Anda di halaman 1dari 2

Sinar Harapan, 30 Desember 2014

http://sinarharapan.co/news/read/141230079/-i-gus-dur-pembela-perempuan-i-

Gus Dur, Pembela Perempuan

Ahmad Suhendra

Lima tahun sudah Gus Dur meninggalkan kita. Namun pemikirannya senantiasa mewarnai
belantara wacana di Indonesia. Ulama asal Jombang ini dikenal sebagai kiai yang gencar
memperjuangkan HAM, pluralisme dan demokrasi. Hidupnya hanya didekasikan untuk kaum
lemah, termasuk kaum perempuan.

Mengapa perempuan? Karena perempuan adalah titik masuk dari berbagai pemikiran
mengenai pembebasan dan kemanusiaan. Selama ini perempuan mengalami diskriminasi
dalam berbagai bidang.

Gus Dur kemudian mengubah Menteri Urusan Peranan Wanita, menjadi Menteri Urusan
Pemberdayaan Perempuan. Gus Dur memelopori terbitnya Inpres Nomor 9 Tahun 2000
mengenai Pengarusutamaan Gender (PUG). Pada perkembangannya inpres ini ditingkatkan
menjadi UU Keadilan dan Kesetaraan Gender. Dengan itu, Gus Dur ingin memberikan
pemahaman kepada kita bahwa negara juga harus menempatkan perempuan setara dalam
pembangunan.

Feminisme Islam progresif mengacu pada upaya pendobrakkan struktur kekuasaan


patriarkhal yang diimani kaum Muslim tradisional berdasarkan pemikiran Islam bias jender.
Judith Squires dalam bukunya Gender in Political Theory, mengurai bahwa ketika kita
menyebut gender, maka identik dengan suatu bentuk secara kultur/budaya yang
mendefinisikan sebuah karakteristik yang dikonstruksi secara sosial, kemudian dialamatkan
pada salah satu pihak, dan dalam hal ini adalah perempuan.

Kedudukan menjadi orang nomor satu di Indonesia tidak membuat Gus Dur kehilangan
arah perjuangannya. Justru jabatan itu memperkuat perjuangannya dalam menegakkan
kesetaraan di Indonesia. Saat menjabat presiden, program pembangunan nasional yang
berorientasi gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam
kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Feminisme ala Gus Dur

Dilihat dari sejarahnya, istilah feminis mulai mencuat pada tahun 1890-an. Feminisme bisa
diartikan sebaga gerakan persamaan hak perempuan yang tumbuh di Eropa. Gerakan ini
mendapat inspirasi dari gerakan persamaan hak asasi manusia yang diperjuangkan kelompok
tertindas.

Gerakan feminisme selalu mendefinisikan dirinya sebagai gerakan menentang perlakuan


tidak adil terhadap kaum perempuan, yang pada intinya menolak setiap bentuk diskriminasi,
eksploitasi dan kekerasan terhadap perempuan apa pun alasannya.
Pemikiran feminis Gus Dur terhadap perempuan tergambar melalui pandangannya
terhadap ketimpangan relasi gender. Diskriminasi merupakan persoalan utama untuk
membangun keharmonisan relasi gender. Sebab itu, pemikiran-pemikiran Gus Dur
berorientasi pada terwujudnya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki.
Konteks gagasan Gus Dur tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan tidak sebatas
berdasarkan jenis kelamin. Tetapi dalam arti lebih luas meliputi basis suku, sektor, geografis,
kemampuan tubuh, atau umur.

Konstalasi pemikiran feminis Gus Dur berlandaskan dua sumber, yakni Pancasila dan
Teologis. Pancasila sebagai landasan filosofis bernegara. Sila Kemanusiaan yang adil dan
beradab menjadi landasan perempun mendapatkan hak yang setara dengan laki-laki secara
yuridis maupun konstituante.

Aspek teologis berlandaskan kulliyatul khams (lima hak dasar) dalam Islam. Perlindungan
atas hak dasar manusia yang ditetapkan sebagai tujuan utama syariah (maqashid al-syari’ah).
Hak dasar itu meliputi; hak hidup (hifdz al-nafs), hak beragama (hifdz al-din), hak
kepemilikan (hifdz al-maal), hak profesi (hifdz al-‘irdl) dan hak berkeluarga (hifdz al-nasl).

Perlindungan atas hak dasar manusia ini Gus Dur sebut sebagai universalisme Islam. yang
merupakan salah satu ilmu yang diciptakan para ulama berdasarkan al-Qur’an dan hadis.
Sebab itu dalam konstruksi feminisme yang dibangun Gus Dur terdapat dua gagasan, yakni
Nasionalis dan religius.

Menurut Surahmat (2010) Nasionalis dan religius adalah persoalan yang tidak harus
didudukkan dalam satu meja dan dipilih, melainkan dua hal yang harus disandingkan. Baik
nasionalis maupun religius, sama-sama menjadikan kebenaran sebagai orientasi berpikir dan
bertindak.

Dalam persoalan gender, barangkali harmoni pemikiran nasionalis-religius yang


menjadikan Gus Dur mampu berimbang menyikapi persoalan. Ia mementahkan anggapan
dominasi laki-laki dalam wacana politik maupun sosial keagamaan.

Pemikiran Gus Dur terkait wacana feminisme bukan hanya diterima, melainkan juga
diimplementasikan dalam bentuk beragam program yang merupakan diseminasi wacana
feminisme. Pemikiran-pemikiran yang dicetuskan Gus Dur berisikan membebaskan
perempuan dari perilaku ketidakadilan gender menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan
sejahtera.

Gagasan Gus Dur tentang gender hampir selalu berangkat dari perspektif korban.
Pandangan tersebut menegaskan bahwa Gus Dur tidak hanya memberikan retorika belaka,
tetapi juga menjadi aktor pembebasan. []

Anda mungkin juga menyukai