Regulasi Quality of Service (Qos) Pada Lingkungan Next Generation Network (NGN) Dan Usulan Di Indonesia
Regulasi Quality of Service (Qos) Pada Lingkungan Next Generation Network (NGN) Dan Usulan Di Indonesia
Teknik Telekomunikasi, Sekolah Teknik Elektro Informatika (STEI), Institut Teknologi Bandung
Makalah ini dibuat untuk memberikan gambaran mengenai regulasi di era Next Generation Network (NGN) yang berhubungan
dengan Quality of service (QoS) dengan mempertimbangkan potensi permasalahan yang mungkin terjadi. Regulasi QoS yang dikenal
saat ini merupakan suatu sistem pengukuran dan pengawasan parameter kinerja layanan telekomunikasi. Sistem tersebut akan tetap
diperlukan ketika jaringan saat ini bermigrasi menuju NGN. Akan tetapi permasalahan pokok mengenai QoS yang memerlukan
perhatian regulasi terletak pada kedudukan suatu operator dengan kekuatan pasar (significant market power) yang mempengaruhi
QoS suatu layanan. Permasalahan lain adalah kemungkinan adanya suatu sistem perbedaan (diferensiasi) kualitas berdasarkan
prioritas pada paket layanan NGN. Dengan memperhatikan skenario pasar yang mungkin terjadi di awal terbentuknya NGN di
Indonesia, maka akan diberikan usulan penerapan regulasi yang umumnya menggunakan intervensi ex ante secara minimum.
Kata Kunci—intervensi ex ante, pengawasan parameter, significant market power (SMP), sistem perbedaan kualitas, Quality of
Service
tertentu. Untuk menjawab permasalahan tersebut diberikan • Intervensi Ex Post. Jenis intervensi yang dilakukan
mekanisme yang dapat digunakan untuk menyediakan QoS setelah terjadinya penyalahgunaan kekuatan pasar
dalam jaringan IP. Secara umum dikenal tiga jenis mekanisme di dalam industri telekomunikasi.
QoS yang didefinisikan oleh IETF (Internet Engineering Task
Force) yaitu Integrated Services (IntServ), Differentiated IV. REGULASI QOS TELEKOMUNIKASI
Services (DiffServ), label Switching (Multi Protocol Label Regulasi QoS yang ada selama ini adalah sistem
Switching-MPLS). pengawasan (monitoring) dan pengukuran terhadap suatu
1) Integrated Services parameter nilai (distandardkan atau tidak distandardkan) yang
Mekanisme IntServ terinspirasi oleh jaringan telkom berkaitan dengan kualitas layanan telekomunikasi. Dalam
dan ATM yang mana dibutuhkan pensinyalan sebelum sesi melakukan kebijakan monitoring harus diperhatikan beberapa
komunikasi terbangun. Intserv menyediakan solusi end-to-end langkah diantaranya:
QoS dengan cara signalling dan admission cotrol di setiap • Diskusi stakeholder telekomunikasi
elemen jaringan. Resource Reservation Protocol (RSVP) • Mendefinisikan pengukuran
merupakan protokol signalling yang digunakan oleh aplikasi • Menentukan target
untuk melakukan permintaan (request) QoS ke dalam • Melakukan pengukuran
jaringan. Karena perlunya reservasi resource pada setiap • Pemeriksaan pengukuran
aliran aplikasi, maka mekanisme ini mengalami permasalahan • Publikasi pengukuran
dalam hal skalabilitas. • Memeriksa pencapaian kebijakan
2) Differentiated Services Dari langkah tersebut, langkah kedua merupakan bagian
DiffServ untuk memecahkan permasalahan terpenting yang harus diperhatikan. Langkah tersebut berisi
skalabilitas dan tidak fleksibelnya mekanisme IntServ dengan deskripsi pengukuran dan metode pengukuran. Informasi
menggunakan pendekatan class-based untuk memperlakukan mengenai hal tersebut secara lengkap dapat mengacu pada
paket secara berbeda di jaringan. Semua trafik yang masuk panduan European Telecommunications Standards Institute
digabungkan kedalam Class of Service (CoS) yang masing- (ETSI). Beberapa deskripsi pengukuran yang diterapkan di
masing berhubungan dengan persyaratan kualitas tertentu. setiap negara merupakan hal yang berbeda bergantung kepada
Semua elemen jaringan sepanjang jalur mempelajari nilai dari fokus utama layanan telekomunikasi di setiap negara.
Differentiated Service Code point (DSCP) dan menentukan Dalam menerapkan regulasi tersebut, terdapat dua model
QoS yang diberikan pada paket. Setiap elemen jaringan pendekatan yang ada yaitu encouragement dan enforcement.
memiliki tabel yang memetakan nilai dari DSCP ke per hop Model enforcement merupakan model yang berasal dari
behaviour (PHB) yang menetukan bagaimana sebuah paket Amerika yang diterapkan dengan menyertakan sejumlah
diperlakukan.Karena perlunya reservasi resource pada setiap penalti apabila terdapat bentuk kegagalan operator dalam
aliran aplikasi, maka mekanisme ini mengalami permasalahan memenuhi target parameter yang diberikan oleh regulator.
dalam hal skalabilitas. Sedangkan encouragement yang dipakai oleh sejumlah negara
3) Label Switching eropa adalah model yang tidak menyertakan sejumlah penalti,
Multi Protocol Label Switching (MPLS) merupakan konsep hanya regulator mensyaratkan publikasi hasil pengukuran
pemberian label pada paket yang digunakan untuk mengurangi kualitas di dalam bentuk yang memudahkan pelanggan untuk
kerja di setiap router, sehingga jaringan lebih efisien dan membandingkan kinerja layanan.
pengiriman paket menjadi lebih cepat. Label digunakan untuk
menentukan jalanya paket menuju router pada hop berikutnya.
V. REGULASI QOS NGN
Sehingga router melakukan proses forward paket bergantung
hanya pada label yang diberikan, tidak pada alamat tujuan A. Kedudukan Operator
pada paket. Regulasi QoS dalam lingkungan NGN tidak lagi dapat
MPLS dan DiffServ, keduanya merupakan teknologi saling difokuskan pada sistem pengawasan terhadap parameter
melengkapi yang digunakan untuk mengimplementasikan layanan telekomunikasi, namun lebih luas dari itu. QoS suatu
sistem perbedaan QoS di dalam NGN. Pemberian mekanisme layanan akan sangat bergantung kepada posisi pasar operator
QoS DiffServ pada MPLS adalah dengan memanfaatkan jaringan. Operator memiliki peran penting dalam hal QoS
bagian header paket MPLS. suatu layanan karena operator memiliki kemampuan untuk
mengatur dan mengontrol QoS layanan yang berjalan di
III. REGULASI TELEKOMUNIKASI jaringannya, operator khususnya yang berhubungan langsung
dengan akses merupakan kanal distribusi utama layanan
Regulasi telekomunikasi adalah kumpulan dari peraturan, kepada pengguna yang disediakan penyedia konten.
hukum, norma dan prosedur yang mengatur perilaku ekonomi Kedudukan dan kemampuan operator akan signifikan
pelaku industri telekomunikasi. Dalam membuat regulasi dan dengan model bisnis yang terjadi pada masa NGN, yaitu
aturan di dalam industri telekomunikasi terdapat dua model model bisinis yang tidak lagi terintegrasi melainkan model
yang digunakan antara lain : bisnis yang terbagi ke dalam beberapa layer. Operator yang
• Intervensi Ex Ante. Jenis intervensi yang dilakukan bekerja hanya pada layer jaringan atau transmisi diharuskan
untuk mengantisipasi adanya suatu masalah melakukan interkoneksi ke operator lain atau dengan pihak
ketiga seperti penyedia layanan. Posisi kekuatan pasar besar
(significant market power) SMP dari operator dapat
3
mengancam kualitas layanan yang diberikan oleh penyedia QoS dipengaruhi oleh QoS diantara operator (inter-provider
layanan independen terlebih dengan kecenderungan bisnis QoS). Sejauh ini belum adanya standard yang menjamin end
terintegrasi operator sampai dengan level konten. Regulasi to end QoS pada jaringan IP/MPLS yang saling
yang ada seharusnya menjamin keberlangsungan penyedia berinterkoneksi. Hanya perjanjian bilateral antara operator
layanan independen dalam hubunganya dengan SMP operator. yang memfasilitasi QoS antara operator. Secara teknis
B. Sistem Perbedaan QoS masalah ini dapat diselesaikan dengan sejumlah penelitian
yang telah dilakukan, namun hambatan yang terjadi terletak
Dengan adanya migrasi jaringan menuju NGN, tuntutan
pada kedudukan operator SMP yang telah dibahas
akan sistem perbedaan QoS semakin besar, dengan
sebelumnya.
menggunakan DiffServ dan MPLS seperti telah disebutkan
sebelumnya. Dengan adanya sistem ini akan memudahkan
VI. USULAN REGULASI QOS DI INDONESIA
pengguna untuk menentukan, memprioritaskan, dan memilih
satu jenis layanan terhadap layanan yang lain. Saat ini sistem Dengan melihat fakta yang ada bahwa Indonesia saat ini
perbedaan QoS sudah lazim diimplementasikan di dalam satu belum memiliki regulasi QoS yaitu sebuah sistem pengawasan
lingkup jaringan. Akan tetapi secara nyata, sistem ini tidak akan layanan telekomunikasinya. Badan Regulasi
berkembang karena pengembanganya tidak meluas hingga Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang merupakan salah satu
lingkup antar jaringan. stakeholder berkewajiban menetapkan parameter-parameter
kualitas layanan. Parameter-parameter yang ada dapat
Permasalahan tersebut contoh dari efek jaringan (network
mengacu kepada beberapa standard telekomunikasi yang ada,
externality), maksudnya sistem merupakan fungsi dari jumlah
salah satunya European Telecommunication Standard Institute
pihak yang berpartisipasi. Semakin banyak jaringan yang
(ETSI). Di dalam proses mendefinisikan pengukuran,
menggunakan sistem ini, keuntungan yang didapat dari sistem dianjurkan untuk melibatkan kelompok industri (operator
perbedaan QoS akan semakin besar. Oleh karena itu telekomunikasi) agar jenis parameter serta metode pengukuran
dibutuhkan keadaan kompetisi terbuka tanpa adanya regulasi yang digunakan dapat diseragamkan, sehingga memudahkan
berlebih agar sistem ini berkembang sesuai dengan mekanisme dalam proses perbandingan. Untuk jenis pendekatan
pasar yang ada. Dengan pasar yang memiliki efek jaringan dianjurkan menggunakan model enforcement dengan
yang kuat diharapkan interkoneksi antar jaringan dengan menyertakan sejumlah penalti (bentuk law enforcement).
sistem perbedaan QoS mudah terbangun, karena setiap Penerapan sistem penalti diberikan pada indikator kinerja
operator menginginkan interoperabilitas penuh terhadap layanan, yaitu permasalahan-permasalahan seperti permintaan
sistem tersebut. layanan, jumlah kegagalan (fault) jaringan, lamanya perbaikan
Sistem perbedaan QoS berdasarkan prioritas ini merupakan fault, penanganan aduan, dll. Proses pengukuran tanpa adanya
contoh kasus dari permaslahan network neutrality di jaringan penalti diberikan kepada indikator kinerja teknis seperti
internet publik saat ini. network neutrality adalah apakah network coverage, delay, dll. Setiap hasil pengukuran
jaringan internet yang ada seharusnya bersifat terbuka, netral, dipublikasikan di media seperti website agar pengguna dapat
nondiskriminatif dan dapat diakses oleh siapa saja. Terdapat membandingkan kinerja operator
tiga tingkatan di dalam net neutrality yaitu blocking Sebelum memberikan usulan mengenai bentuk regulasi
(penutupan akses kepada konten tertentu), degradasi kualitas, yang cocok diterapkan di Indonesia pada masa NGN, terlebih
prioritas. Sistem perbedaan QoS berdasarkan prioritas dahulu diasumsikan skenario pasar yang mungkin terjadi.
merupakan contoh dari net neutrality dengan tingkatan Dengan melihat pasar industri telekomunikasi saat ini, bahwa
tertinggi. Contoh kebijakan yang diambil di Amerika adalah sebagian besar pasar industri telekomunikasi merupakan
dengan memperbaiki undang-undang telekomunikasi AS bentuk monopoli dan duopoli, dimana terdapat satu atau dua
1996, salah satunya dengan Internet Freedom and operator besar berskala nasional. Skenario pasar cukup terlihat
Preservation Act, yang melarang operator jaringan melakukan pada industri layanan seluler.
blocking, degrading, prioritisation hanya kepada penyedia
konten tertentu.
fixed
wireline
C. Pengawasan QoS Layanan NGN
Proses pengawasan QoS pada layanan NGN memiliki 1%
langkah kerja yang sama dengan masa sekarang, yang
membedakan adalah bahwa semua layanan dikategorikan
kedalam parameter yang sama seperti delay, jitter, packet loss. Telkom
Untuk itu sangat penting bagi otoritas regulasi untuk BBT
99%
menerapkan minimum standard kualitas (QoS) yang akan
diterima oleh pengguna layanan. Sebagai acuan untuk
mendapatkan nilai parameter QoS end-to-end (UNI-UNI)
untuk beberapa layanan tertentu, ITU-T telah menstandardkan
nilai dari parameter QoS menurut rekomendasi Y.1541.
Hal lain yang penting adalah proses pengawasan pada titik
interkoneksi antara operator. Karena keberhasilan end-to-end
4
lain
VIII. REKOMENDASI
Makalah ini membutuhkan perbaikan kedepannya dalam hal
pengukuran dan pengawasan QoS di titik interkoneksi antara
operator. Sejauh ini sudah ada penelitian teknis yang
membahas mengenai interprovider QoS, tetapi diyakini
sebelumnya bahwa permasalahan QoS sangat berhubungan
dengan kedudukan dominan salah satu operator yang dapat
memberikan keterbatasan pada sistem pengawasan yang akan
diterapkan. Penelitian sebaiknya mempertimbangkan metode
pengukuran QoS pada titik interkoneksi dengan
mempertimbangkan aspek ekonomi dan kedudukan operator.
IX. REFERENSI
[1] J.S.Marcus, D.Elixmann, “Regulatory Approaches to Next Generation
Networks (NGNs) : An International Comparison, Wik-Consult,”.
[2] R. Milne, “ICT Quality of Service Regulation: practices and proposals,”
diberikan pada seminar Global Seminar on Quality of Service and
Consumer Protection Geneva 31 Agustus 2006- 1 Spetember 2006.
[3] J.G. Williams, “Quality of Service Measurements, Standards and
Consequences,”
[4] M. Chiesa, M. Frank, “QoS Regulation in a Converged IP/NGN
Environment,” diberikan pada ITU-D Workshop for the Arab region on
Interconnection and Next Generation Networks Bahrain 2-3 Mei 2007.
[5] Quality of Service Working Group MIT CFP “Inter-provider Quality of
Service,” November 2006
[6] R. Stevens, “Quality of Service and Consumer Protection in an NGN
World,” diberikan pada Global Symposium for Regulators Dubai 5-7
Febuari 2007.
[7] J.S. Marcus, D. Elixmann, “The Future of IP Interconnection :
Technical, Economic, and Public Policy Aspect,” WIK-Consult final
report 29 Januari 2008.
[8] T. Onali, “Quality of Service Technologies for Multimedia Applications
in Next Generation Network,” disertasi Ph.D., University of Cagliari.
[9] L. Hou, P. Valcke, D. Stevens, E. Kosta, “Network Neutrality in Europe:
innovation thanks to or in spite of the law?,” ICRI K.U. Leuven-IBBT
31 Maret 2008-1 April 2008.
[10] Jung-Eun Ku, Sun-Me, Choi, Sang-Woo, Lee, Tchanghee, Hyun,
“Interconnection Sceanario and Regulation under NGN Environment in
The Case of Korea,” diberikan saat Third International Conference on
Networking and Services 2007.
[11] A. Dame, J.H. Guettler, K. Leeson, M. Schultz, T.B. Jensen,
“Regulatory Implications of The Introduction of Next Generation
Networks and Other New Developments in Electronic
Communications,” Devoteam Siticom 16 Mei 2003.
[12] Judhariksawan, “Pengantar Hukum Telekomunikasi,” Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005.
[13] Network performance objectives for IP based service, Rekomendasi
ITU-T Y.1541.