Anda di halaman 1dari 7

1.

Dua klasifikasi karies:


A. Menurut G. V. Black
Kelas I
Karies pada permukaan occlusal yaitu pada 2/3 occlusal, baik pada permukaan
labial/lingual/palatal dari gigi-geligi dan juga karies yang terdapat pada permukaan
lingual gigi-geligi depan.

Kelas II
Karies yang terdapat pada permukaan proximal dari gigi-geligi belakang temasuk
karies yang menjalar ke permukan occlusalnya.

Kelas III
Karies yang terdapat pada permukaan proximal dari gigi-geligi depan dan belum
mengenai incisal edge.

Kelas IV
Karies pada permukaan proximal gigi-geligi depan dan telah mengenai incisal edge.

Kelas V
Karies yang terdapat pada 1/3 cervical dari permukaan buccal/labial atau lingual
palatinal dari seluruh gigi-geligi

Kelas VI
Karies yang terdapat pada daerah incisal edge gigi depan atau pada ujung cups dari
gigi belakang
B. Menurut G. J. Mount
G. J. Mount mengklasifikasikan karies gigi ke dalam tiga kelompok, karena menurut
beliau, karies cuma terjadi di tiga daerah di mahkota atau akar gigi (tempat
penumpukan plak area tersebut), yaitu oklusal, servikal, dan proksimal.
· Site 1. Defek pada pit, fisur dan email pada permukaan oklusal gigi posterior
atau permukaan halus lainnya (aku artiin mungkin bisa jadi restorasinya).
· Site 2. Area proksimal email gigi.
· Site 3. Bagian sepertiga servikal email, atau jika terjadi resesi, bagian akar yang
tampak tersebut.
G.J. Mount juga mengklasifikasi ukuran besarnya suatu kavitas karies, ada 5 size
semuanya, size 0, 1, 2, 3, 4.
· Size 0. Merupakan lesi awal demineralisasi. Perawatannya dengan
mengeliminasi penyebab dan tidak memerlukan perawatan lanjutan.
· Size 1. Kavitas pada permukaan yang minimal, tidak melibatkan dentin.
Perawatan dengan remineralisasi, dan dapat digunakan bahan restorasi untuk
mencegah akumulasi plak lanjutan.
· Size 2. Adanya keterlibatan dentin. Perawatan dengan preparasi kavitas dimana
gigi tersebut masih kuat untuk mendukung restorasi.
· Size 3. Lesi yang lebih besar dimana cusp atau tepi insisal terbelah. Perawatan
dengan preparasi kavitas yang besar sehingga restorasi dapat menyediakan dukungan
yang cukup untuk struktur gigi yang tersisa..
· Size 4. Karies yang luas dengan kehilangan struktur gigi yang sangan besar
(seperti kehilangan satu cusp).

2. Perawatan yang tepat dimulai dengan diagnosis yang tepat. Diagnosis yang tepat
memerlukan ilmu pengetahuan penyakit serta gejala-gejalanya, ketrampilan untuk
melakukan cara menguji yang tepat dan seni menyatakan impresi, fakta dan pengalaman
ke dalam pengertian (Grossman, dkk., 1995:1).
Pemeriksaan rutin harus dilakukan oleh klinisi untuk menghindari informasi yang tidak
relevan dan mencegah kesalahan akibat kelalaian dalam pemeriksaan klinis. Rangkaian
pemeriksaan harus dicatat dalam kartu pasien dan harus dijadikan sebagai petunjuk untuk
melakukan kebiasaan diagnosis yang tepat (Grossman dkk, 1995 :1).
Pemeriksaan pasien secara garis besar meliputi:
1.1 Pemeriksaan subyektif, yang terdiri dari
a. Keluhan utama
Keluhan utama yaitu gejala atau masalah yang dirasakan pasien dalam bahasanya sendiri
berkaitan dengan kondisi yang membuatnya datang mencari perawatan (Walton dan
Torabinejad, 1998 : 72).
b. Riwayat medis
Riwayat medis yang lengkap dan teliti tidak hanya membantu menegakkan diagnosa
tetapi juga menyediakan informasi mengenai kerentanan dan reaksi pasien terhadap
infeksi, hal-hal mengenai pendarahan, obat-obat yang telah diberikan dan status
emosionalnya (Walton dan Torabinejad, 1998 : 73).

1.2 Pemeriksaan obyektif yang terdiri dari


a. Pemeriksaan ekstraoral
Penampilan umum, tonus otot, asimetri fasial, pembengkakan, perubahan warna,
kemerahan, jaringan parut ekstraoral, saluran sinus dan kepekaan atau nodus jaringan
limfe servikal atau fasial yang membesar merupakan indikator status fisik pasien (Walton
dan Torabinejad, 1998 :77).

b. Pemeriksaan intraoral
- Jaringan lunak, yang meliputi tes fisual dan digital jaringan lunak rongga mulut yang
lengkap dan teliti
- Gigi geligi, yang diperiksa untuk mengetahui adanya perubahan warna, fraktur, abrasi,
erosi, karies, restorasi yang luas atau abnormalitas lainnya (Walton dan Torabinejad,
1998 : 77).
Pemeriksaan obyektif dilakukan dengan pengujian dan observasi secara baik yaitu
sebagai berikut :
- Pemeriksaan visual dan taktil
Pemeriksaan ini merupakan uji klinis paling sederhana yang didasarkan pada penglihatan
dan perabaan.
- Palapasi
Tes ini dilakukan dengan ujung jari menggunakan tekanan ringan untuk memeriksa
konsistensi jaringan dan respon rasa sakit
- Tes mobilitas
Tes ini digunakan untuk mengevaluasi integritas attachment apparatus di sekeliling gigi
- Uji pulpa dengan metode uji listrik, uji termal (panas dan dingin), uji anastetik dan uji
kavitas
- Radiografik
Radiografik memungkinkan pemeriksaan visual struktur mulut yang tidak mungkin dapat
dilihat dengan mata telanjang.
(Grossman, dkk , 1995:4-19)
- Perkusi
Uji ini digunakan untuk mengevaluasi status periodonsium sekitar gigi (Grossman, dkk.
,1995:4-19 dan Ghom, 2007:61) dan apikal gigi (Barrat dan Pool : 2008:551). Terdapat
dua metode perkusi yaitu: tes perkusi vertikal dan tes perkusi horizontal. Jika tes perkusi
vertikal positif berarti terdapat kelainan di daerah periapikal, dan jika tes perkusi
horizontal positif berarti terdapat kelainan di periodonsium (Ghom ,2007:61).

3. Diagnosis kasus tersebut adalah bruxism.

4. Bruxism tidak terjadi setiap saat, melainkan muncul saat seseorang sedang dalam kondisi
tertentu, misalnya saat dalam tekanan besar. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti
hal-hal apa saja yang menjadi penyebab bruxism. Namun, ada beberapa faktor fisik dan
psikologis yang bisa menjadi pemicu terjadinya bruxism, di antaranya:

-Cemas, stres, marah, frustrasi, atau tegang.


-Ciri kepribadian yang agresif, kompetitif, atau hiperaktif.
-Gangguan tidur (contohnya insomnia dan sleep apnea).
-Susunan gigi yang kurang rata antara bagian atas dan bagian bawah.
-Resepon terhadap nyeri akibat tumbuh gigi atau sakit telinga (hal ini biasanya terjadi
padaanak-anak).
-Efek samping obat-obatan phenothiazine dan beberapa obat antidepresan tertentu (hal
ini jarang terjadi).
-Asam lambung naik ke kerongkongan (Gastroesophageal reflux disease/GERD).
-Gaya hidup tidak sehat, seperti merokok, mengonsumsi alkohol, atau menggunakan
narkoba.

5. Pulpa gigi adalah jaringan lunak yang terletak di tengah-tengah gigi. Jaringan ini adalah
jaringan pembentuk, penyokong, dan merupakan bagian integral dari dentin yang
mengelilinginya.
Ukuran serta bentuk pulpa ini dipengaruhi oleh tahap perkembangan giginya, yang terkait
dengan umur pasien. Tahap perkembangan gigi juga berpengaruh pada macam terapi
pulpa yang diperlukan jika misalnya pulpa terkena cedera.
Umumnya, garis luar jaringan pulpa mengikuti garis luar bentuk gigi. Bentuk garis luar
ruang pulpa mengikuti bentuk mahkota gigi dan bentuk garis luar saluran pulpa
mengikuti bentuk akar gigi. Pulpa gigi dalam rngga pulpa berasal dari jaringan mesenkim
dan mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai pembentuk, sebagai penahan,
mengandung zat-zat makanan, mengandung sel-sel saraf/sensori.
Pulpa terdiri dari beberapa bagian, yaitu :
1. Ruang atau rongga pulpa, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian tengah
korona gigi dan selelu tunggal. Sepanjang kehidupan pulpa gigi mempunyai kemampuan
untuk mengendapkan dentin sekunder, pengendapan ini mengurangi ukuran dari rongga
pulpa.
2. Tanduk pulpa, yaitu ujung dari ruang pulpa.
3. Saluran pulpa atau saluran akar, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian akar
gigi. Pada kebanyakan kasus, jumlah saluran akar sesuai dengan jumlah akar, tetapi
sebuah akar mungkin mempunyai lebih dari sebuah saluran.
4. Foramen apikal, yaitu ujung dari saluran pulpa yang terdapat pada apeks akar
berupa suatu lubang kecil.
5. Supplementary canal. Beberapa kar gigi mungkin mempunyai lebih dari satu
foramen, dalam hal ini, saluran tersebut mempunyai 2 atau lebih cabang dekat apikalnya
yang disebut multiple foramina / supplementary canal.
6. Orifice, yaitu pintu masuk ke saluran akar gigi. Saluran pulpa dihhubngkan dengan
ruang pulpa. Adakalanya ditemukan suatu akar mempunyai lebih dari satu saluranpulpa,
misalnya akar mesio-bukal dari M1 atas dan akar mesial dari M1 bawah mempunyai 2
saluran pulpa yang berakhir pada sebuah foramen apikal.

Di dalam pulpa terdapat berbagai jenis sel, yaitu :


1. Odontoblas, yaitu sel pulpa yang paling khas. Sel ini membentuk lapisan tunggal di
perifernya dan mensintesis matriks yang kemudian termineralisasi dan menjadi dentin.
Odontoblas adalah sel akhir yakni tidak mengalami lagi pembelahan sel. Odontoblas
terdiri atas dua komponen structural dan fungsional utama yakni badan sel dan prosesus
sel.
2. Preodontoblas. Odontoblas baru dapat tumbuh setelah odontoblas yang lama hilang
akibat cedera. Namun tumbuhnya odontoblas baru hanya bisa terjadi jika pada zona kaya
akan sel telah ada preodontoblas. Preodontoblas adalah sel yang telah terdiferensiasi
sebagian sepanjang garis odontoblas. Preodontoblas ini akan bermigrasi ke tempat
terjadinya cedera dan melanjutkan diferensiasinya pada tempat tersebut.
3. Fibroblast, adalah tipe sel yang paling umum terlihat dalam jumlah paling besar di
pulpa mahkota. Sel ini menghasilkan dan mempertahankan kolagen serta zat dasar pulpa
dan mengubah struktur pulpa jika ada penyakit. Akan tetapi, tidak seperti odontoblas, sel
ini mengalami kematian apoptosis dan diganti jika perlu oleh maturasi dari sel yang
kurang terdiferensiasi.
4. Sel cadangan. Sel ini merupakan sumber bagi sel jaringan ikat pulpa. Sel precursor
ini ditemukan di zona kaya akan sel dan inti pulpa serta dekat sekali dengan pembuluh
darah. Tampaknya, sel-sel ini merupakan sel yang pertama kali membelah ketika terjadi
cedera.
5. Sel-sel sistem imun. Makrofag, limfosit T, dan sel dendritik juga merupakan
penghuni seluler yang normal dari pulpa. Sel dendritik dan prosesusnya ditemukan di
seluruh lapisan odontoblas dan memiliki hubungan yang dekat dengan elemen vaskuler
dan elemen saraf. Sel-sel ini merupakan bagian dari sistem respons awal dan pemantau
dari pulpa. Sel ini akan menangkap dan memaparkan antigen terhadap sel T residen dan
makrofag.

Jaringan pulpa memiliki lima fungsi yakni bersifat formatif dan bersifat suportif. Adapun
fungsi pulpa, yaitu :
1. Induktif. Jaringan pulpa berpartisipasi dalam memulai dan perkembangan dentin,
yang bila terbentuk, akan mengarah pada pembentukan email. Kejadian-kejadian ini
merupakan kejadian yang saling bergantung dalam arti bahwa epitel email akan
menginduksi diferensiasi odontoblas, dan odontoblas serta dentin menginduksi
pembentukan email. Interaksi epitel-mesenkim seperti itu adalah esensi dari pembentukan
gigi.
2. Formatif. Odontoblas membentuk dentin. Sel yang sangat special ini berpartisipasi
dalam pembentukan dentin dalam tiga cara :
a. Melalui sintesis dan sekresi matriks anorganik.
b. Melalui pengangkutan komponen anorganik ke matriks yang baru terbentuk di saat-
saat awalnya.
c. Melalui penciptaan lingkungan yang memungkinkan mineralisasi matriks.
3. Nutritif. Jaringan pulpa memasak nutrient yang sangat penting bagi pembentukan
dentin (misalnya dentin pretubuler) dan hidrasi melalui tubulus dentin.
4. Defensif. Jaringan pulpa juga memiliki kemampuan memroses dan
mengindentifikasi zat asing serta menimbulkan respons imun terhadap keberadaan zat
asing itu. hal ini adalah cirri khas respons pulpa terhadap karies dentin.
5. Sensatif. Jaringan pulpa mentransmisikan sensasi saraf yang berjalan melalui email
atau dentin ke pusat saraf yang lebih tinggi. Sensasi pulpa yang berjalan melalui dentin
dan email biasanya cepat, tajam, parah, dan ditransmisikan oleh serabut bermielin.
Sensasi yang dialami diawali di dalam inti pulpa dan ditransmisikan oleh serabut C yang
lebih kecil, biasanya lambat, lebih tumpul, dan lebih menyebar (difus).

6. Karena gigi tersebut telah berubah warna. Perubahan warna merupakan gambaran klinis
dari nekrosis pulpa.

Nekrosis pulpa pada dasarnya terjadi diawali karena adanya infeksi bakteria pada
jaringan pulpa. Ini bisa terjadi akibat adanya kontak antara jaringan pulpa dengan
lingkungan oral akibat terbentuknya dentinal tubules dan direct pulpal exposure, hal ini
memudahkan infeksi bacteria ke jaringan pulpa yang menyebabkan radang pada jaringan
pulpa. Apabila tidak dilakukan penanganan, maka inflamasi pada pulpa akan bertambah
parah dan dapat terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya
menyebabkan nekrosis pulpa. Dentinal tubules dapat terbentuk sebagai hasil dari
operative atau restorative procedure yang kurang baik atau akibat restorative material
yang bersifat iritatif. Bisa juga diakibatkan karena fraktur pada enamel, fraktur dentin,
proses erosi, atrisi dan abrasi. Dari dentinal tubules inilah infeksi bakteria dapat mencapai
jaringan pulpa dan menyebabkan peradangan. Sedangkan direct pulpal exposure bisa
disebabkan karena proses trauma, operative procedure dan yang paling umum adalah
karena adanya karies. Hal ini mengakibatkan bakteria menginfeksi jaringan pulpa dan
terjadi peradangan jaringan pulpa.

Nekrosis pulpa yang disebabkan adanya trauma pada gigi dapat menyebabkan
nekrosis pulpa dalam waktu yang segera yaitu beberapa minggu. Pada dasarnya
prosesnya sama yaitu terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada
akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Trauma pada gigi dapat menyebabkan obstruksi
pembuluh darah utama pada apek dan selanjutnya mengakibatkan terjadinya dilatasi
pembuluh darah kapiler pada pulpa. Dilatasi kapiler pulpa ini diikuti dengan degenerasi
kapiler dan terjadi edema pulpa. Karena kekurangan sirkulasi kolateral pada pulpa, maka
dapat terjadi ischemia infark sebagian atau total pada pulpa dan menyebabkan respon
pulpa terhadap inflamasi rendah. Hal ini memungkinkan bakteri untuk penetrasi sampai
ke pembuluh dara kecil pada apeks. Semua proses tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya nekrosis pulpa.

Anda mungkin juga menyukai