Anda di halaman 1dari 4

ADAB MEMASUKI KAMAR KECIL {Muraqil Ubudiyah}

Apabila engkau hendak ke kamar kecil (WC), maka dahulukanlah kaki kirimu di waktu masuk, dan kaki
kananmu diwaktu keluar. Semua tempat kotor adalah tempat tidak hormat (hina). Dan setiap memasuki
tempat yang kotor, dahulukan kaki kiri. Demikian dikatakan oleh Al-Wana’iy.
Janganlah engkau membawa sesuatu yang bertuliskan nama Allah Swt dan rasul-Nya ke dalam tempat
kotor dan janganlah masuk tanpa memakai penutup kepala. Dan cukuplah menutup kepala dengan lengan
bajunya untuk melindungi dari gangguan jin sebagaimana dikatakan oleh Ar-Ramli.
Dan jangan memasukinya dalam keadaan telanjang kaki untuk menghindari najis, saat di depan pintu
pada waktu masuk ucapkanlah doa di bawah ini, apabila terlanjur masuk baru ingat, maka ucapkanlah di
dalam hati:

‫ان الر هجي هم‬


‫ث الشيط ه‬
‫ث المخبه ه‬
‫الرج هس الن هج هس الخبهي ه‬
‫بسم للاه أعوذ بالله همن ه‬
"Dengan nama Allah, Aku berlindung kepada Allah dari kotoran yang najis, setan yang jahat dan
menjadikan jahat, yaitu setan yang terkutuk."

Dalam riwayat Ibnu Adiy:


‫ان الر هجي هم‬
‫ث الشيط ه‬
‫ث المخبه ه‬
‫الرج هس الن هج هس الخبهي ه‬
‫بسم للاه أعوذ بالله همن ه‬
"Dengan nama Allah, Aku berlindung kepada Allah dari kotoran yang najis, setan yang jahat dan
menjadikan jahat, yaitu setan yang terkutuk."

Doa ini terdapat pula dalam riwayat Ibnu Abi Ayaibah, tetapi dengan taawud lain.

Di waktu keluar dari tempat buang air ucapkan:


‫غفرانك الحمد لله ال هذي أذهب عنهى ما يؤ هذينهي وأبقى فهي ما ينفعنهی‬
"Ya Allah, ampunilah aku. Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan dariku kotoran yang
menggangguku dan menyisakan padaku kekuatan yang bermanfaat bagiku."

Disunahkan mengucapkan: "Ghufranaka", dua atau tiga kali sebagaimana disebutkan oleh Al-Wana'iy.

Hendaklah menyiapkan batu-batu sebelum buang hajat untuk istinja sesuai dengan sabda Nabi
"Hindarilah tempat-tempat yang menimbulkan laknat dan sediakanlah batu-batu.”

Janganlah engkau beristinja dengan air di tempat buang hajat yang bukan pada tempatnya, karena
ditakutkan terkena percikan air kencing hingga menajiskannya. Lain halnya jika dengan batu, karena
tidak menimbulkan percikan. Lain halnya dengan tempat yang telah disediakan, dan istinja di tempat itu
menjadikannya bersih, kecuali bila di tempat tersebut ada udara yang berlawanan arah sehingga
ditakutkan percikan air kencingnya kembali.
Menuntaskan sisa air kencing dengan berdehem dan mengusapnya atau memijit dari pangkal hingga
ujung kemaluan tiga kali dengan tangan kirimu dengan pijitan yang lembut.
Jika perempuan hendaknya meletakkan jari-jari tangannya yang kiri pada rambut kemaluannya dan
memijitnya perlahan. Demikian dinukil oleh Al-Bujairami dari Syarh Ar- Raudh oleh Syaikhul Islam.

Setiap orang berbeda dalam menyucikan anggota tubuhnya. Hukumnya sunah jika diyakini bahwa
kencingnya sudah berhenti, dan wajib bila besar dugaannya kencingnya belum habis, kecuali dengan
berdehem.
Jika engkau berada di padang terbuka, maka menjauhlah dari pandangan orang-orang sehingga sosokmu
tidak terlihat. Kejauhan ini lebih baik daripada menjauhkan diri dari orang-orang ke tempat di mana orang
yang keluar dari situ tidak mendengar suaranya dan tidak mencium baunya sebagaimana dinukil oleh Al-
Wana'iy dari Ar-Ramli.
Tutuplah auratmu meski tidak ada orang melihatmu. Apabila engkau berada di dalam bangunan, maka hal
itu sudah cukup, jika tidak ada orang yang melihatnya. Kalau tidak, maka wajib menutup aurat, karena
diharamkan membuka aurat di hadapan orang banyak sebagaimana dikatakan oleh Al-Wana'iy.
Janganlah engkau membuka auratmu sampai di tempat duduk. Apabila engkau sampai ke situ, maka
bukalah pakaianmu sedikit demi sedikit. Kecuali bila engkau takut terkena najis, maka engkau boleh
mengangkatnya sesuai keperluanmu. Kemudian turunkan lagi sebelum engkau berdiri tegak.
Janganlah menghadap matahari dan bulan di waktu buang air kecil maupun buang air besar di waktu
terbit atau terbenamnya tanpa penutup seperti awan. Tidaklah mengapa bagimu bila engkau
membelakanginya.
Janganlah menghadap kiblat dan jangan membelakanginya. Menghadap dan membelakangi kiblat pada
saat buang hajat, walaupun dada tidak menghadap ke arah kiblat tanpa penutup ketika buang hajat adalah
haram di tempat yang tidak disiapkan baginya, Adapun di tempat yang disediakan, maka berlawanan arah
lebih utama, jika mudah menyimpang dari kiblat.
Yang dimaksud dengan membelakangi kiblat adalah menampakkan kemaluan depan atau belakang ke
arahnya di saat membuang hajat. Barangsiapa menunaikan dua hajat sekaligus, tidaklah wajib baginya
menutut aurat, kecuali dari arah kiblat saja jika ia menghadap atau membelakanginya.
Disyaratkan penutup itu meliputi semua bagian tubuhnya yang menghadap kiblat, yaitu dari pusat sampai
ke tanah. Sama halnya antara orang yang berdiri dan yang duduk. Andaikata ia buang hajat sambil berdiri,
maka ia harus menutupi dari pusatnya sampai ke dua telapak kakinya demi memelihara kiblat, meskipun
aurat itu sampai ke lutut. Disyaratkan antara ia dan penutup itu berjarak tiga hasta atau kurang sepanjang
hasta manusia yang sedang.
Diharamkan menghadap atau membelakangi Mushaf di waktu buang hajat bilamana menimbulkan kesan
penghinaan, bahkan bisa menjadi kufur. Demikian pula dikatakan tentang menghadap atau membelakangi
kubur orang yang dimuliakan sebagaimana disebutkan oleh Al-Wana'iy.
Janganlah buang hajat di tempat berkumpulnya orang-orang, tempat umum milik orang banyak tempat
mencari nafkah atau tempat untuk beristirahat. Hal itu tidaklah disukai jika mereka berkumpul untuk
suatu perkara yang mubah. Tetapi jika bukan tempat untuk berkumpul, maka tidak ada larangan, bahkan
wajib, jika hal itu bisa menghilangkan maksiat.
Janganlah kencing pada air yang diam. Adapun air yang mengalir, maka tidaklah dilarang. Diharamkan
pula kencing di tempat yang diwakafkan dan air yang berhenti di situ, meskipun sedikit. Buang air pada
malam hari di air tidaklah disukai, baik pada air yang mengalir atau diam, yang luas atau tidak, karena air
di waktu malam adalah tempat tinggal jin. Dan di bawah pohon berbuah, walaupun buahnya boleh
dimakan, tetapi demi memelihara buah yang jatuh, meskipun di masa musim buah. Hal itu tidak disukai
selama tidak ada sesuatu yang dapat menghilangkan najis di tempat itu seperti; hujan dan lainnya.
Janganlah kencing di dalam lubang, karena dikatakan lubang adalah tempat tinggal jin. Mereka (jin) telah
membunuh Sa'ad bin Ubadah ketika kencing di dalamnya. Diharamkan buang hajat di dalam lubang
apabila diduga terdapat binatang yang tidak dianjurkan untuk dibunuh, karena ia terganggu oleh barang
najis itu atau dapat menyebabkannya mati. Demikian dikatakan oleh Al-Wana'iy.

Janganlah kencing di tanah yang keras atau kencing di tempat angin bertiup yang berlawanan arah
sebagaimana dikatakan oleh Ar-Ramli. Maka janganlah menghadapnya demi menghindari percikannya
atau bau dari kotoran tersebut.
Ibnu Hajar dan Asy-Syarbini mengatakan bahwa: "Yang diperhitungkan dalam karahah (bau yang
ditimbulkan) itu adalah bertiupnya angin yang kencang pada saat itu, meskipun tidak selalu bertiup,
karena boleh jadi ia bertiup setelah mulai kencing atau buang air besar sehingga terganggu olehnya."
Bertumpulah di atas kaki kiri di waktu engkau duduk sambil meletakkan kaki kanan di atas tanah dan
mengangkat anggota lainnya di atas tanah, karena hal itu lebih memudahkan keluarnya kotoran disamping
istirahatnya anggota-anggota utama seperti lambung yang penuh. Jika dimiringkan, mudahlah keluarnya
kotoran dan apabila ditegakkan, maka sulitlah keluarnya. Dan karena yang sesuai bagi kita kaki kanan
adalah dijaga dari penggunaannya di tempat yang kotor ini.
Apabila kencing sambil berdiri, maka bertumpulah di atas dua kaki, sebagaimana dikatakan oleh As-
Syeikh Athiyyah yang menukil dari Al-Minhaaj.
Usahakan waktu kencing maupun buang air besar tidak dengan berdiri, karena hal itu makruh, kecuali
dalam keadaan darurat, maka tidak ada larangan dan tidak bertentangan dengan yang utama. Karena Nabi
pernah mendatangi tempat pembuangan sampah umum, lalu kencing sambil berdiri.
Mengenai hadis tersebut ada tiga pendapat; Pertama, Rasulullah melakukan itu karena tidak bisa duduk
akibat adanya bagian tubuhnya yang sakit. Kedua, karena beliau berobat dengan cara itu untuk mengatasi
sakit pada sulbinya sebagaimana kebiasaan orang arab yang mengobatinya dangan cara kencing sambil
berdiri. Ketiga, beliau tidak bisa duduk di situ karena terdapat banyak barang najis.
Kumpulkanlah antara penggunaan batu dan air di waktu beristinja dengan mendahulukan batu dan ini
lebih utama daripada membatasi pada salah satunya untuk menghindari najis guna menghilangkan
bendanya dengan batu dan tercapailah sunah.
Diriwayatkan bahwa ketika turun firman Allah "Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan
diri, Dan Allah menyukai orang- orang yang bersih." QS. At-Taubah: 108
Rasulullah berkata kepada penduduk Suba': "Sesungguhnya Allah Swt telah memujimu mengenai bersuci.
Apakah itu?" Mereka menjawab: "Kami beristinja dengan air.” Sebelumnya Rasulullah berkata dengan
mereka: "Apabila seseorang dari kamu mendatangi tempat buang air, hendaklah ia beristinja dengan tiga
buah batu. Demikianlah istinja dilakukan pada mulanya."
Ada yang mengatakan, ketika mereka ditanya tentang hal itu, mereka menjawab: "Kami menggunakan air
sesudah batu.” Demikianlah disebutkan dalam Awaaritul Ma'arif.
Jika engkau ingin membatasi salah satunya, maka lebih utama menggunakan air. Jika engkau
menggunakan batu saja, maka hendaklah engkau menggunakan tiga batu yang suci dan mengeringkan
bendanya. Janganlah menggunakan batu yang najis maupun yang basah dan yang halus seperti tanah.
Usaplah bagian tubuhmu yang kotor secara merata dari depan ke belakang supaya najis tidak berpindah
dari tempatnya. Begitu pula usaplah kemaluanmu di tiga tempat dengan sebuah batu yang besar atau
dengan tiga batu atau tiga kali pada sebuah dinding hingga tidak terlihat kebasahan di tempat usapan.
Demikianlah disebutkan dalam Al-Ihya'.
Jika tercapai pembersihan dengan dua kali, wajiblah engkau sempurnakan untuk kali yang ketiga. Jika
dengan tiga kali usapan masih ada bekas, maka engkau gunakan batu keempat dan demikian seterusnya.
Apabila dengan dengan batu keempat sudah bersih, maka sempurnakan dengan batu kelima supaya
menjadi bilangan ganjil. Jika engkaụ membersihkan dengan enam batu, maka sempurnakan menjadi
tujuh. Demikianlah seterusnya hingga bersih dengan bilangan ganjil. Mengusap dengan bilangan ganjil
adalah mustajab sedang membersihkan adalah wajib.
Ketahuilah, bahwa pengarang menyebut enam syarat dalam menggunakan batu. Dua kali membersihkan
kotorannya, yaitu harus sampai suci untuk menghilangkan najisnya, sedangkan yang ketiga mengusap tiga
kali dengan meratakan setiap usapan pada seluruh tempat yang dibersihkannya. Salah satunya tempat di
mana ia beristinja, yaitu tidak berpindahnya benda yang keluar.
Janganlah beristinja, kecuali dengan tangan kiri, yaitu mengambil batu dengan tangan kiri dan
menuangkan air dengan tangan kanan, lalu menggosoknya dengan tangan kiri hingga tidak tersisa
bekasnya yang dapat diraba. Cukuplah dalam hal itu jika diduga najis telah lenyap dan tidak disunahkan
mencium tangan. Hendaklah ia mengendorkan anggota supaya bekasnya tidak tertinggal di sela-sela
lubang dubur. Maka perhatikanlah hal itu. Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Hajar. Sehabis beristinja,
ucapkanlah:

‫اح هش‬
‫صن فر هجي همن الفو ه‬
‫ق وح ه‬
‫اللهم ط ههر قل هبي همن النهفا ه‬
"Ya Allah, bersihkanlah hatiku dari sifat munafik dan lindungilah kemaluanku dari perbuatan-perbuatan
keji."

Ketahuilah bahwa berbicara ketika memasuki tempat buang hajat adalah makruh sekali pun tidak buang
hajat. Misalnya masuk untuk meletakkan kendi atau menyapu, kecuali untuk suatu kepentingan. Tidaklah
dihukum makruh seperti berzikir di dalam hati. Cukuplah dalam keadaan ini bila kita malu kepada Allah
dan melakukan muraqabah serta mengingat nikmat Allah dalam mengeluarkan kotoran, andaikata tidak
keluar, niscaya akan membunuhnya. Ini termasuk peringatan besar, walaupun tidak mengucapkan dengan
lisan sebagaimana dikatakan oleh Umar Al-Bashri.
Setelah selesai beristinja, gosokkan tanganmu di tanah atau di dinding untuk menghilangkan bau yang
melekat, kemudian cucilah tanganmu. Termasuk adab pula adalah duduk lama tanpa keperluan mendesak
dan tidak mempermainkan tangan, tidak melihat ke kanan dan ke kiri, tidak memandang ke langit atau
kemaluan atau ke luar tanpa keperluan.

Anda mungkin juga menyukai