Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN KASUS

Asuhan Keperawatan Ny. M P3A2H1 Usia 36 Tahun Post Sectio Caesarea


Atas Indikasi Preeklampsia Berat Di Ruang Kebidanan
RSUP Dr. M.Djamil Padang

Oleh kelompok H 1

MUTHIA SYADZA IRZENI P 1841312073

TIARA YALITA 1841312099

ERNI CAHAYA YANTI GEA 1841312093

SUCI INDAH PUTRI 1841312096

MEDHIA IQLIMA 1841312077

RANTI ANGGASARI 1841312084

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN MATERNITAS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Tindakan persalinan Sectio Caesarea sekitar 10-15% dari semua proses
persalinan di negara berkembang. Sejak tahun 1986 di Amerika, satu dari empat
persalinan diakhiri dengan Sectio Caesarea. Di Inggris angka Sectio Caesarea di
Rumah Sakit Pendidikan relatif stabil yaitu antara 11-12 %, di Italia pada tahun 1980
sebesar 3,2% -14,5%, pada tahun 1987 meningkat menjadi 17,5%. Dari tahun 1965
sampai 1988, angka persalinan Sectio Caesarea di Amerika Serikat meningkat
progresif dari hanya 4,5% menjadi 25%. Sebagian besar peningkatan ini terjadi
sekitar tahun 1970-an dan tahun 1980-an di seluruh negara barat. Pada tahun 2002
mencapai 26,1%, angka tertinggi yang pernah tercatat di Amerika Serikat (Gondo,
2010). Sectio Caesarea biasanya dilakukan karena beberapa indikasi diantaranya
komplikasi kehamilan (preeklampsia), disproporsisefalo pelvic, partus lama, rupture
uteri, cairan ketuban yang tidak normal, kepala panggul (Padilla Pratiwi, 2011).
Preeklampsia merupakan kelainan yang ditemukan pada waktu kehamilan
yang ditandai dengan berbagai gejala klinis seperti hipertensi, proteinuria, dan edema
yang biasanya terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu sampai 48 jam setelah
persalinan. Menurut World Health Organization (WHO, 2013), angka kejadian
preeklampsia berkisar antara 0,51% - 38,4%. Preeklampsia dan eklampsia di seluruh
dunia diperkirakan menjadi penyebab kira-kira 14% (50.000-75.000) kematian
maternal setiap tahunnya (Hak lim, 2013). Angka kejadian preeklampsia di Amerika
Serikat sendiri kira-kira 5% dari semua kehamilan, dengan gambaran insidensinya 23
kasus preeklampsia ditemukan per 1.000 kehamilan setiap tahunnya (Joseph et al,
2014).Sementara itu di tiap-tiap negara angka kejadian preeklampsia berbeda beda,
tapi pada umumnya insidensi preeklampsia pada suatu negara dilaporkan antara 3-10
% dari semua kehamilan (Prawirohardjo, 2016).
Resiko persalinan pada ibu dengan Preeklampsia berat sangatlah tinggi karena
dapat mengancam keselamatan ibu dan janin, bahkan dapat menjadi eklampsia, maka
perlu dilakukan upaya yang optimal untuk menurunkan kejadian tersebut yaitu
mengakhiri kehamilan dengan tindakan Sectio Caesarea jika dalam 24 jam tidak
dapat diselesaikan dengan persalinan pervaginam (Saifudin AB, 2012). Menurut
World Health Organization (WHO) secara global kematian ibu di dunia adalah
sebesar 289.000 pada tahun 2013. Sub-Sahara Afrika menyumbang 62% (179.000)
dari kematian global diikuti Asia Selatan 24% (69.000). Di tingkat negara, dua negara
yang menyumbang sepertiga dari kematian ibu adalah India 17% (50.000) dan Nigeria
14% (40.000) (WHO, 2013). Menurut Dinas Kesehatan Kota Padang, Provinsi
Sumatera Barat juga terjadi kematian ibu. Pada tahun 2014 terjadi 15 kasus, tahun
2015 terjadi 15 kasus, tahun 2016 terjadi 16 kasus, dan tahun 2017 terjadi 17 kasus
kematian ibu. Penyebab kematian ibu yaitu preeklampsia-eklampsia, perdarahan dan
infeksi (Dinkes, 2017).
Data Kementerian Kesehatan dalam Metrotvnews.com oleh Indriani (2016)
mengatakan pada tahun 2016 tercatat 305.000 ibu di Indonesia meninggal per 100.000
orang. Hacker (2012) mengatakan preeklampsia di kawasan Asia menduduki
peringkat keenam yang merupakan gangguan hipertensi dengan persentase sebesar
9,1%, dan di Indonesia merupakan penyebab kematian ibu peringkat kedua dengan
persentase sebesar 24%. Pada tahun 2016, kejadian preeklampsia di Indonesia
menjadi 32,4% dan 32,4%. Sedangkan persentase di Sumatera sebesar 33,3% (dinkes,
2017).
Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5 g/24
jam (Angsar, 2013). Hal utama yang menjadi penyebab kematian dan kesakitan ibu
preeklamsia adalah abrasion plasenta, edema pulmonary, kegagalan ginjal dan hepar,
miokardial infark, disseminated intravascular coagulation (DIC), perdarahan serebral
(hacker, 2012). Sedangkan efek preeklamsia pada fetal dan bayi baru lahir adalah
insufisiensi plasenta, asfiksia neonatorum, intra uterine growth retardation (IUGR),
prematur, dan abrasion plasenta (hacker, 2012). Kematian pada masa perinatal yang
disebabkan karena asfiksia sebesar 28% (Cunningham, 2016).
Komplikasi akibat preeklampsia pada bayi yaitu terhambatnya pertumbuhan
dalam uterus, prematur, asfiksia neonatorum, kematian dalam uterus, peningkatan
angka kematian dan kesakitan perinatal (Manuaba, 2013). Berdasarkan penelitian oleh
Winarsih (2015), menyatakan bahwa kondisi bayi yang dilahirkan dari ibu
preeklampsia berat yaitu asfiksia, berat badan lahir rendah, kelahiran prematur, dan
tidak mengalami kelainan kongenital. Dan penelitian yang dilakukan menyatakan
bahwa adanya hubungan antara preeklampsia dengan kejadian berat badan bayi lahir
rendah dan preeklampsia merupakan faktor resiko 2,48 kali lebih besar penyebab
BBLR dibandingkan non preeklampsia (Bertin, 2014).
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang merupakan rumah sakit
rujukan terbesar satu-satunya di Sumatera Barat yang salah satunya tempat rujukan
kasus-kasus patologik seperti preeklampsia. Data penderita preeklampsia berat di
RSUP Dr. M. Djamil Padang yang dirawat di Ruang Rawat Inap Kebidanan yaitu
pada tahun 2017 terdapat 126 orang dan tahun 2018 sebanyak 142 orang. Berdasarkan
studi pendahuluan di Ruang Rawat Inap Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang
pada tanggal 13 mei 2019, menunjukkan bahwa 5 dari 7 ibu post-partum melahirkan
dengan SC atas indikasi PEB. Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan di atas,
kelompok tertarik untuk membahas kasus pre eklamsia di Ruang Rawat Inap
Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2019.
2. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Untuk memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan pre eklamsia di
Ruangan kebidanan lt.2 RSUP M.Djamil Padang.
b. Tujuan Khusus
1) Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan pre eklamsia
2) Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien pre eklamsia
3) Mampu memberikan intervensi pada pasien pre eklamsia
4) Mampu melakukan implementasi pada pasien pre eklamsia
5) Mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan pre eklamsia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Preeklamsi
1. Pengertian
Preeklamsi merupakan kumpulan dari gejala-gejala kehamilan yang di tandai
dengan gejala trias (hipertensi, edema, dan proteinuria), kadang-kadang hanya
hipertensi dan edema atau hipertensi dan proteinuria(Kusnarman, 2014).
Menurut Mansjoer (2000), pre eklamsia merupakan timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera
setelah persalinan. Gambaran klinik preeklampsia mulai dengan kenaikan berat badan
diikuti edema kaki atau tangan, kenaikan tekanan darah, dan terakhir terjadi proteinuria
(Saraswati, 2016 ).
Pre eklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi
terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah
normal dan diartikan juga sebagai penyakit vasospastik yang melibatkan banyak sistem
dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi dan proteinuria (Bobak, Lowdermilk, &
Jensen, 2005).
Tanda gelaja yang biasa di temukan pada preeklamsi biasanya yaitu sakit kepala
hebat. Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh perdarahan atau edema atau
sakit karena perubahan pada lambung dan gangguan penglihatan, seperti penglihatan
menjadi kabur bahkan kadang-kadang pasien buta. Gangguan ini disebabkan
penyempitan pembuluh darah dan edema (Wibowo, dkk 2015).
Klasifikasi pre eklamsia menurut Rukiyah dan Yulianti, 2010 dibagi menjadi 2
yaitu sebagai berikut:
a. Pre eklamsia ringan
Pre eklamsia ringan ditandai dengan:
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang; kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dari tensi baseline (tensi
sebelum kehamilan 20 minggu); dan kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara
pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1
jam, atau berada dalam interval 4-6 jam.
2) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; kenaikan berat badan 1 kg atau lebih
dalam seminggu.
3) Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 + pada urin
kateter atau midstream (aliran tengah).
b. Pre eklamsia berat
Pre eklamsia berat ditandai dengan:
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2) Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
4) Adanya gangguan serebral atau kesadaran, gangguan visus atau penglihatan, dan
rasa nyeri pada epigastrium.
5) Terdapat edema paru dan sianosis
6) Kadar enzim hati (SGOT, SGPT) meningkat disertai ikterik.
7) Perdarahan pada retina.
8) Trombosit kurang dari 100.000/mm.

2. Etiologi
Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap
sebagai "maladaptation syndrome" akibat penyempitan pembuluh darah secara umum
yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari-ari) sehingga berakibat kurangnya pasokan
darah yang membawa nutrisi ke janin. Namun ada beberapa faktor predisposisi
terjadinya pre eklamsia menurut Maryunani 2012 diantaranya yaitu:
a. Primigravida atau primipara mudab (85%).
b. Grand multigravida
c. Sosial ekonomi rendah.
d. Gizi buruk.
e. Faktor usia (remaja; < 20 tahun dan usia diatas 35 tahun).
f. Pernah pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya.
g. Hipertensi kronik.
h. Diabetes mellitus.
i. Mola hidatidosa.
j. Pemuaian uterus yang berlebihan, biasanya akibat dari kehamilan ganda atau
polihidramnion (14-20%).
k. Riwayat keluarga dengan pre eklamsia dan eklamsia (ibu dan saudara perempuan).
l. Hidrofetalis.
m. Penyakit ginjal kronik.
n. Hiperplasentosis: mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi besar, dan
diabetes mellitus.
o. Obesitas.
p. Interval antar kehamilan yang jauh.

3. Patofisiologi
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini
menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus.
Keadaan iskemia pada uterus, merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat
hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik berperan dalam
proses terjadinya endotheliosis yang menyebabkan pelepasan tromboplastin.
Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi/
agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan
terjadinya vasospasme sedangkan aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin akan
menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan
konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor
pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis. Renin uterus
yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama
angiotensinogen menjadi angiotensin I dan selanjutnya menjadi angiotensin II.
Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme.
Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit
menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer
akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhan sehingga menyebabkan terjadinya
hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula
suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi
intravaskular akan menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah,
paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan
terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi
serebral, nyeri dan terjadinya kejang sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan
risiko cedera. Pada darah akan terjadi endotheliosis menyebabkan sel darah merah dan
pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya
pendarahan, sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya
anemia hemolitik. Pada paru-paru, LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya
kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya
edema paru. Edema paru akan menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran gas. Pada
hati, vasokontriksi pembuluh darah akan menyebabkan gangguan kontraktilitas
miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa
keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi
peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat
menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan
kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan
penurunan GFR dan permeabilitas terhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR
tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan
diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri atau
anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urin.
Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak protein
akan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan
terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan edema diskus optikus dan retina.
Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan memunculkan diagnosa
keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan
hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga
dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation serta memunculkan
diagnosa keperawatan risiko gawat janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis
akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal dan
ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia
duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat
menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang
meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada ektremitas
dapat terjadi metabolisme anaerob yang menyebabkan ATP diproduksi dalam jumlah
yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dan
sedikitnya ATP yang diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah
sehingga muncul diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan
mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan diagnosa
keperawatan kurang pengetahuan.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Rozikhan (2007) Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dengan
urutan pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan
akhirnya proteinuria. Pada pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala
subyektif. Sedangkan pada pre eklampsia berat ditemukan gejala subjektif berupa sakit
kepala di daerah frontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, dan
mual atau muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia yang
meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Penegakkan
diagnosa pre eklampsia yaitu adanya 2 gejala di antara trias tanda utama, dimana tanda
utamanya yaitu hipertensi dan 2 tanda yang lain yaitu edema atau proteinuria. Tetapi
dalam praktik medis hanya hipertensi dan proteinuria saja yang dijadikan sebagai 2
tanda dalam penegakkan diagnosa pre eklamsia.

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan pre eklamsia yaitu
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Darah Lengkap dan Apusan Darah
a) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk
wanita hamil adalah 12-14 gr%).
b) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).
c) Trombosit menurun (nilai rujukan 150.000-450.000/mm3)
2) Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan Fungsi Hati
a) Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dL).
b) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat.
c) Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 uL.
d) Serum Glutamat Pirufat Transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45 u/ml)
e) Serum Glutamat Oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N= < 31 u/ml)
f) Total protein serum menurun (N= 6,7 – 8,7 g/dL)
4) Tes Kimia Darah
Asam urat meningkat > 2,7 mg/dL, dimana nilai normalnya yaitu 2,4 – 2,7
mg/dL
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Ultrasonografi (USG).
Hasil USG menunjukan bahwa ditemukan retardasi perteumbuhan janin intra
uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan
ketuban sedikit.
2) Kardiotografi
Hasil pemeriksaan dengan menggunakan kardiotografi menunjukan bahwa
denyut jantung janin lemah.

6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pre eklamsia tergantung pada
derajat pre eklamsia yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi pre eklamsia
antara lain menurut Maryunani dan Yulianingsih, 2012 :
a. Komplikasi pada Ibu
1) Eklamsia.
2) Tekanan darah meningkat dan dapat menyebabkan perdarahan otak dan gagal
jantung mendadak yang berakibat pada kematian ibu.
3) Gangguan fungsi hati: Sindrom HELLP (Hemolisis, Elevated, Liver, Enzymes
and Low Plateleted) dan hemolisis yang dapat menyebabkan ikterik. Sindrom
HELLP merupakan singkatan dari hemolisis (pecahnya sel darah merah),
meningkatnya enzim hati, serta rendahnya jumlah platelet/trombosit darah.
HELLP syndrome dapat secara cepat mengancam kehamilan yang ditandai
dengan terjadinya hemolisis, peningkatan kadar enzim hati, dan hitung trombosit
rendah. Gejalanya yaitu mual, muntah, nyeri kepala, dan nyeri perut bagian kanan
atas.
4) Solutio plasenta.
5) Hipofebrinogemia yang berakibat perdarahan.
6) Gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria.
7) Perdarahan atau ablasio retina yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan
untuk sementara.
8) Aspirasi dan edema paru-paru yang dapat mengganggu pernafasan.
9) Cedera fisik karena lidah tergigit, terbentur atau terjatuuh dari tempat tidur saat
serangan kejang.
10) DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) atau kelainan pembekuan
darah.
b. Komplikasi pada Janin
1) Hipoksia karena solustio plasenta.
2) Terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus sehingga terjadi peningkatan
angka morbiditas dan mortalitas perinatal.
3) Asfiksia mendadak atau asfiksia neonatorum karena spasme pembuluh darah dan
dapat menyebabkan kematian janin (IUFD).
4) Lahir prematur dengan risiko HMD (Hyalin Membran Disease).

7. Penatalaksanaan
Menurut Manuaba, 2013 beberapa pencegahan terjadinya pre eklamsi pada ibu hamil,
diantaranya :
a. Pencegahan atau Tindakan preventif
1) Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu secara teliti, mengenali tanda-
tanda sedini mungkin (pre-eklamsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup
supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
2) Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklemsi kalau ada
faktor-faktor predisposisi.
3) Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta
pentingnya mengatur diet rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi
protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan
b. Penatalaksanaan atau Tindakan kuratif
Tujuan utama penatalaksanaan atau penanganan adalah untuk mencegah
terjadinya pre-eklamsia berlanjut dan eklamsia, sehingga janin bisa lahir hidup dan
sehat serta mencegah trauma pada janin seminimal mungkin.
1) Penanganan pre eklamsia ringan
Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan selain rawat inap, maka penderita
dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2
kali seminggu. Penanganan pada penderita rawat jalan atau rawat inap adalah
dengan istirahat ditempat, diit rendah garam, dan berikan obat-obatan seperti
valium tablet 5 mg dosis 3 kali sehari atau fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis
3 kali 1 sehari. Diuretika dan obat antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini
tidak begitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklampsi
berat. Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat inap.Monitor keadaan
janin : kadar estriol urin, lakukan aminoskopi, dan ultrasografi, dan
sebagainya.Bila keadaan mengizinkan, barulah dilakukan induksi partus pada usia
kehamilan minggu 37 ke atas.
2) Penanganan pre eklamsia berat
a) Pre eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu.
Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji
kocok dan rasio L/S, maka penanganannya adalah sebagai berikut:
(1) Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intramuskular
kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr itramuskular selama tidak
ada kontraindikasi.
(2) Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat
diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria pre-eklamsia ringan
kecuali ada kontraindikasi.
(3) Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta
berat badan ditimbang seperti pada pre eklamsia ringan, sambil mengawasi
timbulnya lagi gejala.
(4) Jika dengan terapi diatas tidak ada perbaikan dilakukan terminasi
kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaan.
Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin,
maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas 37 minggu.
b) Pre eklamsia berat pada kehamilan lebih dari 37 minggu.
(1) Penderita dirawat inap
(a) Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi.
(b) Berikan diet rendah garam dan tinggi protein.
(c) Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskular, 4 gr digluteus
kanan dan 4 gr digluteus kiri.
(d) Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam.
(e) Syarat pemberian MgSO4 adalah refleks patella positif; diuresis 100 cc
dalam 4 jam terakhir; respirasi 16 kali per menit, dan harus tersedia
antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10% dalam ampul 10 cc.
(f) Infus dekstrosa 5% dan ringer laktat.
(2) Berikan obat anti hipertensif : injeksi katapres 1 ampul IM dan selanjutnya
dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet sehari.
(3) Diuretika tida diberikan kecuali bila terdapat edema umum, edema paru
dan kegagalan jantung kongestif. Untuk itu dapat disuntikan 1 ampul IV
lasix.
(4) Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi
partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin
(pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infus tetes.
(5) Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forceps, jadi ibu
dilarang mengedan.
(6) Jangan diberikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan
yang disebabkan atonia uteri.
(7) Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian
diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam post partum.
(8) Bila ada indikasi obstetrik dilakukan seksio sesarea.
c. Perawatan Mandiri untuk Kasus Pre Eklamsia
1) Aromatherapy : penelitian membuktikan bahwa minyak tertentu dapat
menimbulkan efek pada penurunan tekanan darah dan membantu relaksasi
seperti : levender, kamomile, kenanga, neroli dan cendana. Tetapi ada juga
aromatehrapy yang dapat meningkatkan tekanan darah diantaranya rosemary,
fenel, hyssop dan sage.
2) Pijat : pijat bagian punggung, leher, bahu, kaki, bisa memberikan ketenangan
dan kenyamanan.
3) Shiatsu, tai chi, yoga, dan latihan relaksasi
4) Terapi nutrisi : spesialis nutrisi menganjurkan penggunaan vitamin dan suplemen
mineral, khususnya zinc dan vitamin B6.
B. Konsep Post Sectio Caesarea Atas Indikasi Preeklamsi
1. Pengertian Sectio Caesarea
Sectio caesarea adalah tindakan operasi paling konservasif. Indikasi tindakan
operasi obsetric dipertimbangkan dengan melihat adanya indikasi pada ibu, indikasi
pada janin, indikasi profilaks dan indikasi vital ( Manuaba, 2004). Sectio caesarea
adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin diatas 500 gram (Sarwono, 2009). Sectio caesarea adalah kelahiran janin
melalui jalur abdominal ( laparatomi ) yang memerlukan insisi dalam uterus (
histerotomi ) ( Errol R. Norwitz, 2007).
Preeklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dngan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan edema pada
kehamilan 20 minggu atau lebih ( Asri Hidayat, 2009).
Jadi dari pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa Sectio
Caesarea dengan indikasi Preeklampsia adalah Masa setelah proses pengeluaran
janin yang dapat hidup di luar kandungan dari dalam uterus ke dunia luar dengan
menggunakan insisi pada perut dan karena adanya hipertensi, edema, dan proteinuria.

2. Etiologi
Indikasi sectio caesarea (Cuningham, F Garry, 2005) :
a. Riwayat sectio caesarea
Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi untuk
melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri. Resiko ruptur uteri
meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya, klien dengan jaringan perut
melintang yang terbatas disegmen uterus bawah , kemungknan mengalami
robekan jaringan parut simtomatik pada kehamilan berikutnya. Wanita yang
mengalami ruptur uteri beresiko mengalami kekambuhan , sehingga tidak
menutup kemungkinan untuk dilakukan persalinan pervaginam tetapi dengan
beresiko ruptur uteri dengan akibat buruk bagi ibu dan janin.
b. Distosia persalinan
Distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya
kemajuan persalinan, persalinan abnormal sering terjadi terdapat disproporsi
antara bagian presentasi janin dan jalan lahir, kelainan persalinan terdiri dari :
Ekspulsi (kelainan gaya dorong) Oleh karena gaya uterus yang kurang kuat,
dilatasi servik(disfungsi uterus) dan kurangnya upaya otot volunter selama
persalinan kala dua. Panggul sempit Kelainan presentasi, posisi janin.
c. Gawat janin
Keadaan gawat janin bisa mempengaruhi keadaan keadaan
janin,jikapenentuan waktu sectio caesarea terlambat, kelainan neurologis seperti
cerebral palsy dapat dihindari dengan waktu yang tepat untuk sectio caesarea.
d. Letak sungsang
Janin dengan presetasi bokong mengalami peningkatan resiko prolaps tali
pusat dan terperangkapnya kepala apabila dilahirkan pervaginam dibandingkan
dengan janin presentasi kepala.
e. CPD (Chepalo Pelvic Disproportion)
CPD adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar
kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. .
f. Pre-Eklamsi
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.Setelah
perdarahan dan infeksi, Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian
maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
g. Ketuban pecah dini (KPD)
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi impart. Sebagian besar KPD adalah hamil aterm
diatas 37 minggu.
h. Bayi Kembar (Gemili)
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar.Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadinya komplikasi tinggidari pada kelahiran
1 bayi.Selain itu bayi kembar pun dapat mengalami sungsang.Sehingga sulit
untuk dilahirkan secara normal.
i. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya hambatan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor, dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali
pusat pendek dan ibu sulit bernafas

3. Manifestasi Klinis
Ada beberapa hal tanda dan gejala post sectio caesarea :
 Pusing
 Mual muntah
 Nyeri di sekitar luka operasi
 Adanya luka bekas operasi Peristaltik usus menurun ( Sarwono, 2005 )
4. Patofisiologi
Ovum dibuahi oleh sperma, ovum yang telah dibuahi membelah diisi sambil
bergerak menuju rahim kemudian melekat pada mukosa rahim untuk selanjutnya
bersarang diruang rahim disebut implantasi. Setelah janin bertambah dalam rahim
dan cukup bulan akan menuju jalan lahir. Apabila kelainan letak janin, kehamilan
yang melewati dari taksiran persalinan dan keadaan ibu yang bermasalah selama
hamil maka persalinan normal sulit untuk dilakukan, hal ini di indikasikan kelahiran
secara sectio caesarea. Sectio caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi
dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh.
Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu preeklamsi berat, distorsi kepala panggul,
disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan
untuk janin adalah gawat janin. Setelah dilakukan sectio caesarea ibu akan
mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan.
Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak
adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan
menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan
perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang
mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin
maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe
yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri
sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas
yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan
mobilitas usus. Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan
terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap
untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat
beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi (Sarwono,2009).

5. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan pemeriksaan, diantaranya:
 Darah rutin (mis Hb)
 Urinalisis : menentukan kadar albumin/glukosa
 USG abdomen
 Gula darah sewaktu

6. Penatalaksanaan
 Keperawatan
- Kaji ulang prinsip keperawatan pasca bedah
- Jika masih terdapat perdarahan lakukan masase uterus
- Berikan perawatan luka post op operasi secara intensif (Sarwono,
2009 )
 Medis
- Obat pencegah kembung Digunakan untuk mencegah perut kembung
dan memperlancar saluran pencernaan, alinamin F, prostikmin,
perimperan.
- Antibiotik dan antiinflamasi
- Amfisin 2 gr IV setiap 6 jam
- Metronidazol 500 ml IV setiap 24 jam

7. Komplikasi
Komplikasi sectio caesarea mencakup periode masa nifas yang normal dan
komplikasi setiap prosedur pembedahan utama. Kompikasi sectio caesarea (Hecker,
2001)
a. Perdarahan
Perdarahan primer kemungkinan terjadi akibat kegagalan mencapai hemostasis
ditempat insisi rahim atau akibat atonia uteri, yang dapat terjadi setelah
pemanjangan masa persalinan.
b. Sepsis sesudah pembedahan
Frekuensi dan komplikasi ini jauh lebih besar bila sectio caesarea dilakukan
selama persalinan atau bila terdapat infeksi dalam rahim. Antibiotik profilaksis
selama 24 jam diberikan untuk mengurangi sepsis.
C. Pathway PEB

Tekanan darah

Meningkat (140/90 mmHg) Normal

Hamil < 20 minggu Hamil >20 minggu

Hipertensi kronik Superimposed pre eklamsia Kejang (-) Kejang (+)

Faktor predisposisi PE : PRE EKLAMSIA EKLAMSIA


Primigravida atau primipara mudab (85%),
Grand multigravida, Sosial ekonomi
rendah, Gizi buruk., Faktor usia (remaja; <
Penurunan aliran darah
20 tahun dan usia diatas 35 tahun), Pernah
pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya,
Hipertensi kronik, Diabetes mellitus, Mola
hidatidosa, Pemuaian uterus yang Prostaglandin plasenta menurun
berlebihan, biasanya akibat dari kehamilan
ganda atau polihidramnion (14-20%),
Riwayat keluarga dengan pre eklamsia dan Iskemia uterus
eklamsia (ibu dan saudara perempuan),
Hidrofetalis, Penyakit ginjal kronik,
Hiperplasentosis: mola hidatidosa,
kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi Hiperoksidase lemak & pelepasan
besar, dan diabetes mellitus, Obesitas, renin uterus
Interval antar kehamilan yang jauh.

Merangsang pengeluaran
Renin+darah  hati Proses endotheliosis
bahan tropoblastik

Renin+angiotensinogen
Merangsang pelepasan tromboplastin

Angiotensin I  Angiotensin II
Merangsang pengeluaran Aktivasi/agregasi trombosit
bahan tromboksan deposisi fibrin

Angiotensin II + tromboksan Vasospasme PD Koagulasi intravaskuler

Lumen arteriol menyempit Penurunan perfusi darah &


konsumtif koagulatif

Hanya 1 SDM yg dpt lewat


Penurunan trombosit &
Tek. Perifer meningkat  faktor pembekuan darah
kompensasi oksigen

Gangguan fisiologis
*HIPERTENSI homeostasis

Gangguan Multi Organ Gangguan perfusi darah


Gangguan Multi Organ

Otak Darah Paru Jantung Mata

Endotheliosis Penumpukan darah Vasokontriksi PD Spasmus arteriola


Edema serebri
miokard

Peningkatan LAEDP Edema duktus optikus


Peningkatan PD pecah SDM pecah Gangguan kontraktilitas dan retina
tek.intrakranial miokard
Kongesti vena pulmonal
Perdarahan Anemia
hemolitik Diplopia
Risiko Kejang Payah jantung
Proses perpindahan cairan
Ketidakefektifa
karena perbedaan tekanan
n Perfusi Kelemahan Ketidakseimb Risiko Cedera
Risiko
Jaringan Otak angan suplay Penurunan Curah
Cedera
& kebutuhan Timbul edema (gangguan Jantung
O2 fungsi alveoli (ronchi,
rales, takipnea, PaCO2
menurun
Intoleransi
Aktivitas
Gangguan Pertukaran
Gas
Gangguan Multi Organ

Ginjal Plasenta Ekstremitas GI Tract

Adanya rangsangan Vasospasme Penurunan perfusi plasenta Metabolisme HCL meningkat


angiotensin II pada arteriol pada ginjal anaerob
gland.suprarenal 
Hipoksia/anoksia Peristaltik turun
aldosteron
ATP diproduksi  2 ATP
Penurunan Peningkatan
Peningkatan GFR permeabilitas Gangguan
reabsorpsi Na protein pertumbuhan Pembentukan
Peningkatan Konsti
plasenta asam laktat
akumulasi gas pasi
Retensi cairan Diuresis >> protein yg
menurun lolos dari Intra Uterine Growth Cepat lelah &
Kembung
filtrasi Retardation (IUGR) lemah
*EDEMA glomerulus
Oliguri/anuri
Kelemahan umum Mual & Muntah Nyeri
Risiko Gawat
Kelebihan Volume
*PROTEINURIA Janin
Cairan Gangguan
Intoleransi Ketidakseimba
Eliminasi
Aktivitas ngan nutrisi:
Urin
kurang dari
kebutuhan
tubuh
PATHWAY Post SC a.i PEB

Peningkatan tekanan darah

Hamil > 20 minggu

Pre-eklamsia

Gangguan multi organ

ginjal

Peningkatan Reabsorbsi Na Peningkat permeabilitas protein

Retensi cairan >> protein lolos filtrasi

edema proteinuria

PEB

Resiko gawat janin

Sectio caesaria

nifas
Luka post op

Oksitosin meningkat
Jaringan terbuka
Ejeksi ASI
MK: 1. Kerusakan
Integritas Kulit
adekuat Tidak adekuat
2. Resiko infeksi
Pemberian ASI efektif ASI tidak keluar

MK: Pemberian ASI


tidak efektif
D. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, usia, pekerjaan, pendidikan, no.MR, tanggal masuk, serta alamat.
2. Data Umum Kesehatan
1) Alasan Di rawat di RS
Alasan yang membuat klien harus dirawat di Rs seperti terjadi koplikasi dengan
kehamilan, ataupun tindakan operasi.
2) Faktor pencetus
Penyakit atau kondisi ibu selama kehamilan.
3. Riwayat Kesehtan Sekarang
Terjadi peningkatan tekanan darah, adanya edema, pusing, nyeri epigastrium, mual,
muntah, penglihatan kabur, pertambahan berat badan yang berlebihan yaitu naik > 1
kg/minggu, pembengkakan ditungkai, muka, dan bagian tubuh lainnya, dan urin
keruh dan atau sedikit (pada pre eklamsia berat < 400 ml/24 jam).
4. Riwayat Postpartum Sebelumnya
Riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan
dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga ada yang mengalami riwayat SC dengan indikasi letak sungsang, panggul
sempit, dan sudah riwayat SC sebelumnya atau penyakit yang lain.
6. Riwayat Menstruasi
Kaji menarche, siklus haid, lama haid, ganti duk, masalah dalam menstruasi.
7. Riwayat Perkawainan
Kaji umur menikah, berapa kali menikah.
8. Status Obstetrik
Kaji P A H, riwayat persalinan sebelumnya, kaji masalah selama nifas sebelumnya.
9. Aktivitas/ Istirahat
Mengkaji perubahan aktivitas yang dilakukan klien, ada kan berolahrga selama
kehamilan, dan bagaimana jumlah tidur selama kehamilan.
10. Eliminasi
Bagaimana BAB / BAK selama kehamilan, apakah ada keluhan sperti konstipasi,
atau sering BAK.
11. Makanan dan Cairan
Jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan, serta cairan
yang di konsumsi seperti air mineral, susu.
12. Nyeri / Ketidaknyamanan
Adakah klien merasa nyeri saat kehamilan atau ketidaknyamanan yang membuat
klien terganggu tidurnya, atau aktivitasnya.
E. Diagnosa Keperawatan
Menurut Herdman (2012), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu sebagai
berikut:
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pre eklamsia
berat.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi akibat
penimbunan cairan paru : adanya edema paru.
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload dan afterload.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
f. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penyebab multipel.
g. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor psikologis dan
ketidakmampuan untuk mencerna, menelan, dan mengabsorpsi makanan.
h. Risiko cedera berhubungan dengan diplopia, dan peningkatan intrakranial: kejang.
11. Rencana Asuhan Keperawatan
NANDA NOC NIC
Risiko ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Neurologic monitoring
jaringan otak berhubungan 1 jam diharapkan status neurologi membaik dan 1. Monitor ukuran pupil, bentuk, simetris
dengan pre eklamsia berat. ketidakefektifan perfusi jaringan serebral teratasi dan reaktifitas pupil
dengan indikator: 2. Monitor keadaan klien dengan GCS
NOC: Management neurology 3. Monitor TTV
Indikator Awal Target 4. Monitor status respirasi: ABClevels, pola
Status neurologi: 2 3 nafas, kedalaman nafas, RR
syaraf sensorik dan 5. Monitor reflek muntah
motorik dbn 6. Monitor pergerakan otot
Ukuran pupil 4 4 7. Monitor tremor
Pulil reaktif 3 4 8. Monitor reflek babinski
Pola pergerakan 3 4 9. Identifikasi kondisi gawat darurat pada
mata pasien.
Pola nafas 3 5 10. Monitor tanda peningkatan tekanan
TTV dalam batas 3 4 intrakranial
normal 11. Kolaborasi dengan dokter jika terjadi
Pola istirahat dan 3 4 perubahan kondisi pada klien
tidur
Tidak muntah 5 5
Tidak gelisah 3 4
Keterangan :
1= keluhan ekstrim
2= keluhan substansial
3= keluhan sedang
4= keluhan ringan
5= tidak ada keluhan
Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 NIC: Airway management
berhubungan dengan ventilasi- jam, status respiratori: pertukaran gas dengan a. Posisikan klien untuk memaksimalkan
perfusi akibat penimbunan cairan indikator: potensi ventilasinya.
paru : adanya edema paru. 1. Status mental dalam batas normal (5) b. Identifikasi kebutuhan klien akan insersi jalan
2. Dapat melakukan napas dalam (5) nafas baik aktual maupun potensial.
3. Tidak terlihat sianosis (5) c. Lakukan terapi fisik dada
4. Tidak mengalami somnolen (4)
5. PaO2 dalam rentang normal (4) d. Auskultasi suara nafas, tandai area penurunan
6. pH arteri normal (4) atau hilangnya ventilasi dan adanya bunyi
7. ventilasi-perfusi dalam kondisi seimbang tambahan
(4) e. Monitor status pernafasan dan oksigenasi,
sesuai kebutuhan

Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Evaluasi adanya nyeri dada
berhubungan dengan perubahan 3x24 jam diharapkan penurunan curah jantung 2. Catat adanya disritmia jantung
preload dan afterload. teratasi dengan indikator: 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan
NOC: cardiac putput
- Cardiac Pump effectiveness 4. Monitor status pernafasan yang
- Circulation Status menandakan gagal jantung
- Vital Sign Status 5. Monitor balance cairan
- Tissue perfusion: perifer 6. Monitor respon pasien terhadap efek
Indikator Awal Target pengobatan antiaritmia
TTV dbn 2 3 7. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu
Dapat mentoleransi 1 3 dan ortopneu
aktivitas, tidak ada 8. Anjurkan untuk menurunkan stress
kelelahan 9. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Tidak ada edema 1 1 10. Monitor irama jantung
paru 11. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Tidak ada asites 5 5 12. Monitor pola pernapasan abnormal
Tidak ada udema 2 2 13. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
perifer 14. Monitor sianosis perifer
Tidak terjadi 5 5 15. Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian
penurunan oksigen
kesadaran 16. Kelola pemberian obat anti aritmia dan
Tidak ada distensi 5 5 vasodilator
Vena jugularis
Warna kulit normal 1 2
Keterangan :
1= keluhan ekstrim
2= keluhan substansial
3= keluhan sedang
4= keluhan ringan
5= tidak ada keluhan
Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Monitor pengeluaran urin, catat jumlah dan
berhubungan dengan gangguan 3x24 jam, diharapkan volume cairan pasien warna saat dimana diuresis terjadi.
mekanisme regulasi stabil dengan kriteria hasil:
1. Keseimbangan intake dan output cairan (4).
2. TTV normal (4).
3. BB stabil dan tidak terdapat edema (4).
4. Menyatakan pemahaman tentang pembatasan
cairan individual (5).
2. Monitor dan hitung intake dan output cairan
selama 24 jam.

3. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan


posisi semifowler atau posisi yang nyaman
bagi pasien selama fase akut.

4. Monitor TTV terutama TD dan CVP (bila


ada).
5. Monitor rehidrasi cairan dan batasi asupan
cairan.

6. Timbang berat badan setiap hari jika


memungkinkan dan amati turgor kulit serta
adanya edema.

7. Kolaborasi pemberian medikasi seperti


pemberian diuretik: furosemid,
spironolacton, dan hidronolacton.

Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Kaji aktivitas dan periode istirahat pasien,
dengan kelemahan umum 3x24 jam, pasien mempunyai cukup energi untuk rencanakan dan jadwalkan periode istirahat
beraktivitas sehingga toleran terhadap aktivitas, dan tirah baring yang cukup dan adekuat.
dengan kriteria hasil:
1. TTV normal (4).
2. EKG normal (4). 2. Berikan latihan aktivitas fisik secara bertahap
3. Koordinasi otot, tulang, dan anggota gerak (ROM, ambulasi dini, cara berpindah, dan
lainnya baik (4). pemenuhan kebutuhan dasar).
4. Pasien melaporkan kemampuan dalam ADL
(4).
3. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan
dasar.

4. Lakukan terapi komponen darah sesuai resep


bila pasien menderita anemia berat.
5. Kaji aktivitas dan respon pasien setelah
latihan aktivitas (Monitor TTV).

Ketidakseimbangan nutrisi: Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 1. Kaji pola makan, kebiasaan makan, dan
kurang dari kebutuhan tubuh b.d 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien makanan yang disukai pasien.
faktor psikologis dan terpenuhi dengan kriteria hasil:
ketidakmampuan untuk a. Masukan per oral meningkat (5).
mencerna, menelan, dan b. Porsi makan yang disediakan habis (5). 2. Kaji TTV pasien secara rutin, status mual,
mengabsorpsi makanan. c. Masa dan tonus otot baik (5). muntah, dan bising usus.
d. Tidak terjadi penurunan BB (5).
e. Mual dan muntah tidak ada (5).
3. Berikan makanan sesuai diet dan berikan
selagi hangat.

4. Jelaskan pentingnya makanan untuk


kesembuhan.
5. Anjurkan pasien makan sedikit tetapi sering.
6. Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan
nutrisi yang adekuat terutama makanan yang
banyak mengandung karbohidrat atau
glukosa, protein, dan makanan berserat.

7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian


diet sesuai indikasi.
Risiko cedera berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Identifikasi keterbatasan fisik dan
dengan diplopia, dan peningkatan 3x24 jam, diharapkan tidak terjadi cedera, kognitif pasien yang dapat meningkatkan
intrakranial: kejang dengan kriteria hasil: risiko cedera.
1. Pasien tidak mengeluh pusing (5). 2. Ajarkan pasien untuk meminimalkan
2. Pasien tidak mengalami cedera (5). cedera, misalnya ketika ditempat tidur
3. Pasien mampu menjelaskan cara maka gunakan side rail, ketika mobilitas
mencegah terjadinya cedera (5) dari tempat tidur anjurkan untuk dibantu
oleh keluarga atau gunakan tongkat
sebagai pegangan dan jika pasien pusing
anjurkan untuk istirahat terlebih dahulu.
3. Dampingi pasien dalam melakukan
pemenuhan kebutuhan ADL.

4. Anjurkan pasien untuk banyak


mengkonsumsi makanan yang dapat
menambah darah seperti sayur-sayuran
hijau dan diet rendah garam untuk
menurunkan tekanan darah, sehingga bisa
mengurango pusing.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Kelompok : H1 Tanggal Pengkajian : 13 Mei 2019

No. Tempat Praktek : Ruang Kebidanan Tanggal Masuk RS : 12Mei 2019

I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. M Nama Suami : Tn. Z

Umur : 36 tahun Umur : 45 tahun

Pendidikan : SMU Pekerjaan : Pedagang

Pekerjaan : IRT Pendidikan : SMP

No MR : 01.04.89.19 Alamat : Lubuk Basung

Alamat : Lubuk Basung

II. DATA UMUM KESEHATAN


Alasan Masuk Rumah Sakit
Klien datang melalui IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang rujukan dari RSIA Rizki
Bunda Lubuk Basung pada tanggal 12 Mei 2019 jam 19.52 WIB dengan diagnosa PEB +
Gravid preterm 33 – 34 minggu P3A2H1 dimana riwayat hipertensi dalam kehamilan
sejak 2 bulan yang lalu yakni 180/100 MmHg dan DJJ 110 – 120/i. Klien memiliki
riwayat hipertensi diluar kehamilan sejak 5 tahun yang lalu dan tidak terkontrol, selain
itu klien juga memiliki riwayat asma yang diturunkan dari ibu klien. Terdapat edema
pada kaki klien.
Faktor Pencetus

Riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan tidak terkontrol, riwayat abortus dua kali
sebelumnya, dan usia ibu yang sudah melebihi 35 tahun.

Masalah Keperawatan

- Gangguan Perfusi Jaringan

- Resiko Gawat Janin

III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG

Keluhan Saat Ini

Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 13 Mei 2019 pukul 12.00 WIB, klien P3A2H3
post SC a/i PEB dalam regimen MgSO4 dosis maintenance dari luar + bekas SC 1x +
hipoalbumin. Klien selesai operasi sekitar pukul 05.00 WIB tanggal 13 Mei 2019 dengan
terpasang IVFD RL + regimen MgSO4 dosis maintenance 28 tpm dan IVFD RL drip 2
Amp Oxytocin 28tpm. Kesadaran klien kompos mentis, keadaan umum sedang, klien
terpasang kateter urin, kontraksi uterus baik, perdarahan normal, TFU teraba 2 jari
dibawah pusat. Klien mengatakan nyeri pada bagian luka post op dengan skala nyeri 7,
nyeri dirasakan seperti menusuk – nusuk dan terasa meningkat saat bergerak. Klien juga
mengatakan ASI nya sedikit keluar sehingga ia sulit untuk menyusui anaknya. Klien
mengatakan cemas dan sering bertanya tentang keadaan anaknya pada perawat. Pada
pemeriksaan TTV didapatkan data TD : 200/120 MmHg, Nadi : 85x/i, Pernapasan :
20x/i, dan suhu 36, 5℃.

Masalah Keperawatan :

- Resiko Kejang

- Nyeri Akut

- Kerusakan integritas kulit

- Resiko infeksi

- Ketidakefektifan pemberian ASI


IV. RIWAYAT POSTPARTUM SEBELUMNYA

Klien pada kehamilan sebelumnya tidak memiliki riwayat PEB. Sekarang klien memiliki
2 orang anak yang masih hidup, dimana dengan riwayat SC 1x dan melahirkan spontan
1x namun 1 anak klien meninggal pada umur 8 bulan akibat gangguan hati.

V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

Klien mengatakan ibu klien memiliki riwayat hipertensi dan asma sehingga turun pada
klien.

GENOGRAM :

KET :

: Laki - Laki

: Perempuan

: Meningggal
VI. RIWAYAT MENSTRUASI

Klien mengatakan haid tidak teratur, dalam sebulan bisa 2x sebulan dan sering
pendarahan yang cukup banyak sejak masih gadis. Sudah dikonsul ke dokter, dokter
mengatakan hanya hal ini dikarenakan klien sering makan makanan instan dan pedas.

Masalah Keperawatan :

- Kurang Pengetahuan

VII.RIWAYAT PERKAWINAN

Klien mengatakan menikah pada umur 27 tahun dan ini merupakan pernikahan
pertamanya dan saat ini masih berstatus menikah dengan suaminya sekarang.

VIII. Status Obstetri

a. Status Obstetric : P3A2H1

b. Nifas hari ke : 1

c. Riwayat Persalinan : Anak lahir dengan jenis kelamin Perempuan, BB 2300


gr dengan PB 44 cm dengan keadaan yang sehat tanpa ada cacat, A/5 : 7/9.

d. Komplikasi Nifas : Tekanan darah yang masih tinggi yakni 210/110 MmHg
dan nyeri pada bagian luka post op SC.

Masalah Keperawatan :

- Nyeri Akut

IX. AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT

Klien mengatakan sulit menggerakkan badan serta nyeri luka post op meningkat saat
bergerak. Klien mengatakan sulit tidur karena nyeri post op serta tidak nyaman
dikarenakan udara yang panas didalam ruangan.

Sirkulasi

Pada pemeriksaan CRT > 2 detik, tidak ada sianosis, akral teraba hangat.
Integritas Ego/ Psikososial

Klien mengatakan cemas dan ingin melihat anaknya sesegera mungkin serta sering
bertanya pada perawat tentang anaknya.

X. Eliminasi

Klien terpasang kateter urin dengan diurese terakhir jam 14.00 yaitu 1000 cc.
Sedangkan untuk BAB klien belum ada sejak 1 hari yang lalu.

XI. Makanan dan Cairan

Klien mengatakan nafsu makan dan minum tidak ada keluhan, tidak ada mual muntah.
Klien terpasang treeway IVFD RL + MgSO4 maintenance 28tpm dan RL drip 2 amp
oxytosin 28 tpm.

XII. Nyeri / Ketidaknyamanan

Klien mengatakan nyeri pada bagian luka post op SC pada bagian perut, skala nyeri 7
terasa seperti ditusuk – tusuk dan meningkat jika bergerak.

XIII. PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG

Pemeriksaan Fisik:

1. Kepala dan Leher:


Inspeksi: kepala simetris, rambut hitam bergelombang
Palpasi: tidak ada benjolan di kepala, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
dan kelenjar tiroid
2. Mata:
Inspeksi: Konjungtiva non anemis, sklera non ikterik, refleks pupil +/+, lapang
pandang normal
Palpasi: Tidak ada pembemgkakan di palpebra
3. Hidung:
Inspeksi: tidak ada polip, hidung simetris
4. Telinga:
Inspeksi: tidak ada penumpukan serumen
5. Thoraks:
Inspeksi: gerakan dada simetris, iktus kordis tidak terlihat
Palpasi: fremitus vokal simetris kiri kanan, iktus kordis teraba
Perkusi: Paru paru teraba sonor, jantung teraba pekak
Auskultasi: bunyi napas terdengar vesikuler, irama jantung normal
6. Payudara
Inspeksi: puting menonjol, hiperpigmentasi areola
Palpasi: adanya massa atau bendungan pada payudara
7. Abdomen:
Inspeksi: Terdapat Linea nigra, terdapat luka bekas operasi sc horizontal sepanjang
±15 cm di abdomen bawah pasien, luka terbalut verban dengan rapi. Kondisi luka
tampak memerah namun tidak terdapat pus pada luka.
Palpasi: TFU 2 jari dibawah umbilikus, kontraksi uterus baik, posisi uterus ditengah.
Auskultas: bising usus normal
8. Ekstremitas:
Inspeksi dan palpasi: tidak ada edema pada ekstremitas atas maupun bawah
9. Genitalia:
Inspeksi: terdapat keluaran lochea rubra (berwarna merah) dari vagina, terpasang
kateter.

Data Laboratorium (13 Mei 2019)


Hematologi: PT : 9,5 detik (9,9 – 13,2)
- Hb : 12,9 gr/dl (12-16) APTT : 38,0 detik (32,4 – 41,8)
- Leukosit : 18.430 / mm3 (5.000-10.000) Kesan : PT dan APTT dalam
batas normal
- Trombosit : 246.000 / mm3 (150.000-400.000)
- Hematokrit : 39% (37-43)
- GDS : 97 mg/dl (<200)
- Albumin : 2,6 Mmol/L
- Ureum : 32 mg/dl (10,0-50,0)
- Kreatinin : 0,7 mg/dl (0,6-1,2)
- Kalsium : 8,2 mg/dl (8,1-10,4)

Kesan : Leukosistosis, Hipoalbumin.


XIV. MASALAH KEPERAWATAN

a. Nyeri Akut

b. Kerusakan Integritas Kulit

c. Ketidakefektifan pemberian ASI

ANALISA DATA

Data Etiologi Masalah


DS: Kehamilan dengan Nyeri Akut
- Pasien mengeluh preeklampsia
nyeri pada perutnya
- Pasien mengatakan Partus dengan sectio caesarea
tidak nyaman dan
sulit bergerak karena Adanya luka insisi di perut
nyeri di perutnya
DO: Nyeri post operasi
P: Nyeri dirasakan bila
tubuh digerakkan
Q: Nyeri dirasakan seperti
ditusuk-tusuk
R: Nyeri dirasakan di area
abdomen bawah
S: Skala nyeri 7
T: nyeri muncul saat ada
pemicu dan hilang
beberapa saat
kemudian
DS: Kehamilan dengan Kerusakan integritas kulit
- Pasien mengatakan preeklampsia
telah melakukan
operasi SC Partus dengan sectio caesarea
- Pasien mengatakan
luka post op di perut Adanya luka insisi di perut
nya
DO:
- Terdapat luka post op
di abdomen bawah
- Luka berukuran +- 15
cm
- Luka tampak
berwarna merah dan
terbalut verban
DS: Post SC Ketidakefektifan pemberian
- Pasien mengatakan ASI
ASI yang keluar Nifas
sedikit, pasien merasa
nyeri pada payudara Peningkatan oksitosin
DO:
- Adanya bendungan Ejeksi ASI tidak adekuat
atau massa pada
payudara Ketifakefektifan pemberian
- Hasil pompa ASI ASI
sedikit
- Ibu tampak letih dan
lemas
- Bayi rewel saat
menyusu
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO NANDA NOC NIC


1 Nyeri Akut Kontrol nyeri Administrasi analgesik
Kriteria hasil : Akivitas :
1. Menilai lamanya Nyeri 1. tentukan lokasi, karakteristik,
2. Menilai faktor penyebab kualitas, dan derajat nyeri
3. Menilai faktor penyebab sebelum pemberian obat
4. Melaporkan tanda / 2. cek instruksi dokter tentang jenis
gejala nyeri pada tenaga obat, dosis dan frekuensi
kesehatan 3. cek riwayat alergi
5. Melaporkan bila nyeri 4. pilih analgetik yang diperlukan
terkontrol atau kombinasi dari analgetik
ketika pemberian lebih dari satu
Tingkatan nyeri 5. tentukan pilihan analgetik
Kriteria hasil : tergantung tipe dan beratnya nyeri
1. Nyeri dilaporkan tidak 6. tentukan analgetik pilihan, rute
ada pemberian dan dosis optimal
2. Panjang episode nyeri 7. pilih rute pemberian secara IV,
tidak ada IM untuk pengobatan nyeri secara
3. Ekspresi wajah nyeri teratur
tidak ada 8. monitor vital sign sebelum dan
4. Kegelisahan tidak ada sesudah pemberian analgetik
5. Meringis tidak ada pertama kali
9. berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
Manajemen nyeri
Aktivitas:
1. Lakukan penilaian nyeri secara
komprehensif dimulai dari lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas dan penyebab.
2. Kaji ketidaknyamanan secara
nonverbal, terutama untuk pasien
yang tidak bisa
mengkomunikasikannya secara
efektif
3. Pastikan pasien mendapatkan
perawatan dengan analgesic
4. Gunakan komunikasi yang
terapeutik agar pasien dapat
menyatakan pengalamannya
terhadap nyeri serta dukungan
dalam merespon nyeri
5. Pertimbangkan pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
6. Tentukan dampak nyeri terhadap
kehidupan sehari-hari (tidur, nafsu
makan, aktivitas, kesadaran,
mood, hubungan sosial,
performance kerja dan melakukan
tanggung jawab sehari-hari)
7. Evaluasi pengalaman pasien atau
keluarga terhadap nyeri kronik
atau yang mengakibatkan cacat

2 Kerusakan Integritas jaringan: kulit Menajemen tekanan


integritas kulit dan membran mukosa Aktivtas:
Kriteria hasil: 1. Menggunakan pakaian yang
1. Suhu kulit tidak longgar
terganggu 2. Hindari kerutan pada bed
2. Tekstur kulit tidak 3. Jaga kebersihan kulit
terganggu 4. Monitor kulit adanya kemerahan
3. Perfusi jaringan tidak 5. Mobilisasi pasien
terganggu 6. Oleskan lotion / baby oil pada
4. Integritas kulit tidak daerah yang sering tertekan
terganggu
5. Pigmentasi abnormal Memandikan
tidak ada Aktivitas:
6. Lesi pada kulit tidak ada 1. Bantu memandikan pasien dengan
7. Jaringan parut tidak ada menggunakan bak mandi
2. Mandi dengan air suhu nyaman
Penyembuhan luka primer 3. Cuci rambut sesuai kebutuhan
Kriteria hasil: 4. Gunakan teknik mandi yang
1. Eritema di kulit menyenangkan pada anak
sekitarnya tidak ada 5. Bantu dalam perawatan
2. Lebam di kulit kebersihan
sekitarnya tidak ada
3. Peningkatan suhu kulit Perlindungan infeksi
tidak ada Aktivitas:
4. Bau luka busuk tidak 1. Monitor tanda gejala infeksi
ada 2. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
3. Batasi jumlah pengunjung
4. Pertahankan asepsik pada pasien
beresiko
5. Berikan perawatan kulit yang tepat
6. Tingkatkan asupan nutrisi

Perawatan luka
Aktivitas:
1. Buka perban/balutan pada luka
2. Cek kondisi luka tiap melakukan
perawatan
3. Bersihkan luka dengan larutan
NaCl 0,9%
4. Jaga teknik aseptik selama
tindakan
5. Bersihkan luka dengan kassa yang
telah dibasahi larutan NaCl 0,9%
6. Tutup luka dengan kassa lembab

3 Ketidakefektifan Keberhasilan menyusui Pengajaran individu, aktivitas:


pemberian ASI bayi, kriteria hasil: 1. Bina hubungan baik
1.kesejajaran tubuh (bayi) 2. Pertimbangkan kebutuhan
yang sesuai dan menempel pembelajaran klien
2. refleks menghisap baik 3. Pertimbangkan kesiapan
3. menyusui minimal 5- klien untuk belajar
10menit per payudara 4. Nilai tingkat pendidikan klien
4. minimal 8kali menyusui 5. Tentukan kemampuan klien
sehari dalam menerima informasi
5. penambahan bb bayi 6. Pilih materi pendidikan yang
sesuai usia sesuai
6. bayi puas setelah makan 7. Berikan leaflet atau brosur
7. bayi tidak rewel saat kepada klien
menyusui 8. Berikan lingkungan yang
kondusif
9. Puji perilaku yang tepat
10. Koreksi infomasi yang salah
11. Dokumentasikan konten yang
disajikan
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN

Nama Pasien : Ny. M

Ruangan : HCU Kebidanan

No. MR : 01.04.89.19

Tanggal Diagnosa Implementasi Keperawatan Evaluasi Paraf


Senin, 13 Mei Nyeri akut 1. Manajemen Nyeri S : Klien mengatakan nyeri masih terasa
2019  Melakukan pengkajian nyeri hilang timbul dan meningkat saat
secara komprehensif dengan bergerak
menggunakan
PQRSTdidapatkan data : O:
P : Luka post op SC
 Skala nyeri 5
Q : seperti ditusuk tusuk
 Klien tampak meringis saat
R : abdomen
bergerak
S:7
T : saat bergerak  Klien tampak gelisah
A : masalah teratasi sebagian
 Menentukan dampak nyeri
terhadap kehidupan sehari- P : intervensi di lanjutkan
hari (tidur, nafsu makan,
aktivitas, kesadaran, mood,
hubungan sosial,
performance kerja dan
melakukan tanggung jawab
sehari-hari) nyeri tidak
berdampak pada nafsu
makan bayi, nafsu makannya
masih baik. Namun
berdampak pada tidur bayi
karena merasa tidak nyaman.

Kerusakan Integritas 1. Perawatan Luka S : klien mengatakan bekas luka post op


Kulit  Mengganti balutan lama terasa sakit dan memerah
dengan balutan yang baru O:
serta melakukan perawatan  tampak luka masih memerah
luka pada pukul 10.00 WIB  tidak ada nanah
menggunakan larutan A : masalah teratasi sebagian
betadine dan Leukomed. P : intervensi dilanjutkan
 Menjaga kesterilan saat
melakukan perawatan luka
pasien dengan menggunakan
handscoon steril
 Mengkaji karakteristik luka
pada pasien, luka berwarna
kemerahan, tidak ada tanda
infeksi, balutan kering
namun masih terdapat bercak
darah. Luka berukuran 20
cm.
2. Pengawasan Kulit
 Melakukan pemeriksaan
pada kulit, kulit pasien
tampak kemerahan, kulit
pasien teraba hangat (pada
pukul 09.00)
 Memonitor kulit jika terdapat
ruam dan lecet pada pasien
 Memantau tanda gejala
infeksi yakni terdapat
kemerahan, ada tidaknya
nyeri, ada tidaknya nanah,
ada tidaknya bau pada luka

Ketidakefektifan 1. Pengajaran Individu S : klien mengatakan ASI yang keluar


Pemberian ASI  Membina hubungan saling sedikit
percaya O:
 Memgkaji kemampuan klien  Bayi tampak rewel saat menyusui
dalam menerima informasi  Hasil pompa ASI sedikit
baru  Adanya bendungan atau massa
 Memilih materi pendidikan pada payudara
kesehatan yang sesua P : masalah teratasi sebagian
 Memberikan pendidikan A : intervensi dilanjutkan
kesehatan mengenai
perawatan payudara
 Mengevaluasi klien
mengenai penkes yang
diberikan

Selasa, 14 Mei Nyeri akut 2. Manajemen Nyeri S : Klien mengatakan nyeri masih
2019  Melakukan pengkajian nyeri terasa hilang timbul dan meningkat saat
secara komprehensif dengan bergerak
menggunakan
PQRSTdidapatkan data : O:
P : Luka post op SC
 Skala nyeri 5
Q : seperti ditusuk tusuk
 Klien tampak meringis saat
R : abdomen
bergerak
S:5
T : saat bergerak  Klien tampak gelisah
A : masalah teratasi sebagian
 Menentukan dampak nyeri
terhadap kehidupan sehari- P : intervensi di lanjutkan
hari (tidur, nafsu makan,
aktivitas, kesadaran, mood,
hubungan sosial,
performance kerja dan
melakukan tanggung jawab
sehari-hari) nyeri tidak
berdampak pada nafsu
makan bayi, nafsu makannya
masih baik. Namun
berdampak pada tidur bayi
karena merasa tidak nyaman.
 Mengajarkan dan
menganjurkan relaksasi nafas
dalam
 Mengajarkan posisi yang
baik untuk mengurangi nyeri
Kerusakan Integritas 12. Perawatan Luka S : klien mengatakan bekas luka post op
Kulit  Mengganti balutan lama terasa sakit dan memerah
dengan balutan yang baru O:
serta melakukan perawatan  tampak luka masih memerah
luka pada pukul 10.00 WIB  tidak ada nanah
menggunakan larutan  luka berukuran 20 cm
betadine dan Leukomed. A : masalah teratasi sebagian
 Menjaga kesterilan saat P : intervensi dilanjutkan
melakukan perawatan luka
pasien dengan menggunakan
handscoon steril
 Mengkaji karakteristik luka
pada pasien, luka berwarna
kemerahan, tidak ada tanda
infeksi, balutan kering
namun masih terdapat bercak
darah. Luka berukuran 20
cm.
2. Pengawasan Kulit
 Melakukan pemeriksaan
pada kulit, kulit pasien
tampak kemerahan, kulit
pasien teraba hangat (pada
pukul 09.00)
 Memonitor kulit jika terdapat
ruam dan lecet pada pasien
 Memantau tanda gejala
infeksi yakni terdapat
kemerahan, ada tidaknya
nyeri, ada tidaknya nanah,
ada tidaknya bau pada luka

Ketidakefektifan Pengajaran Individu: S : klien mengatakan ASI yang keluar


pemberian ASI  Membina hubungan baik dan masih sedikit
saling percaya O:
 Menggunakan komunikasi  Klien tampak meringisi (masih
terapeutik merasa nyeri)
 Mengkaji kondisi klien saat  Posisi saat menyusui tidak
ini nyaman karena luka post-op
 Memberikan pendidikan  Penggunaan dot untuk menyusui
kesehatan mengenai posisi bayi
nyaman saat menyusui  Bayi tampak rewel
 Mengajarkan teknik relaksasi  Bendungan pada payudara mulai
untuk mengurangi nyeri berkurang
 Mengatur posisi nyaman P : masalah teratasi sebagian
untuk ibu selama menyusui A : intervensi dilanjutkan
 Mengevaluasi penkes yang
sudah diberikan
Rabu, 15 Mei Nyeri akut 13. Manajemen nyeri S : Klien mengatakan nyeri masih terasa
2019  Mengkaji hilang timbul dan meningkat saat
ketidaknyamanan secara bergerak
nonverbal, terutama O:
untuk pasien yang tidak
bisa  Skala nyeri 4
mengkomunikasikannya  Klien tampak meringis saat
secara efektif bergerak
 Klien tampak gelisah
 Menentukan tingkat
A : masalah teratasi sebagian
kebutuhan pasien yang
dapat memberikan P : intervensi di lanjutkan
kenyamanan pada pasien
dan rencana keperawatan
 Menyediakan informasi
tentang nyeri, contohnya
penyebab nyeri,
bagaimana kejadiannya,
mengantisipasi
ketidaknyamanan
terhadap prosedur
 Kontrol faktor lingkungan
yang dapat menimbulkan
ketidaknyamanan pada
pasien (suhu ruangan,
pencahayaan, keributan)

Kerusakan Integritas 1. Perawatan Luka S : klien mengatakan bekas luka post op


Kulit  Mengganti balutan lama terasa sakit dan memerah
dengan balutan yang baru O:
serta melakukan perawatan  tampak luka masih memerah
luka menggunakan larutan  tidak ada nanah
betadine dan Leukomed.  luka berukuran 20 cm
 Menjaga kesterilan saat A : masalah teratasi sebagian
melakukan perawatan luka P : intervensi dilanjutkan
pasien dengan menggunakan
handscoon steril
 Mengkaji karakteristik luka
pada pasien, luka berwarna
kemerahan, tidak ada tanda
infeksi, balutan kering
namun masih terdapat bercak
darah. Luka berukuran 20
cm.
 Memposisikan untuk
menghindari menempatkan
ketegangan pada luka, yang
sesuai

2. Pengawasan Kulit
 Melakukan pemeriksaan
pada kulit, kulit pasien
tampak kemerahan, kulit
pasien teraba hangat
 Memonitor kulit jika terdapat
ruam dan lecet pada pasien
 Memantau tanda gejala
infeksi yakni terdapat
kemerahan, ada tidaknya
nyeri, ada tidaknya nanah,
ada tidaknya bau pada luka

Kamis, 16 Mei Nyeri akut 1. Manajemen nyeri S : Klien mengatakan nyeri masih terasa
2019  Mengkaji hilang timbul dan meningkat saat
ketidaknyamanan secara bergerak
nonverbal, terutama O:
untuk pasien yang tidak
bisa  Skala nyeri 4
mengkomunikasikannya  Klien tampak meringis saat
secara efektif bergerak
 Klien tampak gelisah
 Menentukan tingkat
A : masalah teratasi sebagian
kebutuhan pasien yang
dapat memberikan P : intervensi di lanjutkan
kenyamanan pada pasien
dan rencana keperawatan
 Menyediakan informasi
tentang nyeri, contohnya
penyebab nyeri,
bagaimana kejadiannya,
mengantisipasi
ketidaknyamanan
terhadap prosedur
 Kontrol faktor lingkungan
yang dapat menimbulkan
ketidaknyamanan pada
pasien (suhu ruangan,
pencahayaan, keributan)

2. Manajemen lingkungan :
kenyamanan
 Menciptakan lingkungan
yang tenang dan
mendukung
 Menyediakan lingkungan
yang aman dan bersih
 Memfasilitasi posisi
kenyamanan pasien
(misalnya menggunakan
prinsip-prinsip kesejajaran
tubuh, dukungan dengan
bantal, dukunng sendi
selama gerakan, belat atas
sayatan, dan
melumpuhkan bagian
tubuh yang menyakit kan
 Menghindari
mengekspose kulit atau
selaput lendir terhadap
iritasi (misalnya tinja diare
dan drainase luka)

Kerusakan Integritas 2. Perawatan Luka S : klien mengatakan bekas luka post op


Kulit  Mengganti balutan lama terasa sakit dan memerah
dengan balutan yang baru O :
serta melakukan perawatan  tampak luka masih memerah
luka menggunakan larutan  tidak ada nanah
betadine dan Leukomed.  luka berukuran 20 cm
 Menjaga kesterilan saat A : masalah teratasi sebagian
melakukan perawatan luka P : intervensi dilanjutkan
pasien dengan menggunakan
handscoon steril
 Mengkaji karakteristik luka
pada pasien, luka berwarna
kemerahan, tidak ada tanda
infeksi, balutan kering
namun masih terdapat bercak
darah. Luka berukuran 20
cm.
 Memposisikan untuk
menghindari menempatkan
ketegangan pada luka, yang
sesuai.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini kelompok membahas mengenai kesenjangan antara teori dengan studi
kasus asuhan keperawatan yang dilakukan pada Nn. M dengan PEB di Irna Kebidanan
RSUP Dr. M.Djamil Padang. Pembahasan yang penulis lakukan meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan pengumpulan data subyektif dan obyektif secara
sistematis dengan tujuan membuat penentuan tindakan keperawatan bagi individu,
keluarga dan komunitas. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan atau masalah pasien. Dalam pengumpulan data penulis
menggunakan metode wawancara dengan pasien, observasi secara langsung terhadap
kemampuan dan perilaku pasien.
Pengkajian dari riwayat kesehatan pada pasien yaitu dimulai dari identitas. Pasien
berinisial Ny. M usia 36 th, bekerja sebagai ibu rumahtangga dan beralamat di lubuk
basung. Keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, dan
riwayat kesehatan keluarga. Klien datang melalui IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang
rujukan dari RSIA Rizki Bunda Lubuk Basung pada tanggal 12 Mei 2019 jam 19.52
WIB dengan diagnosa PEB + Gravid preterm 33 – 34 minggu G5P2A2H2 dimana
riwayat hipertensi dalam kehamilan sejak 2 bulan yang lalu yakni 180/100 MmHg dan
DJJ 110 – 120/i. Klien memiliki riwayat hipertensi diluar kehamilan sejak 5 tahun
yang lalu dan tidak terkontrol, selain itu klien juga memiliki riwayat asma yang
diturunkan dari ibu klien.
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 13 Mei 2019 pukul 12.00 WIB, klien
P3A2H3 post SC a/i PEB dalam regimen MgSO4 dosis maintenance dari luar + bekas
SC 1x + hipoalbumin. Klien selesai operasi sekitar pukul 05.00 WIB tanggal 13 Mei
2019 dengan terpasang IVFD RL + regimen MgSO4 dosis maintenance 28 tpm dan
IVFD RL drip 2 Amp Oxytocin 28tpm. Kesadaran klien kompos mentis, keadaan
umum sedang, klien terpasang kateter urin, kontraksi uterus baik, perdarahan normal,
TFU teraba 2 jari dibawah pusat. Klien mengatakan nyeri pada bagian luka post op
dengan skala nyeri 7, nyeri dirasakan seperti menusuk-nusuk dan terasa meningkat
saat bergerak. Klien mengatakan cemas dan sering bertanya tentang keadaan anaknya
pada perawat. Pada pemeriksaan TTV didapatkan data TD : 200/120 MmHg, Nadi :
85x/i, Pernapasan : 20x/i, dan suhu 36, 5℃. Hasil pemeriksaan labor menunjukkan
proteinuria.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan tidak terkontrol,
riwayat abortus dua kali sebelumnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Masturoh
(2016) yang didapatkan bahwa Faktor riwayat hipertensi mempunyai risiko 6,42 kali
terjadi preeklampsia dindingkan dengan ibu hamil yang tidak ada riwayat hipertensi.
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang serupa, tidak
ada riwayat DM dalam keluarga, tidak ada riwayat keganasan dalam keluarga.
Riwayat penyakit disangkal.
Dari hasil pengkajian diketahui bahwa pasien berusia 36th, menurut hasil
penelitian Pradita (2018) ditemukan bahwa terdapat hubungan antara usia ibu hamil
dengan kejadian preeklamsia pada ibu hamil dimana mayoritas preeklampsia lebih
banyak ditemukan pada usia ibu hamil dengan umur 20-36 tahun dengan persentase
64,61%. Selain itu ini adalah kehamilan kedua klien yang mana sesuai dengan
penelitian Utama (2015) didapatkab bahwa preeklamsia lebih banyak ditemukan pada
ibu dengan multigravida dengan persentase 54,24%.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan teori yang didapat pada penderita PEB secara
umum manifestasi klinis yang diderita pada pasien kelolaan oleh kelompok sudah
sesuai yaitu tekanan darah tinggi (180/100 MmHg) dan proteinuria. Namun ada salah
satu khas gejala PEB yang tidak muncul yakni edema meskipun pada awal masuk RS
edema ada.Hal ini karena kondisi edema terjadi akibat pengaruh aldosteron, terjadi
peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan. Penumpukan ini
terjadi akibat adanya kerusakan fungsi ginjal sehingga ginjal tidak mampu
mengeluarkan cairan dengan normal kembali sehingga mengakibatkan edema.
2. Diagnosa
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan penulis terhadap pasien kelolaan,
penulis mendapatkan 3 diagnosa yaitu nyeri akut, kerusakan integritas kulit, dan
ketidakefektifan pemberian ASI. Dari diagnosa yang ditemukan, penulis mengangkat
diagnosa keperawatan yaitu nyeri akut. Dengan data subjektif pasien mengeluhkan
nyeri pada bagian luka post op SC pada bagian abdomen bawah, data objektif
didapatkan skala nyeri 7 terasa seperti ditusuk-tusuk dan nyeri meningkat jika
bergerak. Berdasarkan batasan karakteristik pada NANDA edisi 2018, terdapat
beberapa data yang sesuai dengan kondisi pasien yaitu diaforesis, perubahan
parameter fisiologis yaitu frekuensi nadi meningkat (85x/i), tekanan darah meningkat
(200/120 mmHg), ekspresi wajah yang menampakkan nyeri, dan fokus pasien yang
menyempit hanya pada dirinya sendiri. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nilekusuma dan Batavia tahun 2016 didapatkan hasil bahwa pasien
dengan post SC atas indikasi PEB mengalami nyeri pada luka post op dengan skala
nyeri rata-rata 7, terdapat diaforesis, frekuensi nadi dan tekanan darah meningkat.
Selanjutnya untuk diagnosa kedua yaitu kerusakan integritas kulit. Dengan data
terdapat luka post op SC dengan ukuran sepanjang 7 cm dengan posisi horizontal dan
pasien mengeluh nyeri pada area operasi. Terkadang pasien enggan bergerak karna
sakit sehingga menyebabkan area luka operasi menjadi lama untuk sembuh. Sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Khoiriyah dan Juliani tahun 2017 di Tanjung
Pinang didapatkan hasil bahwa pasien post SC dengan PEB mengalami kerusakan
integritas kulit dengan karakteristik luka jahitan sepanjang 6-10 cm dengan posisi
horizontal dan beberapa pasien mengalami pembengkakan dan nyeri pada luka operasi
nya dikarenakan enggan untuk bergerak atau melakukan mobilisasi dini.
Diagnosa ketiga yaitu ketidakefektifan pemberian ASI. Didapatkan data bahwa
klien mengatakan ASI yang keluar sedikit dan saat di palpasi teraba bendungan/
massa pada payudara. Ibu juga terlihat letih dan lemah sehingga kesulitan untuk
menyusui bayi nya. Penelitian oleh Purnama tahun 2016 didapatkan hasil bahwa
pasien dengan post SC rata-rata mengalami masalah pada ASI untuk bayinya, hal ini
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan ibu tentang cara laktasi dan juga kondisi ibu
yang tidak memungkinkan untuk segera menyusui bayi nya. Sehingga didapatkan
hasil pemeriksaan pada ibu post SC terdapat bendungan ASI yang teraba keras pada
payudaranya.
Secara teori diagnosa yang didapatkan pada penderita PEB pada pasien yang
dikelola kelompok tidak sesuai. Hal ini disebabkan oleh adanya bantuan pengobatan
yang dapat menekan gejala yang muncul akibat PEB serta perbedaan tingkat
keparahan pada penyakitnya dimana klien baru pada kehamilan ini mengalami PEB.

3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan merupakan metode komunikasi tentang asuhan
keperawatan pada klien dalam hal ini disesuaikan dengan NANDA, NIC, dan NOC.
Dalam rencana keperawatan dituliskan perawat membina hubungan saling percaya
dengan pasien dengan alasan dapat membantu pasien untuk lebih terbuka dan mampu
berinteraksi dengan orang lain. Perawat juga perlu melakukan kontak sering dan
singkat secara bertahap dengan pasien, agar pasien merasa keberadaan perawat
menunjukan kepedulian dan perhatian kepada pasien. Perawat juga harus
mengobservasi pasien dari tanda – tanda dari perburukan penyakit.
Dari diagnosa yang diangkat, penulis akan merencanakan tindakan keperawatan
diagnosa nyeri akut yaitu manajemen nyeri. Untuk diagnosa kerusakan integritas kulit
tindakan yang dilakukan adalah perawatan luka dan pengawasan kulit. Untuk
diagnosa ketidakefektifan pemberian ASI tindakan yang dilakukan adalah pemberian
edukasi serta pengajaran terkait bagaimana cara pemberian ASI yang baik, manfaat,
serta upaya agar ASI dapat keluar dengan baik.
Kelompok juga melakukan intervensi kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya
yaitu dokter dan apoteker dalam pemberian terapi obat seperti antibiotik, terapi cairan
parenteral, dan juga berkolaborasi dengan ahli gizi untuk terapi diet yang cocok untuk
klien dalam kondisi penyakitnya.
4. Implementasi
Implementasi tindakan keperawatan adalah suatu kegiatan pemberian asuhan
keperawatan yang telah direncanakan sebelumnya. Dalam implementasi pada kasus
ini kelompok sudah membuat perencanaan yang sudah tertulis sebelum melakukan
tindakan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan
pasien saat ini.
Implementasi yang sudah kelompok lakukan kepada pasien kelolaan ialah
pemberian pengajaran relaksasi, pengaturan posisi, manajemen pengobatan dengan
prinsip 6 benar obat, kontrol infeksi, perawatan luka, dan pengawasan kulit. Adapun
implementasi yang tidak dapat rutin dilakukan oleh kelompok ialah memandikan
klien, karena kelompok hanya dapat melakukan perawaan diri memandikan saat klien
ada di ruang HCU, sementara saat klien pindah ke ruang rawat intervensi akan
diajarkan kepada keluarga untuk memandirikan keluarga dan pasien.
5. Evaluasi
Berdasarkan evaluasi dari data subjektif dan data objektif yang diperoleh setelah
melakukan implementasi terhadap pasien didapatkan hasil bahwa masalah teratasi
sebagian dari outcome yang ingin diharapkan. Pada diagnosa nyeri akut didapatkan
data nyeri pasien sudah mulai berkurang, skala nyeri menjadi 4, diaforesis tidak ada,
TTV sudah dalam batas normal (Nadi=80x/i). Sedangkan pada diagnosa kerusakan
integritas kulit didapatkan data bahwa luka pasien masih memerah namun tetap
terjaga kebersihan luka nya yaitu terbalut rapi oleh verban dan tidak ada nanah.
Selanjutnya pada diagnosa ketidakefektifan pemberian ASI didapatkan data bahwa
ibu mengatakan ASI keluar namun masih sedikit, bayi masih rewel, dan bendungan
pada ASI sudah mulai berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. (2012). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Bobak, I.M., Deitra L.L., & Margaret D. J. (2015). Buku ajar keperawatan maternitas, Edisi
4. Jakarta: EGC
Cunningham, F. G., 2016. Obstetric William. Edisi 21. Jakarta : EGC, pp :422-40.
Departemen Kesehatan RI. 2017. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Febriani, Ferra (2013). Laporan Pendahuluan Keperawatan MaternitasPEB (Pre
EklamsiBerat)Di Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Banyuma.
Kementerian Pendidikan Nasional Universitas Jenderal SoedirmanFakultas
Kedokteran Dan Ilmu-Ilmu KesehatanJurusan KeperawatanProgram Profesi
NersPurwokerto.
Hacker, N. F., George, M., 2012. Esensial Obstetri dan Ginekologi Ed. 2. Jakarta:Penerbit
Hipokrates, pp: 164;179-91;275-86.
Herdman, T. H. (2012). Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta:
EGC.
Manuaba, I. B. G., 2013. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : Penerbit BukuKedokteran
EGC.
Matsuroh. 2015. Determinan maternal kejadian pre eklamsia. Jawa tengah: Stikes Mandala.
Pradita. 2018. Hubungan usia ibu hamil dengan kejadian pre-eklamsia. Solo: UMS
Prawirohardjo, S. (2016). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
World Health Organization. Global Health Observatory (GHO): Maternal and Reproductive
Health. 2013; Available from: http://www.who.int/gho/maternal_health/en/.

Anda mungkin juga menyukai