Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

PEMBEBANAN JEMBATAN
4.1 Pembebanan Pada Jembatan
Pembebanan untuk merencanakan jembatan jalan raya merupakan dasar
dalam menentukan beban-beban dan gaya-gaya untuk perhitungan tegangan-
tegangan yang terjadi pada setiap bagian jembatan jalan raya. Penggunaan
pembebanan ini dimaksudkan agar dapat mencapai perencanaan yang aman dan
ekonomis sesuai dengan kondisi setempat, tingkat keperluan, kemampuan
pelaksanaan dan syarat teknis lainnya, sehingga proses pelaksanaan dalam
perencanaan jembatan menjadi efektif. Pembebanan berdasarkan pada muatan dan
aksi- aksi yang terjadi pada jembatan berdasarkan peraturan yang ada dalam RSNI
T-02-2005.
Aksi-aksi (beban, perpindahan dan pengaruh lainnya) dikelompokan menurut
sumbernya kedalam beberapa kelompok, yaitu :
1. Aksi tetap.
2. Aksi lalu-lintas.
3. Aksi lingkungan (angin, hujan, gempa, dsb.)
4. Aksi-aksi lainnya.
Berdasarkan lamanya bekerja, aksi dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Aksi tetap : aksi yang bekerja sepanjang waktu atau pada jangka waktu
yang lama.
2. Aksi transient : aksi yang bekerja dalam jangka waktu yang pendek.

4.2 Beban Mati Tambahan ( DL )


Beban mati adalah beban yang terdiri dari berat masing – masing bagian
struktural dan elemen– elemen non-strukturalnya. Beban mati yang berasal dari
bagian jembatan yang sifatnya tetap disebut beban mati berat sendiri, sedangkan
beban mati yang berasal dari bagian jembatan yang sifatnya bisa dihilangkan atau
sementara disebut beban mati tambahan.
Pada program SAP2000, berat sendiri struktur sudah diperhitungkan secara
otomatis, sehingga tidak perlu melakukan input beban ke SAP. Beban mati
tambahan, nilainya ditentukan tergantung dari jenis material yang digunakan dan
nilai beban mati tambahan harus diinput secara manual ke dalam program
SAP2000. Perhitungan beban mati tambahan jembatan dapat dilihat pada Tabel
4.1 berikut :
Tabel 4.1 Perhitungan Beban Mati Tambahan

4.3 Beban Hidup ( LL )


Beban hidup adalah semua berat benda yang melintas pada jembatan, yaitu
berat kendaraan. Trailer yang melewati jembatan dan juga berat pejalan kaki yang
melewati jembatan.
4.3.1 Beban Lajur ( D )
Beban kendaraan yang berupa beban lajur (D) terdiri dari beban terbagi
rata (Uniformly Distributed Load) UDL dan beban garis (Knife Edge Load)
KEL seperti pada Gambar 4.1. UDL mempunyai intensitas q (kPa) yang
besarnya bergantung pada panjang bentang L yang dibebani lalu-lintas
seperti Gambar 2 atau dinyatakan dengan rumus:
q = 9,0 kPa untuk L ≤ 30 m
q = 9,0 (0,5 + 15/L) kPa untuk L > 30 m

Gambar 4.1 Beban Lajur ( D )


L = 30 m ; maka
q = 9,0 (0,5 + 15/30) = 9 kN/m
KEL mempunyai intensitas p = 49 kN/m
Faktor beban dinamis (Dinamic Load Allowance) untuk KEL
diambil sebagai berikut:
DLA = 0,4 untuk L ≤ 50 m
DLA = 0,4 – 0,0025 (L – 50) untuk 50 m < L < 90 m
DLA = 0,3 untuk L 90 m
Jarak antar gelagar (s) = 1,3 m
L = 30 m ; maka DLA = 0,4
Q TD = q . s = 9 x 1,3 = 1,218 kN/m
P TD = (1 + DLA) p . s = (1 + 0,4) 49 x 1,3 = 89,18 kN

Gambar 4.2 Distribusi Beban Lajur Pada Gelagar Jembatan


4.3.2 Beban Kendaraan
Beban hidup yang diperhitungkan adalah beban pejalan kaki
dan beban bergerak (kendaraan). Beban kendaraan yang diperhitungkan
adalah truk Sesuai SNI 1725-2016 pasal 8.4.1 seperti ditunjukan pada gambar
4.3.

Gambar 4.3 Distribusi Beban Kendaraan Rencana


4.3.3 Gaya Rem
Pengaruh pengereman dari lalu-lintas diperhitungkan sebagai gaya
dalam arah memanjang, dan dianggap bekerja pada jarak 1,80 m di atas lantai
jembatan. Besarnya gaya rem arah memanjang jembatan tergantung panjang
total jembatan:
H TB = 250 untuk L ≤ 80 m
H TB = 250 + 2,5 (L – 80) untuk 80 m < L < 180 m
H TB = 500 untuk L 180 m

Gambar 4.4 Distribusi Gaya Rem


Panjang gelagar (L) = 30 m
Gaya rem (HTB) = 250 KN
Jumlah gelagar ( n ) = 8 buah
Jarak gelagar (s) = 1,3 m
HTB
Gaya rem =
n
250
=
8

= 31,25 kN
Jumlah joint pada gelagar = 11 joint
Gaya Rem
Maka gaya rem yang bekerja pada joint gelagar =
Jumlah Joint
31,35
=
11

= 2,84 kN
4.3.4 Beban Hidup Pejalan Kaki
Semua komponen trotoar yang lebih dari 600 mm harus
direncanakan untuk memikul beban pejalan kaki dengan intensitas 5 kPa dan
dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraan pada masing –
masing lajur kendaraan. Jika trotoar dapat dinaiki maka beban pejalan kaki
tidak perlu dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraan.
Trotoar pada jembatan jalan raya direncanakan mampu memikul beban
sebagai berikut:
A = luas bidang trotoar yang dibebani pejalan kaki (m²).
Beban hidup merata pada trotoar:
Untuk A ≤ 10 m² q = 5 kPa

Untuk 10 m2 < A ≤ 100 m2 q = 5 – 0,033 x (A - 10) kPa


Untuk A > 100 m2 q = 2 kPa
Panjang bentang, L = 30 m
Lebar trotoar, bt = 0,75 m
Luas bidang trotoar, A = bt x L = 0,75 x 30 = 22,5 m²
Beban pada trotoar, Qp = 5 – 0,033x(A-10 )

= 5 – 0,033 x (22,5 - 10) = 4,5875 kN/m2

4.4 Beban Angin ( EW )


Tekanan angin yang diasumsikan disebabkan oleh angin rencana dengan
kecepatan dasar (VB) sebesar 90 hingga 126 km/jam. Beban angin harus
diasumsikan terdistribusi secara merata pada permukaan yang terekspos oleh
angin. Luas area yang diperhitungkan adalah luas area dari semua komponen,
termasuk sistem lantai dan railing yang diambil tegak lurus terhadap arah angin.
Arah ini harus divariasikan untuk mendapatkan pengaruh yang paling berbahaya
terhadap struktur jembatan atau komponen-komponennya.
(Sumber : SNI 1725-2016 Pasal 9.6 Hal 55).
Perencana dapat menggunakan kecepatan rencana dasar yang berbeda untuk
kombinasi pembebanan yang tidak melibatkan kondisi beban angin yang bekerja
pada kendaraan. Arah angin rencana harus diasumsikan horizontal. Tekanan
angin rencana dapat ditentukan dengan persamaan :
𝑉𝐷𝑍 2
𝑃𝐷 = 𝑃𝐵 𝑥 ( 𝑉𝐵 ) ................................................................... persamaan 1.1

Dengan,
PB = tekanan angin dasar
Tabel 4.2 Tekanan Angin Dasar
Gaya total beban angin tidak boleh diambil kurang dari 4,4 kN/m pada
bidang tekan dan 2,2 kN/mm pada bidang hisap pada struktur rangka dan
pelengkung, serta tidak kurang dari 4,4 kN/mm pada balok atau gelagar.

4.4.1 Tekanan Angin Horizontal ( VDZ )


Tabel 4.3 Nilai Vo dan Zo untuk berbagai variasi kondisi permukaan hulu

𝑉10 𝑍
𝑉𝐷𝑍 = 2,5 𝑥 𝑉𝑜 𝑥 ( ) ln ( )
𝑉𝐵 𝑍𝑜
Vo = 13,2 km / jam ( tabel 28 hal 56 )
Zo = 70 mm ( tabel 28 hal 56 )
90 10000
𝑉𝐷𝑍 = 2,5 𝑥 13,2 𝑥 (90) ln ( )
70

= 163,74 km/jam
4.4.2 Beban Angin
1. Angin Tekan
𝑉𝐷𝑍 2
𝑃𝐷 = 𝑃𝐵 𝑥 ( )
𝑉𝐵
163,74 2
= 0,0024 𝑥 ( )
90
= 0,008 kN/mm = 8 kN/m > 4,4 kN/m
2. Angin Hisap
𝑉𝐷𝑍 2
𝑃𝐷 = 𝑃𝐵 𝑥 ( )
𝑉𝐵
163,74 2
= 0,0012 𝑥 ( )
90
= 0,004 kN/mm = 4 kN/m > 2,2 kN/m
Hasil perhitungan tekanan angin rencana lebih dari 4,4 kN/m, maka
beban angin yang digunakan adalah sebesar 8 kN/m pada bidang tekan,
dan 4 kN/mm pada bidang hisap.
4.4.3 Beban Angin Perjoint Rangka Jembatan
1. Beban angin tekan
Beban angin tekan = Ews tekan x L = 6 kN/m x 30 m = 180 kN
Jumlah joint rangka ( n ) = 22 joint
180
Beban angin tekan perjoint rangka = = 8,183 kN
22

2. Beban angin hisap


Beban angin hisap = Ews hisap x L = 4 kN/m x 30 m = 120
Jumlah joint rangka ( n ) = 22 joint
120
Beban angin hisap perjoint rangka = = 5,455 kN
22

4.5 Beban Gempa ( EQ )


Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil rintuh
namun dapat mengalami kerusakan yang signifikan dan gangguan terhadap
pelayanan akibat gempa dengan kemungkinan terlampaui 7% dalam 75 tahun.
Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan
perkalian antara koefisien respon elastik (Csm) dengan berat struktur ekivalen
yang kemudian dimodofikasi dengan faktor respon (R) dengan formulasi sebagai
berikut:
Csm
Eq =( ) x Wt
R

Dimana :
Eq : Gaya gempahorizontal statis ( kN )
Csm : Koefisien respons gempa elastik pada moda getar ke-m
R : Faktor modifikasi respon
Wt : Berat total struktur ( kN )
Perhitungan gempa menggunakan SNI 2833-2016 tetang perancangan
jembatan terhadap beban gempa dengan peta gempa 2010. Perhitungan gempa
secara statik ekivalen.
Lokasi = Surabaya
Jenis Tanah = Tanah Sedang (SD)
1. Menentukan parameter percepatan gempa
Percepatan puncak di batuan dasar ( PGA )

Percepatan puncak horizontal di batuan dasar SB untuk probabilitas


terlampui 7% dalam 75 tahun
Gambar 4.5 Peta percepatan Puncak di batuan das ( PGA ) untuk
probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun.
PGA = 0,4 g (Gambar 1 hal 11)
Respon spektra percepatan 0,2 detik di batuan dasar (Ss)
Spektrum respons percepatan horisontal pada periode getae 0,2 detik 9 (
redaman 5% ) di batuan dasar SB untuk probabilitas terlampaui 7% dalam 75
tahun.
Gambar 4.6 Peta Respon Spektra Percepatan 0,2 detik di batuan dasar
untuk probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun.
Ss = 0,8 g ( Gambar 2 hal 12 )
Respon spektra percepatan 1 detik di batuan dasar ( S1 )

Spektrum respons percepatan horisontal pada periode getar 1,0 detik (


rendaman 5% ) di batuan dasar SB untuk probabilitas terlampaui 7% dalam 75
tahun
Gambar 4.7 Peta Respon Spekta percepatan 1 detik di batuan dasar untuk
ptobabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun
S1 = 0,3 g ( Gambar 3 hal 13 )

2. Menentukan Faktor Situs


Faktor amplifikasi untuk PGA dan periode 0,2 detik
Tabel 4.4 Faktor amplifikasi untuk PGA dan 0,2 detik (FPGA/FA)
Catatan : untuk nilai-nilai antara dapat dilakukan interpolasi linier
Keterangan :
PGA = Percepatan puncak batuan dasar sesuai peta percepatan puncak di
batuan dasar ( PGA ) untuk probabilitas 7% dalam 75 tahun
(gambar 4.5 )
Ss = Parameter respons spektra percepatan gempa untuk periode
pendek ( T=0,2 detik ) dengan probabilitas terlampaui 7% dalam 75
tahun sesuai dengan gambar 4.6
Ss = Lokasi yang memerlukan investigasi geoteknik dan analisis
respons dinamik spesifik
FPGA = 1,1 g ( tabel 3 hal 16 )
Fa = 1,14 g ( tabel 3 hal 16 )
Faktor amplifikasi untuk periode 1 detik
Tabel 4.5 Besarnya nilai faktor amplifikasi untuk periode 1 detik (FV)

Catatan : untuk nilai-nilai antara dapat dilakukan interpolasi linier


Keterangan :
S1 = Parameter respons spektra percepatan gempa untuk periode 1
detik dengan probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun sesuai
dengan gambar 3
Ss = Lokasi yang memerlukan investigasi geoteknik dan analisis
respons dinamik spesifik
Fv = 1,8 ( tabel 4 hal 16 )

3. Gempa Statik Ekivalen


As = FPGA x PGA = 1,1 x 0,4 = 0,44 g
SDS = Fa x Ss = 1,14 x 0,8 = 0,912 g
SD1 = Fv x S1 = 1,8 x 0,3 = 0,54 g
Waktu getar alami struktur (T)
𝑆𝐷1
Ts = 𝑆𝐷𝑆
0,54
= ,
0 912

= 0,59211 s

T0 = 0,2 Ts
= 0,2 x 0,59211
= 0,11842 s
Periode alami dari SAP 2000 (T) = 0,2297 s (To ≤ T ≤ Ts)
Ketentuan:
Jika T < To , maka Csm = (SDS – As) (T/To) + As
Jika To ≤ T ≤ Ts, maka Csm = SDS
Jika T > TS, maka Csm = SD1/T
Koefisien respon gempa elastik (Csm)
Karena To = 0,1 s ≤ T = 0,35 s ≤ Ts = 0,5 s, maka:
Csm = SDs = 0,912
Berat struktur (Wt)
Wt = 771,445 kN Faktor modifikasi respon (R)
Tabel 4.6 Faktor modifikasi respon (R) untuk bengunan bawah

R = 1,5 (Tabel 6 hal 19)


Beban gempa statik ekivalen pada sruktur (EQ)
𝑐𝑠𝑚
EQ = Wt
𝑅
0,912
= 771,445
1,5
= 469,039 kN

Anda mungkin juga menyukai