FARMASI FISIKA
SISTEM DISPERSI
DISUSUN OLEH :
AJENG NURMEISA (1804277006 )
ELIN SETIANINGSIH (1804277014)
ILHAM FAUZAN (1804277019)
METHA HENDRIANA PUTRI (1804277024 )
SARI APRIANTI (1804277031)
TASYA AGUSTIN (1804277036)
PRODI D3 FARMASI
STIKes MUHAMMADIYAH CIAMIS
2019
BAB I
PENDAHULUAN
I. JUDUL
SISTEM DISPERSI
Suspensi adalah suatu bentuk sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa dan merupakan sistem heterogen yang
terdiri dari dua fase. Fase kontinu atau fase luar umumnya merupakan cairan atau semipadat, dan
fase terdispers atau fase dalam terbuat dari partikel-partikel kecil yang pada dasarnya tidak larut,
tetapi terdispersi seluruhnya dalam fase kontinu (Priyambodo, 2007).
Suspensi yang baik dibuat dengan menggabungkan sistem flokulasi dan deflokulasi
parsial, dan mencegah terjadinya cake, kemudian dapat ditambahkan zat pensuspensi untuk
menjaga agar flok-flok itu tetap tersuspensi. Bertambahnya viskositas karena zat pensuspensi
juga akan memperlambat pertumbuhan kristal karena lambatnya kecepatan difusi. Sebagian
besar zat pensuspensi berupa koloid hidrofilik yang mempunyai muatan negatif yang diendapkan
oleh zat pemflokulasi. Zat pemflokulasi dapat berupa elektrolit anorganik, surfaktan ionik, dan
polimer hidrofilik (Aulton, 2003).
Kestabilan merupakan faktor penting dalam suatu sediaan farmasi. Kestabilan fisik dalam
suspensi dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana partikel tidak mengalami agregasi dan tetap
terdispersi merata, meskipun partikel tersebut tetap mengendap, harus mudah disuspensikan
kembali dengan penggojokan yang ringan (Voigt. R, 1995).
Untuk mendapatkan suspensi yang baik, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Fase dispers mengendap secara lambat, dan jika mengendap tidak boleh membentuk cake
yang keras, dan dapat segera terdispersi kembali menjadi campuran yang homogen jika
digojog.
b. Ukuran partikel tersuspensi tetap konstan selama waktu penyimpanan.
c. Suspensi tidak boleh terlalu kental agar dapat dituang dengan mudah melalui botol atau
dapat mengalir melalui jarum injeksi (Ansel et al., 1995)
Metode Dispersi
Serbuk yang terbagi halus didispersi dalam cairan pembawa. Umumnya yang digunakan
sebagai pembawa adalah air. Dalam formula suspensi yang paling penting adalah partikel-
partikel harus terdispersi dalam fase air. Mendispersi serbuk yang tidak larut dalam air kadang-
kadang sulit. Hal ini disebabkan karena adanya udara, lemak, kontaminan pada permukaan
serbuk, dan lain-lain (Lachman et al., 1994)
Terdapat dua macam sistem dalam proses pembuatan bentuk sediaan suspensi, yaitu
sistem flokulasi dan sistem deflokulasi. Pemilihan metode ini tergantung dari bagaimana partikel
atau bahan obat tersebut terdispersi ke dalam cairan (Priyambodo, 2007).
Dalam sistem flokulasi, partikel obat terflokulasi merupakan agregat yang bebas dalam
ikatan lemah. Pada sistem ini peristiwa sedimentasi terjadi dengan cepat dan partikel mengendap
sebagai flok (kumpulan partikel). Sedimen tersebut dalam keadaan bebas, tidak membentuk cake
yang keras serta mudah terdispersi kembali ke bentuk semula. Sistem ini kurang disukai karena
sedimentasi terjadi dengan cepat dan terbentuk lapisan yang jernih diatasnya (Priyambodo,
2007).
PGA adalah eksudat gom kering dari batang Acasia senegal Linne. Pohon disadap
dengan membuat irisan melintang pada kulit, mengupas kulitnya di atas dan bawah irisan hingga
membuka kambium, setelah 2-3 minggu serpihan gum akan terbentuk di atas permukaan yang
terbuka tersebut. PGA bukan merupakan thickening agent yang baik, tetapi menghasilkan nilai
yang baik bila digunakan sebagai suspending agent. PGA dapat mencegah adanya koloid, sangat
tidak efektif untuk serbuk padat, dan untuk itu biasanya digunakan kombinasi dengan thickening
agent yang lain seperti tragacanth (Aulton, 2003).
Derivat selulosa yang digunakan sebagai zat pensuspensi adalah CMC-Na, golongan ini
bersifat non toksik dan aman digunakan sebagai zat pensuspensi, CMC-Na dapat larut dengan
mudah dalam air panas atau dingin membentuk larutan kental (Anief, 2000 : 110). Cara membuat
mucilago CMC-Na dilarutkan dalam 1 /3 bagian air panas dan dibiarkan selama kurang lebih 15
menit, kemudian diaduk sampai terbentuk mucilago. Konsentrasi CMC-Na dalam sediaan
suspensi antara 0,5% – 2% ( Weller and Wade,1994 : 67).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
2. NA-CMC
0,2
- 0,2 % = 100× 1500 mg = 3 mg × 20 = 60 mg = 0,06 g × 20 ml = 1,2 m
0,4
- 0,4 % =100× 1500 mg = 6 mg × 20 = 120 mg = 0,12 g × 20 ml = 2,4 ml
0,6
- 0,6 % = 100× 1500 mg = 9 mg × 20 = 180 mg = 0,18 × 20 ml = 3,6 ml
I. HASIL
FORMULASI A
0 menit 60 ml 60 ml 1 Flokulasi
FORMULA B
0 menit 60 ml 60 ml 1 Flokulasi
0 menit 60 ml 60 ml 1 Flokulasi
BLANKO
0 menit 60 ml 60 ml 1 Flokulasi
1.2
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 15 30 60 90 24 Jam
II. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan pebuatan sediaan suspensi dengan menggunakan metode
dispersi yang bertujuan agar mahasiswa dapat menentukan dispersibilitas suatu zat dalam
pelarut air dengan penambahan CMC (CARBOXYL METHYL CELULOSA)
Suspensi adalah suatu bentuk sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa dan merupakan sistem heterogen
yang terdiri dari dua fase. Fase kontinu atau fase luar umumnya merupakan cairan atau
semipadat, dan fase terdispers atau fase dalam terbuat dari partikel-partikel kecil yang pada
dasarnya tidak larut, tetapi terdispersi seluruhnya dalam fase kontinu (Priyambodo, 2007).
Derivat selulosa yang digunakan sebagai zat pensuspensi adalah CMC-Na, golongan ini
bersifat non toksik dan aman digunakan sebagai zat pensuspensi, CMC-Na dapat larut
dengan mudah dalam air panas atau dingin membentuk larutan kental (Anief, 2000 : 110).
Cara membuat mucilago CMC-Na dilarutkan dalam 1 /3 bagian air panas dan dibiarkan
selama kurang lebih 15 menit, kemudian diaduk sampai terbentuk mucilago. Konsentrasi
CMC-Na dalam sediaan suspensi antara 0,5% – 2% ( Weller and Wade,1994 : 67).
Tahap pembuatan sediaan suspensi yang telah dilakukan pertama menimbang masing-
masing bahan yaitu sulfadiazin sebanyak 1500 mg (untuk formula A,B,C, dan Blanko),
tween 80 tiap formula sebanyak 26 tetes, NA-CMC formula A (1,2 ml) formula B (2,4 ml)
formula C (3,6 ml) dan untuk blanko tidak menggunakan NA-CMC lalu kalibrasi botol 60
ml, dan beri tanda atau etiket.
Tahap kedua, kembangkan CMC dengan air panas dalam mortir sampai mengembang,
setelah mengembang, masukan tween 80 aduk sampai homogen, kemudian masukan
sulfadiazine sedikit demi sedikit aduk sampai homogen, Terakhir, masukan kedalam botol
dan tambahkan aquades sampai 60 ml lalu tutup dan gojog sampai homogen. Lakukan pada
masing-masing formulasi. Amati dan catat volume sedimentasi pada menit ke 0, 15, 30, 60,
90, menit dan 24 jam.
Pada metode dispersi bahan langsung didispersikan maka bentuk partikel masih kasar
maka mempercepat rasio kekeruhan (Lachman, 2008).
Pada hasil praktikum pembuatan suspensi kali ini dengan menggunakan metode dispersi
hasilnya yaitu pada formula A,B,C, serta blanko termasuk pada kategori flokulasi sehingga
menghasilkan flokuat (gumpalan) yang cepat mengendap tetapi mudah terdispersi kembali
dengan sedikit pengocokkan dan cairan di atas endapan jernih karena partikel-partikel kecil
yang ada didalam sistem akan bergabung dengan flokulat.
Hasil dari sediaan suspensi yang telah dilakukan penelitian pada menit ke 0, 15, 30, 60,
90, dan 24 jam, hasil volume sedimentasinya Formula A secara berturut-turut yaitu 1, 0,92,
0,85, 0,50, 0,25, dan 0,15. Pada Formula B secara berturut-turut yaitu 1, 0,87, 0,83,0,72,
0,26, dan 0,23. Pada Formula C secara berturut turut yaitu 1, 0,93, 0,91, 0,75, 0,52, dan 0,10.
Pada blanko secara berturut-turut yaitu 1, 0,70, 0,30, 0,14 0,14, dan 0,14.
Pada formula A ditambahkan 0,2% CMC sehingga pengendapannya sedkit lambat, Pada
Formula B ditambahkan 0,4 % CMC sehingga pengendapannya lebih lambat dibandingkan
dengan pengendapan Formula A, Pada Formula C ditambahkan 0,6% CMC sehingga
pengendapannnya sangat lambat dibanding Formula A dan B, Pada Blanko pengendapannya
sangat cepat karena tidak ditambahkan CMC. Fungsi dari CMC yaitu untuk memperlambat
pengendapan pada sediaan suspensi.
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Hasil dari sediaan suspensinya pada menit ke 0, 15, 30, 60, 90, dan 24 jam, hasil volume
sedimentasinya Formula A secara berturut-turut yaitu 1, 0,92, 0,85, 0,50, 0,25, dan 0,15. Pada
Formula B secara berturut-turut yaitu 1, 0,87, 0,83,0,72, 0,26, dan 0,23. Pada Formula C secara
berturut turut yaitu 1, 0,93, 0,91, 0,75, 0,52, dan 0,10. Pada blanko secara berturut-turut yaitu 1,
0,70, 0,30, 0,14 0,14, dan 0,14. Maka hasilnya dapat dikatakan sediaan suspensi yang telah di
buat semuanya termasuk pada kategori Flokulasi karena hasil volume sedimentasinya < 1.
Pada formula A ditambahkan 0,2% CMC sehingga pengendapannya sedkit lambat, Pada
Formula B ditambahkan 0,4 % CMC sehingga pengendapannya lebih lambat dibandingkan
dengan pengendapan Formula A, Pada Formula C ditambahkan 0,6% CMC sehingga
pengendapannnya sangat lambat dibanding Formula A dan B, Pada Blanko pengendapannya
sangat cepat karena tidak ditambahkan CMC. Fungsi dari CMC yaitu untuk memperlambat
pengendapan pada sediaan suspensi.
DAFTAR PUSTAKA