Anda di halaman 1dari 22

HAMA DAN PENYAKIT KELAPA SAWIT

Pengendalian hama dan penyakit tanaman

A. Penyakit

1. Penyakit Akar (Blast disease)

Gejala serangan :
 Tanaman tumbuh abnormal dan lemah.
 Daun tanaman berubah menjadi berwarna kuning.

Penyebab :
 Jamur (Rhizoctonia lamellifera dan Phytium sp.)

Cara pengendalian :
 Melakukan kegiatan persemaian dengan baik.
 Mengatur pengairan agar tidak terjadi kekeringan di pertanaman.

2. Penyakit Busuk Pangkal Batang (Basal stem rot/Ganoderma)

Gejala serangan:
 Daun berwarna hijau pucat.
 Jamur yang terbentuk sedikit.
 Daun tua menjadi layu dan patah.
 Dari tempat yang terinfeksi keluar getah.

Penyebab :
 Jamur Ganoderma applanatum,
 Ganoderma lucidum, dan
 Ganoderma pseudofferum.

Cara pengendalian dan pencegahan :


 Membongkar tanaman yang terserang dan selanjutnya dibakar.
 Melakukan pembumbunan tanaman.

3. Penyakit Busuk Batang Atas (Upper stem rot)

Gejala serangan:
 Warna daun yang terbawah berubah dan selanjutnya mati.
 Batang yang berada sekitar 2 m di atas tanah membusuk.
 Bagian yang busuk berwarna cokelat keabuan.

Penyebab :
 Jamur Fomex noxius.

Cara pengendalian :
 Melakukan pembongkaran tanaman yang terserang dan membuang bagian
tanaman yang terserang.
 Bekas luka selanjutnya ditutupi dengan obat penutup luka
4. Penyakit Busuk Kering Pangkal Batang (Dry basal rot)

Gejala serangan :
 Tandan buah membusuk dan pelepah daun bagian bawah patah.

Penyebab :
 Jamur Ceratocytis paradoxa.

Cara pengendalian :
 Membongkar tanaman yang terserang hebat dan selanjutnya dibakar.

5. Penyakit Busuk Kuncup (Spear rot)

Gejala serangan:
 Jaringan pada kuncup (spear) membusuk dan berwarna kecokelatan.

Penyebab :
 Belum diketahui dengan pasti.

Cara pengendalian :
 Memotong bagian kuncup yang terserang

6. Penyakit Busuk Titk Tumbuh (Bud rot)

Gejala serangan :
 Kuncup tanaman membusuk sehingga mudah dicabut.
 Aroma kuncup yang terserang berbau busuk

Penyebab :
 Bakteri Erwinia.

Cara pengendalian :
 Belum ada cara efektif untuk memberantas penyakit ini.

7. Penyakit Garis Kuning (Patch yellow)

Gejala serangan:
 Terdapat bercak daun berbentuk lonjong berwarna kuning dan di bagian
tengahnya berwarna cokelat.

Penyebab :
 Jamur Fusarium oxysporum

Cara pengendalian :
 Melakukan inokulasi penyakit pada bibit dan tanaman muda. Hal ini
bertujuan agar serangan penyakit di persemaian dan pada tanaman muda
dapat berkurang.
8. Penyakit Antraknosa (Anthracnose)

Gejala serangan :
 Terdapat bercak-bercak cokelat tua di ujung dan tepi daun
 Bercak-bercak dikelilingi warna kuning
 Bercak ini merupakan batas antara bagian daun yang sehat dan yang
terserang

Penyebab :
 Jamur Melanconium sp.,
 Glomerella cingulata,
 Botryodiplodia palmarum.

Cara pengendalian :
 Melakukan pengaturan jarak tanam, penyiraman secara teratur dan
pemupukan berimbang.
 Tanah yang menggumpal di akar harus disertakan pada waktu
pemindahan bibit dari persemaian ke pembibitan utama.
 Pengaplikasian Captan 0,2% atau Cuman 0,1%.

9. Penyakit Tajuk (Crown disease)

Gejala serangan :
 Helai daun bagian tengah pelepah berukuran kecil-kecil dan sobek.

Penyebab:
 Sifat genetik yang diturunkan dari tanaman induk.

Cara pengendalian :
 Melakukan seleksi terhadap tanaman induk yang bersifat karier penyakit
ini.

10. Penyakit Busuk Tandan (Bunch rot)

Gejala serangan:
 Terdapat miselium berwarna putih di antara buah masak atau pangkal
pelepah daun.

Penyebab :
 Jamur Marasmius palmivorus.

Cara pengendalian :
 Melakukan kastrasi, penyerbukan buatan.
 menjaga sanitasi kebun, terutama pada musim hujan.
 Pengaplikasian difolatan 0,2 %.
B. Hama

1. Nematoda (Rhadinaphelenchus cocophilus)

Gejala serangan :
 Daun terserang menggulung dan tumbuh tegak.
 Warna daun berubah menjadi kuning dan selanjutnya mengering.

Cara pengendalian:
 Pohon yang terserang dibongkar dan selanjutnya dibakar
 Tanaman dimatikan dengan racun natrium arsenit

2. Tungau (Oligonychus sp.)

Gejala serangan :
 Daun yang terserang berubah warnanya menjadi berwarna perunggu
mengkilat (bronz).

Cara pengendalian :
 Pengaplikasian akasirida yang mengandung bahan aktif tetradifon 75,2
g/l.

3. Pimelephila ghesquierei

Gejala serangan :
 Serangan menyebabkan lubang pada daun muda sehingga daun banyak
yang patah.

Cara pengendalian :
 Serangan ringan dapat diatasi dengan memotong bagian yang terserang.
 Pada serangan berat dilakukan penyemprotan parathion 0,02%.

4. Ulat api (Setora nitens, Darna trima dan Ploneta diducta)

Gejala serangan :
 Daun yang terserang berlubang-lubang.
 Daun hanya tersisa tulang daunnya saja.

Cara pengendalian :
 Pengaplikasian insektisida berbahan aktif triazofos 242 g/l, karbaril 85 %
dan klorpirifos 200 g/l.

5. Ulat kantong (Metisa plana, Mahasena corbetti dan Crematosphisa pendula)

Gejala serangan :
 Daun yang terserang menjadi rusak, berlubang dan tidak utuh lagi
 Selanjutnya daun menjadi kering dan berwarna abu-abu.

Cara pengendalian :
 Pengaplikasian timah arsetat dengan dosis 2,5 kg/ha.
 insektisida berbahan aktif triklorfon 707 g/l, dengan dosis 1,5-2 kg/ha.

6. Belalang (Valanga nigricornis dan Gastrimargus marmoratus)

Gejala serangan :
 Terdapat bekas gigitan pada bagian tepi daun yang terserang.

Cara pengendalian :
 Pengendalian dapat dilakukan dengan mendatangkan burung
pemangsanya.

7. Kumbang (Oryctes rhinoceros)

Gejala serangan :
 Daun muda yang belum membuka dan pada pangkal daun berlubang-
lubang.

Cara pengendalian :
 Menggunakan parasit kumbang, seperti jamur Metharrizium anisopliae
dan virus Baculovirus oryctes.
 Melepaskan predator kumbang, seperti tokek, ular dan burung.

8. Ngengat penggerek tandan buah (Tirathaba mundella)

Gejala serangan:
 Terdapat lubang-lubang pada buah muda dan buah tua.

Cara pengendalian :
 Pengaplikasian insektisida yang mengandung bahan aktif triklorfon 707
g/l atau andosulfan 350 g/l.

9. Tikus (Rattus tiomanicus dan Rattus sp.)

Gejala serangan:
 Pertumbuhan bibit dan tanaman muda tidak normal
 Buah yang terserang menunjukkan bekas gigitan.

Cara pengendalian :
 Melakukan pengemposan pada sarangnya atau mendatangkan predator
tikus, seperti kucing, ular dan burung hantu.
Penyakit yang menyerang daun pada tanaman kelapa sawit

1. Penyakit Bercak Daun (PBD)

Penyakit bercak daun kelapa sawit disebabkan oleh beberapa spesies jamur,
antara lain Curvularia eragrostidis, Curvularia spp., Drechslera halodes, Cochliobolus
carbonus, Cochliobolus sp, dan Pestalotiopsis sp. Jamur-jamur tersebut menyebar
dengan spora melalui hembusan angin atau percikan air yang mengenai bercak.

Gejala serangan :
Penyakit ini biasanya menyerang tanaman bibit kelapa sawit yang masih muda.
Pemicunya adalah kelembaban udara yang terlalu tinggi, sehingga spora mudah
tumbuh berkembang. Selain itu, kurang bersihnya lapangan pembibitan dari gulma
juga menjadi pendorong datangnya wabah penyakit ini. Sejenis gulma dari keluarga
gramineae merupakan inang sementara yang potensial bagi jamur patogen ini. Karena
itu, bersihkanlah lahan pembibitan dan lahan disekitarnya.
Bila aada dijumpai serangan ini pada tanaman sawit anda, maka janganlah
menyiram bibit pada daunnya, tetapi usahakan agar langsung ke permukaan tanah
dalam polibagnya. Selain itu, kurangi juga volume penyiraman untuk sementara
waktu. Bila jarak antar polibag kurang dari 90 cm, maka lakukan penjarangan.
Gunting dan bakar daun bibit yang terserang pada tingkat ringan dan sedang. Adapun
bibit yang sudah masuk kategori kritis atau terserang berat, maka harus dimusnahkan
dengan cara dibakar. Selain itu, bibit-bibit yang terserang harus diisolasi, jangan
satukan dengan tanaman lain yang masih sehat.
Cara pengendalian :
 Disemprot dengan fungisida thibenzol, captan atau thiram dengan konsentrasi
0,1-0,2% tiap 10-14 hari.

2. Penyakit busuk Daun Antroksa (PDA).

Penyakit busuk daun antroksa umumnya menyerang bibit kelapa sawit yang
masih muda. Penyakit antroksa sendiri sebenarnya merupakan sekumpulan nama
penyakit atau infeksi pada daun bibit-bibit muda, yang disebabkan oleh 3 jenis jamur
patogenik, yaitu Botryodiplodia spp.., Melanconium elaeidis dan Glomerella
cingulata. Spora dihasilkan di dalam piknidia atau aservuli, dan menyebar dengan
bantuan angin atau percikan air siraman atau hujan Penyakit ini telah dilaporkan
terdapat di berbagai perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Gejala serangan :
Penyakit ini menyerang bibit pada umur 2-3 bulan. Kadang-kadang dijumpai
bersamaan dengan gejala transplanting shock (cekaman pindah tanam). Gejala
biasanya dijumpai pada bagian tengah atau ujung daun, berupa bintik terang yang
selanjutnya melebar dan menjadi kuning dan coklat gelap. Jaringan sakit selanjutnya
nekrosis, bercak meluas dengan batas antara bercak dengan jaringan sehat berwarna
kuning. Bercak kadangkala memanjang sejajar tulang daun.
Adapun faktor pendorong terjadinya serangan PDA ini adalah sama dengan
faktor pendorong pada serangan PBD. Karenanya, selain pembersihanan lahan,
penjarangan, pemangkasan, pengisolasian dan pemusnahan bibit yang sudah kolaps,
lakukan juga pengurangan teduhan di atas pembibitan. Cahaya matahari bisa
membantu mengurangi kecepatan pertumbuhan jamur patogen.

Cara pengendalian :
 Lakukan penyemprotan dengan fungisida ziram, thiram, captan, cuman atau
 Penyemprotan dengan triadimenol dengan konsentrasi 0,1-0,2% dengan rotasi 7-
10 hari, atau
 Penyemprotan dengan thibenzol dengan konsentrasi 0,1% dengan rotasi 10-14
hari.

3. Penyakit Karat Daun (PKD).

Gejala serangan :
Penyakit karat daun ini biasanya menyerang tanaman yang sudah mulai
berproduksi sampai tanaman yg sudah tua. Penyakit karat daun disebabkan oleh alga
Cephaleuros virescen. Gejala penyakit berupa pembentukan karat berwarna
kemerahan pada pelepah-pelepah tua (bagian bawah). Ini membuat seluruh daun pada
pelepah-pelepah bawah menjadi kering lalu mati.

Cara pengendalian :
 Melakukan penunasan pelepah bawah secara teratur.
 Melakukan penyemprotan dengan fungisida tembaga, sperti dengan Kurproxat
345SC (produksi Nufarm Indonesia) atau
 Penyemprotan dengan Bordeaux, C.O.C., dan Cobox. b. dengan dosis 2,5- 5
gram/ 2 liter air dengan interval penyemprotan satu minggu.
4. Penyakit Tajuk Daun/ Crown Disease (PTD)

Penyebab :
 Sifat genetik yang diturunkan dari tanaman induk.

Gejala serangan :
 Helai daun bagian tengah pelepah berukuran kecil-kecil dan sobek.

Cara pengendalian :
 Melakukan seleksi terhadap tanaman induk yang bersifat karier penyakit ini.
Artinya, pohon yang mengalami penyakit ini tidak boleh dijadikan indukan.
 Sampai saat ini belum ditemukan cara efektif untuk mengatasi penyakit ini.
Penyakit ini termasuk ‘cacat bawaan’.

5. Penyakit Busuk Kuncup/ Spear rot (PBK)

Penyebab :
 Jamur Marasmius palmavirus.
 Sampai saat ini belum ditemukan fungisida atau biopestisida lain yang dapat
mengendalikan jamur marasmus palmavirus ini.
 Namun penggunaan fungisida dan bakterisida dapat dicoba.

Gejala serangan:
 Jaringan pada kuncup (spear) membusuk dan berwarna kecokelatan.

Cara pengendalian :
 Memotong bagian kuncup yang terserang
PENYAKIT BUSUK PADA TANAMAN KELAPA SAWIT
Beberapa penyakit busuk kelapa sawit yaitu penyakit layu Fusarium (Marchitez
disease), penyakit cincin merah (Red ring disease), penyakit daun menguning, bercak
daun, busuk pangkal batang, busuk pupus, busuk daun antraknosa, karat daun dan
busuk tandan.
Penyakit ini dapat menyerang tanaman kelapa sawit dengan gejala mengering
bagian pucuk dan bila dibelah pada bagian pucuk tersebut akan mengeluarkan bau
yang busuk. Penyakit ini menyerang tanaman yang akan memasuki masa produksi
dan yang telah produksi. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian tanaman, dan
berlangsung sangat cepat bila serangan masuk ke titik tumbuh. Penyebab penyakit
sama dengan penyebab penyakit busuk pucuk dan gugur buah pada tanaman kelapa
yaitu Phytophthora palmivora.

1. Penyakit Layu Fusarium (Marchitez disease)

Penyakit layu yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. elaeidis adalah
patogen vaskular yang umum ditemukan di banyak negara Afrika, dan juga pada
beberapa daerah di Amerika Selatan, di mana diyakini dalam menanam bahan berasal
dari Afrika.

Penyebab :
 Penyebab penyakit ini diidentifikasi adalah Fusarium oxysporum f. sp. elaeidis,
yang merupakan patogen vaskular.
Gejala serangan :
 Pada serangan berat akan sangat bervariasi yang muncul pada daun muda dan
dewasa. Gejalanya sangat bervariasi antara daun pelepah yang muda, tetapi
biasanya hanya beberapa daun dari gejala menunjukkan menguning dan
mengering.

2. Penyakit cincin merah (Red ring disease)

Tanaman kelapa sawit menunjukkan gejala akut oleh serangan penyakit cincin
merah dan tanaman mati dan terjadi hanya dalam beberapa bulan.

Penyebab :
 Penyakit ini disebabkan oleh nematoda Bursaphelenchus cocophilus dan
ditularkan oleh kumbang Rhynchophorus.

Gejala serangan :
 Pada serangan berat daun akan mengecil dan nampak bercak kuning kemerahan
pada petiol dan daun tombak daun muda yang menguning.
 Bentuk cincin pada jaringan pada sawit dipengaruhi oleh cincin merah.
 Jenis cincin tidak selalu muncul sebagai berbeda dan menempati seluruh panjang
batang.
 Umumnya ditemukan bukan cincin, tapi bintik hitam tersebar dan membentuk
pola cincin.

3. Penyakit daun menguning yang disebabkan oleh Potyvirus

Tanaman kelapa sawit menunjukkan gejala layu yang di mulai dari daun yang
lebih rendah dengan gejala berubah warna menjadi coklat dari ujung dan kering.
Gejala serangan :
 Klorosis daun berbentuk cincin yang disebabkan oleh potyvirus.
 Gejala lain termasuk mosaik stripe kuning (daerah hijau bergantian dengan
beberapa kuning).

4. Bercak Daun

Penyakit-penyakit yang termasuk ke dalam kelompok bercak daun adalah yang


disebabkan oleh jamur-jamur patogenik dari genera Curvularia, Cochiobolus,
Drechslera dan Pestalotiopsis (Turner, 1981). Bercak daun yang disebabkan oleh
Curvularia lebih dikenal sebagai hawar daun curvularia. Penyakit ini terdapat di
berbagai perkebunan kelapa sawit di Indonesia, tetapi tingkat serangannya beragam
tergantung pada kondisi lingkungan setempat dan tindakan agronomik yang
dijalankan (Purba, 1996 ; 1997 dan 2001).

Penyebab :
Penyakit bercak daun kelapa sawit disebabkan oleh beberapa spesies jamur,
antara lain Curvularia eragrostidis, Curvularia spp., Drechslera halodes,
Cochliobolus carbonus, Cochliobolus sp, dan Pestalotiopsis sp. Jamur-jamur tersebut
menyebar dengan spora melalui hembusan angin atau percikan air yang mengenai
bercak (Turner, 1971 dan 1981 ; Domsch et al., 1980 ; Ellis, 1976 ; Hanlin, 1990).
Faktor pendorong :
Populasi bibit per satuan luas terlalu tinggi atau terlalu rapat (< 90 cm), atau
keadaan pembibitan yang terlalu lembab. Kelebihan air siraman dan cara penyiraman
yang tidak tepat. Kebersihan areal pembibitan yang kurang terpelihara. Banyak gulma
yang merupakan inang alternatif bagi patogen, terutama dari keluarga gramineae di
dalam atau di sekitar areal pembibitan. Aktivitas pekerja di pembibitan.

Gejala serangan :
Umumnya dijumpai/ terjadi selama periode kering dan basah. Gejala awal
tampak berupa bintik kuning pada daun tombak atau yang telah membuka, bercak
membesar dan menjadi agak lonjong dengan panjang 7-8 mm berwarna coklat terang
dengan tepi kuning atau tidak, bagian tengah bercak kadang kala tampak berminyak.
Pada gejala lanjut bercak menjadi nekrosis, beberapa bercak menyatu membentuk
bercak besar tak beraturan. Pada beberapa kasus bagian tengah bercak mengering,
rapuh, berwarna kelabu atau coklat muda.

Cara pengendalian :
 Menjarangkan letak bibit menjadi 90 cm.
 Mengurangi volume air siraman sementara waktu. Penyiraman secara manual
menggunakan gembor lebih dianjurkan, dan sebaiknya diarahkan ke permukaan
tanah dalam polibek, bukan ke daun.
 Mengisolasi dan memangkas daun-daun sakit dari bibit yang bergejala ringan-
sedang, selanjutnya disemprot dengan fungisida thibenzol, captan atau thiram
dengan konsentrasi 0,1-0,2% tiap 10-14 hari, daun pangkalan harus dibakar.
 Memusnahkan bibit yang terserang berat.

5. Busuk Pangkal Batang (Genoderma boninense)

Penyakit ini memiliki banyak nama di seluruh dunia, tetapi selalu menjadi
penyakit yang mematikan pada kelapa sawit. Busuk pangkal batang kelapa sawit
disebabkan oleh jamur ganoderma. Jamur ganoderma lebih dikenal sebagai obat
herbal di China, Korea dan Jepang. ganoderma tergolong dalam kelas basidiomycetes.
Ganoderma dapat tumbuh dengan baik pada media buatan dengan memproduksi
organ somatif. Pengisolasiannya dapat dilakukan dengan menanam jaringan sakit atau
bagian dari jaringan korteks basidiokarp. Ganoderma yang ditumbuhkan pada media
PDA (Potato Dextrose Agar) dapat tumbuh lebih baik daripada yang ditumbuhkan di
media MA (Malt Agar), MEA (Malt Extract Agar), CMA (Corn Meal Agar), dan
CDA (Czapek’s Dox Agar). Media LBA (Lima Bean Agar) lebih baik dibandingkan
RDA (Rice Dextrose Agar), sama dengan PDA.
Basidiospora akan berkecambah 30 jam setelah dipindahkan dari permukaan
tubuh buah dengan tingkat germinasi sekitar 31.5 – 64%. Ganoderma boninense dapat
tumbuh lebih baik jika pada media ditambahkan sumber karbon seperti dekstrosa,
fruktosa, galaktosa, sakarosa, maltose, laktosa dan selulosa. Pertumbuhannya juga
dipengaruhi dengan sumber nitrogen yang digunakan. Setiap isolat memberikan
respon yang berbeda terhadap perbedaan sumber nitrogen diantaranya NaNO2,
NaNO3, NH4NO3, (NH4)2HPO4, asparagin, glisin, dan pepton. Suplemen biotin
dapat meningkatkan perkecambahan basidiospora. Miselia G. boninense dapat
tumbuh dan membentuk basidiokarp pada media serbuk batang kelapa sawit, serbuk
batang kelapa sawit + biotin, potongan akar kelapa sawit, dan potongan akar kelapa
sawit + biotin. Bakal basidiokarp mulai terbentuk 30 hari setelah inokulasi, dan
tumbuh sempurna setelah 90 hari.
Di Indonesia, ganoderma boninense dapat tumbuh pada pH 3-8.5 dengan
temperature optimal 30oC dan terganggu pertumbuhannya pada suhu 15oC dan 35oC,
dan tidak dapat tumbuh pada suhu 40oC (Abadi dan Dharmaputra, 1988; Dharmaputra
et al., 1993). Penyebab busuk pangkal batang pada kelapa sawit berbeda di tiap
negara, di Afrika Selatan, busuk pangkal batang disebabkan oleh G. lucidum Karst.
sedangkan di Nigeria disebabkan oleh G. zonatum, G. encidum, G. colossus, dan G.
applanatum. Di Malaysia, 4 spesies teridentifikasi sebagai penyebab busuk pangkal
batang yaitu G. boninense, G. miniatocinctum, G. zonatum dan G. tornatum. Jamur
yang paling sering ditemukan umumnya ialah G. boninense, sementara G. tornatum
hanya ditemukan tumbuh di pedalaman dan dataran tinggi dengan curah hujan tinggi.
Di Indonesia, G. boninense teridentifikasi sebagai spesies yang paling umum
menyerang (Abadi, 1987; Utomo, 2002).
Jamur ganoderma tergolong ke dalam kelas basidiomycetes. Famili
ganodermataceae telah dikenal luas sebagai patogen di banyak tanaman termasuk
kelapa sawit. Jamur lignolitik umumnya termasuk dalam jamur busuk putih yang
digolongkan ke dalam basidiomycetes. Karena itulah, jamur ini lebih aktif
menghancurkan lignin dibandingkan golongan lainnya. Komponen pembentuk
dinding sel tanaman adalah lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Dengan demikian,
untuk menyerang tanaman, jamur harus menghancurkan ketiga komponen tersebut
dengan enzim ligninase peroxidase, selulose dan hemiselulose. Beberapa spesies
ganoderma memproduksi enzim amylase, ekstraseluler, oksidase, invertase,
koagulase, protease, renetase, pektinase, dan selulose. Berdasarkan mekanisme
infeksi, ganoderma diklasifikasikan kedalam jamur busuk putih. Jamur busuk putih
ini diklasifikasikan berdasarkan kecepatan dan produksi dari enzim lignolitik (Ward et
al., 2004).
G. lucidum memproduksi manganese peroksidase (MnP), dan lakase, sama
dengan enzim dari G. boninense yang menyerang kelapa sawit tetapi masih
memerlukan penelitian lebih lanjut (Corley dan Tinker, 2003). Jamur busuk putih
memproduksi sistem lignolitik yang tidak spesifik terdiri dari peroksidase dan lakase
yang melakukan proses oksidasi (Peterson, 2007). Tiga peroksidase telah diobservasi
yaitu: LIP, MnP dan versatile peroksidase (VP). Biodegradasi dari komponen
selulosa tidak berbeda nyata untuk dibandingkan dengan yang dibentuk oleh b-1,4-
glucosidic, ikatan sederhana dari glukosa. Miller et al. (2000) mengemukakan bahwa
ganoderma merupakan ‘saprobic’ dan hanya menyerang tanaman inang yang lemah,
sehingga dikategorikan sebagai parasit atau patogen sekunder. Penjelasan lain dari
jamur ialah sebagai saprofit fakultatif. Ganoderma juga hidup sebagai endofit dalam
kelapa (Abdullah, 2000).

Gejala penyakit :
Gejala awal penyakit sulit diidentifikasi dikarenakan perkembangannya yang
lambat dan dikarenakan gejala eksternal berbeda dengan gejala internal. Sangat
mudah untuk mengidentifikasi gejala di tanaman dewasa atau saat telah membentuk
tubuh buah, konsekuensinya, penyakit jadi lebih sulit dikendalikan.
Gejala utamanya adalah terhambatnya pertumbuhan, warna daun menjadi hijau
pucat dan busuk pada batang tanaman. Pada tanaman belum menghasilkan, gejala
awal ditandai dengan penguningan tanaman atau daun terbawah diikuti dengan
nekrosis yang menyebar ke seluruh daun. Pada tanaman dewasa, semua pelepah
menjadi pucat, semua daun dan pelepah mengering, daun tombak tidak membuka
(terjadinya akumulasi daun tombak) dan suatu saat tanaman akan mati (Purba, 1993).
Gejala ditandai dengan mati dan mengeringnya tanaman dapat terjadi
bersamaan dengan adanya serangan rayap. Dapat diasumsikan jika gejala pada daun
terlihat, maka setengah batang kelapa sawit telah hancur oleh ganoderma. Pada
tanaman belum menghasilkan, saat gejala muncul, tanaman akan mati setelah 7
sampai 12 bulan, sementara tanaman dewasa akan mati setelah 2 tahun. Saat gejala
tajuk muncul, biasanya setengah dari jaringan didalam pangkal batang sudah mati
oleh ganoderma. Sebagai tambahan, gejala internal yang ditandai dengan busuk
pangkal batang muncul. Dalam jaringan yang busuk, luka terlihat dari area berwarna
coklat muda diikuti dengan area gelap seperti bayangan pita, yang umumnya disebut
zona reaksi resin (Semangun, 1990).
Secara mikroskopik, gejala internal dari akar yang terserang ganoderma sama
dengan batang yang terinfeksi. Jaringan korteks dari akar yang terinfeksi berubah
menjadi coklat sampai putih. Pada serangan lanjutan, jaringan korteks menjadi rapuh
dan mudah hancur. Jaringan stele akar terinfeksi menjadi hitam pada serangan berat
(Rahayu, 1986). Hifa umumnya berada pada jaringan korteks, endodermis, perisel,
xilem dan floem. Klamidospora sering dibentuk untuk bertahan hidup pada kondisi
ekstrim. Tanda lain dari penyakit ialah munculnya tubuh buah atau basidiokarp pada
pangkal batang kelapa sawit.
Gejala penyakit ganoderma di lahan gambut memiliki perbedaan dengan di
lahan mineral. Perbedaan ekologi antara tanah gambut dengan tanah mineral,
keistimewaan dan karakteristik lahan menentukan perbedaan keistimewaan,
karakteristik dan mekanisme persebaran ganoderma. Tingginya kemunculan penyakit
ganoderma pada lahan gambut kemungkinan besar disebabkan oleh basidiospora
sebagai agen penyebar, dan lahan gambut umumnya cocok untuk perkembangan
ganoderma. Pola kemunculan gejala pada perkebunan kelapa sawit di lahan gambut
juga berbeda. Gejala serangan buruk batang atas lebih sering terjadi, bahkan sampai
lebih dari 63%. Fakta ini terlihat dari sampel yang diambil dari Labuhan Batu, dengan
perbandingan BSR USR sebesar 37%:63% (Susanto et al., 2008). Perbandingan busuk
pangkal batang dan busuk batang atas sangat berhubungan dengan jenis lahan gambut
dan tergenang atau tidaknya dalam satu tahun. Saat tanah gambut mulai mendekati
tanah mineral, busuk pangkal batang akan meningkat, sebaliknya busuk batang atas
akan menurun. Lahan tergenang akan menyebabkan ganoderma mati dan memperkuat
mekanisme busuk batang atas.

Cara pengendalian :

a. Teknik Budidaya dan Mekanis


Untuk menurunkan serangan ganoderma, pangkal batang kelapa sawit perlu
ditimbun dengan tanah. Hal ini untuk mencegah infestasi basidiospora ke batang
kelapa sawit. Penggalian tanah disekeliling tanaman terinfeksi dapat megurangi
terjadinya kontak akar antara tanaman sakit dengan tanaman sehat. Penimbunan
dapat memperpanjang usia produksi sampai lebih dari 2 tahun (Ho dan Hashim,
1997). Pendekatan ini dapat menemui kegagalan dikarenakan letak akar terinfeksi
tidak diketahui. Pengurangan jumlah sumber inokulum di perkebunan dilakukan
dengan mengoleksi dan membakar tubuh buah ganoderma. Sebelum penanaman
tanaman baru, batang kelapa sawit lama dihancurkan secara mekanis ataupun
secara kimiawi (Chung et al., 1991).

b. Pengendalian Kimiawi
Pengendalian kimiawi telah dilakukan di perkebunan kelapa sawit dengan
metode adsorpsi atau penyiraman tanah. Berdasarkan hasil di laboratorium,
hampi semua fungisida dapat menekan G. boninense, tetapi tidak pada aplikasi
lapangan. Fungisida golongan triazole yang meliputi triadimenol, triadimefon
dan tridemorph efektif dalam menekan pertumbuhan miselia G. boninense pada
konsentrasi 5, 10 dan 25 g/ml. Fungisida hexaconazol dengan aplikasi bertekanan
tinggi tidak dapat mengendalikan pertumbuhan ganoderma. Hasil pemeriksaan
membuktikan bahwa fungisida hanya efektif untuk menunda serangan
ganoderma, tetapi kemampuannya untuk mengatasi permasalahan penyakit ini di
perkebunan kelapa sawit masih harus diteliti.

c. Pengendalian Hayati
Turner (1981) menyatakan bahwa Trichoderma sp., Pennicilium sp., dan
Gliocladium sp. bersifat antagonis terhadap ganoderma dan memiliki potensi
untuk dijadikan sebagai agen pengendali hayati. Keefektifan Trichoderma sp. dan
Gliocladium sp. dalam menekan pertumbuhan beberapa penyakit tanaman telah
dilaporkan, terutama untuk patogen tular tanah. Trichoderma spp. telah banyak
digunakan sebagai agen pengendali hayati untuk penyakit layu Fusarium
oxysporum pada tomat, melon dan kapas. Selain itu juga digunakan untuk
mengendalikan Rhizoctonia solani, Phytium ultimum, Sclerotium rolfsii,
Verticillium dahlia, Altenaria, dan Armillaria mellea. Gliocladium sp. sebagai
agen pengendali hayati telah digunakan untuk menekan pertumbuhan R. solani,
Sclerotinia sclerotiorum, dan S. rolfsii (Campbell, 1989; Papavizas, 1992).
Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. diuji secara in-vitro dan in-vivo
pada batang kelapa sawit untuk menekan pertumbuhan G. boninense. Kedua agen
hayati memiliki potensi yang bagus dalam pengendalian G. boninense (Abadi,
1987; Dharmaputra 1989; Hadiwiyoni et al., 1997; Abdullah dan Ilias, 2004). Di
Indonesia, kelapa sawit memiliki kadar oksigen yang rendah pada akar yang
menyebabkan penggunaan Trichoderma menjadi kurang efektif (Widyastuti,
2006). Meskipun demikian, Susanto et al., (2005) berhasil memformulasikan
fungisida hayati menggunakan Trichoderma koningii untuk mengendalikan
Ganoderma di lapangan walaupun hasilnya belum konsisten.
d. Pengendalian Penyakit Terpadu
Sistem lubang dalam lubang (sistem menggali lubang di dalam lubang
[panjang 3.0m x lebar 3.0m x dalam 0.8m) dengan lubang tanam standard (0.6m
x 0.6m x 0.6m) didalamnya ditambah aplikasi Trichoderma spp. sebagai agen
pengendali hayati (400g per lubang) dan aplikasi tandan kosong (400kg per
lubang per tahun) dapat digunakan sebagai tindakan pengendalian untuk
mengurangi tingkat infeksi ganoderma (Susanto, 2002). Hal ini dikarenakan
sumber inokulum berupa akar sakit telah dipindahkan karena pada dasarnya akar
tanaman kelapa sawit hanya tumbuh sampai kedalaman 80cm, dan sisa dari
penyakit BSR pada lubang tanam akan dihancurkan oleh agen pengendali hayati
Trichoderma spp. Sistem ini dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kontak
akar. Bagaimanapun juga, sumber infeksi potensial masih dapat ditemukan dari
tanaman hidup yang berupa jaringan akar, bonggol dan batang (Flood et al.,
2000).
Penanaman ulang dengan sistem lubang dalam lubang bertujuan untuk
meningkatkan hasil kelapa sawit di tanah mineral yang kurang nutrisi dan
bercurah hujan rendah atau karena lahan tersebut telah terexploitasi. Martoyo et
al. (1996) melaporkan bahwa penggunaan sistem ini mampu memberikan
peningkatan produktivitas yang nyata.

6. Busuk Pupus

Penyebab :
Penyakit busuk pupus disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora. Tanaman
terserang akan mengalami pembusukan pada bagian pucuk yang dapat menyebabkan
patahnya pucuk tanaman. Pada tanaman muda, pucuk yang busuk mudah dicabut dan
terdapat massa bakteri berwarna keputihan (berlendir).

Cara pengendalian :
 Menuangkan campuran formulasi fungisida dan bakterisida (antibiotik).
 Untuk tanaman yang baru pulih disarankan memberi ekstra pupuk N dan Mg
sebesar 25%.
 Mengendalikan kumbang moncong (Rhynchoporus sp) secara manual atau
kimiawi
7. Busuk Daun Antraknosa

Penyebab :
Penyakit antraknosa merupakan sekumpulan nama infeksi pada daun bibit-bibit
muda, yang disebabkan oleh 3 genera jamur patogenik, yaitu Botryodiplodia spp.,
Melanconium elaeidis dan Glomerella cingulata. Spora dihasilkan di dalam piknidia
atau aservuli, menyebar dengan bantuan angin atau percikan air siraman atau hujan
(Turner, 1971 dan 1981 ; Barnet dan Hunter, 1972 ; Domsch, Gams dan Anderson,
1980). Penyakit ini telah dilaporkan terdapat di berbagai perkebunan kelapa sawit di
Indonesia (Turner, 1981 ; Purba dan Sipayung, 1986 ; Purba, 1996d, 1996f, 1997d
dan 1999a).

Gejala serangan :
Terutama menyerang bibit pada umur 2 bulan. Kadang-kadang dijumpai
bersamaan dengan gejala transplanting shock (cekaman pindah tanam). Gejala
biasanya dijumpai pada bagian tengah atau ujung daun, berupa bintik terang yang
selanjutnya melebar dan menjadi kuning dan coklat gelap. Jaringan sakit selanjutnya
nekrosis, bercak meluas dengan batas antara bercak dengan jaringan sehat berwarna
kuning. Bercak kadangkala memanjang sejajar tulang daun.

Faktor pendorong :
Jarak antar bibit yang terlalu rapat (< 90cm). Keadaan pembibitan yang terlalu
lembab.Kelebihan air siraman dan naungan. Pemindahan bibit dan penggemburan
tanah yang kurang hati-hati.

Cara pengendalian :
 Mengurangi penyiraman dan naungan di pembibitan awal, sehingga mengurangi
kelembaban.
 Pemindahan bibit dan penggemburan tanah harus dilakukan dengan hati-hati.
Menjarangkan letak bibit menjadi 90 cm.
 Mengisolasi dan memangkas daun-daun sakit dengan gejala ringan-sedang,
selanjutnya disemprot dengan fungisida ziram, thiram, kaptan atau triadimenol
dengan konsentrasi 0,1-0,2% dengan rotasi 7-10 hari, atau dengan thibenzol
dengan konsentrasi 0,1% dengan pusingan 10-14 hari,
 Daun-daun pangkasan harus dibakar.
 Memusnahkan bibit yang terserang berat.
8. Karat Daun

Penyebab :
Penyakit karat daun disebabkan oleh alga Cephaleuros virescen. Gejala
penyakit berupa pembentukan karat berwarna kemerahan pada pelepah-pelepah tua
(bagian bawah).

Cara pengendalian :
 Menunas pelepah secara teratur dan benar.
 Melakukan penyemprotan dengan fungisida tembaga dengan dosis 2,5- 5 gram/ 2
liter air dengan interval penyemprotan satu minggu

9. Busuk Tandan

Penyebab :
Penyakit busuk tandan disebabkan oleh Marasmius palmivorus.

Cara pengendalian :
 Mengurangi kelembapan udara dengan penunasan secara teratur.
 Membuang tandan yang telah busuk.
 Menyemprotkan dengan fungisida sikloheksimid, kaptafol dengan konsentrasi
0,1-0,2% dan dengan dosis 300 liter/ ha.
MENGHITUNG POPULASI TANAMAN KELAPA SAWIT

Kelapa sawit merupakan tanaman primadona bagi sebagian orang yang ingin
berwirausaha dibidang perkebunan. Namun terkedang dalam cara penanaman banyak
perbedaan yang sangat mencolok antara perkebunan yang dikelola secara profesional
dengan perkebunan rakyat. Hal yang paling mencolok adalah sistem pertanamannya
dimana kelapa sawit rakyat menggunakan sistem bujur sangkar.
Sistem pertanaman kelapa sawit yang dianjurkan adalah segitiga sama sisi
karena sistem ini lebih efisien sekitar 14% dari pada sistem bujur sangkar dengan
jarak yang sama. Alasan lainnya adalah kelapa sawit memiliki tajuk yang berbentuk
lingkaran.

Cara Menghitung Jumlah Populasi Tanaman Kelapa Sawit

1. Metode Bujur sangkar


Perhitungannya sama dengan tanaman yang mempunyai sistem pertanaman
segiempat, yaitu :

Rumus :

Contoh Perhitungan :
Diketahui :
 Luas Areal : 1 Ha
 Jarak Tanam : 9m x 9m
2. Segitiga

Untuk lebih mudah memahami perhitungan jumlah populasi kelapa sawit, maka
gambarlah segitiga sama sisi yang mewakili jarak antar tanaman kelapa sawit :

Dimana :
 a : Jarak tanam
 b : Jarak antar baris yang akan dicari
Rumus :

Contoh Perhitungan :
Diketahui :
 Luas Areal : 1 Ha
 Jarak Tanam : 9m x 9m X 9m

Selain cara diatas, ada cara simpel yang digunakan untuk menghitung jumlah
populasi, yaitu dengan cara berikut :
Berikut ini hasil beberapa perhitungan kelapa sawit dari berbagai jarak tanam :

Kesimpulan :

Dari perhitungan di atas tentunya sistem segitiga sama sisi lebih


menguntungkan karena jumlah populasi yang lebih banyak. Selain itu dalam hal
persaingan terutama cahaya matahari, tentunya sistem segitiga lebih unggul karena
tajuk tidak saling menutupi.

Anda mungkin juga menyukai