Anda di halaman 1dari 9

RESUME THYPOID

DISUSUN OLEH :
RONI NURHIDAYAT (1801045)

S1 ILMU KEPERAWATAN

SSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


MUHAMMADIYAH KLATEN

TAHUN AJARAN 2019/2020

1
A. TINJAUAN MEDIS
1. Pengertian
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng
Soegijanto, 2007)
Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala,
kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari
limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2009)

2. Etiologi
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh
demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi
antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh, Hariyono,
dan dkk. 2001) Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi,
S.paratyphi A, S.paratyphi b dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 2007)

3. PATOFISIOLOGI
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier. Empat F
(Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu,
buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat
terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang
berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang
andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2008)
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60
hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi
penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2007)

2
PATHWAYS

Salmonella typhosa

Saluran pencernaan

Diserap oleh usus halus

Bakteri memasuki aliran darah sistemik

Kelenjar limfoid Hati Limpa Endotoksin


usus halus

Tukak Hepatomegali Splenomegali Demam

Pendarahan dan Nyeri perabaan


perforasi Mual/tidak nafsu makan

Perubahan nutrisi

Resiko kurang volume cairan

(Suriadi & Rita Y, 2011)

3
4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi
dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak
lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih,
terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu
pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya
seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta
suhu badan yang meningkat.
Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam
remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai
gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak kering,
dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih
kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2011)
Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran
‘anak tangga’. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi bertambah
toksik. (Vanda Joss & Stephen Rose, 2007)
Gambaran klinik tifus abdominalis
Keluhan:
- Nyeri kepala (frontal) 100%
- Kurang enak di perut 50%
- Nyeri tulang, persendian, dan otot 50%
- Berak-berak 50%
- Muntah 50%
Gejala:
- Demam 100%
- Nyeri tekan perut 75%
- Bronkitis 75%
- Toksik 60%
- Letargik 60%
- Lidah tifus (“kotor”) 40%

4
(Sjamsuhidayat,2008)
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus
3. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri
Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh
Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
 Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri
 Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri
 Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai
bakter.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk
diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar
kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2011)

6. PENTALAKSANAAN

1. Perawatan
a) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam hilang atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus
b) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya
transfusi bila ada komplikasi perdarahan
2. Diet

5
a) Diet yang sesuai, tinggi kalori dan tinggi protein serta tidak mengandung
banyak serat
b) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring
c) Setelah bebas demam, diberi makan bubur kasar selama 2 hari lalu nasi
tim
d) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari
3. Obat – obatan
a) Kloramphenikol
b) Tiampenikol
c) Kotrimoxazol
d) Amoxillin dan ampicillin

7. Prognosis Thypoid
Prognosis demam thypoid tergantung pada ketepatan terapi, usia penderita,
keadaan kesehatan sebelumnya, serotip salmonella penyebab dan ada tidaknya
komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotic yang adekuat, angka
moralitasnya > 10% di negara berkembang, angka moralitasnya > 10%, biasanya
karena keterlambatan diagnosis, perawatan dan pengobatan. Munculnya
komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis,
endocarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas tinggi.
Relaps sesudah respon klinis awal terjadi pada 4-8% penderita yang tidak
diobati dengan antibiotic. Pada penderita yang telah mendapat terapi anti mikroba
yang tepat, manifestasi klinis relaps menjadi nyata 2 minggu sesudah penghentian
antibiotic dan menyerupai penyakit akut namun biasanya lebih ringan dan lebih
pendek. Individu yang mengekskresi S. Thypi > 3 bulan setelah infeksi umumnya
menjadi karier kronis. Resiko menjadi karier pada anak-anak rendah dan
meningkat sesuai usia. Karier kronis terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam
thypoid. Insiden penyakit saluran empedu (traktus biliaris) lebih tinggi pada karier
kronis di bandingkan dengan populasi umum.

6
8. Komplikasi
Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati,
bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer & Suprohaitan 2010)
Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita
demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan
umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan
denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi
seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella.
Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang
terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi
pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 2002).

B. TINJAUAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Sering ditemukan pada anak berumur di atas 1 tahun.
2) Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,
pusing, kurang bersemangat, dan nafsu makan kurang.
3) Pada kasus yang khas demam berlangsung tiga minggu, bersifat febris
remiten, dan suhu tidak tinggi sekali.
4) Umunya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu
apatis atau somnolen.
5) Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseola. Kadang
ditemukan pula bradikardi dan epistaksis pada anak besar.
6) Pemeriksaan fisik :
a. Terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah. Lidah
tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor.
b. Abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisa terjadi konstipasi
dapat juga diare atau normal.

7
c. Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.
7) Pemeriksaan laboratorium
a. Darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relative, dan
aneosinofilia pada permukaan sakit.
b. Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal.
c. Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien
pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urine dan
feses.
d. Pemeriksaan widal. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan ialah titer zat
anti terhadap antigen O. titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan
kenaikan yang progresif.

2. Diagnose keperawatan
1) Ketidakefektifan termoregulasi b/d penyakit
2) Nyeri akut b/d agen cedera biologis (infeksi)
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang
tidak adekuat
4) Resiko kekurangan volume cairan b/d intake yang tidak adekuat dan
hipertermi
5) Konstipasi b/d penurunan motilitas traktus gastrointestinal

3. Intervensi Keperawatan
1) Ketidakefektifan termoregulasi b/d penyakit
a. Kaji tanda dan gejala hipotermia serta hipertermi
b. Perbanyak asupan cairan oral
c. Untuk hipertermi : batasi aktivitas pada hari yang panas, dan lepaskan baju
yang berlebihan
d. Untuk hipotermi : tingkatkan aktivitas dan pertahankan nutrisi yang adekuat
e. Laporkan kepada dokter jika hidrasi adekuat tidak dapat dipertahankan
f. Berikan obat antipiretik jika perlu
2) Nyeri akut b/d agen cedera biologis (infeksi)

8
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
b. Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan
c. Berikan informasi tentang nyeri
d. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis
e. Kolaborasikan pemberian analgetik, jika perlu
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang
tidak adekuat
a. Timbang pasien pada interval yang tepat
b. Identifikasi faktor yang mempengaruhi kehilangan selera makan
c. Berikan makanan sedikit tapi sering
d. Tawarkan kudapan yang sesuai jika perlu
e. Kolaborasikan pemberian obat antiemetic atau analgetik, jika perlu
4) Resiko kekurangan volume cairan b/d intake yang tidak adekuat dan
hipertermi
a. Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
b. Pantau status hidrasi
c. Tingkatkan asupan oral
d. Berikan cairan sesuai kebutuhan
5) Konstipasi b/d penurunan motilitas traktus gastrointestinal
a. Identifikasi faktor yang mempengaruhi konstipasi
b. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang efek diet pada eleminasi
c. Tingkatkan pemasukan cairan oral
d. Minta program dari dokter untuk pemberian bantuan eleminasi seperti
pemberian laksatif dan supositoria

Anda mungkin juga menyukai