Anda di halaman 1dari 18

PENGARUH KOMBINASI PUPUK TERHADAP PARAMETER MUTU SPESIFIK DAN NONSPESIFIK

SIMPLISIA DAUN KUMIS


KUCING (Orthosiphon stamineus Benth.)
MARCELLINA SARASWATI FERRYANTO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah

dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu, terbukti dari

adanya naskah lama pada daun lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak

pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen Serat Primbon Jampi, Serat Racikan Boreh

Wulang nDalem dan relief candi Borobudur yang menggambarkan orang sedang

meracik obat (jamu) dengan tumbuhan sebagai bahan bakunya (Sari, 2006).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan bahwa

hampir separuh orang Indonesia mengonsumsi obat tradisional terutama jamu

untuk pencegahan dan penyembuhan. Sebanyak 49,53 % penduduk Indonesia

berusia 45 tahun ke atas mengonsumsi jamu. Sekitar 5 % penduduk mengonsumsi

jamu tiap hari, sementara sisanya mengonsumsi jamu sesekali.

Menurut Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes, jumlah pengobat

tradisional di Indonesia yang tercatat cukup banyak, yaitu 280.000 pengobat

tradisional dan 30 keahlian/spesialisasi. Sedang dari di 30 ribu jenis tanaman yang

ada di Indonesia 950 jenis diantaranya memiliki fungsi penyembuhan yang sudah

selayaknya bisa dikembangkan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Disamping itu, menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2001, 57,7%

penduduk Indonesia melakukan pengobatan sendiri, 31,7% menggunakan obat

tradisional, dan 9,8 memilih cara pengobatan tradisional. Sedangkan pada tahun

1
PENGARUH KOMBINASI PUPUK TERHADAP PARAMETER MUTU SPESIFIK DAN NONSPESIFIK
SIMPLISIA DAUN KUMIS
KUCING (Orthosiphon stamineus Benth.) 2
MARCELLINA SARASWATI FERRYANTO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

2004 penduduk Indonesia yang melakukan pengobatan sendiri meningkat menjadi

72,44 % dimana 32,87 % menggunakan obat tradisional (Idward, 2012).

Salah satu tanaman yang sering digunakan dalam pengobatan tradisional

adalah tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.). Daun kumis

kucing basah maupun kering bermanfaat digunakan sebagai bahan obat-obatan. Di

Indonesia daun yang kering (simplisia) dipakai sebagai obat yang memperlancar

pengeluaran air kemih (diuretik) sedangkan di India untuk mengobati rematik.

Masyarakat menggunakan kumis kucing sebagai obat tradisional sebagai upaya

penyembuhan batuk, encok, masuk angin dan sembelit. Di samping itu daun

tanaman ini juga bermanfaat untuk pengobatan radang ginjal, batu ginjal

(Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2013).

Tingginya tingkat penggunaan tanaman kumis kucing sebagai obat

tradisional mengacu pada pengembangan metode budidaya dan pengolahan pasca

panen tanaman kumis kucing yang dapat memberikan hasil yang optimal, baik

dalam kualitas maupun kuantitas. Beberapa faktor yang terkait dengan teknik

budidaya ini diantaranya adalah melakukan kombinasi baru dalam penggunaan

pupuk. Aplikasi kombinasi pupuk ditujukan untuk memperoleh kesuburan tanah

yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kumis kucing.

Kesuburan tanah (kandungan hara tersedia) merupakan faktor penentu

terhadap produktivitas dan mutu bahan baku obat. Semua tanaman, termasuk

tanaman obat, diperlukan hara yang seimbang untuk menopang pertumbuhannya

secara optimal sehingga produktivitasnya tinggi. Kekurangan salah satu hara atau

tidak seimbangnya kebutuhan hara dapat menyebabkan penurunan hasil dan mutu

2
PENGARUH KOMBINASI PUPUK TERHADAP PARAMETER MUTU SPESIFIK DAN NONSPESIFIK
SIMPLISIA DAUN KUMIS 3
KUCING (Orthosiphon stamineus Benth.)
MARCELLINA SARASWATI FERRYANTO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

zat berkhasiat obat, sehingga tidak jarang bahan baku tanaman obat yang sampai

ke industri mutunya masih di bawah standar. Hal ini salah satunya disebabkan

oleh perolehan bahan baku obat tersebut dengan cara pengumpulan bahan secara

liar di semak-semak, hutan dan atau hasil budidaya yang seadanya, sehingga tidak

terpenuhinya kebutuhan hara yang seimbang (Rahardjo, 2003). Dalam penelitian

Samanhudi et al. (2008), pemberian pupuk organik yang sesuai mempengaruhi

luas daun kumis kucing. Penelitian Gunarso (1995), menyatakan bahwa

pemupukan kalium (K) berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman,

bobot kering tanaman (total, panen daun, daun, batang dan akar) dan luas

permukaan daun. Dengan adanya optimasi pemupukan, diharapkan dapat

dihasilkan tanaman kumis kucing dengan mutu yang memenuhi persyaratan yang

berlaku. Sebagai keberlanjutan dari optimasi budidaya tanaman kumis kucing,

diperlukan pula adanya optimasi dalam perlakuan dalam pemanenan dan pasca

panen.

Di samping masalah budidaya dan pemanenan, kecenderungan masyarakat

untuk mengkonsumsi tanaman kumis kucing sebagai obat tradisional memicu

pengembangan tanaman ini menjadi fitofarmaka. Untuk mencapai hal ini, perlu

dikaji mengenai kejelasan dan kebenaran bahan, yang kemudian didampingi

dengan metode pembuatan simplisia yang baik dan memenuhi persyaratan yang

berlaku. Dalam bentuk simplisia, perlu dilakukan standarisasi untuk menjaga

kualitas dan efikasi bahan obat herbal. Standarisasi diartikan sebagai nilai atau

ukuran yang menyatakan reprodusibilitas mutu sehingga menghasilkan

konsistensi efikasi untuk setiap produknya (Gaedcke and Steinhoff, 2003).


PENGARUH KOMBINASI PUPUK TERHADAP PARAMETER MUTU SPESIFIK DAN NONSPESIFIK
SIMPLISIA DAUN KUMIS 4
KUCING (Orthosiphon stamineus Benth.)
MARCELLINA SARASWATI FERRYANTO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

B. Rumusan Masalah

1. Apakah simplisia daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.) yang

dihasilkan dari tiga tanaman kumis kucing yang masing-masing diberi

pemupukan yang berbeda memiliki kualitas yang memenuhi persyaratan yang

berlaku?

2. Apakah penggunaan kombinasi pupuk yang berbeda pada tanaman kumis

kucing berpengaruh terhadap hasil penetapan parameter nonspesifik simplisia

daun kumis kucing yang dihasilkan?

3. Apakah penggunaan kombinasi pupuk yang berbeda pada tanaman kumis

kucing berpengaruh terhadap hasil penetapan parameter spesifik simplisia daun

kumis kucing yang dihasilkan?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kualitas simplisia daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus

Benth.) yang dihasilkan dari tiga tanaman kumis kucing yang masing-masing

diberi pemupukan yang berbeda.

2. Mengetahui adanya perbedaan hasil penetapan parameter non spesifik, meliputi

susut pengeringan, kadar air, kadar abu, kadar abu larut asam, cemaran logam

berat timbal (Pb), cemaran residu pestisida organoklorin, cemaran mikroba

Angka Lempeng Total (ALT) dan Angka Kapang Khamir (AKK) simplisia

daun kumis kucing dengan perlakuan pemupukan yang berbeda.

3. Mengetahui adanya perbedaan hasil penetapan parameter spesifik, meliputi

senyawa terlarut dalam air, senyawa terlarut dalam etanol pada simplisia daun
PENGARUH KOMBINASI PUPUK TERHADAP PARAMETER MUTU SPESIFIK DAN NONSPESIFIK
SIMPLISIA DAUN KUMIS 5
KUCING (Orthosiphon stamineus Benth.)
MARCELLINA SARASWATI FERRYANTO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

kumis kucing, pola kromatogram, penetapan kadar flavonoid total dan

penetapan kadar fenolik total simplisia daun kumis kucing dengan perlakuan

pemupukan yang berbeda.

D. Tinjauan Pustaka

1. Kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.)

Gambar 1. Tumbuhan kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.)

Klasifikasi tanaman kumis kucing adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Tubiflorae

Suku : Labiatae

Marga : Orthosiphon stamineus Benth.


PENGARUH KOMBINASI PUPUK TERHADAP PARAMETER MUTU SPESIFIK DAN NONSPESIFIK
SIMPLISIA DAUN KUMIS 6
KUCING (Orthosiphon stamineus Benth.)
MARCELLINA SARASWATI FERRYANTO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Sinonim : Orthosiphon spicatus B.B.S.; O. grandiflorus Bold

(Hutapea, 2000); O. aristatus (Bl.) Miq.

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1980).

a. Morfologi

Kumis kucing merupakan tumbuhan semak tahunan yang dapat tumbuh

mencapai 50-150 cm. Kumis kucing memiliki batang berkayu yang berbentuk

segi empat, beruas-ruas, serta bercabang dengan warna coklat kehijauan. Daun

kumis kucing merupakan daun tunggal yang berbentuk bulat telur, dengan

ukuran panjang 7-10 cm dan lebar 8-50 cm. Pada bagian tepi daun bergerigi

dengan ujung dan panjang runcing. Daun tipis dan berwarna hijau. Bunga

kumis kucing berupa bunga majemuk berbentuk malai yang terletak di ujung

ranting dan cabang dengan mahkota bunga berbentuk bibir dan berwarna putih.

Pada bunga terdapat kelopak yang berlekatan dengan ujung terbagi empat dan

berwarna hijau. Benang sari pada bunga berjumlah empat dengan kepala sari

berwarna ungu. Sedangkan putik pada bunga berjumlah satu dan berwarna

putih. Kumis kucing memiliki buah berbentuk kotak dan bulat telur, yang

berwarna hijau ketika masih muda dan berubah warna menjadi hitam setelah

tua. Biji kumis kucing berukuran kecil dan berwarna hijau ketika masih muda

yang menghitam setelah tua. Perakaran kumis kucing merupakan akar

tunggang berwarna putih kotor (Hutapea, 2000).


PENGARUH KOMBINASI PUPUK TERHADAP PARAMETER MUTU SPESIFIK DAN NONSPESIFIK
SIMPLISIA DAUN KUMIS 7
KUCING (Orthosiphon stamineus Benth.)
MARCELLINA SARASWATI FERRYANTO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

b. Nama lain

Kumis kucing memiliki beberapa nama daerah diantaranya adalah

Kumis ucing (Sunda), Remujung (Jawa tengah) (Hutapea, 2000), Se-salaseyan,

Soengot koceng (Madura) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1980),

Kutun, Mamam, Bunga laba-laba (Jawa) (Yuniarti, 2008).

c. Kandungan kimia

Pada umumnya, kumis kucing memiliki kandungan kimia berupa

alkaloid, saponin, flavonoid dan polifenol (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 1987), zat samak, orthosiphon glikosida, minyak lemak, sapofonin,

garam kalium (0,6-3,5%) dan myoinositol (Hariana, 2005), serta minyak atsiri

sebanyak 0,02-0,06 % yang terdiri dari 6 macam sesquiterpenes dan senyawa

fenolik, glikosida flavonol, turunan asam kaffeat. Hasil ekstraksi daun dan

bunga Orthosiphon stamineus Benth. Ditemukan methylripariochromene A

atau 6-(7, 8-dimethoxyethanone). Juga ditemukan 9 macam golongan senyawa

flavon dalam bentuk aglikon, 2 macam glikosida flavonol, 1 macam senyawa

coumarin, scutellarein, 6-hydroxyluteolin, sinensetin (Yulaikhah, 2009).

d. Efek farmakologi

Secara empiris daun kumis kucing telah digunakan oleh masyarakat

dalam pengobatan tradisional, antara lain sebagai peluruh air seni, mengobati

batu ginjal, mengobati kencing manis, penurun tekanan darah tinggi serta

mengobati encok (Hutapea, 2000). Pada prinsipnya kumis kucing digunakan


PENGARUH KOMBINASI PUPUK TERHADAP PARAMETER MUTU SPESIFIK DAN NONSPESIFIK
SIMPLISIA DAUN KUMIS 8
KUCING (Orthosiphon stamineus Benth.)
MARCELLINA SARASWATI FERRYANTO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

sebagai diuretik, ekstrak alkohol-air dari kumis kucing memicu urinasi dan

sekresi ion Na+ pada tikus (Wiart, 2006).

2. Pemupukan

Pemupukan adalah cara-cara atau metode pemberian pupuk atau bahan-

bahan lain seperti bahan kapur, bahan organik, pasir ataupun tanah liat ke dalam

tanah. Sedangkan pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun

anorganik, bila ditambahkan ke dalam tanah ataupun tanaman dapat menambah

unsur hara serta dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, atau

kesuburan tanah (Hasibuan, 2006).

Berdasarkan asalnya, pupuk dibedakan menjadi pupuk alam dan pupuk

buatan. Pupuk alam dibuat dengan bahan alam tanpa proses yang berarti. Pupuk

buatan dibuat oleh pabrik. Pupuk ini dibuat oleh pabrik dengan mengubah sumber

daya alam melalui proses fisika ataupun kimia. Sedangkan berdasarkan

senyawanya, pupuk dibedakan menjadi pupuk organik dan anorganik.

Kebanyakan pupuk alam tergolong pupuk organik. Contohnya pupuk kandang.

Hampir semua pupuk buatan tergolong pupuk anorganik. Contohnya NPK

(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

a. Pupuk kandang

Pupuk kandang yang berasal dari usaha pertanian antara lain kotoran

ayam, sapi, kerbau dan kambing. Komposisi hara pada masing-masing hewan

berbeda tergantung pada jumlah dan jenis makanannya. Secara umum,


PENGARUH KOMBINASI PUPUK TERHADAP PARAMETER MUTU SPESIFIK DAN NONSPESIFIK
SIMPLISIA DAUN KUMIS 9
KUCING (Orthosiphon stamineus Benth.)
MARCELLINA SARASWATI FERRYANTO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

kandungan hara dalam kotoran hewan lebih rendah dari pupuk kimia.

Contohnya pada pupuk kandang sapi, memiliki kadar karbon yang tinggi, yang

menekan pertumbuhan tanaman sehingga perlu pengolahan sebelum

diaplikasikan. Oleh karena itu, dalam aplikasinya pupuk kandang cenderung

diberikan dalam jumlah yang lebih banyak daripada pupuk kimia. Hal ini

disebabkan oleh ketersediaan hara dalam pupuk kandang yang dipengaruhi

oleh tingkat dekomposisi/mineralisasi bahan-bahan tersebut. Hara seperti

nitrogen, fosfor dan unsur lainnya terdapat dalam kompleks organo protein atau

senyawa asam humat atau lignin yang sulit terdekomposisi (Hartatik dan

Widowati, 2005).

Untuk meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman, perlu perlakuan

pengomposan untuk pupuk kandang. Pengomposan diartikan sebagai proses

dekomposisi secara biologi untuk mencapai bahan organik yang stabil. Proses

pengomposan menghasilkan panas. Dengan dihasilkannya panas maka akan

dihasilkan produk kompos akhir yang stabil, bebas dari patogen dan biji-biji

gulma, berkurangnya bau, dan lebih mudah diaplikasikan ke lapangan. Selain

itu perlakuan pengomposan dapat meningkatkan ketersediaan hara bagi

tanaman karena perubahan bentuk dari tidak tersedia menjadi mudah tersedia.

Sebelum dilakukan pengomposan, pupuk kandang sapi memilliki kandungan

unsur hara karbon 63,44 %, nitrogen 1,53 %, fosfor 0,67 % dan kalium 0,70 %.

Setelah dilakukan pengomposan, pupuk kandang sapi memiliki kandungan

unsur hara nitrogen 2,34 %, fosfor 1,8 % dan kalium 0,96 % (Hartatik dan

Widowati, 2005).
PENGARUH KOMBINASI PUPUK TERHADAP PARAMETER MUTU SPESIFIK DAN NONSPESIFIK
SIMPLISIA DAUN KUMIS 10
KUCING (Orthosiphon stamineus Benth.)
MARCELLINA SARASWATI FERRYANTO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

b. Pupuk NPK (Nitrogen, Phospor, Kalium)

Pupuk NPK adalah pupuk yang berisi kombinasi unsur hara berupa (N)

nitrogen, (P) fosfor dan (K) kalium. Nitrogen dalam tanah terdapat dalam

berbagai bentuk, meliputi protein (bahan organik), senyawa-senyawa amino,

amonium (NH4+), dan nitrat, sedangkan nitrogen yang diambil tanaman dalam

bentuk NH4+ dan NO3-. Fosfor diserap tanaman terutama sebagai anion fosfat

valensi satu (H2PO4-) dan diserap lebih lambat dalam bentuk anion bervalensi

dua (HPO42-) (Engelstad, 1997). Kalium diserap tanaman dalam bentuk K+,

terutama pada tanaman muda (Silahooy, 2008). Pemberian pupuk NPK

mempengaruhi ketersediaan NO3- dalam tanah, sedangkan ketersediaan kalium

dan fosfor dalam tanah tidak terpengaruh secara signifikan (Afrianti, 2011).

Pada dasarnya, unsur hara yang paling mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan tanaman adalah unsur hara makro. Beberapa unsur hara makro

diantaranya nitrogen, fosfor dan kalium. Nitrogen merupakan salah satu unsur

hara utama yang berperan sebagai penyusun bahan dasar protein sehingga

sintesis protein ikut meningkat, selain itu unsur ini juga berperan dalam

pembentukan klorofil serta pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian

vegetatif tanaman, seperti daun, batang, dan akar. Pemberian nitrogen secara

optimal diketahui dapat mempercepat laju pertumbuhan tanaman yaitu

menambah tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang (Hardjowigeno,

1992; Siregar dan Utami, 2002). Unsur hara fosfor (P) merupakan unsur

penyusun jaringan tanaman, seperti asam nukleat, fosfolipida, dan fitin. Fosfor

dibutuhkan tanaman pada awal pertumbuhan tanaman terutama di bagian


PENGARUH KOMBINASI PUPUK TERHADAP PARAMETER MUTU SPESIFIK DAN NONSPESIFIK
SIMPLISIA DAUN KUMIS 11
KUCING (Orthosiphon stamineus Benth.)
MARCELLINA SARASWATI FERRYANTO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

tunas-tunas muda (pembelahan sel), khususnya di ujung-ujung akar

(Hardjowigeno, 1992). Kalium peranan utamanya adalah aktifator enzim yang

penting untuk fotosintesis dan respirasi, serta aktifator enzim dalam

pembetukan pati dan protein (Salisbury dan Ross, 1995).

3. Simplisia

Simplisia merupakan bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia

merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati,

simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral. Sedangkan yang dimaksud

dengan simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian

tanaman atau eksudat tanaman.

Pada dasarnya pembuatan simplisia dilakukan melalui tahapan yang

meliputi pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, perajangan,

pengeringan, sortasi kering, pengepakan, penyimpanan dan pemeriksaan mutu.

Pemeriksaan mutu dilakukan dengan cara organoleptik, makroskopik,

mikroskopik dan atau cara kimia. Beberapa jenis simplisia tertentu ada yang perlu

diperiksa dengan uji mutu secara biologi. Simplisia dinyatakan bermutu apabila

simplisia yang bersangkutan memenuhi persyaratan yang disebutkan dalam buku-

buku seperti Farmakope Indonesia, Farmakope Herbal Indonesia, atau Materia

Medika (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985).


PENGARUH KOMBINASI PUPUK TERHADAP PARAMETER MUTU SPESIFIK DAN NONSPESIFIK
SIMPLISIA DAUN KUMIS 12
KUCING (Orthosiphon stamineus Benth.)
MARCELLINA SARASWATI FERRYANTO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

4. Ekstraksi

Ekstraksi adalah metode pemisahan dimana komponen-komponen terlarut

dari suatu campuran dipisahkan dari komponen-komponen yang tidak larut

dengan pelarut yang sesuai (Leniger dan Beverloo, 1975). Metode paling

sederhana untuk mengekstraksi padatan adalah dengan mencampur seluruh bahan

dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut.

a. Cairan penyari

Pelarut etanol sering digunakan karena memiliki polaritas lebih tinggi

daripada air suling sehingga akan lebih banyak melarutkan komponen polar.

Etanol mudah untuk melarutkan senyawa resin, lemak, minyak, asam lemak,

dan senyawa organik lainnya, serta merupakan pelarut yang aman dalam arti

tidak toksik (Somaatmaja, 1981). Di samping itu untuk mengekstrak suatu

bahan yang belum diketahui kandungan kimianya secara jelas diharuskan

menggunakan pelarut etanol atau air untuk alasan keamanan (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2000). Sedangkan ekstrak dengan pelarut air

suling digunakan sebagai pendekatan terhadap keadaan nyata konsumsi

tanaman tersebut sehari-hari secara umum.

b. Metode penyarian

Metode penyarian dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari

bahan mentah yang akan diekstraksi dan daya penyesuaian dengan tiap macam

metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna


PENGARUH KOMBINASI PUPUK TERHADAP PARAMETER MUTU SPESIFIK DAN NONSPESIFIK
SIMPLISIA DAUN KUMIS 13
KUCING (Orthosiphon stamineus Benth.)
MARCELLINA SARASWATI FERRYANTO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

atau mendekati sempurna (Ansel, 1989). Terdapat beberapa metode ekstraksi

yang sering digunakan dalam pembuatan ekstrak, diantaranya adalah perkolasi

dan maserasi.

Perkolasi secara umum dapat dinyatakan sebagai proses dimana

simplisia yang sudah halus diekstraksi dengan cara melewatkan pelarut yang

sesuai, yang dapat melarutkan kandungan zat kimia dalam simplisia, pada

simplisia dalam suatu kolom. Simplisia dimampatkan dalam alat ekstraksi

khusus bernama perkolator. Kebanyakan ekstraksi dilakukan dengan metode

ini (Ansel,1989).

Maserasi dilakukan dengan merendam simplisia yang sudah dihaluskan

dalam pelarut yang sesuai, sampai pelarut meresap dan melunakkan susunan

sel, sehingga zat-zat yang terlarut dalam pelarut akan mudah larut dan tersari

dalam pelarut. Biasanya simplisia ditempatkan dalam wadah atau bejana

bermulut lebar bersama dengan pelarut yang telah ditetapkan, lalu bejana

ditutup rapat dan isinya dikocok atau diaduk berulang-ulang dengan jangka

waktu berkisar antara 2-14 hari (Ansel, 1989).

Metode maserasi dipilih karena cara pengerjaannya dan peralatan yang

digunakan lebih sederhana dibandingkan perkolasi. Namun demikian, metode

maserasi juga memiliki kerugian, yaitu cara pengerjaannya yang lama dan

penyariannya kurang sempurna. Dalam proses maserasi, cairan penyari akan

menembus dinding sel bahan dan masuk ke dalam rongga sel yang

mengandung zat aktif. Apabila digunakan penyari yang sesuai, zat aktif akan

larut dalam cairan penyari dan menciptakan larutan zat aktif di dalam sel yang
PENGARUH KOMBINASI PUPUK TERHADAP PARAMETER MUTU SPESIFIK DAN NONSPESIFIK
SIMPLISIA DAUN KUMIS 14
KUCING (Orthosiphon stamineus Benth.)
MARCELLINA SARASWATI FERRYANTO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

memiliki konsentrasi lebih tinggi daripada cairan penyari di luar sel. Adanya

gradien konsentrasi ini menyebabkan terjadinya pendesakan larutan yang

terpekat ke luar sel. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang sampai diperoleh

kesetimbangan konsentrasi di dalam dan di luar sel. Penggojogan ataupun

pengadukan diperlukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir

serbuk simplisia, sehingga derajat perbedaan konsentrasi dijaga tetap kecil

antara larutan di dalam sel dan di luar sel (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 1986).

c. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa

atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa memenuhi baku yang

telah ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan menekstraksi bahan

baku dengan secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan

cara destilasi dengan pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit

mungkin terkena panas (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

5. Kromatografi

a. Tinjauan umum

Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan zat berkhasiat dan zat

lain yang ada dalam sediaan, dengan jalan penyarian berfraksi, atau
PENGARUH KOMBINASI PUPUK TERHADAP PARAMETER MUTU SPESIFIK DAN NONSPESIFIK
SIMPLISIA DAUN KUMIS 15
KUCING (Orthosiphon stamineus Benth.)
MARCELLINA SARASWATI FERRYANTO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

penyerapan, atau penukaran ion pada zat padat yang berpori, menggunakan

cairan, menggunakan cairan atau gas yang mengalir. Zat yang diperoleh dapat

digunakan untuk percobaan identifikasi atau penetapan kadar. Kromatografi

yang sering digunakan adalah kromtografi kolom, kromatografi kertas,

kromatografi lapis tipis dan kromatografi gas. Sebagai bahan penyerap selain

kertas digunakan juga zat penyerap berpori misalnya aluminoksida yang

diaktifkan, asam silikat atau silika gel, kiselgur dan harsa sintetik. Bahan

tersebut dapat digunakan sebagai penyerap tunggal atau campurannya atau

sebagai penyangga bahan lain. Kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis

umumnya lebih berguna untuk percobaan identifikasi karena cara ini khas dan

mudah dilakukan untuk zat dengan jumlah sedikit. Kromatografi gas

memerlukan alat yang lebih rumit, tetapi cara tersebut sangat berguna untuk

percobaan identifikasi dan penetapan kadar (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 1980).

b. Kromatografi lapis tipis

Kromatografi lapis tipis digunakan pada pemisahan zat secara cepat,

dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba

rata pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapis dapat dianggap sebagai “kolom

kromatografi terbuka” dan pemisahannya didasarkan pada penyerapan,

pembagian atau gabungannya, tergantung dari jenis zat penyerap dan cara

pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut.


PENGARUH KOMBINASI PUPUK TERHADAP PARAMETER MUTU SPESIFIK DAN NONSPESIFIK
SIMPLISIA DAUN KUMIS 16
KUCING (Orthosiphon stamineus Benth.)
MARCELLINA SARASWATI FERRYANTO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Harga Rf yang diperoleh pada kromatografi lapis tipis tidak tetap jika

dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi kertas. Karena itu pada

lempeng yang sama, disamping kromatogram dari zat yang diperiksa, perlu

dibuat kromatogram dari zat pembanding kimia, lebih baik dengan kadar yang

berbeda-beda. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan 2 bercak

dengan harga Rf dan ukuran yang lebih kurang sama. Ukuran dan intensitas

bercak dapat digunakan untuk memperkirakan kadar. Penetapan kadar lebih

teliti dapat dilakukan dengan cara densitometri atau dengan mengambil bercak

dengan hati-hati dari lempeng, kemudian disari dengan pelarut yang cocok dan

ditetapkan dengan cara spektrofotometri (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 1980).

6. Standarisasi

a. Good Agricultural and Collection Practices (GACP)

GACP merupakan panduan teknis yang berkaitan dengan kontrol

kualitas dalam produksi obat herbal, yang dikembangkan oleh WHO (World

Health Organization). Dalam GACP dideskripsikan secara detail mengenai

teknik serta batasan ataupun ukuran tertentu faktor-faktor yang perlu

diperhatikan untuk melaksanakan proses budidaya dan pemanenan secara baik

dan benar. Sehingga dapat dikatakan bahwa GACP merupakan langkah awal

dalam menentukan jaminan kualitas (quality assurance), yang secara langsung

akan berpengaruh terhadap keamanan dan efikasi produk obat herbal, serta

berperan penting dalam menjaga kelestarian sumber daya alam berupa tanaman
PENGARUH KOMBINASI PUPUK TERHADAP PARAMETER MUTU SPESIFIK DAN NONSPESIFIK
SIMPLISIA DAUN KUMIS 17
KUCING (Orthosiphon stamineus Benth.)
MARCELLINA SARASWATI FERRYANTO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

obat untuk pemanfaatan yang berkelanjutan (World Health Organization,

2003).

Menurut WHO Guidelines on Good Agricultural and Collection

Practices (GACP) for Medicinal Plants (2003), GACP dijabarkan dalam

faktor-faktor yang meliputi identifikasi/autentifikasi tanaman obat hasil

budidaya, bibit dan material pembudidayaan, proses pembudidayaan,

pemanenan, kriteria pekerja yang terlibat, ijin pemanenan, koleksi data proses

penanaman secara teknis, pemilihan tanaman yang akan dipanen, proses

pemanenan dan kriteria pekerja yang terlibat dalam pemanenan. Sedangkan

proses pasca panen meliputi inspeksi dan sortasi, proses utama (standarisasi

yang disesuaikan dengan standar nasional ataupun regulasi yang berlaku),

pengeringan, proses spesifik, fasilitas yang dilakukan dalam melakukan seluruh

proses, pengemasan dan pelabelan, serta penyimpanan dan proses distribusi

(transportasi) (World Health Organization, 2003).

b. Standarisasi simplisia

Standarisasi dalam ilmu kefarmasian merupakan serangkaian parameter,

prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait

paradigma mutu kefarmasian. Mutu yang dimaksudkan adalah memenuhi

syarat-syarat standar (kimia, biologi dan farmasi), termasuk jaminan (batas-

batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian pada umumnya. Persyaratan mutu

ekstrak terdiri dari berbagai parameter standar umum dan parameter standar

spesifik. Pemerintah melakukan fungsi pembinaan dan pengawasan serta


PENGARUH KOMBINASI PUPUK TERHADAP PARAMETER MUTU SPESIFIK DAN NONSPESIFIK
SIMPLISIA DAUN KUMIS 18
KUCING (Orthosiphon stamineus Benth.)
MARCELLINA SARASWATI FERRYANTO
Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

melindungi konsumen dengan menjamin mutu, keamanan dan manfaat produk.

Pengertian standarisasi juga berarti proses menjamin bahwa produk akhir, baik

dalam bentuk obat, ekstrak, maupun produk ekstrak, mempunyai nilai

parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan (dirancang dalam formula)

terlebih dahulu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).

Parameter standar umum (nonspesifik) meliputi parameter susut

pengeringan, kadar air, kadar abu, sisa pelarut, residu pestisida, cemaran logam

berat dan cemaran mikroba. Sedangkan parameter standar spesifik meliputi

parameter identitas, organoleptik, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu, uji

kandungan kimia ekstrak, kadar total golongan kandungan kimia dan kadar

kandungan kimia tertentu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).

E. Hipotesis

Simplisia daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.) yang

dihasilkan dari tiga tanaman kumis kucing yang masing-masing diberi pemupukan

yang berbeda memiliki kualitas yang memenuhi persyaratan yang berlaku.

Simplisia daun kumis kucing yang diperoleh dari tanaman kumis kucing

dengan perlakuan pemupukan yang berbeda, yaitu 3N1P1, 3N1P2 serta 3N1P3

memiliki nilai penetapan parameter nonspesifik dan spesifik yang berbeda satu

sama lain.

Anda mungkin juga menyukai