Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang sedang
bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan
penyesuaian diri dari kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2010).
Perkembangan bayi normal sangat tergantung dari respon kasih sayang ibu dengan bayi
yang dilahirkan yang bersatu dalam hubungan psikologis dan fisiologis. Ikatan ibu dan
anak dimulai sejak anak belum dilahirkan dengan suatu perencanaan dan konfirmasi
kehamilan, serta menerima janin yang tumbuh sebagai individu. Sesudah lahir sampai
minggu berikut-berikutnya, kontak visual dan fisik bayi memicu berbagai penghargaan
satu sama lain (Marmi, 2009).
Pada tahun 2007, WHO dan UNICEF mengeluarkan protokol baru tentang ASI segera
atau IMD yang harus diketahui setiap tenaga kesehatan. Protokol baru tersebut adalah
melakukan kontak kulit bayi segera setelah lahir selama sedikitnya satu jam dan
membantu ibu mengenali kapan bayinya siap menyusui (Mulyono, 2008 dalam Novita
Rudiyanti, 2013). Pemenrintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan UNICEF
yang merekomendasikan inisiasi menyusui dini (early latch-on) sebagai tindakan life
saving, karena IMD dapat menyelamatkan 22% dari bayi yang meninggal sebelum usia
satu bulan, dan meningkatkan keberhasilan menyusui secara eksklusi serta
meningkatkan lamanya disusui. Periode menghisap bayi paling kuat adalah dalam
beberapa jam pertama setelah lahir (krisna, 2007 dalam novita rudiyanti, 2013).
Pemberian ASI eksklusif setelah lahir secara langsung bayi akan mengalami kontak
kulit dengan ibunya. Rawat gabung merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan
agar ibu dan bayi terjalin proses lekat. Kontak mata, orang tua dan bayi akan
mempunyai banyak waktu untuk saling memandang, bayi baru lahir dapat diletakkan
lebih dekat untuk dapat melihat pada orang tuanya. Mendengar dan merespon suara
antara orang tua dan bayinya sangat penting misalnya bila tangisan bayi pertama
membuat mereka yakin bahwa bayinya dalam keadaan sehat. Aroma setiap anak
memiliki aroma yang unik dan bayi belajar dengan cepat untuk mengenali aroma susu
ibunya. Entrainment, hal ini terjadi bila bayi baru lahir bergerak-gerak sesuai dengan
struktur pembicaraan orang dewasa. Bioritme, orang tua dapat membantu proses ini
dengan memberi kasih saying yang konsisten dengan memanfaatkan waktu saat bayi
mengembangkan perilaku yang responsive. Sentuhan merupakan suatu sarana untuk
mengenal bayi baru lahir dengan cara mengeksplorasi tubuh bayi dengan ujung jari.
Inisiasi menyusui dini dengan segera yaitu dengan menempatkan bayi di atas perut ibu
maka bayi akan merangkak dan mencari putting susu ibunya sehingga bayi dapat reflek
sucking dengan segera (Bahmawati, 2003 dalam Ana Aulia, 2012)
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah pengertian dari Bayi Baru Lahir ?
1.2.2 Apakah pengertian dari Nilai APGAR ?
1.2.3 Bagaimanakah klasifikasi dari Nilai APGAR ?
1.2.4 Apa sajakah faktor-faktor yang memengaruhi Nilai APGAR ?
1.2.5 Bagaimanakah penilaian asfiksia dan perawatan BBL ?
1.2.6 Bagaimanakah Asuhan Keperawatan dari BBL ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari Bayi Baru Lahir
1.3.2 Untuk mengetahui pengertian dari Nilai APGAR.
1.3.3 Untuk mengetahui klasifikasi dari Nilai APGAR.
1.3.4 Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi Nilai APGAR.
1.3.5 Untuk mengetahui penilaian asfiksia dan perawatan BBL.
1.3.6 Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan dari BBL.
1.4 Manfaat
Agar mahasiswa dan masyarakat mendapatkan informasi lebih mengenai bayi
baru lahir dan juga mengenai APGAR Score.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bayi Baru Lahir


Bayi yang lahir presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia
kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500 - 4000
gram, nilai APGAR > 7 dan tanpa cacat bawaan (Saifuddin, 2006). Masa Bayi baru lahir
adalah masa 28 hari pertama kehidupan manusia, pada masa ini terjadi proses
penyesuaian sistem tubuh bayi dari kehidupan dalam rahim ke kehidupan di luar rahim.
Masa ini adalah masa yang perlu mendapatkan perhatian dan perawatan yang ekstra
karena pada masa ini terdapat mortalitas yang tinggi (Rukiah, 2010).
Menurut Askin (2002) yang dikutip oleh Kosim dkk (2010), neonatus bayi yang baru
mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke
kehidupan ekstra uterin. Beralih dari ketergantungan mutlak pada ibu menuju
kemandirian fisiologi. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal dari proses
fisiologi sebagai berikut :

1. Pertukaran gas melalui plasenta digantikan oleh aktifnya fungsi paru untuk
bernafas.
2. Saluran cerna berfungsi untuk menyerap makanan.
3. Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan bahan yang tidak terpakai lagi oleh tubuh
untuk mempertahankan haesmostasis kimia darah.
4. Hati berfungsi untuk menetralisir dan mengsekresi bahan racun yang tidak
diperlukan badan.
5. Sistem imunologi berfungsi untuk mencegah infeksi.
6. Sistem kardio vaskuler serta endokrin bayi menyesuaikan diri dengan
perubahan fungsi organ tersebut diatas. Selain itu pengaruh kehamilan dan proses
persalinan mempunyai peranan penting dalam morbiditas dan mortalitas.

Menurut Prawirohardjo (2010) setelah persalinan, setelah bayi lahir harus dilakukan
penilaian sebagai berikut : apakah kehamilannya cukup bulan, apakah air ketuban cukup
jernih dan tidak terkontaminasi mekonium, apakah bayi bernafas adekuat atau menangis,
apakah tonus otot bayi baik. Apabila semua pertanyaan di atas dijawab dengan “ya”
lakukan perawatan rutin yaitu : memberikan kehangatan, membuka/membersihkan jalan
nafas, mengeringkan dan menilai warna.

2.2 Pengertian Nilai APGAR


Nilai APGAR pertama kali diperkenalkan oleh dokter anastesi yaitu dr. Virginia APGAR
pada tahun 1952 yang mendesain sebuah metode penilaian cepat untuk menilai keadaan
klinis bayi baru lahir pada usia 1 menit, yang dinilai terdiri atas 5 komponen, yaitu
frekwensi jantung (pulse), usaha nafas (respiration), tonus otot (activity), refleks pada
ransangan (grimace) dan warna kulit (appearance) (American Academy of Pediatrics
(2006) dalam Kosim, 2010).
Menurut Prawirohardjo (2010) nilai APGAR adalah suatu metode sederhana yang
digunakan untuk menilai keadaan umum bayi sesaat setelah kelahiran. Penilaian ini perlu
untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak, yang dinilai adalah frekuensi
jantung (Heart rate), usaha nafas (respiratory effort), tonus otot (muscle tone), warna
kulit (colour) dan reaksi terhadap rangsang (respon to stimuli) yaitu dengan memasukkan
kateter ke lubang hidung setelah jalan nafas dibersihkan.

Tabel 2.1. Kriteria Nilai 1 Nilai 2 Akronim


APGAR Nilai 0
Warna Kulit Seluruh badan warna kulit warna kulit Appearance
biru atau pucat tubuh normal tubuh, tangan,
merah muda, dan kaki normal
tetapi tangan merah muda,
dan kaki tidak ada
kebiruan sianosis
Denyut Jantung tidak ada <100 kali atau >100 kali atau Pulse
menit menit
Respon Reflek tidak ada meringis atau meringis atau Grimace
respons menangis lemah bersin atau
terhadap ketika batuk saat
stimulasi distimulasi stimulasi
saluran napas
Tonus Otot lemah atau sedikit gerakan bergerak aktif Activity
tidak ada
Pernafasan tidak ada lemah atau menangis kuat, Respiration
tidak teratur pernapasan baik
dan teratur

Nilai APGAR diukur pada menit pertama dan kelima setelah kelahiran. Pengukuran pada
menit pertama digunakan untuk menilai bagaimana ketahanan bayi melewati proses
persalinan. Pengukuran pada menit kelima menggambarkan sebaik apa bayi dapat
bertahan setelah keluar dari rahim ibu. Pengukuran nilai APGAR dilakukan untuk menilai
apakah bayi membutuhkan bantuan nafas atau mengalami kelainan jantung
(Prawirohardjo, 2010).

Menurut Novita (2011) nilai APGAR pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5
menit sesudah bayi lahir. Akan tetapi, penilaian bayi harus segera dimulai sesudah bayi
lahir. Apabila memerlukan intervensi berdasarkan penilaian pernafasan, denyut jantung
atau warna bayi, maka penilaian ini harus segera dilakukan. Nilai APGAR dapat
menolong dalam upaya penilaian keadaan bayi dan penilaian efektivitas upaya resusitasi.

Apabila nilai APGAR kurang dari 7 maka penilaian tambahan masih diperlukan yaitu 5
menit sampai 20 menit atau sampai dua kali penilaian menunjukan nilai 8 atau lebih.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting
yaitu pernafasan, denyut jantung, dan warna. Resusitasi yang efektif bertujuan
memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen, dan curah jantung yang cukup
untuk menyalurkan oksigen ke otak, jantung dan alat vital lainnya (Novita, 2011).
2.3 Klasifikasi Nilai APGAR
Berdasarkan penilaian APGAR dapat diketahui derajat vitalis bayi adalah : kemampuan
sejumlah fungsi tubuh yang bersifat esensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup
bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan reflek-reflek primitif seperti
mengisap dan mencari puting susu, salah satu menetapkan derajat vitalis dengan nilai
APGAR (IDAI, 1998)
Tabel 2.2. Derajat Vitalis Nilai APGAR Derajat Vitalis
Bayi Lahir Menurut Nilai
APGAR Klasifikasi
A 7 – 10

Asfiksia ringan/tanpa - Tangisan kuat disertai


asfiksia gerakan aktif

B 4–6

Asfiksia Sedang - Pernafasan tidak teratur,


atau tidak ada pernafasan

- Denyut jantung lebih dari


100 x/menit

C 0–3

Asfiksia Berat - Tidak ada pernafasan

- Denyut jantung 100


x/menit atau kurang

D 0

FresStilBirth - Tidak ada pernafasan

(bayi lahir mati) - Tidak ada denyut jantung


Bayi baru lahir dievaluasi dengan nilai APGAR, tabel tersebut dapat untuk menentukan
tingkat atau derajat asfiksia, apakah ringan, sedang, atau asfiksia berat. Menurut
(Prawirohardjo, 2010) klasifikasi klinik nilai APGAR adalah sebagai berikut:

1. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)

Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung 100 x/menit, tonus otot buruk,
sianosis berat, dan terkadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.

2. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)

Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernapas kembali.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit, tonus
otot kurang baik atau baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada.

3. Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai APGAR 7-10).

2.4 Faktor yang Memengaruhi Nilai APGAR


Menurut Wijanksastro, H (2009) faktor-faktor yang dapat menyebabkan asfiksia
neonatorum adalah sebagai berikut :
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Menurut Graccia, AJ (2004) hipoksia adalah keadaan rendahnya konsentrasi
oksigen di dalam sel atau jaringan yang dapat mengancam kelangsungan
hidup sel. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian
obat analgetik atau anastesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan
hipoksia janin dengan segala akibatnya. Angka normal denyut jantung janin
berkisar 120 – 160 denyut/menit. Hipoksia janin terjadi apabila janin
mengalami takikardia (jantung janin > 160 denyut/menit) dan bradikardia
(jantung janin < 120 denyut/menit) (Arvin, BK., 2000).
b. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
Umur ibu tidak secara langsung berpengaruh terhadap kejadian asphixia
neonatorum, namun demikian telah lama diketahui bahwa umur berpengaruh
terhadap proses reproduksi. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia
aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 – 30 tahun (Prawirohardjo,
2010). Pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum
berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia >35 tahun sudah
mengalami penurunan (Saifuddin, AB., 2006).
Dalam penelitian Zakaria di RSUP M. Jamil Padang tahun 1999 (dikutip oleh
Ahmad) menemukan kejadian asphyxia neonatorum sebesar 36,4% % pada
ibu yang melahirkan dengan usia kurang dari 20 tahun dan 26,3% pada ibu
dengan usia lebih dari 34 tahun, dan hasil penelitian dari Ahmad di RSUD Dr.
Adjidarmo Rangkasbitung tahun 2000, menemukan bayi yang lahir dengan
asphyxia neonatorum 1309 kali pada ibu umur kurang dari 20 tahun dan lebih
dari 35 tahun.
c. Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang memperoleh janin yang dilahirkan.
Paritas yang tinggi memungkinkan terjadinya penyulit kehamilan dan
persalinan yang dapat menyebabkan terganggunya transport O2 dari ibu ke
janin yang akan menyebabkan asfiksia yang dapat dinilai dari APGAR score
menit pertama setelah lahir (Manuaba I., 2007)
d. Penyakit pembuluh darah ibu
Penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin :
hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus dan lain-lain
(Winkjosastro,H., 2009). Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan
diastolik ≥ 140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah sekurang – kurangnya
dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg
dan kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg. Hipotensi dapat
memberikan efek langsung terhadap bayi merupakan kondisi tekanan darah
yang terlalu rendah, yaitu apabila tekanan darah sistolik < 90 mmHg dan
tekanan darah diastolik < 60 mmHg (Prawirohardjo, 2010)
e. Sosial ekonomi
Menurut Lubis (2003) bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan
menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin. Masalah pada ibu antara
lain : anemia, perdarahan, terkena penyakit infeksi dan komplikasi pada
persalinan, sedangkan masalah pada bayi antara lain : mempengaruhi
pertumbuhan janin, abortus, kematian neonatal, bayi lahir mati, cacat bawaan,
anemia pada bayi, asfiksia intra partum, dan BBLR.
Adapun ciri – ciri KEK adalah : ibu yang ukuran LILA nya < 23,5 cm dan
dengan salah satu atau beberapa kriteria sebagai berikut : berat badan ibu
sebelum hamil < 42 kg, tinggi badan ibu < 145 cm, berat badan ibu pada
kehamilan trimester III < 45 kg, indeks masa tubuh (IMT) sebelum hamil <
17,00 dan ibu menderita anemia (Hb < 11 gr%) (Weni, 2010).

f. Gangguan kontraksi ibu


Disfungsi uterus didefinisikan sebagai ketidak efisiennya atau tidak
terkoordinasinya kontraksi uterus, ketidakmampuan untuk dilatasi servik dan
juga melahirkan yang lama. Disfungsi uterus ditandai oleh kontraksi intensitas
rendah dan jarang serta lambatnya kemajuan persalinan (Leveno et al., 2009).
Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama kala I persalinan. Tujuan
pengisian partograf adalah adalah untuk memantau dan mengobservasi
kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan servik, penurunan kepala
janin, serta kontraksi uterus. Dalam partograf terdapat kolom-kolom untuk
menilai kemajuan persalinan. Pada kolom dan lajur kedua partograf
merupakan tempat pencatatan kemajuan pembukaan servik 0 sampai dengan
10 cm. Sedangkan di bawah lajur waktu partograf terdapat kotak-kotak yang
merupakan tempat penilaian kontraksi uterus meliputi lama kontraksi, yang
dihitung dengan satuan detik, frekwensi kontraksi yang dihitung dalam 10
menit dan intensitas kontraksi (JNPK KR. DepKes RI, 2008).

2. Faktor Plasenta

a) Plasenta tipis, kecil, dan tidak menempel sempurna

Dalam kehamilan, fungsi utama plasenta adalah sebagai organ penyalur


bahan-bahan makanan dan oksigen yang diperlukan oleh jani dari darah ibu ke
dalam darah janin dan juga mengadakan mekanisme pengeluaran produk-
produk ekskretoris dari janin kembali ke ibu (Guyton AC., 2008).

Plasenta yang normal akan mampu melaksanakan fungsi tersebut dalam


menunjang pertumbuhan janin. Plasenta normal pada saat aterm berbentuk
seperti cakram, berwarna merah tua, dengan berat 500-600 gr, diameter 15-25
cm, lebih kurang 7 inci tebal sekitar 3 cm. Panjang tali pusat 40-50 cm dengan
diameter 1-2 cm (Cunningham, 2006 dan Sloane E., 2004). Gangguan
pertukaran gas di plasenta yang akan menyebabkan asfiksia janin. Pertukaran
gas antara ibu dan janin di pengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksia
janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya :
plasenta previa dan solusio plasenta. (Manuaba I., 2007 ).

Gambar 2.1. Plasenta Normal

b) Solusio plasenta

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya


sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku pada kehamilan di atas 22
minggu atau berat janin > 500 gr ( Prawirohardjo, 2010). Gambaran klinisnya
adalah solusio plasenta ringan : terdapat pelepasan sebahagian kecil plasenta,
solusio plasenta sedang : plasenta terlepas ¼ bagian, solusio plasenta berat :
plasenta telah terlepas dari 2/3 permukaannya.

Pada pemeriksaan plasenta biasanya tampak tipis dan cekung di bagian


plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang
biasanya menempel di belakang plasenta yang disebut hematoma
retroplacenter. (Brudenell & Michael, 1996).
Gambar 2.2. Solusio Plasenta

c) Plasenta previa

Adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim, sehingga


menutupi seluruh atau sebahagian dari ostium uteri internum. Insidensi
plasenta previa adalah 0,4%-0,6%, perdarahan dari plasenta previa
menyebabkan kira-kira 20% dari semua kasus perdarahan ante partum. 70%
pasien dengan plasenta previa mengalami perdarahan pervaginam yang tidak
nyeri dalam trimester ke tiga, 20% mengalami kontraksi yang disertai dengan
perdarahan, dan 10% memiliki diagnosa plasenta previa yang dilakukan tidak
sengaja dengan pemeriksaan ultrasonografi atau pemeriksaan saat janin telah
cukup bulan. Penyulit pada ibu dapat menimbulkan anemia sampai syok
sedangkan pada janin dapat menimbulkan asphyxia neonatorum sampai
kematian janin dalam rahim ( Manuaba I., 2007).

Gambar 2.3. Plasenta Previa

3. Faktor Janin

a. Prematur

Bayi prematur adaah bayi lahir dari kehamilan antara 28 – 36 minggu. Bayi
lahir kurang bulan mempunyai organ-organ dan alat tubuh belum berfungsi
normal untuk bertahan hidup di luar rahim. Makin muda umur kehamilan,
fungsi organ tubuh bayi makin kurang sempurna, prognosis juga semakin
buruk. Karena masih belum berfungsinya organ-organ tubuh secara
sempurna seperti sistem pernafasan maka terjadilah asfiksia (DepKes RI,
2002).

b. BBLR dan IUGR

Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram. Menurut WHO (2003), BBLR dibagi tiga group yaitu
prematuritas, Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) dan karena
keduanya. BBLR sering digunakan sebagai indikator dari IUGR di negara
berkembang karena tidak tersedianya penilaian usia kehamilan yang valid.
BBLR ini berbeda dengan prematur karena BBLR diukur dari berat atau
massa, sedangkan prematur juga belum tentu BBLR kalau berat lahirnya di
atas 2500 gram. Namun dibanyak kasus kedua kondisi ini muncul bersamaan
karena penyebabnya saling berhubungan.

IUGR biasanya dinilai secara klinis ketika janin lahir dengan mengkaitkan
ukuran bayi yang baru lahir kedurasi kehamilan. Ukuran kecil untuk usia
kehamilan atau ketidakmampuan janin janin untuk mencapai potensi
pertumbuhan menunjukkan IUGR. Bayi dengan IUGR didiagnosis mungkin
BBLR usia kehamilan aterm (> 37 minggu kehamilan dan <2500 gram)
(ACC/SCN, 2000).

c. Gemeli

Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan
ganda dapat memberikan resiko yang lebih tinggi terhadap ibu dan bayi.
Pertumbuhan janin kehamilan ganda tergantung dari faktor plasenta apakah
menjadi satu atau bagaimana lokalisasi implementasi plasentanya.
Memperhatikan kedua faktor tersebut, mungkin terdapat jantung salah satu
janin lebih kuat dari yang lainnya, sehingga janin mempunyai jantung yang
lemah mendapat nutrisi O2 yang kurang menyebabkan pertumbuhan
terhambat, terjadilah asfiksia neonatorum sampai kematian janin dalam
rahim (Manuaba I, 2007).
Gambar 2.4. Gemeli

d. Gangguan tali pusat

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam


pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan
janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin
(Wijangsastro, H., 2009)

e. Kelainan Congenital

Kelainan congenital adalah suatu keainan pada struktur, fungsi maupun


metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan.

4. Faktor Persalinan

faktor-faktor persalinan yang dapat menimbulkan asfiksia adalah :

a. Partus lama

Partus lama yaitu persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi,
dan lebih 18 jam pada multi. Partus lama masih merupakan masalah di
Indonesia. Bila persalinan berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi
baik terhadap ibu maupun pada bayi, dan dapat meningkatkan angka
kematian ibu dan bayi (Mochtar, 2004).

b. Partus dengan tindakan

Persalinan dengan tindakan dapat menimbulkan asfiksia neonatorum yang


disebabkan oleh tekanan langsung pada kepala : menekan pusat-pusat vital
pada medula oblongata, aspirasi air ketuban, mekonium, cairan lambung dan
perdarahan atau oedema jaringan pusat saraf pusat (Manuaba, I., 2007).

Menurut Aminullah (2005) faktor-faktor pencetus rendahnya nilai APGAR


(asphyxia neonatorum)

a) Hipoksia janin penyebab terjadinya asphyxia neonatorum


adalah adanya gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke
janin sehingga berdampak persediaan O2 menurun, mengakibatkan
tingginya CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara kronis akibat
kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan atau secara akut
karena adanya komplikasi dalam persalinan.
b) Gangguan kronis pada ibu hamil tersebut, bisa akibat dari gizi
ibu yang buruk, penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, penyakit
jantung dan lain-lain. Pada akhir-akhir ini, asphyxia neonatorum
disebabkan oleh adanya gangguan oksigenisasi serta kekurangan zat-zat
makanan yang diperoleh akibat terganggunya fungsi plasenta. Faktor-
faktor yang timbul dalam persalinan yang bersifat akut dan hampir
selalu mengakibatkan anoksia atau hipoksia janin akan berakhir dengan
asphyxia neonatorum pada bayi baru lahir. Sedangkan faktor dari pihak
ibu adanya gangguan his seperti hipertonia dan tetani, hipotensi
mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada eklamsia,
gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta.
c) Faktor janin berupa gangguan aliran darah dalam tali pusat
akibat tekanan tali pusat, depresi pernafasan karena obat-obatan
anastesi/analgetika yang diberikan ke ibu, perdarahan intrakranial,
kelainan bawaan seperti hernia diafragmatika, atresia saluran
pernafasan, hipoplasia paru-paru dll.
Menurut Novita (2011) seorang bayi mengalami kekurangan oksigen, maka akan
terjadi napas cepat. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan napas akan berhenti, denyut
jantung mulai menurun dan tonus otot berkurang secara berangsur, dan bayi
memasuki periode apneu primer. Apneu primer yaitu bayi mengalami kekurangan
oksigen dan terjadi pernapasan yang cepat dalam periode singkat, dimana terjadi
penurunan frekuensi jantung. Pemberian rangsangan dan oksigen selama periode
ini dapat merangsang terjadinya pernapasan. Selanjutnya, bayi akan
memperlihatkan usaha nafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan.
Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukan pernapasan gasping (megap-
megap), denyut jantung menurun, tekanan darah menurun, dan bayi tampak lemas
(flaksid).

Pernapasan semakin lemah sampai akhirnya berhenti, dan bayi memasuki periode
apneu sekunder. Apneu sekunder yakni pada penderita asfiksia berat, yang mana
usaha bernapasnya tidak tampak dan selanjutnya bayi berada pada periode apneu
kedua. Pada keadaan tersebut akan ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan
darah serta penurunan kadar oksigen dalam darah. Bayi tidak bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak menunjukan upaya bernapas secara spontan. Kematian akan
terjadi kecuali bila resusitasi dengan napas buatan dan pemberian oksigen segera
dimulai. Sulit sekali membedakan antara apneu primer dan sekunder, oleh
karenanya bila menghadapi bayi bayi lahir dengan apneu, anggaplah sebagai apneu
sekunder dan bersegera melakukan tindakan resusitasi (Novita, 2011).

2.5 Penilaian Asfiksia dan Perawatan BBL

Skor APGAR adalah suatu metode yang dipakai untuk memeriksa keadaan bayi yang
baru lahir. Skor APGAR ditemukan oleh dr. Virginia Apgar pada tahun 1952 untuk
menilai status klinis bayi yang baru lahir pada usia 1 menit dan menilai kebutuhan
intervensi segera untuk merangsang pernafasan. Dr. Apgar kemudian menerbitkan
penelitian lanjutan yang mencakup lebih banyak pasien.

Pada tahun 1961, dr. Joseph Butterfield memperkenalkan bentuk mnemonic dari APGAR
untuk memudahkan sejawat mengingat komponen dari Skor APGAR.

Komponen dari Skor APGAR adalah:


 A = Appearance (warna kulit)
 P = Pulse (denyut jantung)
 G = Grimace (refleks)
 A = Activity (tonus otot)
 R = Respiration (pernafasan)

Skor APGAR dihitung pada menit ke-1 dan ke-5 untuk semua bayi, kemudian dilanjutkan setiap
5 menit sampai menit ke-20 untuk bayi dengan skor APGAR kurang dari 7.

Skor APGAR menghitung kuantitas dari tanda-tanda klinis depresi neonatal, seperti sianosis
atau muka pucat, bradikardia, depresi refleks respon terhadap stimulus, hipotonus, dan apnu
atau respirasi yang terganggu.

Skor APGAR tidak dipakai untuk menilai mortalitas seorang bayi dan tidak dapat digunakan
untuk menilai kesehatan atau keadaan neurologis bayi di masa mendatang.

Cara Penilaian Skor APGAR

1. Warna Kulit

 2 poin = Warna kulit pink pada tubuh dan ekstrimitas


 1 poin = warna kulit biru pada ekstrimitas, warna kulit pink pada tubuh
 0 poin = warna kulit seluruh tubuh dan ekstrimitas biru

2. Denyut Jantung

 2 poin = >100 kali/menit


 1 poin = <100 kali/menit
 0 poin = tidak ada denyut jantung
 Denyut jantung dihitung dengan menggunakan stetoskop atau dengan
menggunakan dua jari. Denyut jantung dihitung selama 15 detik, kemudian dikalikan 4
sehingga didapat denyut jantung selama 60 detik (1 menit).

3. Refleks Terhadapn Stimulus Taktil


 2 poin = bayi menangis, batuk atau bersin
 1 poin = meringis atau menangis lemah saat distimulasi
 0 poin = tidak ada respon terhadap stimulasi

4. Tonus Otot

 2 poin = bergerak aktif


 1 poin = sedikit gerakan
 0 poin = lemah atau tidak ada gerakan

5. Pernafasan

 2 poin = pernafasan baik dan teratur, menangis kuat


 1 poin = pernafasan lemah, tidak teratur
 0 poin = tidak ada nafas

Skor APGAR dihitung dengan menjumlahkan skor setiap komponen.

 Nilai terbaik adalah 10. Skor 7, 8 dan 9 adalah normal, bayi dapat dikatakan sehat.
 Skor 10 sangat jarang didapat karena sebagian besar bayi yang baru lahir akan
kehilangan 1 poin dari komponen warna kulit.
 Sebagian besar bayi yang baru lahir akan mempunyai warna kulit kebiruan pada tangan
dan kaki.

Skor APGAR yang rendah biasanya disebabkan oleh:

 Proses kelahiran yang sulit


 Operasi caesar
 Cairan pada jalur pernafasan bayi

Bayi dengan Skor APGAR yang rendah mungkin membutuhkan:

 Oksigen dan pembersihan jalur nafas. Pembersihan jalur nafas dapat dilakukan dengan
menggunakan bulb syringe. Penyedotan dilakukan melalui mulut terlebih dahulu, kemudian
hidung. Urutan ini dipakai untuk mencegah bayi menghirup cairan sekresi.
 Stimulasi fisik untuk membantu mendapatkan detak jantung yang normal
Skor APGAR dan Resusitasi

Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh Neonatal Resucitation Program, Skor APGAR
berguna untuk memperoleh informasi mengenai status klinis bayi yang baru lahir secara umum
dan respon bayi terhadap resusitasi.

Namun, resusitasi harus diinisiasi sebelum penentuan Skor APGAR pada menit ke-1. Oleh
karena itu Skor APGAR tidak bisa digunakan untuk menentukan kebutuhan resusitasi inisial,
tahapan resusitasi yang diperlukan ataupun kapan resusitasi diperlukan.

Untuk menentukan kebutuhan resusitasi pada bayi yang baru lahir, digunakan Neonatal
Resuscitation Algorithm. Persiapan dimulai dari sebelum bayi lahir yakni dengan menilai resiko
perinatal.

Komponen dari Neonatal Resuscitation Algorithm adalah:

 Apakah kehamilan aterem?


 Apakah bayi memiliki tonus otot yang baik?
 Apakah bayi bernafas atau menangis?

Tiga komponen ini dinilai dalam 30 detik pertama kelahiran bayi. Jika bayi membutuhkan
resusitasi, skop APGAR digunakan untuk kemudian menilai respon bayi terhadap resusitasi.

Pedoman dari Neonatal Resuscitation Program menyatakan bahwa jika Skor APGAR dibawah 7
setelah menit ke-5 maka penilaian dengan Skor APGAR diulang setiap 5 menit sampai menit
ke-20.

Skor APGAR yang menetap di angka 0 setelah menit ke-10, dapat menjadi pertimbangan untuk
melanjutkan atau menghentikan resusitasi. Sangat sedikit bayi dengan Skor APGAR 0 setelah
menit ke-10 dapat bertahan hidup tanpa kelainan neurologis.

Pedoman Neonatal Resuscitation Program tahun 2011 menyatakan jika dapat dikonfirmasi
bahwa tidak ada denyut jantung setelah paling tidak 10 menit maka resusitasi dapat dihentikan.

Laporan dari Neonatal Encephalopathy and Neurologic Outcome menyatakan bahwa Skor
APGAR 7-10 pada menit ke-5 sebagai keadaan yang meyakinkan, skor 4-6 sebagai keadaan
yang tidak normal, skor 0-3 sebagai keadaan yang buruk bagi bayi yang aterm maupun late-
preterm.

Keterbatasan Skor APGAR

Skor APGAR adalah penilaian mengenai kondisi bayi yang baru lahir pada suatu waktu tertentu
dan memiliki beberapa komponen yang bersifat subjektif.

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi penilaian Skor APGAR, seperti:

 sedasi maternal atau anastesi


 malformasi kongenital
 usia gestasi
 trauma
 variasi antar penilai.

Komponen seperti tonus otot, warna kulit, dan refleks bersifat subjektif dan sebagian
bergantung pada maturitas fisiologis dari bayi tersebut. Bayi pre-term yang sehat tanpa tanda-
tanda asfiksia bisa memiliki Skor APGAR yang rendah hanya karena usia kelahiran yang belum
cukup (immaturity).

Skor APGAR tidak bisa dijadikan satu-satunya patokan untuk menentukan keadaan asfiksia
pada bayi yang baru lahir. Asfiksia adalah suatu istilah yang menggambarkan proses dengan
beragam derajat keparahan dan durasi daripada sebuah titik akhir. Oleh karena itu asfiksia
kurang tepat jika digunakan pada momen kelahiran jika tidak disertai dengan hasil tes
laboratorium yang menyatakan adanya kelainan intrapartum yang spesifik.

Untuk menentukan keadaan asfiksia, selain Skor APGAR, diperlukan juga hasil dari
pemantauan abnormalitas pada umbilical arterial blood gas, fungsi klinis sistem serebral, hasil
dari neuroimaging, neonatal electroencephalography, patologi plasenta, hasil tes hematologi,
dan indikasi adanya disfungsi multisistem organ.

Ketika bayi yang baru lahir memiliki Skor APGAR kurang dari atau sama dengan 5 pada menit
ke-5 maka sample dari umbilical arterial blood gas sebaiknya diambil. Uji patologi untuk
plasenta juga sebaiknya dilakukan.
Penilaian APGAR SKOR, jika bayi bernafas megap-megap atau lemah maka segera lakukan
tindakan resusitasi bayi baru lahir.

PENILAIAN APGAR SKOR

Nilai
Tanda 0 1 2
Denyut jantung(pulse) Tidak ada Lambat < 100 >100
Usaha Lambat, tidak Menangis dengan
Tidak ada
nafas(respisration) teratur keras
Fleksi pada
Tonus otot(activity) Lemah Gerakan aktif
ekstremitas
Kepekaan
Tidak ada Merintih Menangis kuat
reflek(gremace)
Tubuh merah
Seluruhnya merah
Warna(apperence) Biru pucat muda,
muda
ekstremitas biru

Sumber : Saifuddin, 2002

Klasifikasi :

a. Asfiksia ringan (apgar skor 7-10)

b. Asfiksia sedang (apgar skor 4-6)

c. Asfiksia berat (apgar skor 0-3)


2.6 Asuhan Keperawatan BBL

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI BARU LAHIR

PENGKAJIAN

Tanggal dan waktu pengkajian : 7 November 2012 pukul 09.10 WIB,Pengumpulan data
dengan observasi secara langsung dan medical report bayi.
Identitas Bayi

Nama : By Ny. W

Tanggal lahir/jam lahir :7 November 2012/ 08.24WIB

Jenis kelamin : Perempuan

No RM : 355629

Identitas Orang Tua :

Nama ibu : Ny. W

Umur : 27 tahun

Alamat : Kedawung Rt 17 / 17 slendrogesi sragen

Pendidikan : SD

Kebangsaan :Indonesia

Pekerjaan : Swasta

Agama : islam

Nama Ayah : Tn. H

Umur : 32 tahun

Alamat : Kedawung Rt 17 / 17 slendrogesi sragen

Pendidikan :SD

Kebangsaan :Indonesia

Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam

Riwayat kehamilan dan kelahiran

a) Prenatal

Jumlah Pemeriksaan ke bidan sebanyak 6x di bidan desa.Melakukan imunisasi TT lengkap ,


HPMT : 22-2-2012,HPL 29-11-2012 kenaikan BB selama hamil 10kg

b) Intranatal

Bayi Ny.W lahir tanggal 7 November 2012 jam 08.24WIB masa gestasi 37 minggu status
gestasi G3P2A0 bayi dilahirkan secara spontan dibantu oleh dokter tempat melahirkan di RSUD
SRAGEN

c) Post natal

APGAR score 7-9-10 jenis kelamin perempuan, BB= 2850 gr, PB = 45cm, LK=32cm,
LD=31cm air ketuban jernih, tali pusat masih basah dan rapuh.

Nilai APGAR

Angka penilaian 1 Menit 5 Menit 10 Menit


0 1 2
Bunyi Tidak ada Lambat Diatas 100 2 2 2
jantung (<100)
Pernafasan Tidak ada Tidak menangis 2 2 2
teratur
Tonus otot Lemas Sedikit Pergerakan 1 1 2
fleksi aktif
Reflek Tidak ada Menyeringai Menangis 1 2 2
kuat
Warna Biru pucat Badan Seluruh 1 2 2
merah badan
extermitas merah
biru

Jumlah 7 9 10

PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : compos mentis

Keadaan umum : cukup baik

1.TTV

DJA : 144 x/mnt

Suhu : 37o C

Respirasi : 44 x/mnt
2.Kepala

Cepal hematoma : tidak ada

Cepal succedenium : tidak ada

Sutura : Belum menutup

Rambut :Hitam Halus

3.Mata

Kesimetrisan : Simetris antara mata kanan dan kiri

Sklera : Putih tidak ada ikhterus

Konjungtiva : Merah muda

4.Hidung

Lubang hidung : Ada dan kedua lubang hidung simetris

Cuping hidung : Ada

5.Mulut dan Lidah

Palatum : Normal

Warna palatum : Merah muda

Warna lidah : Merah muda


Refleks hisap dan menelan :

-moro: reflek kejutan dibagian extermitas atas atau bawah (ada respon)

-graspy: ada reflek genggam extermitas atas dan bawah (ada reflek)

-stepping: menunjukan reflek seperti berjalan(belum ada reflek berjalan)

-Rooting: menunjukan reflek seperti mencari putting susu(Ibu belum menyusui bayi)

-sucking: menunjukan reflek hisap yang kuat(ada,namun masih belum kuat,belum terlatih)

6.Telinga

Kesimetrisan : Simetris antara kiri dan kanan

Warna : Sama dengan kulit wajah

Daun telinga : ada

Lekuk telinga : ada

Cairan yang keluar : Tidak ada dan tidak ada lesi

7.Leher

Kelenjar Thyroid : Tidak ada pembesaran

JVP : Tidak ada peninggian

8.Dada

DJA : 144 x/mnt


Gerakan : Dapat mengembang dan mengempis

9.Mamae

Putting : ada

Areola : menyebar disekitar putting

10.Abdomen

Bentuk : Bulat lonjong

Bising usus : ada

Tali pusat : masih basah dan rapuh

11.Punggung,Pinggul,dan Bokong

Tonjolan punggung : Tidak ada

Lipatan bokong : Simetris

Warna kulit bokong : Merah

12.Genetalia

Kondisi :Labia mayora menutupi labia minora

Keluar cairan : tidak ada


13.Tangan

Pergerakan : Baik

Jari tangan kanan/kiri : Lengkap

Reflek menggenggam : ada

Warna :merah,sedikit kebiru-biruan

14.Kaki

Pergerakan : baik

Jari kaki kanan/kiri : Lengkap

Refleks babinski : belum

15.Badan

Aktivitas : Baik

Warna kulit : Merah,penurunan jumlah lemak subcutan

Lanugo : Ada

Cyanosis : pada ekstermitas

Tekstur : Halus

16.Anus : mempunyai lubang anus

Pemeriksaan data penunjang tanggal 7-11-2012 jam 08.30 hasil tanggal 7-11-2012 jam 13.05
DATA HASIL NILAI NORMAL
Hematologi

Hemoglobin 20.6 12.7-18.7

Eritrosit 5.36 4.1-5.3

Hematokrit 60.1 42-62

Indek eritrosit

MCV 112.2 84-128


MCH
MCHC 38.4 26-28

Lekosit
34.3 26-34

Trombosit
15.30 6-17.5

RDW-CV
258 150-450

MPV
14.9 11.5-14.5

Neutrofil
8.1 7.2-11.1

MXD
32.3 40-74

Limfosit
10.1 4-18

Masa pembekuan/CT
57.6 19-48

Masa perdarahan/BT
1.30 1-3

Golongan darah
2.00 1-6

GDS
B

71 30-60
DATA FOKUS

DS: Bayi Ny.W lahir tanggal 7 November 2012 jam 08.24WIB masa gestasi 37 minggu status
gestasi G3P2A0 bayi dilahirkan secara spontan dibantu oleh dokter tempat melahirkan di RSUD
SRAGEN

DO:

APGAR score 7-9-10 jenis kelamin perempuan, BB= 2850 gr, PB = 45cm, LK=32cm,
LD=31cm air ketuban jernih, tali pusat masih basah dan rapuh. Kesadaran : compos
mentis,.Keadaan umum : cukup baik sucking: menunjukan reflek hisap yang kuat(ada,namun
masih belum kuat,belum terlatih),Ibu belum menyusui, DJA: 144 x/mnt,Suhu: 37 C,Respirasi:
44 x/mnt

ANALISIS DATA

No Data fokus Problem Etiologi


1 DS= Bayi Ny.W lahir tanggal 7 Resiko Perubahan suhu BBL  perbedaan
November 2012 jam 08.24WIB masa tubuh: suhu tubuh dalam
gestasi 37 minggu status gestasi hipotermi/hypertermi perut ibu dan
G3P2A0 bayi dilahirkan secara lingkungan
spontan dibantu oleh dokter tempat luaradanya factor
melahirkan di RSUD SRAGEN kondisi,radiasi dan
evaporasi Resiko
DO=keadaaan compos mentis
terjadi perubahan
TTV=TD=- S=37 C suhutubuh

R=44x/menit N=144x/menit

UK=37 minggu,penurunan lemak


subcutan dalam kulit
2 Ds= Bayi Ny.W lahir tanggal 7 Resiko pemenuhan BBL  refleks
November 2012 jam 08.24WIB masa nutrisi kurang dari menghisap (+) belum
gestasi 37 minggu status gestasi kebutuhan tubuh terlatih dan imaturitas
G3P2A0 bayi dilahirkan secara saluran cerna
spontan dibantu oleh dokter tempat intake dan output
melahirkan di RSUD SRAGEN nutrisi  Resiko
terjadinya
Do=kesadaran compos mentis
pemenuhan

BB=2850gram gangguan nutrisi

PB=45cm LK=32cm

LD=31cm APGAR score7-9-10

Reflek hisap belum kuat dan belum


terlatih,Ibu belum menyusui

3 Ds= Bayi Ny.W lahir tanggal 7 Resiko infeksi Faktor lingkungan


November 2012 jam 08.24WIB masa dan Tali pusat basah
gestasi 37 minggu status gestasi  bakteri mudah
G3P2A0 bayi dilahirkan secara menempel dan
spontan dibantu oleh dokter tempat berkembang biak 
melahirkan di RSUD SRAGEN Resiko terjadinya
infeksi.
Do= tali pusat masih basah dan rapuh
TTV= TD=- S=37C
R=44x/menit

N=144x/menit

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi


Keperawatan
1 Resiko Perubahan suhu Setelah dilakukan Mengatur temperature :
tubuh: tindakan keperawatan
hipotermi/hypertermi selama 3X 24 jam 1.Monitor temperatur klien sampai
yang berhubungan diharapkan klien stabil
dengan lingkungan terhindar dari ketidak-
2.Monitor nadi, pernafasan
yang baru (udara luar) seimbangan suhu tubuh
dan penurunan jumlah dengan KH : 3. Monitor warna kult
lemak subcutan.
Termoregulasi 4. Monitor tanda dan gejala
Neonatus hipotermi / hipertermi

- Suhu 36,5-37,5˚ C 5. Perhatikan keadekuatan intake


cairan
- RR : 30-60 X/menit

6. Pertahankan panas suhu tubuh


- HR 120-140 X/menit
bayi (missal : segera ganti pakaian

- Warna kulit merah jika basah)


muda
7. Bungkus bayi dengan segera

- Tidak ada distress setelah lahir untuk mencegah

respirasi kehilangan panas

- Hidrasi adekuat 8. Jelaskan kepada keluarga tanda


- Tidak menggigil dan gejala hipotermi / hipertermi

- Bayi tidak letargi 9 Letakkan bayi setelah lahir di


bawah lampu sorot / sumber panas

10. Jelaskan kepada keluarga cara


untuk mencegah kehilangan panas /
mencegah panas bayi berlebih

11 Tempatkan bayi di atas kasur dan


berikan selimut dan ganti popok bila
basah
2 Resiko pemenuhan Setelah dilakukan Pemenuhan Nutrisi Bayi
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan
kebutuhan tubuh selama 3X 24 jam 1.Kaji kebutuhan nutrisi Bayi
berhubungan dengan diharapkan pemenuhan
2.Observasi intake dan output.
ketidakmampuan tubuh nutrisi bayi dapat
dalam mencerna nutrisi terpenuhi 3.Observasi reflek hisap dan
(imaturitas saluran menelan.
cerna). Dengan KH:

4.Beri minum sesuai program


-Reflek hisap dan
menelan baik 5.Monitor tanda-tanda intoleransi
terhadap nutrisi parenteral.
-Muntah (-)

6.Kaji kesiapan ibu untuk menyusui.


-Kembung (-)

7.Timbang BB setiap hari.


-BAB lancar

-Berat badan
meningkat 15 gr/hr

-Turgor elastis.
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan Mengontrol Infeksi :
tindakan keperawatan
b/d kurangnya selama 3X 24 jam, 1. Bersihkan box / incubator setelah
pertahanan imunologis, pasien diharapkan dipakai bayi lain
faktor lingkungan dan terhindar dari tanda dan
tali pusat masih basah 2 Pertahankan teknik isolasi bagi
gejala infeksi dengan
bayi ber-penyakit menular
KH :

3.Batasi pengunjung
Status Imun :

4. Instruksikan pada pengunjung


- RR : 30-60X/menit
untuk cuci tangan sebelum dan

- Irama napas teratur sesudah berkunjung

-Suhu 36-37˚ C 5.lakukan perawatan tali pusat secara


rutin dgn prinsip asertif
- Integritas kulit baik
6. Cuci tangan sebelum dan sesudah
- Integritas nukosa mela-kukan tindakan keperawatan
baik
7 Pakai sarung tangan dan baju
Leukosit dalam batas sebagai pelindung
normal
8. Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat

9. mengukur TTV

10. Tingkatkan intake nutrisi


11.Kolaborasi: Beri antibiotik.

Mencegah Infeksi

1. Monitor tanda dan gejala infeksi


sistemik dan lokal

2 Batasi pengunjung

3 Pertahankan teknik aseptik pada


bayi beresiko

4.Bila perlu pertahankan teknik


isolas

5. Inspeksi kulit dan membran


mukosa terhadap kemerahan, panas,
dan drainase,perawtan tali pusat
secara berkala

6. Dorong masukan nutrisi yang


cukup

7 Kolaborasi:Berikan antibiotik
sesuai program

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No Tanggal Jam Tindakan Hasil Prf


Dx
(WIB)
1,3 07-11-12 09.10 Mengukur TTV DO: S=37C
R=44x/menit
N=144x/menit

DS:Bayi menangis
kuat
1 07-11-12 09.15 Meletakkan bayi di infarm DO:Bayi terlihat diam
warmer
DS:-
1 07-11-12 09.2O Memantau hasil AGD bayi DO:tampak AGD pada
bayi 71mgdl

DS:-
3 07-11-12 09.25 Memandikan bayi , melakukan DO:bayi sudah mulai
tindakan asertif dan melakukan bergerak
perawatan tali pusat aktif,menangis saat
dimandikan

DS:-
1,3 07-11-12 09.40 Memberikan injeksi vitamin k DO:bayi tampak
1mg dan menangis dengasn
keras
ampicillin 150mg/12jam
DS:-

1 07-11-12 09.45 Memakaikan baju ,popok dan DO:bayi tampak


gedong pada bayi merasa hangat

DS:-
2 07-11-12 10.00 Melakukan tindakan asertif DO: bayi tampak
sebelum memegang bayi belum terlalu kuat
(memberikan minum susu 60 cc) mengedot dengan
botol

DS:-
3 07-11-12 11.00 Menganti popok dan gedong bayi DO:bayi tampak BAK
dan BAB,bayi
menangis.

DS:-
1,3 07-11-12 12.30 Megukur TTV DO: S=37,2C
R=44x/menit

N=144x/menit

DS:-
2,3 07-11-12 13.00 Melakukan tindakan asertif DO:bayi masih belum
sebelum memegang bayi kuat menyedot susu
(memberikan minum susu 40 dalam botol,ibu dan
cc),memberikan pengarahan kpd ayah bayi terlihat
keluarga pasien untuk melakukan mengangguk
tindakan asertif sebelum
meemegang bayi DS:ibu dan ayah bayi
berkata memahami
3 07-11-12 14.00 Menganti popok dan gedong DO:bayi tampak
menangis

DS:-
3 07-11-12 15.45 Memandikan bayi dan melakukan DO:bayi bergerak
perawatan tali pusat aktif,menangis dan tali
pusar masih basah.

DS:-
1 07-11-12 15.55 Memakaikan baju,popok dan DO: bayi terlihat
mengedong pada bayi nyaman

DS:-
2 07-11-12 16.15 Memberikan minum susu (40 cc) DO:bayi terlihat
menyedot dengan
kencang

DS:-
\1 07-11-12 18.00 Menganti popok dan gedong bayi DO: bayi tampak
tertidur dan bayi BAK

DS:-
2 07-11-12 19.00 Memberikan minum susu (40 cc) DO: bayi terlihat
hanya menghabiskan
20cc saja

DS:-
1,3 07-11-12 20.00 Memberikan injeksi ampicillin DO: bayi menangis
150 mg
DS:-
1,2,3 07-11-12 20.45 Menganti popok dan gedong bayi DO: bayi tampak
dan mengkaji kesiapan ibu untuk BAB,ibu terlihat
menyusui memegang
payudaranya

DS:ibu berkata asi


sudah keluar sedikit
3 08-11-12 07.00 Melakukan tindakan asertif DO:perawat tampak
sebelum memegang bayi sudah melakukan
tindakan cuci tangan

DS :-
3 08-11-12 07.10 Menganti popok dan gedong dan DO: bayi bergerak
memonitor tanda-tanda infeksi aktif saat diganti
popok dan
gedongnya,tidak ada
tanda-tanda infeksi

DS:-
1 08-11-12 07.15 Memanasi bayi dengan sinar DO:bayi terlihat
matahari,memberi pemahaman nyaman,
untuk pembatasan pengunjung
DS:keluarga
mengamati memahami
apa yg dikatakan
perawat
2 08-11-12 08.00 Menimbang bayi DO:berat badan bayi
2850 gram

DS:-
3 08-11-12 08.10 Memandikan dan merawat tali DO:bayi menangis,tali
pusat pusat masih agak
basah

DS:-
1,3 08-11-12 08.20 Menginjeksi ampicillin 150 mg DO:bayi terlihat
menangis dengan
keras

DS:-
1 08-11-12 08.30 Memakaikan baju,popok dan DO: bayi tidak
gedong bayi menangis,bayi tampak
hangat dan nyaman.

DS:-
2 08-11-12 08.45 Memberikan minum susu (60 cc) DO: bayi membuka
mata dan mengedot
dengan kuat.

DS:-
1,3 08-11-12 11.30 Mengukur TTV DO: N:14Ox/menit

R:40x/menit

S: 37,1OC

DS:-
2 08-11-12 12.15 Memberikan minum susu (40 cc) DO: bayi tampak
tertidur dan
menghabiskan susunya
3 08-11-12 13.45 Menganti gedong dan popok bayi DO:bayi tampak BAK
dan BAB

DS:-
1 09-11-12 07.00 Memanasi bayi dengan sinar DO:bayi tampak
matahari tertidur dengan
nyenyak

DS:-
3 09-11-12 07.20 Menganti popok dan baju bayi DO: bayi terlihat
menangis dan BAK

DS:-
2 09-11-12 Menimbang berat badan bayi DO:tampak berat
badan bayi turun
menjadi 2800 gram

DS:-
3 09-11-12 Memandikan dan merawat tali DO:bayi aktif bergerak
pusar dan tali pusar sudah
kering

DS:-
1,3 09-11-12 Melakukan injeksi ampicillin 150 DO:bayi tampak
mg menangis

DS:-
1 09-11-12 Memakaikan baju,popok dan DO:bayi tampak
gedong bayi. hangat dan tidak
menangis.

DS:-
2 09-11-12 Memberikan minum asi (60 cc) DO:bayi terlihat tidur
dan menghisap putting
susu ibu dengan kuat

DS:-
1,3 09-11-12 Mengukur TTV DO: N:140x/menit

R:40x/menit

S:37,10C

DS:-
3 09-11-12 Menganti popok dan gedong bayi DO:bayi tampak
menangis

DS:-
2 09-11-12 Memberikan minum asi (40 cc) DO:bayi menyedot
dengan kuat

DS:-
EVALUASI KEPERAWATAN

Dx.1 (Resiko Perubahan suhu tubuh: hipotermi/hypertermi yang berhubungan dengan


lingkungan yang baru (udara luar) dan penurunan jumlah lemak subcutan.

S :-

O : Suhu tubuh bayi dalam batas normal tidak terdapat tanda-tanda hipotermi

N :140X/menit

S :37,10C

R:40x/menit

A : Masalah teratasi

P : hentikan intervensi

Dx . 2 (Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan tubuh dalam mencerna nutrisi (imaturitas saluran cerna).

S :-

O : bayi mengalami penurunan , berat badan menjadi 2800 gram

A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi

- Intake dan output makanan seimbang


Dx. 3 (Resiko infeksi b/d kurangnya pertahanan imunologis, faktor lingkungan dan tali pusat
masih basah .

S :-

O : Tidak ada tanda-tanda infeksi,tidak ada renbesan,flebitus,tidak ada oedema, tali pusat sudah
mulai mengering.

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan Intervensi

- Observasi kondisi bayi dan tanda-tanda vital

- pertahankan prosedur tindakan asertif

Anda mungkin juga menyukai