaktik, dan ekspresi molekul
Etiologi. Etiologi demensia terkait infeksi adalah
adhesi. Mycobacterium tuberkulosa mampu
semua agen penyebab infeksi pada SSP, yaitu dapat
bertahan hidup didalam makrofag/monosit,
berupa bakteri, virus, protozoa, spirochaeta,
sehingga dapat menyebar secara hematogen ke
maupun fungi, yang dapat secara tunggal atau
ekstrapulmoner, termasuk SSP.9 Virus HIV-1
bersama-sama menyebabkan terjadinya infeksi
mampu menginfeksi makrofag, mikroglia, dan
otak sebelum berkembangnya demensia.4
astrosit, dan mampu menghasilkan protein toksik
Mycobacterium tuberculosa merupakan penyebab
seperti gp120 dan Tat.5 Prion protein bentuk
penting meningoensefalitis atau tuberkuloma,
patogenik (PrPSc) memiliki gugus
terutama pada pasien dengan kondisi
glycosylphosphatidylinositol (GPI) yang
imunosupresi, misalnya pasien dengan infeksi HIV-
memfasilitasi melekatnya prion protein pada
1.9 Enterovirus, arbovirus, herpes virus, prion
membran sel neuron.13,19 Plasmodium falciparum
protein bentuk patogenik (PrPSc) penyebab penyakit
dalam eritrosit terinfeksi mampu menghasilkan
sporadic Cruetzfeldt-Jacob disease (sCJD), dan HIV-1
protein antigenik Plasmodium falciparum
adalah beberapa kelompok virus yang sering
erythrocyte membrane protein-1 (PfEMP1) yang
menyebabkan ensefalitis. Enterovirus merupakan
memediasi terjadinya cytoadherence.14 Toxoplasma
penyebab utama meningitis viral. Enterovirus
gondii mampu membentuk kista, menembus
penyebab ensefalitis viral diantaranya adalah
dinding sel host dan bereplikasi didalam sel
coxsackievirus, echovirus, poliovirus, dan human
host,16,20 dan memiliki protein permukaan yang
enterovirus 68 hingga 70. Virus dari golongan
memediasi melekatnya parasit tersebut pada
herpes yang sering menyebabkan
dinding leukosit dan menyebar ke berbagai organ,
meningoensefalitis viral adalah herpes simplex virus
termasuk otak.21,22 Cryptococcus neoformans
type 2 (HSV-2), Epstein-Barr virus, dan varicella-
memiliki kapsul polysaccharide sebagai faktor
zoster virus (VZV).9 Saat ini mulai banyak diteliti
virulensinya.9
mengenai keterkaitan infeksi virus herpes simpleks
dengan kejadian penyakit Alzheimer.12 Prion protein Berbagai karakteristik spesifik yang dimiliki oleh
bentuk patogen (PrPSc) merupakan penyebab agen infeksi diatas mampu menginduksi respon
terjadinya Cruetzfeldt-Jacob disease (CJD) yang inflamasi di otak, yang ditandai dengan disfungsi
ditandai dengan demensia progresif.13 sawar darah-otak, terjadinya migrasi sel-sel
keradangan ke jaringan otak, dan peningkatan
Plasmodium falciparum dan Toxoplasma gondii
produksi sitokin proinflamasi di otak. Kondisi
merupakan protozoa penyebab penting kerusakan
tersebut akan mengaktivasi mikroglia dan astrosit
jaringan otak. Plasmodium falciparum dapat
di jaringan otak sehingga terjadi produksi radikal
menimbulkan komplikasi berupa malaria serebral.14
bebas dan semakin meningkatnya produksi sitokin
Toxoplasma gondii merupakan penyebab penting
proinflamasi. Hasil akhir dari semua proses diatas
infeksi oportunistik di otak, terutama pada pasien
adalah berlangsungnya proses neurodegenerasi,
terinfeksi HIV-1.15,16,17 Treponema pallidum dan
suatu proses yang mengarah pada kondisi
Borrelia burgdoferi merupakan spirochaeta yang
demensia.5
bersifat neurotropik dan dapat menyebabkan
terjadinya demensia, atrofi korteks, dan deposisi Bakteri mampu mencapai otak melalui beberapa
amiloid.18 Cryptococcus neoformans merupakan cara, antara lain melalui penyebaran langsung dari
fungi penyebab meningitis fungal yang paling sering fokus infeksi di struktur kranial dan penyebaran
dan penting pada populasi pengidap HIV-1.9 yang terjadi setelah trauma kepala. HIV-1,
Toxoplasma gondii, dan Mycobacterium
Patofisiologi. Berbagai agen infeksi, baik bakteri,
tuberculosa menggunakan limfosit dan/atau
virus, protozoa, spirochaeta, maupun fungi pada
monosit/makrofag untuk mencapai jaringan otak.9
kondisi tertentu mampu menginfeksi otak melalui

MNJ, Vol.01, No.01, Januari 2015


Harahap, et al. 31
Infection-Associated Dementia

Plasmodium falciparum menggunakan mekanisme disrupsi homeostasis neuronal, sehingga aktivasi astrosit
cytoadherence untuk dapat menyebabkan patologi ikut berkontribusi terhadap terjadinya neuropatologi
di otak.14 yang terkait dengan infeksi SSP.9,25

Tabel 1. Perbedaan demensia kortikal dan subkortikal.


6 Tabel 2. Perbedaan demensia dan pseudodemensia 6
Karakteristik Pseudodemensia Demensia
No Demensia Perjalanan penyakit:
Karakteristik Subkortikal Kortikal  Kesadaran Disadari Tidak
1 Bahasa Afasia (-) Afasia (+) keluarga disadari
2 Memori Gangguan daya Daya ingat terhadap
ingat dan adanya gejala
(recall/retrieval) > pengenala pada pasien Mudah Sulit
pengenalan n  Onset ditentukan ditentukan
(recognition/ terganggu  Durasi gejala Pendek Lama
encoding) sebelum
3 Atensi Terganggu Terganggu diterapi Cepat Lambat
4 Ketrampilan Terganggu Terganggu  Progresi gejala (+) (-)
visuospasial  Riwayat
5 Kalkulasi Normal Terganggu psikiatrik
6 Fungsi Derajat gangguan Derajat Keluhan
eksekutif tidak konsisten gangguan  Keluhan kognitif Menonjol dan Samar
dengan gangguan konsisten  Keluhan rasa detail
fungsi yang lain dengan tidak mampu Menonjol Menyangkal
gangguan  Upaya
fungsi menyelesaikan Kecil Besar
yang lain tugas sederhana
7 Kecepatan Lambat Normal Gejala terkait
pemrosesan disfungsi memori,
kognitif kognitif, dan
(speed of intelektual
cognitive  Atensi dan Tetap Menurun
processing) konsentrasi
8 Bicara Disartria Normal  Penyelesaian Bervariasi Konsisten
(speech) tugas dengan
9 Postur Membungkuk Tegak tingkat kesulitan
10 Koordinasi Terganggu Normal sama
11 Kecepatan Lambat Normal
dan kontrol Saat ini diketahui terdapat dua mekanisme
motorik kerusakan neuron pada infeksi SSP, yaitu
12 Gerakan Korea, tremor, tics, Tidak ada neurotoksisitas langsung dan tidak langsung.
abnormal distonia Neurotoksisitas langsung diperantarai oleh protein
spesifik agen infeksi, misalnya gp120 dan proteinn
13 Abstraksi Terganggu Terganggu
Tat pada infeksi HIV-1. Sedangkan neurotoksisitas
Makrofag/monosit dan mikroglia merupakan faktor tidak langsung diperantarai oleh faktor-faktor
penting dalam neuropatogenesis infeksi SSP, yaitu terlarut yang dilepaskan oleh makrofag dan
dengan cara meningkatkan lalu lintas agen infeksi mikroglia yang terinfeksi dan/atau teraktivasi,
kedalam SSP dan menjadi reservoir bagi agen seperti quinolinic acid, TNF-α, ROS, dan berbagai
infeksi tersebut.23 Suatu observasi menunjukkan macam sitokin.26 Kerusakan neuron tersebut
bahwa gejala klinis demensia terkait infeksi selanjutnya mencetuskan terjadinya disfungsi dan
berkorelasi dengan mikroglia yang teraktivasi.24 kematian sel neuron dan glia.24

Dalam suatu penelitian diketahui bahwa derajat Mediator proinflamasi juga mengganggu ambilan
beratnya demensia terkait infeksi juga ditentukan oleh glutamat oleh astrosit, sehingga terjadi aktivasi
jumlah astrosit yang teraktivasi.25 Astrosit mampu reseptor NMDA dan stres oksidatif. Indikator
menghasilkan mediator inflamasi penyebab terjadinya patologis dari kerusakan dan kematian neuron

MNJ, Vol.01, No.01, Januari 2015


32 Harahap, et al.
Infection-Associated Dementia

berhubungan erat dengan terdapatnya makrofag selama periode waktu yang lama.27 Bentuk yang
dan mikroglia yang teraktivasi.27 lebih ringan seringkali menjadi penanda awal untuk
berkembangnya suatu demensia terkait infeksi.9
Peran deposisi Aβ dalam patogenesis demensia
terkait infeksi telah dibuktikan oleh beberapa Pemeriksaan Fisik. Pemeriksaan fisik umum
penelitian, misalnya pada infeksi HIV-1, virus merupakan komponen rutin untuk tatalaksana
herpes simpleks, prion protein bentuk patogenik demensia. Pemeriksaan ini diawali dengan
(PrPSc), Treponema pallidum, dan Borrelia penilaian tanda vital (vital signs) yang meliputi
burgdoferi. Suatu penelitian menunjukkan bahwa kesadaran, tekanan darah, nadi, frekuensi
pembentukan plak Aβ prevalensinya secara pernapasan, dan suhu tubuh. Pemeriksaan pada
signifikan lebih besar pada kelompok yang sistem organ dilakukan dengan teliti untuk
terinfeksi HIV-1 dibandingkan dengan kontrol.28 menyingkirkan kondisi-kondisi ekstrakranial yang
Observasi terakhir juga menunjukkan bahwa berpotensi menyebabkan disfungsi otak.
Treponema pallidum dan Borrelia burgdoferi Pemeriksaan fisik umum juga bisa menunjukkan
mengandung protein amiloidogenik.18 Virus herpes penyakit sistemik yang berkaitan dengan proses
simpleks juga diketahui mampu meningkatkan spesifik di SSP, misalnya infeksi tuberkulosis di paru
deposisi Aβ dan fosforilasi protein tau, sehingga dapat berkaitan dengan meningitis tuberkulosis.6
virus ini dianggap sebagai faktor resiko untuk Pasien demensia terkait infeksi dapat menunjukkan
terjadinya penyakit Alzheimer.12 temuan defisit neurologis fokal berupa defisit
motorik, paralisis saraf kranial, gangguan gerak
Manifestasi Klinik. Individu dengan riwayat infeksi
(movement disorders), dismetria, gangguan
SSP rentan untuk mengalami perkembangan
lapangan pandang, dan afasia.16,20 Pasien dengan
penyakit menjadi demensia yang progresif.
disfungsi kortikal yang difus dapat mengalami
Manifestasi klinis demensia terkait infeksi seringkali
gejala neurologis fokal akibat progresivitas penyakit
bersifat stereotipik, berkembang dalam beberapa
infeksi. Perubahan kondisi tersebut tidak hanya
bulan, dan kadang-kadang mengalami perjalanan
disebabkan oleh necrotizing encephalitis akibat
yang lebih fulminan. Domain yang dapat terkena
invasi agen infeksi secara langsung, tetapi juga bisa
pada demensia terkait infeksi adalah pada domain
akibat komplikasi infeksi, seperti vaskulitis, edema,
fungsi eksekutif, kecepatan pemrosesan informasi,
dan perdarahan intrakranial. Onset penyakit juga
atensi/working memory, kecepatan motorik,
bisa bervariasi, bisa insidius selama beberapa
mempelajari informasi baru, dan pemanggilan
minggu hingga timbul kondisi kebingungan akut
informasi baru (retrieval).11,29 Gejala awal dapat
(acute confusional state) dengan defisit fokal yang
ringan dan kadang-kadang tidak tampak dan
fulminan, termasuk hemiparesis/hemiplegia,
seringkali pasien oleh dokter didiagnosis depresi. 9,30
gangguan lapang pandang, nyeri kepala, dan kejang
Demensia terkait infeksi dapat merupakan
fokal. Keterlibatan batang otak akan menimbulkan
demensia kortikal maupun subkortikal. Demensia
berbagai disfungsi neurologis, termasuk paralisis
kortikal memiliki perjalanan penyakit yang mirip
saraf kranial.16
dengan penyakit Alzheimer. Kondisi yang dapat
menyebabkan terjadinya demensia kortikal terkait Tes Neuropsikologis. Penilaian area-area fungsi
infeksi diantaranya adalah virus herpes simpleks, kognitif umumnya dilakukan dengan menggunakan
prion protein bentuk patogenik (PrPSc), Treponema berbagai tes neuropsikologis, baik tes yang hanya
pallidum, dan Borrelia burgdoferi.12,13,18 Kondisi digunakan untuk skrining maupun tes yang bersifat
yang dapat menyebabkan terjadinya demensia formal (Campbell, 2013; Lopes et al., 2009; Valcour
subkortikal terkait infeksi adalah meningitis et al., 2011; Robbins et al., 2011).2,31,32,33
kriptokokal, infeksi HIV-1, prion protein bentuk Pemeriksaan neuropsikologi merupakan alat yang
patogenik (PrPSc), dan ensefalitis oleh infeksi paling penting untuk mendiagnosis dan
CMV.9,30 mengkategorikan efek infeksi terhadap SSP. Pada
kondisi dengan sumber daya terbatas, dimana
Karena demensia terus berkembang, maka defisit
teknologi neuroimaging yang memadai tidak
yang muncul juga akan semakin berkembang,
tersedia, maka karakterisasi fungsi kognitif melalui
termasuk diantaranya adalah demensia global.
pemeriksaan neurokognitif sangat penting untuk
Perjalanan demensia terkait infeksi sendiri
keberhasilan diagnosis dan pengobatan. Kita perlu
bervariasi dan beberapa pasien masih tetap stabil

MNJ, Vol.01, No.01, Januari 2015


Harahap, et al. 33
Infection-Associated Dementia

sadari bahwa penggunaan tes dan instrumen serum (termasuk kalsium), pemeriksaan kadar
skrining neuropsikologi masih sangat bervariasi vitamin B12 dan asam folat serum, dan gula darah
pada tiap-tiap hasil penelitian.34 Tes neupsikologis puasa. Pemeriksaan laboratorium lain dikerjakan
untuk skrining meliputi mini mental state secara selektif, misalnya tes serologis atau penanda
examination (MMSE), clock drawing test (CDT), dan untuk berbagai agen infeksi.8 Penanda yang bisa
International HIV dementia scale (IHDS). Tes dipertimbangkan untuk digunakan sebagai
neuropsikologis formal meliputi forward digit span penunjang diagnosis demensia adalah kadar Aβ
test dan backward digit span test, constructional (terutama kadar Aβ42), total protein tau (t-tau), dan
praxis, verbal fluency test, Boston naming test protein tau terfosforilasi (p-tau) dalam CSS.36 Untuk
(BNT), word list memory task, word list memory penyakit sporadic Cruetzfeldt-Jacob Disease (sCJD),
recall, word list recognition, recall of constructional perlu dilakukan pemeriksaan protein 14-3-3 dalam
praxis, dan trailmaking test (TMT) A dan B.35 CSS.13
Pemeriksaan Radiologi. Ketersediaan pemeriksaan
radiologi dengan CT scan atau MRI memungkinkan
penilaian pola struktur atrofi otak yang lebih detail.
Saat ini juga terdapat teknik pemeriksaan radiologi
yang digunakan untuk melihat fungsi jaringan otak
dan bisa memvisualisasikan aktivitas otak secara in
vivo. Modalitas pemeriksaan radiologi fungsional
yang bisa digunakan antara lain positron emission
tomography (PET) yang menggunakan fluoro-D-2-
deoxyglucose, single-photon emission computed
tomography (SPECT), functional MRI (fMRI), dan
Gambar 1. Patofisiologi infeksi otak oleh agen infeksi14 MR spectroscopy.8 Berbagai modalitas pemeriksaan
radiologi fungsional tersebut diatas
ketersediaannya terbatas dan masih belum
direkomendasikan secara rutin untuk evaluasi
diagnostik demensia.
Penegakan Diagnosis. Penegakan diagnosis
demensia terkait infeksi didasarkan pada data yang
diperoleh dari anamnesis mengenai riwayat medis
yang lengkap, pemeriksaan fisik umum dan
neurologis, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis
demensia terkait infeksi umumnya dibuat setelah
Gambar 2. Peran respon inflamasi terhadap terjadinya
menyingkirkan penyebab lain yang mungkin,
gangguan fungsi kognitif24
Diagnosis demensia terkait infeksi harus ditentukan
Pemeriksaan Laboratorium. Pemeriksaan dengan cara menilai semua area fungsi
laboratorium, selain dikerjakan untuk membantu neurokognitif.3,37
menegakkan diagnosis demensia terkait infeksi,
Untuk penegakan diagnosis demensia terkait
juga untuk mengevaluasi keberadaan kondisi medis
yang mendasari terjadinya demensia terkait infeksi infeksi, dokter merujuk pada Diagnostic and
dan dapat diterapi. Penelitan terakhir sebenarnya Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth
menunjukkan bahwa “demensia yang dapat Edition, Text Revision (DSM-IV-TR).37 Dalam DSM-
IV-TR, demensia terkait infeksi masuk dalam kriteria
terkoreksi” hanya sekitar 1% dari seluruh kasus
diagnosis demensia akibat kondisi medis lain.
demensia. Namun konsensus terakhir mengenai
penilaian dan pengobatan demensia telah melihat Diagnosis Banding. Diagnosis demensia terkait
adanya bukti pentingnya investigasi laboratorium infeksi harus didiagnosis oleh dokter spesialis,
dalam memperbaiki prognosis demensia. terutama oleh dokter spesialis saraf. Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium dasar yang tersebut biasanya dibuat dengan menyingkirkan
direkomendasikan untuk semua pasien demensia penyebab lain yang mungkin. Kondisi lain yang bisa
antara lain hitung darah lengkap, TSH, elektrolit menyerupai demensia terkait infeksi adalah bentuk

MNJ, Vol.01, No.01, Januari 2015


34 Harahap, et al.
Infection-Associated Dementia

demensia yang lain, seperti penyakit Alzheimer dan neurodegenrasi. Berbagai hasil observasi
demensia vaskuler, dan kondisi medis lain seperti menunjukkan bahwa demensia terkait infeksi
PML, PCNSL, intoksikasi obat, dan depresi.9 cenderung berkembang sebagai respon neuronal
sekunder terhadap aktivasi sel-sel kekebalan di otak
Terapi. Terapi yang bisa diberikan pada pasien
yang diaktivasi oleh agen infeksi.
dengan demensia terkait infeksi meliputi terapi
non-farmakologik dan terapi farmakologik. Terapi
DAFTAR PUSTAKA
non-farmakologik yang direkomendasikan antara
lain manajemen perilaku (behavioral management) 1. Chan LG, Kandiah N, Chua A. HIV-associated
(Rekomendasi B), stimulasi kognitif (cognitive neurocognitive disorders (HAND) in a South
stimulation) (Rekomendasi B), terapi orientasi Asian population - contextual application of
realitas (reality orientation therapy) (Rekomendasi the 2007 criteria. BMJ Open 2012;2:e000662.
D), aktivitas rekreasional (recreational activity) 2. Robbins RN, et al. Screening for HIV-Associated
(Rekomendasi B), dan program intervensi terhadap Dementia in South Africa: Potentials and
pengasuh pasien (caregiver intervention Pitfalls of Task-Shifting. AIDS PATIENT CARE
programme) (Rekomendasi B).38 and STDs 2011; 25(10):587-592.
3. Ghafouri M, Amini S, Khalili K, Sawaya BE. HIV-
Terapi farmakologik yang direkomendasikan untuk
1 associated dementia: symptoms and causes.
diberikan adalah obat golongan cholinesterase
Retrovirology 2006; 3:28-39.
inhibitor, yaitu donepezil (Rekomendasi B),
4. Almeida OP, Lautenschlager NT. Dementia
galantamine (Rekomendasi B), dan rivastigmine
associated with infectious disease. Int
(Rekomendasi B). Memantine (NMDA receptor
Psychogeriatr 2005;17(1):65-77.
antagonist) dan ginkgo bisa dipertimbangkan
5. Wang T, Rumbaugh JA, Nath A. Viruses and the
penggunaannya, namun saat ini masih belum
brain: from inflammation to dementia. Clinical
direkomendasikan.38 Meskipun belum
Science 2006;110: 393–407.
direkomendasikan, penggunaan memantine untuk
6. Sadock BJ, Sadock VA. 2007. Kaplan and
pengobatan penurunan fungsi kognitif pada pasien
Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral
demensia saat ini telah mendapatkan persetujuan
Sciences/Clinical Psychiatry. Tenth edition.
dari FDA.39
USA: Lippincott Williams and Wilkins. p330-
Prognosis. Onset usia dan kecepatan deteriorasi 338.
bervariasi, tergantung tipe demensia dan kategori 7. Griffin PT, Gerhardstein K. Cognitive testing in
diagnostik individualnya. Sekali pasien didiagnosis HIV/AIDS: A case for early assessment. Fall
demensia, maka pasien tersebut harus 2010;22(4):6-9.
mendapatkan penanganan medis dan neurologis 8. Feldman HH, et al. Diagnosis and treatment of
secara lengkap. Hal ini disebabkan karena 10-15% dementia: diagnosis. CMAJ 2008;178(7): 825-
pasien demensia memiliki kondisi dengan potensi 835.
reversibel jika pengobatannya diinisiasi sebelum 9. Roos KL, et al. 2005. Principles of Neurologic
kerusakan otak yang permanen terjadi. Regresi Infectious Disease. USA: The McGraw-Hill
gejala masih mungkin terjadi pada demensia yang Companies, Inc. p113-130.
reversibel jika pengobatan diinisiasi lebih dini.6 10. WHO. 2011. Global HIV/AIDS Response:
Epidemic update and health sector progress
SIMPULAN toward Universal Access. Progress Report
Infeksi SSP dapat menyebabkan terjadinya 2011.
penurunan fungsi kognitif dengan spektrum yang 11. Duarte AG, Cikurel K, Simpson DM. Selected
luas, mulai dari gangguan kognitif ringan (mild Neurologic Complications of HIV and
cognitive impairment) hingga gangguan kognitif Antiretroviral Therapy. The PRN Notebook
yang berat berupa demensia terkait infeksi 2006; 11(2): 24-29.
(infection-associated dementia). Demensia terkait 12. Carter CJ. Alzheimer’s Disease: A Pathogenetic
infeksi diduga terjadi akibat serangkaian proses Autoimmune Disorder Caused by Herpes
yang meliputi proses inflamasi, eksitotoksisitas Simplex in a Gene-Dependent Manner.
glutamat, dan akumulasi radikal bebas, yang International Journal of Alzheimer’s Disease
selanjutnya menyebabkan terjadinya proses 2010;10:1-17.

MNJ, Vol.01, No.01, Januari 2015


Harahap, et al. 35
Infection-Associated Dementia

13. Imran M, Mahmood S. An overview of human expression in human astrocytes. Glia 2009;
prion diseases. Virology Journal 2011;8:559. 57(7): 734–743.
14. Idro R, Jenkins NE, Newton NE. Pathogenesis, 26. Lindl KA, et al. HIV-associated neurocognitive
clinical features, and neurological outcome of disorder: pathogenesis and therapeutic
cerebral malaria. Lancet Neurol 2005;4:827- opportunities. J Neuroimmune Pharmacol
840. 2010; 5(3):294-309.
15. Suzuki Y, Halonen S, Wang X, Wen X. 2007. 27. Ellis R. HIV and antiretroviral therapy: impact
Cerebral Toxoplasmosis: Pathogenesis and on the central nervous system. Prog Neurobiol
Host Resistance. In: Toxoplasma gondii. First 2010; 91(2): 185-187.
edition. London: Elsevier. p 567-582. 28. Giunta B, et al. HIV-1 TAT Inhibits Microglial
16. Kasper LH. 2008. Toxoplasma Infection. In: Phagocytosis of Aβ Peptide. Int J Clin Exp
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th Pathol 2008;1: 260-275.
edition. USA: McGraw-Hill Companies, Inc. 29. Schouten J, et al. HIV-1 infection and cognitive
p.1305-1308. impairment in the cART-era: a review. AIDS
17. Gigley JP, Bhadra R, Khan IA. CD8 T cells and 2011;25:1-16.
Toxoplasma gondii: a new paradigm. Journal of 30. Lawler K, et al. Neurocognitive impairment
Parasitology Research 2011. pp1-9. among HIV-positive individuals in Botswana: a
18. Miklossy J. 2008. Biology and neuropathology pilot study. J International AIDS Society 2010;
of dementia in syphilis and Lyme disease. In: 13:15.
Handbook of Neurology. USA: Elsevier B. V. 31. Campbell WW. 2013. DeJong's The Neurologic
p825-840. Examination. 6th Edition. USA: Lippincott
19. Kovacs GG, Budka H. Molecular Pathology of Williams and Wilkins. p75-84.
Human Prion Diseases. Int. J. Mol. Sci. 2009;10: 32. Lopes M, Brucki SMD, Giampaoli V, Mansur LL.
76-999. Semantic Verbal Fluency test in dementia:
20. Jayawardena S, Singh S, Burzyantseva O, Clarke preliminary retrospective analysis. Dement
H. Cerebral toxoplasmosis in adult patients Neuropsychol 2009;3(4):315-320.
with HIV infection. Hospital Physician 2008.pp 33. Valcour V, et al. Screening for Cognitive
17-24. Impairment in Human Immunodeficiency
21. Kim SK, Karasov A, Boothroyd JC. Bradyzoite- Virus. CID 2011;53(8): 836-842.
specific surface antigen SRS9 plays a role in 34. Robertson K, Liner J, Heaton R.
maintaining Toxoplasma gondii persistence in Neuropsychological Assessment of HIV-
the brain and in host control of parasite Infected Populations in International Settings.
replication in the intestine. Infection and Neuropsychol Rev 2009; 19:232–249.
Immunity 2007; 75(4): 1626-1634. 35. Pokdi Fungsi Luhur. 2010. Panduan
22. Randall LM, Hunter CA. Parasite dissemination Pemeriksaan Neurologi dan Neurobehavior.
and the pathogenesis of toxoplasmosis. Jakarta: PERDOSSI.
European Journal of Microbiology and 36. Humpel C. Identifying and validating
Immunology 1 2011;1:3-9. biomarkers for Alzheimer’s disease. Trends in
23. Hagberg L, et al. Cerebrospinal fluid neopterin: Biotechnology 2011;29(1):20-31.
an informative biomarker of central nervous 37. Woods SP, Moore DJ, Weber E, Grant I.
system immune activation in HIV-1 infection. Cognitive neuropsychology of HIV-associated
AIDS Research and Therapy 2010; 7(1): 15. neurocognitive disorders. Neuropsychol Rev
24. Garsten M, et al. An Integrated Systems 2009;19:152-168.
Analysis Implicates EGR1 Downregulation in 38. SIGN. 2006. Management of patients with
Simian Immunodeficiency Virus Encephalitis- dementia. Edinburgh: Scottish Intercollegiate
Induced Neural Dysfunction. J Neurosci 2009; Guidelines Network. p7-20.
29(40):12467–12476. 39. Qaseem A, et al. Guideline from the American
25. Williams R, et al. Pro-inflammatory cytokines College of Physicians and the American
and HIV-1 synergistically enhance CXCL10 Academy of Family Physicians. Ann Intern Med.
2008;148:370-378.

MNJ, Vol.01, No.01, Januari 2015

Anda mungkin juga menyukai