Anda di halaman 1dari 4

Zaid bin Haritsah Radhiyallahu Anhu

Sosok Kesayangan Nabi saw, Gagah Berani, Perisai Nabi Shollallahu Alaihi Wasallam dan Panglima 7
Perang

Beliau bernama Zaid bin Haritsah –semoga Allah meridloinya-, dan sebelum Nabi
Shollallahu Alaihi Wasallam diangkat menjadi Rasul bernama Zaid bin
Muhammad.

Ibunya Su’di binti Tsa’labah pernah membawanya berziarah kerumah salah seorang keluarganya
di bani Ma’an, saat itu beliau berumur 8 tahun, saat dia tinggal ditengah kaumnya secara tiba-
tiba penduduk Ma’an diserang oleh sekelompok orang yang memusuhi mereka, hingga akhirnya
mereka kalah dan menjadi tawanan termasuk Zaid, lalu ibunya kembali ke rumahnya (suaminya)
sendirian dan tidak pernah mendengar kembali berita tentang Zaid hingga terus mencarinya
karena rindu atasnya, membawa tongkat diatas pundaknya, berjalan mengitari perumahan
menyusuri padang pasir, bertanya ke setiap kabilah dan kafilah yang lewat tentang anaknya dan
buah hatinya, dan pada saat musim haji dan perdagangan tiba, orang-orang dari kabilah Haritsah
pergi kesana dan bertemu dengan Zaid di Mekkah, dan mereka menceritakan keadaan kedua
orang tuanya dan Zaid menceritakan kejadian yang sebenarnya; bagaimana Banu Al-Qayn
menyerang kabilah ibunya dan mereka menahannya, kemudian dijual di pasar Ukaz kepada
seseorang dari Quraisy yang bernama Hakim bin Huzam bin Khuwailid, kemudian dihadiahkan
kepada bibinya Khadijah binti Khuwailid dan diserahkan kembali ke suaminya Muhammad bin
Abdullah Shollallahu Alaihi Wasallam, maka beliaupun menciumnya dan
memeluknya. Kemudian berkata kepada para hujjaj dari kaumnya : berikanlah kabar ini kepada
bapak dan ibu saya bahwa saya berada dalam asuhan orang tua yang paling mulia.

Setelah rombongan kembali dari Mekkah mereka menceritakan perihal Zaid Radhiyallahu
Anhu kepada orang tuanya, namun Haritsah sama sekali tidak mengetahui tempat tinggal
anaknya sampai dia dan saudaranya memutuskan untuk pergi ke Mekkah dan bertanya tentang
Muhammad bin Abdullah Shollallahu Alaihi Wasallam, dikatakan kepadanya :
bahwa dia (Muhammad Shollallahu Alaihi Wasallam ) berada di Ka’bah, -saat itu
nabi belum diangkat menjadi Rasul- maka keduanya masuk ke rumah tersebut dan berkata :
Wahai putra Abdul Mutthalib, wahai putra dari kaum yang mulia, kalian adalah penduduk yang
menjaga rumah Allah dan tetangga darinya, pembebas orang yang kesusahan, pemberi makan
orang yang ditawan, kami datang untuk mencari anak kami, maka kabulkanlah permohonan
kami, dan berikanlah kebaikan dalam menebusnya, maka nabipun memberikan pilihan kepada
Zaid Radhiyallahu Anhu , maka Nabi Shollallahu Alaihi Wasallam berkata
kepada keduanya : “Panggilah Zaid, berikan kebebasan kepadanya untuk memilih, jika dia
memilih kalian maka dia milikmu tanpa ada tebusan, namun jika dia memilih saya maka demi
Allah tidaklah saya orang yang memilih kepada saya mengiginkan tebusan”.

Maka Haritsah bergembira atas perkataan Nabi Shollallahu Alaihi Wasallam,


kemudian dia berkata kepadanya : sudikah engkau memberitahukan asal-usul kami, memberi
bekal kepada kami dan memberikan kebaikan kepada kami. Setelah Zaid Radhiyallahu
Anhu tiba, nabi Shollallahu Alaihi Wasallam bertanya kepadanya : tahukah engkau
siapa mereka ? Zaid berkata : ya, dialah Bapakku, dan yang satu lagi Pamanku, kemudian Rasul
berkata kepada Zaid : adapun Saya, Engkau telah mengetahui dan melihat, sebagai teman
bagimu, apakah engkau memilih saya atau mereka ? Zaid berkata : saya bukanlah orang yang
engkau paksa untuk memilih, engkau dihadapan saya memiliki kedudukan sebagai Bapak dan
Paman. Saat itu pula Bapaknya dan Pamannya kaget dan tercengang lalu berkata : celaka engkau
wahai Zaid, apakah engkau lebih memilih menjadi budak daripada merdeka di tengah orang
tuamu dan pamanmu serta keluargamu. Zaid berkata : benar, saya telah mengetahui perihal orang
ini yang saya tidak memilih seorangpun selainnya”.

Setelah Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam melihat kejadian tersebut beliau


sangat bergembira hingga air matanya menetes lalu menarik Zaid Radhiyallahu Anhu dan
keluar dari batu Ka’bah mengelilingi orang-orang Quraisy yang sedang berkumpul, lalu berseru :
“Saksikanlah mulai saat ini Zaid adalah anakku, dia berhak menjadi ahli waris dariku dan aku
berhak menjadi ahli waris darinya”. (Ibnu Hajar). Setelah Bapak dan Pamannya melihat kejadian
tersebut keduanya pasrah. Dan semenjak itu pula Zaid di Mekkah tidak dipanggil oleh seseorang
kecuali dengan menyebut Zaid bin Muhammad, kemudian setelah Nabi diangkat menjadi Rasul,
Zaid ikut masuk Islam dan menjadi orang kedua yang pertama masuk Islam, sedangkan
Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam sangat mencintai dan menyayangi beliau.

Setelah Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam mengizinkan para sahabatnya


berhijrah ke Madinah Zaid Radhiyallahu Anhu ikut serta berhijrah, dan Rasulullah
Shollallahu Alaihi Wasallam mempersaudarkannya dengan Asid bin Khadir
Radhiyallahu Anhu, dan pada saat itu Zaid masih dipanggil dengan Zaid bin Muhammad
hingga turun firman Allah SWT : “Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai)
nama bapak-bapak mereka”. (Al-Ahzab:5), maka saat itu pula Zaib dipanggil nama dengan Zaid
bin Haritsah, dan Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam menikahkannya dengan
tuannya Ummu Aiman Radhiyallahu Anha dan melahirkan anak yang bernama Usamah
bin Zaid Radhiyallahu Anhuma, kemudian menikahkannya kembali dengan putri
pamannya Zainab binti jahsy Radhiyallahu Anha, namun kehidupan berlangsung tidak
harmonis sehingga Zaid Radhiyallahu Anhu pergi menghadap Rasulullah Shollallahu
Alaihi Wasallam mengadukan hal tersebut, maka Rasulullah Shollallahu Alaihi
Wasallam memerintahkannya untuk menahannya dan bersabar atasnya, namun Allah
Subhanahu Wata’ala memeirntahkan kepada Rasul-Nya untuk menceraikan Zainab
Radhiyallahu Anha dari Zaid kemudian beliau menikahi mantan istri dari Zaid, yang
demikian untuk menghilangkan persepsi kebiasaan mengadopsi anak yang telah menjadi adat
dikalangan jahiliyah, bahwa pada waktu itu anak angkat diperlakukan seperti anak sendiri, Allah
berfirman : “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang telah Allah melimpahkan
nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya : “Tahanlah terus istrimu
dan bertaqwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang telah
Allah menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedamg Allah-lah yang lebih berhak
untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya
(menceraikannya), kami kawinkan kamu dengan dia, supaya tidak ada keberatan bagi orang
mu’min untuk (mengawani) istri-istri anak-anak angkat mereka, jika anak-anak angkat itu telah
menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi”.
(Al-Ahzab:37)

Dan cukuplah bagi Zaid Radhiyallahu Anhu mendapatkan kebanggaan namanya


dicantumkan dalam Al-Qur’an Al-Karim, dan kemudian Rasulullah Shollallahu Alaihi
Wasallam menikahkan beliau dengan Ummi Kultsum binti Uqbah Radhiyallahu Anha.

Zaid Radhiyallahu Anhu merupakan seorang panglima perang yang gagah berani, dan
terbaik dalam membidik panah, ikut dalam perang Badr, dan menjadi perisai terhadap tubuh
Nabi Shollallahu Alaihi Wasallam saat perang Uhud, ikut dalam perang Khandak,
perjanjian Hudaibiyah, penaklukan Khaibar, dan perang Hunain, dan Rasulullah Shollallahu
Alaihi Wasallam menjadikan sebagai panglima dalam 7 kali perang gerilya : Al-jumu’, Al-
thorf, al-‘aish, hismi dan lain-lainnya, Aisyah Radhiyallahu Anha pernah berkata
tentangnya : “Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam tidak pernah sama sekali
mengutus bala tentara kecuali mengangkat Zaid sebagai panglimanya”.

Saat tentara Romawi mengubah perbatasan negara Islam dan menjadikan Syam sebagai pusat
pemerintahan mereka; Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam mengirim pasukan
ke daerah Balqo di bagian negara Syam, dan memberikan wejangan dan pesan kepada para
prajuritnya setelah menunjuk Zaid bin Haritsah Radhiyallahu Anhu sebagai pemimpin
pasukan, beliau bersabda : “jika Zaid terluka (syahid) maka penggantinya adalah Ja’far bin Abu
Tholib Radhiyallahu Anhu , dan jika Ja’far terluka maka penggantinya adalah Abdullah
bin Rowahah Radhiyallahu Anhu”. (Ibnu Ishaq).

Setelah pasukan muslim berjalan dan saat tiba disamping kota yang bernama mu’tah, pasukan
muslim bertemu dengan pasukan Romawi yang jumlahnya melebihi 200 ribu tentara, hingga
terjadilah peperangan yang sengit, dan Zaid Radhiyallahu Anhu dengan gagah maju ke
tengah pasukan musuh tidak mengindahkan jumlah dan perlengkapan mereka, dengan
mengayunkan pedangnya ke kiri dan ke kanan sambil membawa bendera di tangan yang lainnya,
dan ketika pasukan musuh melihat keberanian beliau mereka menikamnya dari belakang hingga
akhirnya beliau menemui syahidnya sambil memegang bendera tersebut, dan Rasulullah
Shollallahu Alaihi Wasallam pun berdo’a untuknya : “Mohonkanlah ampunan untuk
saudara kalian, sungguh (Zaid) telah menemui cita-citanya untuk masuk surga”. (Ibnu Sa’ad).

Copyright © Juni 2010, Allah Kuasa Makhluk Tak Kuasa

Anda mungkin juga menyukai