Anda di halaman 1dari 7

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/284167063

Keabsahan Perjanjian Lama

Article · September 2011

CITATIONS READS

0 119

1 author:

Hengki Wijaya
Sekolah Tinggi Theologia Jaffray, Indonesia, …
48 PUBLICATIONS 0 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

writing article about Stop Narkoba View project

Available from: Hengki Wijaya


Retrieved on: 05 October 2016
1
Oleh Hengki Wijaya

KEABSAHAN PERJANJIAN LAMA

Pendahuluan

Apakah anda memercayai Alkitab secara keseluruhan yaitu Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru? Apakah dapat dipercaya keabsahan Perjanjian Lama?. Banyak
pertanyaan akan muncul kemudian, namun kami mencoba menjelaskannya dalam
makalah ini mengenai keabsahan Perjanjian Lama. Untuk membuktkan keabsahan
Perjanjian Lama maka digunakan sumber bacaan dan tentunya Alkitab sendiri sebagai
sumber dan biarlah Alkitab juga menjawab pertanyaan yang ada. Kita membutuhkan
setidaknya empat hal yaitu menjelaskan tentang otoritas Perjanjian Lama, kanon
Perjanjian Lama, Penulisan naskah Perjanjian Lama dan dukungan Arkeologi untuk
membuktikan Perjanjian Lama bukanlah suatu mitos atau cerita khayalan saja.

Otoritas Perjanjian Lama


Yesus dan para penulis Perjanjian Baru menunjukkan bahwa Perjanjian Lama
adalah perkataan Tuhan. Kadang-kadang mereka berbicara mengenai Perjanjian Lama
secara keseluruhan, dalam kesempatan lain mereka berbicara mengenai bagian tertentu
bahkan mengenai kata tertentu, tata bahasa, atau bagian dari kata yang memiliki otoritas
Tuhan.1
Dalam 2 Timotius 3:16 menyatakan 'Segala tulisan yang diilhamkan Allah' yang
mengacu kepada keseluruhan Perjanjian Lama. Perjanjian Baru juga menyebut
Perjanjian Lama sebagai Kitab Suci, misal Yesus mengatakan 'Kitab Suci tidak dapat
dibatalkan' (Yohanes 10:35), 'kamu tidak mengerti Kitab Suci' (Matius 22:29). Paulus
menyebut Perjanjian Lama sebagai firman Allah (Roma 3:2). Perjanjian Lama disebut
sebagai hukum Taurat yang berotoritas (Yohanes 10:34; Yohanes 12:34). Kalimat 'Apa
yang tertulis dalam hukum Taurat harus digenapi' (Matius 5:17; Lukas 24:44)
menunjukkan otoritas Tuhan dari Perjanjian Lama.2
Biasanya Perjanjian Lama dibagi menjadi 2 : Hukum Taurat dan kitab nabi-nabi.
Hukum Taurat adalah 5 buku pertama yang ditulis Musa . Hukum Taurat ini disebut
oleh Perjanjian Baru sebagai perkataan Allah (2 Korintus 3:15; Kisah Para Rasul 13:39;
Markus 12:26). Perkataan nabi-nabi dimasukkan sebagai bagian selanjutnya Perjanjian

1
Lasor, W.S., D.A. Hubbard, dan F.W. Bush. Pengantar Perjanjian Lama I. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1993, 25-33.
2
Ibid
2
Oleh Hengki Wijaya

Lama (Yohanes 1:45; Lukas 18:31). Dalam 2 Petrus 1:21 sangat jelas menyatakan
bahwa tulisan nubuat berasal dari Tuhan, "sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh
kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama
Allah". 3
Kutipan-kutipan ada yang didahului "tertulis", "supaya digenapi", "hingga bumi
dan langit berlalu" (Matius 5:18), "kamu salah, jika kamu tidak percaya" (Matius
22:29), bahkan "Tuhan berfirman" (Matius 15:4). Pendek kata apa yang tertulis di
Perjanjian Lama diperlakukan sebagai perkataan-perkataan Tuhan.4
Yesus dan penulis-penulis Perjanjian Baru tidak hanya mengutip Perjanjian Lama
sebagai tulisan yang diwahyukan, tetapi juga mengajarkan kebenaran peristiwa-
peristiwa yang dituliskan di dalam Perjanjian Lama. Yesus sendiri mengajarkan
penciptaan Adam dan Hawa (Matius 19), banjir zaman Nuh (Lukas 17:27), Yunus dan
ikan besar (Matius 12:40), Mujizat Elia (Lukas 4:25), dan mujizat Musa di padang
gurun (Yohanes 3:14, Yohanes 6:32).5
Kanon
Dalam pembentukan kanon Perjanjian Lama,6 ada empat langkah yang berkaitan
erat tetapi dapat dibedakan dengan mudah, yakni: ucapan-ucapan, tulisan-tulisan,
kumpulan kitab-kitab dan kanon yang baku.
a. Ucapan-ucapan berwibawa
Israel mulai mengenal konsep kanon ketika mereka menerima hukum Taurat
dengan perantaraan Musa di Gunung Sinai. Allah memberikan firman-Nya, Israel
berikrar untuk menaatinya dan Musa mencatatnya dalam bentuk tulisan (Kel
24:3-4). Benih-benih kanon telah ada lebih awal daripada itu, yaitu ketika orang-
orang Israel semakin menyadari peranan mereka yang khusus dalam rencana
keselamatan Allah. Mereka harus menjunjung tinggi perintah-perintah dan janji-
janji Allah yang dikukuhkan kepada bapak-bapak leluhur Israel sebagai firman
Allah yang kudus yang dapat memberikan kekuatan dan penghiburan.

3
Lasor, W.S., D.A. Hubbard, dan F.W. Bush. Pengantar Perjanjian Lama I. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1993, p. 25-33.
4
Ibid
5
Ibid
6
Ibid p. 45-51.
3
Oleh Hengki Wijaya

b. Tulisan-tulisan berwibawa
Menurut Ulangan 31:24-26, Musa “selesai menuliskan perkataan hukum
Taurat itu dalam sebuah kitab” dan memerintahkan orang-orang Lewi,
“letakkanlah di samping tabut perjanjian ….. supaya menjadi saksi di situ
terhadap engkau. Otoritas yang mengikat dari kitab itu ditegaskan kembali
kepada Yosua, 'Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi
renungkanlah itu Siang dan malam . . .” (Yos 1:8).
c. Kumpulan kitab-kitab berwibawa
Secara tradisional, kitab-kitab suci Yahudi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
Taurat, Nabi-nabi dan Kitab-kitab. Mungkin sekali pembagian itu tidak hanya
menunjukkan perbedaan-perbedaan dalam isi, tetapi juga memperlihatkan tahap-
tahap dalam pembentukan kanon.
Kelima kitab Taurat (Ibr. tora), yang disebut juga “kitab-kitab Musa” atau
“Pentateukh”, mungkin sekali mencapai bentuknya yang dikenal sekarang kira-
kira pada zaman Raja Daud (sekitar 1000 sM). Diperkirakan sejumlah kecil revisi
berlangsung selama abad-abad berikutnya hingga zaman Ezra (kira-kira 400 sM).
Kitab Nabi-nabi (Ibr. nevi'im) biasanya dibagi dalam dua kelompok.
Kelompok pertama disebut “Nabi-nabi Terdahulu” dan merupakan kitab-kitab
sejarah, yaitu Kitab Yosua, Hakim-Hakim, Samuel dan Raja-Raja. Kelompok
kedua disebut “Nabi-nabi Kemudian” yang merupakan kitab para pemberita
firman Allah, yaitu Yesaya, Yeremia, Yehezkiel dan kedua belas nabi kecil.
Istilah “nabi kecil” dipakai karena tulisan-tulisannya singkat dan kedua belas
kitab itu acapkali ditempatkan dalam satu gulungan.
Persoalan dengan “Kitab-kitab” (Ibr. ketuvim) lebih rumit lagi karena sifat
kitab-kitabnya yang beraneka ragam. Kitab Mazmur, Amsal dan Ayub berisi
syair dan doa. Lima dari kitab-kitab itu, yang tertulis dalam gulungan-gulungan
tersendiri, dibacakan secara terpisah pada hari-hari raya tertentu: Kitab Kidung
Agung pada pesta Paskah; Kitab Rut pada pesta Pentakosta; Kitab Ratapan pada
tanggal Sembilan bulan Ab (hari ketika Yerusalem dihancurkan pada tahun 586
sM); Kitab Pengkhotbah pada pesta Pondok Daun; dan Kitab Ester pada hari raya
Purim. Kitab Daniel adalah satu-satunya tulisan nabi dalam bagian “Kitab-kitab”
dan bagian ini dalam Alkitab Ibrani diakhiri dengan beberapa kitab sejarah, yakni
Ezra, Nehemia dan Tawarikh.
4
Oleh Hengki Wijaya

d. Kanon yang baku


Kanon Ibrani
Dalam Perjanjian Baru, Yesus pernah menyebut “kitab Taurat Musa dan
kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur” (Luk 24:44). Namun Perjanjian Lama lebih
sering disebut “hukum Taurat dan kitab para nabi” (misalnya Mat 5:17; Luk
16:16) yang agaknya memuat Kitab-kitab dalam bagian “Nabi-nabi”. Penulis-
penulis Perjanjian Baru tidak menyebutkan tulisan-tulisan Apokrifa secara
langsung. Mungkin saja kanon Perjanjian Lama yang mereka pergunakan sama
dengan yang dikenal pada masa kini. Demikian pula, meskipun kita tidak dapat
memastikan isi kanon mereka secara tepat, namun tidak ada bukti yang
mengatakan bahwa Filo (On the Contemplative Life ii. 475) atau Yosefus (Contra
Apionem i.8) - keduanya sezaman dengan Perjanjian Baru - mencantumkan kitab-
kitab yang tidak terdapat dalam Perjanjian Lama yang ada sekarang ini.
Kanon Samaria
Tentu saja ada pendekatan-pendekatan yang berbeda terhadap kanon pada
zaman dulu. Orang Samaria yang putus hubungan dengan orang Yahudi sejak
zaman Nehemia (kira-kira 450 sM) dan mempunyai upacara-upacara keagamaan
sendiri, hanya menerima kitab-kitab Taurat. Kumpulan kitab Nabi-nabi yang
acapkali mengkritik kerajaan utara yang beribukotakan Samaria, dan Kitab-kitab
yang sangat erat kaitannya dengan Rumah Allah di Yerusalem, tidak
diikutsertakan.
Kanon Yahudi dan kanon Kristen
Spekulasi Yahudi tentang kanon itu berlanjut sampai zaman Kristen. Namun
spekulasi itu agaknya terbatas pada persoalan mengenai apakah kitab-kitab
tertentu seharusnya dipertahankan dalam kanon. Antara lain, pernah dipersoalkan
tentang Kitab Ester (yang tidak menyebut Allah), Kitab Pengkhotbah (yang sarat
dengan skeptisisme dan tanda-tanda medonisme), Kitab Kidung Agung (yang
berisikan pengungkapan cinta yang penuh gairah), Kitab Amsal (yang dianggap
berisi kontradiksi) dan Kitab Yehezkiel (yang oleh sebagian orang dianggap
bertentangan dengan Taurat). Masalahnya bukan apakah kitab-kitab baru harus
diikutsertakan, tetapi apakah semua kitab yang sudah diakui itu cukup suci untuk
tetap diikutsertakan.
5
Oleh Hengki Wijaya

Penulisan Perjajian Lama

Para penulis zaman Talmud begitu yakin bahwa setelah mereka selesai menyalin
sebuah naskah Alkitab mereka memunyai sebuah duplikat yang sama persis, sehingga
mereka akan memberikan otoritas yang sama kepada salinan yang baru.7

Frederick Kenyon dalam Our Bible and the Ancient Manuscript mengupas lebih
jauh mengenai hal di atas dan pemusnahan naskah yang lebih kuno: “Sikap ekstrim
yang sama yang yang dicurahkan dalam penyalinan askah Alkitab juga menjadi alasan
bagi lenyapnya naskah-naskah yang lebih tua. Bila sebuah naskah telah disalin dengan
ketelitian sebagaimana yang digariskan oleh Talmud, dan telah diperiksa kebenarannya,
maka ia dipandang sebagai naskah asli dan memunyai nilai yang sama dengan naskah-
naskah lainnya. Bila semuanya sama persis, maka usia tidak aka nada artinya bagi
suatu naskah; sebaliknya, usia justru merupakan faktor yang merugikan, karena sebuah
naskah cenderung rusak atau rapuh dengan berjalannya waktu. Sebuah naskah yang
rusak atau tidak lengkap akan dipandang tidak layak untuk digunakan.8
Kaum Masoret (dari kata massora, “Tradisi”) mengembang tugas yang sangat
melelahkan untuk mengedit teks dan menstandarisasikannya. Kantor pusat mereka
berada di Tiberias. Teks yang digeluti oleh para Masoret itu disebut “ Teks Masoret.”
Teks yang dihasilkan menunjukkan penambahan vocal untuk membantu pengucapan
yang benar. Teks Masoret inilah yang menjadi teks Alkitab standar yang sekarang.9
Sir Frederick Kenyon mengatakan: “Di samping mencatat berbagai variasi
perbedaan penulisan, tradisi, atau perkiraan, kaum Masoret juga melakukan sejumlah
penghitungan yang sepertinya tidak ada hubungan dengan penelitan teks. Mereka
menomori ayat, kata dan huruf dari setiap kitab. Mereka memperhitungkan kata tengah
dan huruf tengahnya masing-masing. Mereka menandai ayat-ayat yang mengandung
semua huruf dalam alphabet, atau suatu jumlah tertentu daripadanya dan seterusnya.
Mungkin kita menganggap semuanya itu tidak perlu, namun sesungguhnya ia
membantu memberikan perhatian ekstra ketat kepada penyalinan teks secara tepat; dan

7
Mcdowell, Josh. Aplogetika Bukti yang Meneguhkan Kebenaran Alkitab, Jilid I. Malang:
Gandum Mas, 2007, p. 96.
8
Ibid p. 98.
9
Ibid. p. 99.
6
Oleh Hengki Wijaya

tidak lain menunjukkan penghormatan yang berlebihan pada Kitab Suci yang kudus,
yang mau tidak mau harus kita puji. Kaum Masoret memangsangat bersemangat agar
tidak ada satu iota atau titik, atau huruf atau bagian huruf yang terkecil, dari Taurat akan
terlewatkan atau hilang.10
Arkeologi
Gleason Archer, ketika membandingkan penyimpangan naskah teks Kitab suci
Ibrani dengan kesusastraan sebelum Kristus seperti Kitab Kematian Mesir, menyatakan
bahwa adalah sangat mengangumkan bahwa teks Ibrani tidak mengalami kerusakan atau
perubahan teks seperti karya satra lain pada zamannya. Dia menulis:11
“Meskipun dua buah salinan kitab Yesaya yang diketemukan di Gua Kumran I
dekat Laut Mati pada tahun 1947 berusia seribu tahun lebih tua daripada naskah
tertua yang pernah diketemukan sebelumnya (980 M), mereka ternyata
menunjukkan ketepatan kata demi kata dengan Alkitab Ibrani standar kita sampai
lebih dari 95 persen dari seluruh teks. Lima persen penyimpangannya sebagian
besar terdiri dari salah tulis dan variasi dalam pengejaan. Bahkan fragmen-
fragmen naskah Laut Mati dari Ulangan dan Samuel yang tampaknya berasal dari
naskah induk yang berbeda dengan yang menurunkan Alkitab Ibrani kita tidak
menunjukkan suatu perbedaan doktrin atau ajaran. Mereka sama sekali tidak
memengaruhi pesan-pesan pernyataan Allah.

William F. Albright (terkenal karena nama baiknya sebagai salah satu arkeolog
besar)12
“Tidak mungkin ada keragu-raguan lagi bahwa arkeologi telah mengokohkan
kebenaran historis yang sangat kuat tentang tradisi Perjanjian Lama… Sikap
curiga secara berlebihan terhadap Alkitab –yang ditunjukkan oleh kelompok-
kelompok berpengaruh peneliti aspek historis Alkitab dari abad delapan belas dan
sembilan belas– telah makin disangsikan, walaupun tahap-tahap tertentu
daripadanya secara berkala masih muncul. Penemuan demi penemuan telah
meneguhkan ketepatan hal-hal rinci yang tidak terhingga banyaknya, dan telah
menyebabkan pengakuan yang makin bertambah-tambah terhadap nilai Alkitab
sebagai sumber sejarah.”

10
Ibid. p. 99.
11
Ibid. p. 97.
12
Ibid. p. 111.

Anda mungkin juga menyukai