Anda di halaman 1dari 26

ETIOLOGI MALOKLUSI

· Orthodontic Equation
Orthodontic equation merupakan penjelasan singkat tentang perkembangan dari
deformitas dentofacial. Dapat dikatakan bahwa terjadi suatu penyebab pada suatu waktu di
tempat tertentu dan mengakibatkan kelainan.

ACT AT ON
CAUSES TIMES TISSUES PRODUCI NG RESULTS
-faktor predisposisi -prenatal -primer dapat berupa salah
-faktor penyebab -postnatal -sekunder satu atau kombinasi:

a. herediter a. Kontinu/ a. Jaringan a. malfungsi


b. akibat perkemba- intermiten neuromuskular b. maloklusi
ngan, alasan yang tak b. Dapat terjadi b. Gigi c. Osseus displasia
diketahui pada umur c. Tulang dan
c. trauma berapapun kartilago
d. agen fisika d. Jaringan lunak
e. kebiasaan selain otot
f. penyakit
g. malnutrisi

1
Etiologi Maloklusi Menurut Dockrell
1. Hereditas
Hal hal yang berkaitan dengan maloklusi yang bisa disebabkan karena hereditas adalah :
· Ukuran dan bentuk gigi
· Jumlah gigi geligi : dimana hipodontia lebih sering ditemukan dari pada hiperdontia
· Mineralisasi gigi : Seperti hipoplasia dll
· Pathway of eruption
· Premature loss of primary teeth
· Variasi lengkung rahang : dalam sisi sagital, vertikal, dan transversal
· Dimensi lengkung rahang : lebar atau sempit
· Crowding dan spacing
· frenulum : ketebalan dan ukuran

2. Defek perkembangan dari penyebab yang tidak diketahui


Merupakan defek yang mungkin berasal dari kegagalan diferensiasi pada periode
perkembangan embriologik.Contohnya yakni terjadinya anodontia,,oligodontia, celah (cleft)
bibir maupun palatum, absennya otot, dan makrognatia yang dapat mengarah pada
terjadinya maloklusi.

3. Trauma
Trauma dibagi menjadi dua, yakni :
ü Trauma prenatal dan trauma saat kelahiran dapat mengakibatkan deformasi
berupa hopoplasia mandibula yang terjadi karena tekanan intrauterine/trauma saat
kelahiran. Selain itu juga dapat mengakibatkan pertumbuhan mandibula terhambat
karena ankilosis TMJ dan dapat mengakibatkan asimetri wajah karena lutut atau kaki
yang menekan wajah saat masih dalam kandungan
ü Trauma pascanatal dapat mengakibatkan fraktur gigi dan rahang. Trauma terhadap
TMJ dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan fungsi TMJ yang
mengarah pada asimetri wajah.

4. Agen fisikal
ü Ekstraksi premature gigi primer karena karies
ü Nature of food –terkait makanan yang keras dan/atau berserata yang berfungsi baik
untuk menstimulasi otot occlusal wear bertambah yang akan mengarah pada
meningkatnya lebar rata –rata rahang dan periode dentition yang baik.

5. Kebiasaan (habit)
ü Thumb sucking and finger sucking
- Keparahan maloklusi tergantung dari
durasi, frekuensi, dan intensitas (
besarnya gaya)
- Kebiasaan sucking ini dapat
mengakibatkan distooclusion, open
bite, crossbite, dan maxillary overjet.
- Tampilannya yakni terjadi labioversion dari I maxilla, linguoversion dari I
mandibula, dan kadang ada tongue thrusting sebagai respon adaptasi.
- Open bite gigi anterior, bibir hipotonus, peningkatan aktivitas bubbinator dan
mentalis
- Kontriksi lengkung RA (berbentuk V)
- nasal floor tidak turun sebagaimana seharusnya pertumbuhan normal yang
mengakibatkan ruang palatal besar
- Akibat open bite juga bibir bawah harus berkontraksi untuk menutup mulut.
ü Tongue thrusting
Jenisnya dapat yang simple karena kegiatan sucking (merupakan respon untuk
mempertahankan anterior seal dengan bibir saat menelan) dan yang complex karena
mouth breathing (membuat mandibula bertumbuh ke bawah dan protrusi lidah),
karena tonsillitis maupun faringitis (dimana tonsil membengkak sehingga mandibula
bertumbuh ke bawah dan protrusi lidah).
ü Lip sucking and lip biting
- Kegiatan ini dapat terjadi tanpa penyebab atau bersama thumb sucking.
- Karena kegiatan menahan bibir bawah sehingga gigi anterior maxilla menjadi
labioversion, kadang open bite dan disertai juga linguoversion I mandibula.

ü Postur
Pasien dengan postur yang buruk (bungkuk) biasanya menghasilkan posisi mandibula
yang tidak diinginkan. Karena orang yang tegak cenderung menahan dagunya ke
depan. Perawatannya dengan menyembuhkan kebiasaan postur yang buruk.
ü Nail biting
Dapat menyebabkan malposisi gigi (maloklusi localized) namun kerusakan lebh besar
didapat kuku
ü Other habit
Berupa kegiatan menaruh bayi pada bidang yang datar dan keras dalam waktu lama
dapat menyebabkan bagian occipital menjadi flat dan memproduksi asimetri wajah.
Atau juga berupa kebiasaan menggigit dan menghisap pensil, dll.

6. Penyakit
ü Penyakit sistemik
Berefek pada kualitas perkembangan dentitional.Maloklusi merupakan hasil
sekunder gangguang neuropati dan neuromuscular.
ü Gangguan endokrin
Dapat mengakibatkan hipoplasia enamel jika terjadi saat prenatal.Jika saat pascanatal
dapat memperlambat pertumbuhan wajah dan resorpsi akar gigi primer yang dapat
mengarah pada crowding.
ü Penyakit local berupa penyakit nasofaringeal dan gangguan fungsi pernapasan
Masih merupakan perdebatan.Namun penyakit pernapasan cenderung menyebabkan
mouth breathing yang dapat merubah postur lidah, bibir, dan mandibula. Selain itu
juga dapat merubah bentuk kraniofasial, dan menju maloklusi, antara lain palatum
tinggi, open bite, retroclined incisor¸dll.
ü Penyakit periodontal dan gingival
Menyebabkan kehilangan gigi, ankilosis gigi, perubahan pola menutup mandibula
untuk menghindari area yang sensitive, dan merubah posisi gigi akibat gingival
enlargement.
ü Tumor
Dapat menyebabkan maloklusi karena ada gingival enlargement dan malfungsi yang
parah.
ü Karies
Merupakan penyebab maloklusi localized terbesar. Dapat menyebabkan premature
loss of primary teeth yang akan mengarah pada drifting gigi –gigi sekitar dan dapat
mengakibatkan crowding dan terganggunya urutan erupsi gigi permanennya
7. Malnutrisi
Mengafeksi kualitas jaringan yang dibentuk dan kecepatan kalsifikasi gigi.Nutrisi berperan
dalam pertumbuhan, kesehatan tubuh, dan oral hygiene.

PEMERIKSAAN ORTHODONTIK
Pemeriksaan ekstraoral :

Meliputi pemeriksaan muka pasien dilihat langsung dan foto frontal, foto tersenyum, dan
beroklusi sentrik

1. Muka
- Pemeriksaan indeks muka= sempit, sedang atau lebar dengan membandingkan lebar
kepala dan tinggi kepala.

cephalic indeks = maximum skull width

Maximum skull length

Klasifikasi cephalic index:

Dolichocephalic x-75,9
Mesocephalic 76- 80,9
Brachycephalic 81 –85,4
Hyperbrachycephalic 85,5- X

- Muka simbang yaitu bila 1/3 muka tengah dan 1/3 muka bawah sama tinggi atau
minimal perbandingan 45% : 55%
1. Dibuat garis misagital dari trichion, glabela, subnasion, dan menton
2. Dibuat garis horisontal melalui trichion tegak lurus terhadap midsagital plane
3. Dibuat garis horisontal melalui glabela tegak lurus terhadap midsagital plane
4. Dibuat garis horisontal melalui subnasion tegak lurus terhadap midsagital plane
5. Dibuat garis horisontal melalui menton tegak lurus terhadap midsagital plane

- Muka simetris yaitu bagian muka kanan dan kiri sama panjang. Digunakan foto
frontal dengan membuat garis bantu:
1. Garis dua titik sudut mata luar
2. Garis dua titik terluar cuping hidung
3. Garis dua titik sudut mulut
4. Analisa : bila garis kanan dan kiri terhadap midsagital plane sama maka simetris
2. Dagu
Posisi dagu normal, ke kanan, dan ke kiri dilihat melalui garis midsagital
3. Maksila, mandibula, dan profil
- Posisi manksila dan mandibula dinyatakan maju, normal, mundur dilihat dari bantuan
foto frontal melalui bidang KPF. Maksila diwakili bibir atas , dinyatan normal bila
menyentuh nasal plane. Mandibula diwakili dagu, dinyatakan normal bila berada di
1/3 tengah bawah bidang KPF
- Profil muka ditentukan dengan melihat posisi maksila dan mandibula (e-line). Garis
yang ditarik dari hidung dan dagu paling prominen. Jarak maksila terhadap e-line -1
mm dan mandibula 0 mm.

Pemeriksaan Intra Oral

1. Kesehatan mulut
Melihat ada tidaknya karies, karang gigi, tumpatan, protesa, jumlah gigi yang hilang dan
gingiva
2. Frenulum lanii RA dan RB
Frenulum labii dinyatakan tinggi bila dasar perlekatan frenulum mendekati servikal gigi,
rendah bila menjauhi servikal gigi dan sedang bila diantara vestibulum.
3. Lidah, Palatum, dan Adenoid
- Pemeriksaan lidah: evaluasi ukuran lidah normal/besar/kecil. Lidah besar ditandai ada
jejas di lateral lidah
- Pemeriksaan palatum: menggunakan kaca mulut no 3, dinyatakan dalam bila lebih
dari 2/3 kaca mulut tenggelam, sedang bila 1/3 - 2/3 kaca mulut tenggelam, dangkal
bila 1/3 kaca mulut tenggelam
4. Hubungan Rahang
Dilakukan pemeriksaan menggunakan digital examination menggunakan jari telunjuk
yang diletakkan di vestibulum labialis RA dan ibu jari pada vestibulum labialis RB. Bila
posisi telunjuk lebih ke anterior dari ibu jari dinyatakan retrognati, sebaliknya prognati
dan bila lurus ortognati.
5. Midline gigi atas dan bawah
Diperiksa garis tengah wajah dan gigi geligi dalam keadaan oklusi sentrik. Letak trichion,
glabela, puncak hidung, filtrum, garis tengah bibir atas, midline gigi RA, midline gigi RB,
garis tengah bibir bawah, dan dagu pada satu garis lurus.
6. Diastema
Terdapat celah pada gigi geligi baik tunggal maupun multiple.
7. Relasi gigi geligi
Evaluasi relasi molar pertama kanan dan kiri, relasi kaninus kanan dan kiri dilihat dari
arah sagital transversal dan vertikal.
8. Overjet dan overbite
- Overjet adalah jarak horisontal dari permukaan labial insisif sentral bawah ke tepi
insisal insisif sentral atas. Normal 1-3 mm
- Overbite adalah tumpang gigit atau jarak vertikal tepi insisif sentral atas ke tepi insisif
sentral bawah. Normal insisif atas menutupi 50% permukaan labial insisif bawah.
9. Kurva spee
Kurva ilustrasi yang ditarik dari tepi insisal gigi anterior ke cusp bukal gigi posterior.
Kecuraman kurva dihitung dari garis ke cusp P1 atau P2. Normal 2 mm
10. Keadaan lokal gigi geligi
- Gigi yang telah dicabut disilang
- Gigi yang belum erupsi, namun adabenih diberi tanda lingkaran
- Gigi yang mengalami rotasi diberi keterangan arah rotasi
- Kelainan bentuk, ukuran, warna gigi dicantumkan

Analisis fungsional
1. TMJ
Evaluasi ada tidaknya deviasi, krepitus, clicking
2. Bibir atas dan bibir bawah
Diperiksa tonus/ kekuatan otot bibir. Bibir hipotunus memiliki kekuatan otot yang rendah
sedangkan hipertonus memiliki kekuatan otot yang kuat.
3. Interoklusal clearence atau free way space
Jarak gigi atas dan gigi bawah dalam keadaan istirahat. Diperoleh dari selisih relasi
sentris dan oklusi sentris. Normal 2-4 mm
4. Oklusal interference
Melihat ada tidaknya perubahan posisi mandibula saat inisial oklusi ke oklusi penuh.

Indeks dalam orto

1. Facial index
Tinggi wajah dari Nasion ke Gnation x 100
Lebar wajah (titik ZY ke ZY)
Hypoeuriprosopic <80
Euriprosopic 80-84,9
Mesoprosopic 85-89,9
Leptoprosopic 90-94,9
Hyperleptoprosopic >94,9

2. Upper facial index


Nasion ke stomion x100
titik ZY ke ZY
3. Lower facial index
Subnasion ke menton x 100
titik ZY ke ZY
4. Chin index
Titik B ke menton x100
titik ZY ke ZY
5. Chin face index
Foto lateral
Tinggi dagu (B ke menton) x100
Tinggi wajah (N ke menton)

ANALISIS PERHITUNGAN RUANG


1) Moyer’
s Mixed Dentition Analysis
Tujuan dari analisa Moyers adalah untuk mengevaluasi besar ruang yang tersedia untuk
menampung gigi geligi tetap yang akan erupsi. Metode Moyers dapat mengukur besar
Leeway space dengan dasar analisis adanya korelasi antara lebar mesiodistal 4 gigi tetap
insisif rahang bawah terhadap lebar mesiodistal gigi C, P1 dan P2 yang belum erupsi baik
pada rahang atas dan rahang bawah. Gigi insisif bawah digunakan sebagi gigi prediktor
karena gigi tersebut erupsi paling awal serta mudah diukur secara langsung pada rongga
mulu atau model gigi.

Metode analisisnya adalah :


a. Ukur jarak distal I2 sampai mesial M1 di tiap regio RA dan RB. Jarak ini merupakan
available space
b. Ukur lebar mesiodistal 4 gigi insisif tetap bawah. Lalu akumulasikan semua,
kemudian dapatkan probabilitas untuk gigi c, P1 dan P2 yang belum erupsi. (pada
kolom 75% tabel Moyers untuk RA dan RB). Hasilnya disebut required space

c. Untuk menentukan kelebihan atau kekurangan ruang = selisih dari available space
dan required space tiap kuadran

2) Tanaka and Johnston Analysis


Tanaka dan Jonhston melakukan analisa dengan tujuan yang sama dengan Moyers,
namun mereka berhasil membuat penghitungan Moyers lebih mudah. Mereka membuat
formula untuk penghitungan prediksi 75% pada tabel Moyers.
Formulanya adalah :
untuk lebar C, P1 dan P2 maksila = sum of mand. incisors + 11
2
untuk lebar C, P1 dan P2 mandibula = sum of mand. incisors +10.5
2
3) Pont’
s Analysis
Pada tahun 1909, Pont mempresentasikan sistem dimana ukuran 4 gigi I RA secara
otomatis merupakan panjang lengkung rahang pada regio P dan M.
1) Ukuran keempat I RA = SI
2) Ukur jarak antara kedua P1 RA (pada distal end dari groove oklusal) = MPV
(Measured Premolar Value)
3) Ukur jarak antara kedua M1 (RA pada pit mesial permukaan oklusal, RB pada
distobukal cusp) = MMV (Measured Molar Value)
4) CPV (Calculated Premolar Value) = SI x 100
80
5) CMV (Calculated Molar Value) = SI x 100
64
àselisih antara measured dengan calculated menentukan kebutuhan untuk ekspansi.
Jika measured lebih kecil, maka ekspansi diperlukan
4). Ashley Howe’
s Analysis

4) Ashley Howe memperkirakan bahwa adanya crowding pada gigi dikarenakan


kurangnya lebar lengkung rahang daripada panjang rahang. Dia menemukan adanya
hubungan antara total lebar diameter mesiodistal dari gigi-gigi anterior sampai M2
dan lebar dari lengkung rahang pada regio p1.

5) Beberapa istilah yang digunakan pada analisis ini:

i. Total Tooth Material mengacu kepada hasil penjumlahan dari lebar mesiodistal
gigi dari M1 sampai M1 pada satu lengkung rahang.

ii. Basal Arch Length (BAL) pada maksila, ditentukan suatu titik di midline
(Point A), kemudian diproyeksikan tegak lurus dengan bidang oklusal (Garis 1).
Kemudian tarik garis yang menghubungkan permukaan distal M1 dalam lengkung
rahang tersebut(garis 2). Proyeksikan kedua garis tersebut sampai bertemu tegak
lurus lalu ukur panjangnya. Hal yang sama dilakukan pada mandibula, dengan
titilk di midline mandibula adalah Point B.
iii. Premolar Diameter (PMD) adalah lebar lengkung rahang yang diukur
dari puncak cusp bukal dari P1 yang terdapat di lengkung rahang tersebut

iv. Premolar Basal arch width (PMBAW) didapat dengan mengukur


diameter dari dasar apikal pada regio apeks akar P1 pada dental casts.

Berdasarkan hal di atas, untuk menentukan apakah dasar apeks pasien dapat
menampung semua giginya, maka dilakukan pengukuran sbb:

1. Persen dari diameter premolar terhadap material gigi yang ada ditentuikan dengan
membagi PMD dengan TTM
2. Persen dari premolar basal arch width terhadap material gigi yang ada ditentukan
dengan PMBAW x 100
TTM
3. Persen dari lebar lengkung basal rahang terhadap material gigi ditentukan dengan
BAL x 100
TTM

6) Kesimpulan

a. Apabila PMABW > PMD, menyatakan bahwa lengkung basal rahang cukup
untuk menampung ekspansi dari gigi-gigi premolar; namun bila terjadi sebaliknya
(PMABW < PMD), maka ada 3 kemungkinan : (1)jangan ditindak (2)distalisasi
gigi ke bagian yang lebih lebar dari lengkung rahang tersebut (3) ekstraksi
beberapa gigi

b. Berdasarkan Howe, untuk mendapatkan oklusi yang normal, maka PMBAW harus
memiliki presentase sebesar 44% terhadap jumlah diameter gigi-gigi maksila. Jika
rasionya kurang dari 37%, maka terjadi kekurangan lebar lengkung rahang,
dilakukanlah ekstraksi P1, namun bila lebih dari 44%, maka merupakan indikasi
kasus non-ekstraksi.

5). Wayne A Bolton Analysis


Bolton menyatakan bahwa ekstraksi 1 gigi atau beberapa gigi dapat dilakukan
berdasarkan rasio antara material gigi yang terdapat di maksila dan mandibula, untuk
mendapatkan interdigitasi, overjet, overbite dan alignment yang ideal. Untuk
mendapatkan hubungan gigi antar rahang yang optimal, maka rasio antara gigi-gigi
maksila dan mandibula harus sesuai yang diinginkan. Analisis Bolton dapat
membantu untuk menentukan adanya disporporsi antara ukuran gigi –gigi maksila
dan mandibula.

Prosedur analisis Bolton adalah :

2. Tentukan jumlah dari diameter mesiodistal 12 gigi maksila (sum of maxillary 12)
dan mandibula (sum of mandibular 12)

3. Dengan cara yang sama, tentukan jumlah diameter mesiodistal 6 gigi anterior
maksila (sum of maxillary 6) dan mandibula (sum of mandibula 6)
4. Overall ratio. Sum of mandibula 12 harus bernilai 91.3 % terhadap sum of
maxilla 12. rasio ini dihitung dengan cara : sum of mand.12 x 100
Sum of max. 12
5. Bila overall ratio lebih besar daripada 91.3%, maka ukuran gigi mandibula
berlebih, dan sebaliknya bila kurang dari 91.3 %, maka ukuran gigi maksila
berlebih. Kelebihan tersebut diukur dengan cara :
Sum of mand = 12- sum of max 12 x 91.3Sum of max = 12 –sum of mand 12 x100
100 91.3
6. Anterior ratio. Rasio ini ditentukan dengan formula = sum of mand.6 x 100
sum of max 6
7. Jumlah dari diameter mesiodistal 6 gigi anterior mandibula harus bernilai 77.2%
terhadap gigi anterior maksila. Bila anterior ratio lebih besar dari 77.2 %, maka
ukuran gigi mandibula berlebih dan sebaliknya.

Kesimpulan
Bolton menyimpulkan bahwa bila terdapat anterior ratio yang menyatakan bahwa
ada kelebihan ukuran di regio anterior, maka dilakukan reduksi ukuran. Dia memilih
untuk melakukan pengasahan proksimal pada rahang atas bila ukuran anterior rahang
atas berlebih dan ekstraksi pada insisif rahang bawah bila ujuran anterior rahang
bawah yang berlebih
KLASIFIKASI MALOKLUSI

a. Intra-arch malocclusion –variasi dalam posisi gigi individual dan maloklusi


melibatkan sekelompok gigi dalam sebuah lengkung.
i. Distal inclination atau distal tipping –kondisi dimana mahkota dari gigi
miring ke distal.
ii. mesial inclination atau lingual tipping –kondisi dimana mahkota
dari gigi miring ke mesial.
iii. Lingual inclination atau lingual tipping –kondisi dimana mahkota
dari gigi miring ke lingual.
iv. Bucal inclination atau bucal tipping –kondisi dimana mahkota dari
gigi miring ke bucal.
v. Mesial displacement –kondisi dimana gigi bodily moved ke arah
mesial mendekati midline.
vi. Distal displacement–kondisi dimana gigi bodily moved ke arah
dital menjauhi midline.
vii. Lingual displacement–kondisi dimana gigi bodily moved ke arah
lingual.
viii. Buccal displacement–kondisi dimana gigi bodily moved ke arah
buccal.
ix. Infraversion or infra-occlusion – kondisi dimana gigi tidak
bererupsi secara penuh jira dibandingkan dengan gigi lainnya di dalam
lengkung.
x. Supraversion or supra occlusion –kondisi dimana gigi bereupsi
berlebihan jira dibandingkan dengan gigi lainnya dalam lengkung.
xi. Rotasi - pergerakkan gigi sepanjang aksisnya.
xii. Disto-lingual or mesio-buccal rotation – kondisi dimana gigi
berotasi sepanjang aksisnya sehingga aspek distalnya menjadi lebih
lingual.
xiii. Mesio lingual atau disto buccal rotation –kondisi dimana gigi
berotasi sepanjang aksisnya sehingga aspek mesialnya menjadi lebih
lingual.
xiv. Transposisi - kondisi dimana 2 gigi bertukar tempat

b. Inter-arch malocclusion –hubungan abnormal antara 2 gigi atau sekelompok


gigi pada 1 lengkung dengan lengkung lainnya
i. Sagittal plane malocclusion –kondisi dimana lengkung atas dan bawah
berelasi secara abnormal satu dengan lainnya dalam bidang saggital.
1. Pre-normal occlusion - kondisi dimana lengkung bawah lebih ke
depan saat pasien menggigit dalam oklusi sentrik.
2. Post-normal occlusion –kondisi dimana lengkung bawah lebih ke
distal saat pasien menggiit dalam oklusi sentrik.
ii. Vertical plane malocclusion
1. deepbite (peningkatan overbite)
2. openbite
iii. Transverse plane malocclusion –yang termasuk transverse plane
malocclusion yaitu segala jenis crossbite.

c. Skeletal malocclusion –maloklusi yang disebabkan abnormalitas dari maksila


dan mandibula
i. Dalam pandangan saggittal plane
1. prognatism –perpindahan ke depan dari rahang
2. retrognatism –perpindahan kebelakang dari rahang
ii. Dalam pandangan transverse plane – rahang menyempit atau
melebar
iii. Dalam pandangan vertikal plane – variasi abnormal dalam
pengukuran secara vertikal dari rahang yang berefek pada besar muka
bagian bawah.

s system of classification
Angle’

a. Class I –mesio buccal cusp dari gigi molar permanen pertama rahang atas berkontak
dengan bukal groove gigi molar permanen pertama rahang bawah.
b. Class II –disto buccal cusp dari gigi molar permanen pertama rahang atas berkontak
dengan bukal groove gigi molar permanen pertama rahang bawah.
· Class II divisi 1 –gigi insisior atas berproklinasi sehingga terjadi peningkatan overjet,
selain itu deep bite juga kadang terjadi.
· Class II divisi 2 –gigi insisior central atas berinklinasi ke lingual, sedangkan insisor
lateral berinklinasi lebih ke labial. Variasinya baik gigi insisor atas centaral maupun
lateral berinklinasi ke lingual dan kaninus lebih ke labial. Biasanya pasien mengalami
deep anterior overbite.
· Class II subdivison –jika 1 sisi rahang mengalami class I sedangkan satu sisi lagi Class
II.
c. Class III –mesio buccal cusp dari gigi molar permanen pertama rahang atas berkontak
dengan daerah interdental diantara gigi molar permanen pertama dan molar permanen
kedua rahang bawah.
· True class III –disebabkan karena genetic, yaitu menghasilkan:
1. rahang bawah membesar
2. rahang bawah lebih ke depan
3. lebih kecil dari maksila normal
4. retropositioned dari maksila
5. kombinasi dari kemungkinan di atas
· pseudo Class III –disebabkan gerakkan ke depan dari mandibula ketika rahang
menutup, disebut juga postural atau habitual Class III malocclusion.
· Class III sub divison –jika terdapat maloklusi Class III di satu sisi rahang dan Class I di
sisi lainnya.

s
Klasifikasi Angle’

Dewey –modifikasi Angle

Modifikasi Angle’ s kelas I Modifikasi Angle’ s kelas III


Tipe 1 : crowding di gigi anterior Tipe 1 : saat oklusi hubungan insisiv edge to
edge
Tipe 2 : insisiv RA protrusif Tipe 2 : insisiv RB crowding & berada di
lingual insisiv RA
Tipe 3 : anterior crossbite Tipe 3 : insisiv RA crowding & crossbite
dengan gigi anterior RB
Tipe 4 : posterior crossbite
Tipe 5 : M1 drfiting ke mesial akibat ekstraksi
dm2
Lischer –modifkasi Angle

· Neutrocclusion = Angle’ s kelas I · Infraocclusion


· Distocclusion = Angle’s kelas II · Mesioversion
· Mesiocclusion = Angle’ s kelas III · Distoversion
· Buccocclusion · Transversion
· Linguocclusion · Axiversion
· Supraocclusion · Torsiversion

Simon

Berdasarkan deviasi lengkung rahang dari posisi normal terhadap tiga lempeng)

· Frankfort Horizontal Plane (FHP)


1. Attraction à lengkung rahang mendekati Franfort plane
2. Abstraction à lengkung rahang menjauhi Franfort plane
· Orbital Plane
1. Protraction à lengkung rahang menjauhi orbital plane
2. Retraction à lengkung rahang mendekati orbital plane
· Mid-sagittal Plane
1. Distraction à lengkung rahang menjauhi mid-sagittal plane
2. Contraction à lengkung rahang mendekati mid-sagittal plane
Bennet

Berdasarkan Etiologi

· Kelas I à malposisi satu atau beberapa gigi akibat penyebab lokal


· Kelas II à malformasi sebagian atau seluruh lengkung rahang akibat defek saat
pembentukan tulang
· Kelas III à hubungan abnormal di antara RA & RB dan lengkung rahang & kontur fasial
Ackerman-Profitt

· Step 1 (alignment) à ideal / crowded / spaced


· Step 2 (profile) à convex / straight / concave
· Step 3 (tipe hubungan dental & skeletal) à crossbite (unilateral / bilateral, skeletal /
dental)
· Step 4 (class) à penilaian hubungan sagittal à Angle kelas I / II / III (maloklusi dental /
skeletal)
· Step 5 (bite depth) à open bite (anterior / posterior) / anterior deep bite / posterior
collapsed bite

ANALISIS SEFALOMETRI

Guna sefalometri lateral :


· Melihat keadaan skeletal, dental, dan jaringan lunak (klasifikasi kelainan skeletal, dental,
& tipe wajah)
· Menegakkan diagnosis
· Menentukan rencana perawatan
· Memprediksi perkembangan pertumbuhan N, pertimbangan modifikasi
pertumbuhan/nedah

Teknik penapakan :

1. Tandai titik identifikasi


2. Buat garis/bidang berdasarkan hubungan antara 2 titik tertentu
3. Hitung besar sudut (angular) yang dibentuk 2 garis/bidang
4. Hitun jarak linier antara 1 titik terhadap garis/bidang

Titik-titik sefalometri :

1. Sella (S) : pusat dari outline pituitary fossa


2. Nasion (N) : titik paling frontal dari pertemuan Os. Nasal dan Os. Frontal
3. Orbitale (Or) : titik pada inferior orbita
4. Point A : titik terdalam dari kontur premaksila, antara ANS dan akar gigi atas
5. Point B : titik terdalam dari kontur mandibular, dekat apeks gigi insisif bawah
6. Pogonion (Pg) : titik paling anterior dari kontur dagu
7. Menton (Me) : titik paling inferior dari dagu
8. Gnation (Gn) : titik pada dagu antara pogonion dan menton
9. Gonion (Go) : titik tengah dari kontur mandibula
10. Articulare (Ar) : pertemuan batas posterior condyles dan batas inferior cranium
11. Porion (Po) : titik paling superior dari meatus akustikus eksternus
12. ANS : titik paling anterior dari spina nasalis
13. PNS : titik paling posterior dari spina nasalis
14. Basion (Ba) : titik paling posterior dan inferior dari os. Occipital
15. Ptm : fissure yang berbentuk seperti air mata

GARIS/BIDANG

1. Bidang SN (ref. Steiner) à dibentuk o/ titik S-N


2. Bidang FHP (ref. Down) à dibentuk titik Po –Or
3. Bidang palatal à dibentuk titik ANS –PNS
4. Bidang mandibular à dibentuk oleh Go-Me/ Go- Gn/ tepi mandibular
5. Bidang oklusal à titik kontak molar pertama atas dan bawah ke titik kontak insisif atas-
bawah di garis tengah rahang

\
ANALISA SEFALOMETRI LATERAL

RATA- SD PASIEN KESIMPULAN


RATA

SNA 81° 3° Kedudukan maksila terhadap basis kranii


normal/protruded/retruded

SNB 78° 3° Kedudukan mandibula terhadap basis


kranii normal/protruded/retruded

ANB 3° 2° Kedudukan mandibula terhadap maksila


ortognati/retrognathi/prognathi

IMPA 90° 5° Inklinasi i bawah dengan bidang


mandibula N/protrusive/retrusif

FMPA 25° 3° Pertumbuhan 1/3 muka bawah dalam


arah postero-inferior N/<N/>N

Inklinasi i bawah terhadap basis kranii


FMIA 65° 2° N/protrusive/retrusif

I-SN 104° 6° Inklinasi i atas terhadap basis kranii


N/protrusive/retrusif

I-MxPI 109° 6° Inklinasi I atas terhadap bidang maksila


N/protrusive/retrusif

NaPg 0° 5,1° Profil skeletal lurus/cembung/cekung

MMPA 27° 4° Hubungan bidang maksila dan bidang


mandibular …..

E line Ls -1mm Profil jaringan lunak


lurus/cembung/cekung
Li sentuh

KESIMPULAN ANALISIS SEFALOMETRI

1. Hubungan rahang
2. Inklinasi insisi atas dan bawah
3. Profil skeletal
4. Arah pertumbuhan muka

AKTIFASI PEGAS ORTHODONTIK

Jenis-jenis pegas sederhana

1. Simple spring/pegas sederhana/cantilever spring


- Untuk gigi insisif
- Diameter 0,5-0,6 mm
- Lengan pegas diatas titik kontak, lebarnya 1/3 lebar mesial-distal gigi I
- Aktivasi dengan tang 2 jari persegi daerah servikal pegas dijepit diarahkan ke arah
pergeseran yang diinginkan
2. Pegas C

- Untuk gigi C dan P


- Diameter 0,6 mm
- Bagian bukal terletak dibawah lingkar terbesar gigi, sama seperti simple spring
- C-coil à cara aktivasi dengan perbesar coil menggunakan 2 jari bulat koil dijepit agar
lebih terbuka
- C-lus à cara aktivasi dengan mengecilkan lus menggunakan tang 3 jari atau 2 jari
modifikasi
3. Labial bow

- Meretraksi gigi anterior


- Aktif diameter= 0,6-0,7 mm; pasif 0,8-0,9 mm
- Bentuk mengikuti lengkung anterior, lebar lus 2/3 permukaan gigi dan tingginya 1-2
mm dr servikal gigi
- Cara aktivasi dengan memperkecil lus dengan tang 3 jari atau 2 jari modifikasi
4. Bumper terbuka

- Mendorong I/C ke labial


- Diameter 0,6 mm
- Terdapat 2 loop yang sejajar, selebar bidang mesiodistal gigi
- Cara aktivasi dengan 2 jari modifikasi/bulatàloop diperbesar. Kedua loop
diperbesaràmendorong gigi kelabial, salah satu loop diperbesaràmendorong salah
satu sisi ke labial
5. Bumper tertutup

- Bisa untuk beberapa gigi anterior atau gigi P dan M


- Mendorong 2 gigi insisif atau salah satu gigi P dan M ke labial
- Diameter 0,6 mm
- Cara aktivasià memperbesar loop dengan tang 2 jari bulat/kombinasi
6. Mershon

- Mendorong >2 gigi anterior ke labial secara bersama-sama


- Diameter 0,6-0,7 mm
- Bentuk seperti bumper terbuka hanya lebih panjang. Letak tegak lurus sumbu panjang
gigi
7. Skrup ekspansi
- Fungsi: ekspansi/mendorong gigi/sekelompok gigi dalah 2 arah
a) Transversal
· Kelateralà lebarkan lengkung gigi

· Ke bukal/palatal à mendorong ½ gigi

b) Sagital
· Protraksi anterior

· Distalisasi M
- Cara aktivasi: putar skrup ekspansi sesuai arahpanah sebanyak 900 . Basis akan
menjauh dan menekan servikal gigi
- Aktivasi 1-2 minggu sekali, setiap ¼ putaran, basis terbuka 0,2 mm. Maksimal skrup
membuka 4-5 mm

Plat dengan peninggi gigitan (Bite Riser) adalah penebalan akrilik disebelah palatal/lingual gigi
anterior atau disebelah oklusal gigi-gigi posterior sehingga beberapa gigi di regio lainnya tidak
berkontak saat beroklusi. Bisa bersifat pasif hanya untuk membebaskan gigi-gigi diregio lain
atau fungsional yaitu menyalurkan kekuatan gigitan pada saat mulut melaksanakan fungsi
pengunyahan.

Indikasi:

1. Pada perawatan maloklusi deep overbite

2. Untuk perawatan sendi rahang/TMJ (Temporo Mandibular Joint) yang terasa sakit akibat
gangguan dimensi vertikal karena adanya oklusi gigi yang salah.

3. Untuk merawat gigitan terbalik (cross bite) diregio anterior

Kontra indikasi :

1. Jika overbite lebih kecil dari normal/gigitan dangkal (shalow bite).

2. Pada kasus gigitan edge to edge

3. Pada kasus gigitan terbuka ( open bite)

Macam-macam bite plane

1. Posterior bite plane


perluasan plat yang berbentuk penebalan di permukaan oklusal gigi-gigi posterior kanan
dan kiri, berfungsi untuk mencegah kontak oklusal gigi-gigi anterior sehingga gigi-gigi
yang cross bite dapat dikoreksi. Peninggi gigitan posterior bukan untuk mengintrusi gigi-
gigi posterior

2. Anterior bite plane


Plat dengan dataran gigitan diregio anterior berfungsi untuk mencegah kontak oklusal
gigi posterior sehingga gigi-gigi tersebut dapat elongasi, dan dapat mengintrusi gigi-gigi
anterior bawah.

Macam-macam menurut fungsi:

1. maxillary flat bite plane


Fungsi : menekan gigi-gigi depan rahang bawah dan gigi-gigi posterior dapat berelongasi
sehingga dapat memperkecil overbite
2. maxillary inclined bite plane
fungsi: prklinasi gigi anterior bawah
3. Mandibular inclined bite plane
Fungsi: protraksi gigi anterior atas dengan elongasi gigi posterior
4. Sved Bite Plane
Fungsi: untuk mengoreksi deep overbite dengan memberi efek intrusi pada gigi anterior
atas dan bawah
5. Hollow Bite Plane
Fungsi: memiliki rongga untuk meletakkan pegas

Cara insersi alat:

- Pasien diinstruksikan menggunakan alat pada saat mulut bersih


- Pasangkan alat pada mulut pasien dengan pasien melihat cermin agak tahu cara
pemasangannya
- Pemasangan dilakukan dari depan dulu baru ke belakang

Instruksi pasca insersi:

- Alat digunakan selama mungkin


- Dilepas saat makan dan mandi saja
- Di bersihkan dengan sikat gigi halus tanpa pasta gigi
- Saat tidur dipakai
- Kontrol 1 minggu setelah insersi utnuk aktivasi
- Selanjutnya kontrol 1-2 minggu sekali
- Tetap jaga OHIS

Anda mungkin juga menyukai