LAPORAN PRAKTIKUM Biologi
LAPORAN PRAKTIKUM Biologi
BIOLOGI DASAR
PERCOBAAN V
POPULASI, KOMUNITAS DAN EKOSISTEM
PENDAHULUAN
Di dalam lingkungan terjadi interaksi kisaran yang luas dan kompleks. Ekologi
merupakan cabang ilmu biologi yang menggabungkan pendekatan hipotesis deduktif, yang
menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menguji penjelasan hipotesis dari fenomena-
Semua organisme yang hidup di alam tidak dapat hidup sendiri melainkan harus selalu
berinteraksi baik dengan alam (lingkungan). Organisme hidup dalam sebuah system ditopang
oleh berbagai komponen yang saling berhubungan dan saling berpengaruh, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Kehidupan semua jenis makhluk hidup sering mempengaruhi, cara
berinteraksi dengan alam membentuk kesatuan disebut ekosistem. Ekosistem juga menunjukkan
adanya interaksi bolak balik antara makhluk hidup (biotik) dengan alam (abiotik) (Firmansyah,
2009).
Fungsi ekosistem menggambarkan hubungan sebab akibat yang terjadi dalam system.
Berdasarkan struktur dan fungsi ekosistem, maka seseorang yang belajar ekologi
harus didukung oleh pengetahuan yang komprehensip berbagai ilmu pengetahuan yang
relevan dengan kehidupan. Ekologi tidak hanya mempelajari ekosistem tetapi juga otomatis
mempelajari organisme pada tingkatan organisasi yang lebih kecil seperti individu, populasi
Ekosistem tidak akan tetap selamanya, tetapi selalu mengalami perubahan. Antara faktor
biotik dan abiotik selalu mengadakan interaksi, hal inilah yang merupakan salah satu penyebab
perubahan. Perubahan suatu ekosistem dapat disebabkan oleh proses alamiah atau karena campur
dan ekosistem.
b) Mempelajari suatu komunitas, mengumpulkan data sebanyak mungkin selama waktu dan
agar dapat memperkirakan urutan mana yang paling penting dan untuk mengetahui struktur
komunitas itu.
Percobaan ini dilaksanakn pada hari selasa tanggal 22 Oktober 2015 pukul 11.15-14.15
WITA, bertempat di Laboratorium Biologi Dasar. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, Makassar. Percobaan ini dilaksanakan di luar
ruangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Individu berasal dari bahasa latin yaitu in (tidak) dan dividuus (dapat dibagi) jadi
individu merupakan bagian organisasi kehidupan yang tidak dapat dibagi lagi. Masing-
masing unit yang disebut individu tersebut dapat melakukan proses hidup yang masing-
masing terpisah. Setiap individu seperti pohon pisang dalam rumpunnya akan dapat hidup
makna yang sangat penting, karena dari individu dapat dikumpulkan bermacam-
Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap individu
akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain jenis, baik individu dalam
satu populasinya atau individu-individu dari populasi lain. Interaksi demikian banyak kita lihat di
sekitar kita. Interaksi antar organisme dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada yang
kurang erat. Interaksi antarorganisme dapat dikategorikan sebagai berikut (Sativan, 2010) :
a. Netral
Hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme dalam habitat yang sama yang bersifat tidak
menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak, disebut netral. Contohnya : antara
b. Predasi
Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan ini sangat erat
sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Sebaliknya, predator juga berfungsi sebagai
pengontrol populasi mangsa. Contoh : Singa dengan mangsanya, yaitu kijang, rusa,dan burung
c. Parasitisme
Parasitisme adalah hubungan antarorganisme yang berbeda spesies, bilasalah satu organisme
hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari hospes/inangnya sehingga bersifat
merugikan inangnya.
d. Komensalisme
Komensalisme merupakan hubunganantara dua organisme yang berbeda spesies dalam bentuk
kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan; salah satu spesies diuntungkan dan spesies
e. Mutualisme
Mutualisme adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies yang saling
menguntungkan kedua belah pihak. Contoh, bakteri Rhizobium yang hidup pada bintil akar
kacang-kacangan.
lingkungan non-hayati yang dinamis dan kompleks, serta saling berinteraksi sebagai suatu unit
yang fungsional. Manusia merupakan bagian yang terintegrasi dalam ekosistem. Ekosistem
sangat bervariasi dalam hal ukuran, dapat berupa genangan air pada suatu lubang pohon hingga
Berdasarkan proses terjadinya, ekosistem dibedakan atas dua macam (Anonim, 2002) :
Ekosistem Alami, yaitu ekosistem yang terjadi secara alami tanpa campur tangan manusia. Contoh
Ekosistem Buatan, yaitu ekosistem yang terjadi karena buatan manusia. Contoh : kolam,
Suatu ekosistem disusun oleh dua komponen utama yaitu komponen biotik meliputi
berbagai jenis makhluk hidup dan komponen abiotik meliputi lingkungan fisik dan kimia
1. Komponen Biotik
Komponen biotik suatu ekosistem meliputi semua jenismakhluk hidup, baik berupa
tumbuhan, hewan, jamur, maupun mikroorganisme lain. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan
sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai
a. Komponen autotrof
Komponen autotrof adalah organisme yang mampu mensintesis makanan sendiri berupa
bahan organik daribahan anorganik dengan bantuan energi seperti energi cahaya matahari dan
kimia. Komponen autotrof berfungsi sebagai produsen yang menyediakan makanan bagi
organisme heterotrof. Komponen autotrof yang utama adalah berbagai tumbuhan hijau.
b. Komponen heterotrof
organik dengan memakan organisme lain atau sisa-sisanya. Organisme heterotrof tidak dapat
mensintesis makanan sendiri, sehingga makanan selalu diperoleh dari organisme lain, misalnya
herbivora memperoleh makanan dari tumbuh-tumbuhan dan karnivora memperoleh makanan
Detrivor adalah komponen ekosistem yang memakan detritus atau sampah, sedangkan
organik berupa sisa-sisa organisme yang telah mati. Organisme ini menyerap sebagian hasil
penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali
oleh produsen.
2. Komponen Abiotik
Komponen abiotik adalah semua faktor penyusun ekosistem yang terdiri dari benda-
benda mati, antara lain oksigen, kelembapan dan suhu, air dan garam mineral, cahaya matahari,
a. Oksigen
Makhluk hidup dalam ekosistem membutuhkan oksigen untuk respirasi atau pernapasan.
Dengan adanya oksigen, zat organik yang ada dalam tubuh akan dioksidasi untuk menghasilkan
Kelembapan dan suhu juga sangat memengaruhi keberadaan suatu organisme dalam suatu
ekosistem. Kelembapan dan suhu berpengaruh terhadap hilangnya air yang terjadi melalui
penguapan. Setiap organisme memiliki toleransi yang berbeda-beda terhadap suhu dan
kelembapan. Jamur dan lumut hanya mampu bertahan pada habitat yang memiliki kelembapan
tinggi dan tak mampu hidup pada daerah yang panas. Suhu terendah yang masih memungkinkan
organisme hidup disebut sebagai suhu minimum. Suhu yang paling sesuai dan mendukung
kehidupan untuk organisme disebut sebagai suhu optimum, sedangkan suhu tertinggi yang masih
dapat ditoleransi atau memungkinkan organisme hidup disebut sebagai suhu maksimum.
Air merupakan penyusun tubuh setiap makhluk hidup. Sebagian besar tubuh tersusun
oleh air, sehingga begitu pentingnya air bagi metabolisme kehidupan makhluk hidup. Selain itu,
baik hewan maupun tumbuhan juga memerlukan garam-garam mineral. Meskipun jumlah yang
dibutuhkan sedikit, namun harus ada karena tak bisa diganti oleh zat yang lain. Contohnya
d. Cahaya matahari
Cahaya matahari merupakan sumber energi dari semua organisme yang ada.
e. Tanah
Keseimbangan Ekosistem
Dalam suatu ekosistem yang masih alami dan belum terganggu akan didapati adanya
disebut juga sebagai homeostatis, yaitu kemampuan ekosistem untuk dapat menahan berbagai
perubahan dalam sistem secara menyeluruh. Sistem yang dimaksud meliputi penyimpanan zat
hara, pertumbuhan dan perkembangan organisme yang ada, pelepasan zat hara di lingkungan,
reproduksi organisme dan juga meliputi sistem penguraian jasad-jasad makhluk hidup yang telah
Rantai makanan.
Rantai makanan adalah peristiwa makan dan dimakan antara makhluk hidup dengan urutan
tertentu. Dalam rantai makanan ada makhluk hidup yang berperan sebagai produsen, konsumen,
Jaring-Jaring Makanan.
berhubungan. Kelangsungan hidup organisme membutuhkan energi dari bahan organik yang
dimakan. Bahan organik yang mengandung energi dan unsur-unsur kimia transfer dari satu
organisme ke organisme lain berlangsung melalui interaksi makan dan dimakan. Peristiwa
makan dan dimakan antar organisme dalam suatu ekosistem membentuk struktur trofik yang
Piramida makanan
Piramida makanan adalah suatu piramida yang menggambarkan jumlah individu pada setiap
tingkat trofik dalam suatu ekosistem.Piramida jumlah umumnya berbentuk menyempit ke atas.
Artinya jumlah tumbuhan dalam taraf trofik pertama lebih banyak dari pada hewan (konsumen
primer) di taraf trofik kedua, jumlah organisme kosumen sekunder lebih sedikit dari konsumen
primer, serta jumlah organisme konsumen tertier lebih sedikit dari organisme konsumen
Semua rantai makanan dimulai dengan organisme autrofik, yaitu organisme yang
melakukan fotosintesis seperti tumbuhan hijau.organisme ini disebut produsen karena hanya
mereka yang dapat membuat makan dari bahan mentah anorganik. Setiap organisme, misalnya
sapi atau belalang yang memakan tumbuhan disebut herbivora atau konsumen primer. Karnivora
seperti halnya katak yang memakan herbivora disebut konsumen sekunder. Karnivora
sebagaimana ular, yang memakan konsumen sekunder dinamakan konsumen tersier, dan
seterusnya. Setiap tingkatan konsumen dalam suatu rantai makanan disebut tingkatan trofik.
Sedangkan jaring-jaring makanan dibentuk oleh beberapa rantai makanan yang saling
berhubungan. Pada rantai makanan telah kita ketahui bahwa tingkat tropik yang terdiri atas
produsen, konsumen tingkat I, konsumen tingkat II, dan seterusnya. Produsen yang bersifat
autotrof selalu menempati tingkatan tropik utama, herbivora menempati tingkat tropik kedua,
karnivora menduduki tingkat tropik ketiga, dan seterusnya. Setiap perpindahan energi dari satu
tingkat tropik ke tingkat tropik berikutnya akan terjadi pelepasan sebagian energi berupa panas
sehingga jumlah energi pada rantai makanan untuk tingkat tropik yang sema- kin tinggi,
jumlahnya semakin sedikit. Maka terbentuklah piramida ekologi/piramida makanan. Salah satu
jenis piramida ekologi adalah piramida jumlah yang dilukiskan dengan jumlah individu.
Piramida jumlah pada suatu ekosistem menunjukkan bahwa produsen mempunyai jumlah paling
besar dan konsumen tingkat II jumlah lebih sedikit dan jumlah paling sedikit terdapat pada
METODE KERJA
III.1. Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah pensil, pulpen, penghapus, kalkulator
III.1. Bahan
Bahan yang digunakan adalah kertas grafik, komponen biotik (Belalang, kadal, semut,
rumput, putri malu, kupu-kupu, burung) dan komponen abotik (batu, tanah, air)
1. Menentukan tempat yang dijadikan objek percobaan untuk mengamati suatu individu, populasi,
2. Melakukan percobaan, dan mengumpulkan data mengenai komponen yang terlibat dalam
komunitas.
3. Menghitung dan mempersiapkan model, yaitu model I, model II, model III, dan model IV.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Komponen abiotik :
1. Batu
2. Tanah
3. Air
4. Cahaya
5. Sampah
b. Komponen biotik :
IV.2 Pembahasan
a. Percobaan mengamati ekosistem di lapangan
Rantai Makanan
Pada rantai makanan, proses makan dan dimakan hanya berlangsung dalam satu arah,
sehingga tidak ada kompunen di dalamnya yang memiliki dua fungsi sekaligus, karena mereka
telah menempati peran masing masing tanpa ada saling singgung. Sewaktu tumbuhan hijau
dimakan herbivora, energi kimia yang tersimpan dalam tumbuhan berpindah ke dalam tubuh
herbivora dan sebagian energi hilang berupa panas. Demikian juga sewaktu herbivora dimakan
karnivora. Oleh karena itu, aliran energi pada rantai makanan jumlahnya semakin berkurang.
Pergerakan energi di dalam ekosistem hanya satu jalur, berupa aliran energy.
Semua rantai makanan dimulai dengan organisme autrofik, yaitu organisme yang
melakukan fotosintesis seperti tumbuhan hijau.organisme ini disebut produsen karena hanya
Jaring-jaring Makanan
Pada jaring-jaring makanan arah proses makan dimakan tidak hanya berlangsung dalam
satu arah, melainkan beberapa arah. Karena aring-jaring makanan merupakan penggabungan dari
beberapa rantai makanan. Hal ini menyebabkan adalah organism yang memiliki dua paranan
dalam reaksi perputaran energy yang terjadi. Semua rantai makanan dimulai dengan organisme
autrofik, yaitu organisme yang melakukan fotosintesis seperti tumbuhan hijau.organisme ini
disebut produsen karena hanya mereka yang dapat membuat makan dari bahan mentah
anorganik. Setiap organisme, misalnya sapi atau belalang yang memakan tumbuhan disebut
herbivora atau konsumen primer. Karnivora seperti halnya katak yang memakan herbivora
disebut konsumen sekunder. Karnivora sebagaimana ular, yang memakan konsumen sekunder
dinamakan konsumen tersier, dan seterusnya. Setiap tingkatan konsumen dalam suatu rantai
makanan disebut tingkatan trofik. Sedangkan jaring-jaring makanan dibentuk oleh beberapa
rantai makanan yang saling berhubungan. Pada rantai makanan telah kita ketahui bahwa tingkat
tropik yang terdiri atas produsen, konsumen tingkat I, konsumen tingkat II, dan seterusnya.
Produsen yang bersifat autotrof selalu menempati tingkatan tropik utama, herbivora menempati
tingkat tropik kedua, karnivora menduduki tingkat tropik ketiga, dan seterusnya. Setiap
perpindahan energi dari satu tingkat tropik ke tingkat tropik berikutnya akan terjadi pelepasan
sebagian energi berupa panas sehingga jumlah energi pada rantai makanan untuk tingkat tropik
yang sema- kin tinggi, jumlahnya semakin sedikit. Maka terbentuklah piramida ekologi/piramida
makanan. Salah satu jenis piramida ekologi adalah piramida jumlah yang dilukiskan dengan
jumlah individu. Piramida jumlah pada suatu ekosistem menunjukkan bahwa produsen
mempunyai jumlah paling besar dan konsumen tingkat II jumlah lebih sedikit dan jumlah paling
Penentuan piramida makanan didasarkan pada jumlah organisme yang terdapat pada
satuan luas tertentu atau kepadatan populasi antar trofiknya dan mengelompokan sesuai dengan
tingkat trofiknya. Perbandingan populasi antar trofik umumnya menunjukkan jumlah populasi
produsen lebih besar dari populasi konsumen primer lebih besar dari populasi konsumen skunder
lebih besar dari populasi konsumen tersier. Ada kalanya tidak dapat menggambarkan kondisi
Piramida biomassa dibuat berdasarkan pada massa (berat) kering organisme dari tiap
tingkat trofik persatuan luas areal tertentu. Secara umum perbandingan berat kering
menunjukkan adanya penurunan biomassa pada tiap tingkat trofik. Perbandingan biomassa antar
trofik belum dapat menggambarkan kondisi sebagaimana piramida ekologi. Kandungan energi
tiap trofik sangat ditentukan oleh tingkat trofiknya sehingga bentuk grafiknya sesuai dengan
piramida ekologi yang sesungguhnya di lingkungan. Energi yang mampu disimpan oleh individu
Pada model 1, asumsi 1 (tahun 2013) terdapat 10 ekor burung, setiap pasang burung
(induk jantan dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung
berkurang 10 dan totalnya 50 ekor (25 pasang). Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai
musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung masih tetap 50 ekor (25 pasang). Pada asumsi IV,
tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun
Asumsi 1 (tahun 2014) terdapat 50 ekor burung, setiap pasang burung menghasilkan 10
keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 250 ekor kemudian ditambah dengan
jumlah induk, jadi totalnya 300 ekor (150 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan
induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung berkurang 50 dan
totalnya 250 ekor (125 pasang). Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur
berikutnya, jadi jumlah burung masih tetap 250 ekor (125 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada
burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun 2013,
Asumsi 1 (tahun 2015) terdapat 250 ekor burung, setiap pasang burung menghasilkan 10
keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 1250 ekor kemudian ditambah dengan
jumlah induk, jadi totalnya 1500 ekor (750 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan
dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung berkurang 250
dan totalnya 1250 ekor (625 pasang). Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim
bertelur berikutnya, jadi jumlah burung masih tetap 1250 ekor (625 pasang). Pada asumsi IV,
tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun
10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 6250 ekor kemudian ditambah dengan
jumlah induk, jadi totalnya 7500 ekor (3750 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan
dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung berkurang 1250
dan totalnya 6250 ekor (3125 pasang). Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim
bertelur berikutnya, jadi jumlah burung masih tetap 6250 ekor (3125 pasang). Pada asumsi IV,
tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun
Asumsi 1 (tahun 2017) terdapat 6250 ekor burung, setiap pasang burung menghasilkan
10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 31250 ekor kemudian ditambah dengan
jumlah induk, jadi totalnya 37500 ekor (18750 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk
jantan dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung berkurang
6250 dan totalnya 31250 ekor (15625 pasang). Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai
musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung masih tetap 31250 ekor (15625 pasang). Pada
asumsi IV, tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga
pada tahun 2016, jumlah burung yaitu 31250 ekor (15625 pasang).
Pada model 2, asumsi I(tahun 2013), terdapat 10 ekor burung (5 pasang) setiap pasang
burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 50 ekor kemudian
ditambah dengan jumlah induk, jadi totalnya 60 ekor (30 pasang). Pada asumsi II, dua perlima
dari tertua (jantan dan betina)masih dapat mempunyai keturunan lagi yaitu 2/5 dari 10 yaitu 4
(2pasang ). 60 dikurang 6 jadi 54 ekor (27 pasang). Pada asumsi III, semua keturunan hidup
sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung masih tetap 54 ekor (27 pasang). Pada
asumsi IV, tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga
Asumsi I (tahun 2014), terdapat 54 ekor burung (27 pasang), setiap pasang burung
menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 270 ekor (135
pasang)kemudian burung tetua yang telah menghasilkan 2 keturunan mati, jadi dikurang
4 totalnya 50 ekor, kemudian ditambah dengan jumlah induk yang bru menghasilkan keturunan
1, jadi totalnya 320 ekor (160 pasang). Pada asumsi II, dua perlima dari tertua (jantan dan
betina)masih dapat mempunyai keturunan lagi yaitu 2/5 dari 50 yaitu 20 (10 pasang ).320
dikurang 30 jadi 290 ekor (145 pasang). Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim
bertelur berikutnya, jadi jumlah burung masih tetap 290 ekor (145 pasang). Pada asumsi IV,
tidak adaburung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun
Asumsi I (tahun 2015), terdapat 290 ekor burung (145 pasang), setiap pasang burung
menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 1450 ekor kemudian
burung tetua yang telah menghasilkan 2 keturunan mati, jadi dikurang 20 totalnya 270 ekor,
kemudian ditambah dengan jumlah induk yang bru menghasilkan keturunan 1, jadi totalnya 1720
ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari tertua (jantan dan betina) masih dapat mempunyai
keturunan lagi yaitu 2/5 dari 270 yaitu 108 ekor. 1720 dikurang 162 jadi 1558 ekor. Pada asumsi
III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung 1558 ekor
(779 pasang) masih tetap 1558 ekor (779 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang
meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun 2014, jumlah burung
menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 7790 ekor kemudian
burung tetua yang telah menghasilkan 2 keturunan mati, jadi dikurang 108 totalnya 1450 ekor,
kemudian ditambah dengan jumlah induk yang bru menghasilkan keturunan 1, jadi totalnya 9240
ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari tertua (jantan dan betina) masih dapat mempunyai
keturunan lagi yaitu 2/5 dari 1450ekor yaitu 580 ekor. 9240ekor dikurang 870 ekor jadi 8370
ekor (4185 pasang). . Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya,
jadi jumlah burung 8370 ekor (4185 pasang) masih tetap 8370 ekor (4185 pasang). Pada asumsi
IV, tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada
Asumsi I (tahun 2017), terdapat 8370 ekor (4185 pasang), setiap pasang burung
menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 4180 ekor kemudian
burung tetua yang telah menghasilkan 2 keturunan mati, jadi dikurang 580 ekor totalnya 7790
ekor, kemudian ditambah dengan jumlah induk yang bru menghasilkan keturunan 1, jadi totalnya
49640 ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari tertua (jantan dan betina) masih dapat mempunyai
keturunan lagi yaitu 2/5 dari 7790 ekor yaitu 3116 ekor. 49640 ekor dikurang 4674 ekor jadi
44966 ekor (22483 pasang). .Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur
berikutnya, jadi jumlah burung 44966 ekor (22483 pasang) masih tetap 44966 ekor (22483
pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau
tersebut. Sehingga pada tahun 2015, jumlah burung yaitu 44966 ekor (22483 pasang).
Pada model ke III, asumsi I (2013), terdapat 10 ekor (5 pasang), setiap pasang burung
menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 50 ekor (25 pasang),
kemudian ditambah jumlah induk jadi 60 ekor (30 pasang). Asumsi II Setiap tetua (induk jantan
dan betina) mati sebelum musim musim bertelur berikutnya jadi 60 ekor dikurang 10 ekor
menjadi 50 ekor (25 pasang). Asumsi III Dua per lima dari 50 mati sebelum musim bertelur yaitu
20 ekor (10 pasang). 50 ekor dikurang 20 ekor jadi 30 ekor (15 pasang). Pada asumsi IV, tidak
ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun 2013,
Asumsi I (2014), terdapat 30 ekor (15 pasang), setiap pasang burung menghasilkan 10
keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 150 ekor (75 pasang), kemudian ditambah
jumlah induk jadi 180 ekor (90 pasang). Asumsi II Setiap tetua (induk jantan dan betina) mati
sebelum musim musim bertelur berikutnya jadi 180 ekor dikurang 30 ekor menjadi 150 ekor (75
pasang). Asumsi III Dua per lima dari 150 mati sebelum musim bertelur yaitu 60 ekor (30
pasang). 150 ekor dikurang 60 ekor jadi 90 ekor (45 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung
yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun 2013, jumlah
Asumsi I (2015), terdapat 90 ekor (45 pasang), setiap pasang burung menghasilkan 10
keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 450 ekor (225 pasang), kemudian ditambah
jumlah induk jadi 540 ekor (270 pasang). Asumsi II Setiap tetua (induk jantan dan betina) mati
sebelum musim musim bertelur berikutnya jadi 540 ekor dikurang 90 ekor menjadi 450 ekor
(225 pasang). Asumsi III Dua per lima dari 450 mati sebelum musim bertelur yaitu 180 ekor (90
pasang). 450 ekor dikurang 180 ekor jadi 270 ekor (135 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada
burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun 2014,
Asumsi I (2016), terdapat 270 ekor (135 pasang), setiap pasang burung menghasilkan 10
keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 1350 ekor (675 pasang), kemudian
ditambah jumlah induk jadi 1620 ekor (810 pasang). Asumsi II Setiap tetua (induk jantan dan
betina) mati sebelum musim musim bertelur berikutnya jadi 1620 ekor dikurang 270 ekor
menjadi 1350 ekor (675 pasang). Asumsi III Dua per lima dari 1350 mati sebelum musim
bertelur yaitu 540 ekor (270 pasang). 1350 ekor dikurang 540 ekor jadi 810 ekor (405 pasang).
Pada asumsi IV, tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut.
Sehingga pada tahun 2015, jumlah burung yaitu 810 ekor (405 pasang).
Asumsi I (2017), terdapat 810 ekor (405 pasang), setiap pasang burung menghasilkan 10
keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 4050 ekor (2025 pasang), kemudian
ditambah jumlah induk jadi 4860 ekor (2430 pasang). Asumsi II Setiap tetua (induk jantan dan
betina) mati sebelum musim musim bertelur berikutnya jadi 4860 ekor dikurang 810 ekor
menjadi 4050 ekor (2025 pasang). Asumsi III Dua per lima dari 4050 mati sebelum musim
bertelur yaitu 1620 ekor (810 pasang). 4050 ekor dikurang 1620 ekor jadi 2430 ekor (1215
pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau
tersebut. Sehingga pada tahun 2015, jumlah burung yaitu 2430 ekor (1215 pasang).
Pada model IV, asumsi 1 (tahun 2013) terdapat 10 ekor burung, setiap pasang burung
ditambah dengan jumlah induk, jadi totalnya 60 ekor (30 pasang). Pada asumsi II, semua tetua
(induk jantan dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung
berkurang 10 dan totalnya 50 ekor (25 pasang). Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai
musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung masih tetap 50 ekor (25 pasang). Pada asumsi IV,
terdapat 50 burung gereja datang ke pulau tersebut jadi 50 ekor ditambah 50 ekor menjadi 100
ditambah dengan jumlah induk, jadi totalnya 600 ekor (300 pasang). Pada asumsi II, semua tetua
(induk jantan dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung
berkurang 100 dan totalnya 500 ekor (250 pasang). Pada asumsi III, semua keturunan hidup
sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung masih tetap 500 ekor (250 pasang). Pada
asumsi IV, terdapat 50 burung gereja datang ke pulau tersebut jadi 500 ekor ditambah 50 ekor
Asumsi 1 (tahun 2015) terdapat 550 ekor burung, setiap pasang burung menghasilkan 10
keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 50 ekor kemudian ditambah dengan jumlah
induk, jadi totalnya 3300 ekor (1650 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan
induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung berkurang 550 dan
totalnya 2750 ekor (1375 pasang). Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim
bertelur berikutnya, jadi jumlah burung masih tetap 2750 ekor (1375 pasang). Pada asumsi IV,
terdapat 50 burung gereja datang ke pulau tersebut jadi 2750 ekor ditambah 50 ekor menjadi
Asumsi 1 (tahun 2016) terdapat 2800 ekor burung (1400 pasang), setiap pasang burung
menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 14000 ekor kemudian
ditambah dengan jumlah induk, jadi totalnya 16800 ekor (8400 pasang). Pada asumsi II, semua
tetua (induk jantan dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah
burung berkurang 2800 dan totalnya 14000 ekor (7000 pasang). Pada asumsi III, semua
keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung masih tetap 14000 ekor
(7000 pasang). Pada asumsi IV, terdapat 50 burung gereja datang ke pulau tersebut jadi 14000
Asumsi 1 (tahun 2017) terdapat 14050 ekor burung (7025 pasang), setiap pasang burung
menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 70250 ekor kemudian
ditambah dengan jumlah induk, jadi totalnya 84300 ekor (42150 pasang). Pada asumsi II, semua
tetua (induk jantan dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah
burung berkurang 14050 dan totalnya 70250 ekor (35125 pasang). Pada asumsi III, semua
keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung masih tetap 70250 ekor
(35125 pasang). Pada asumsi IV, terdapat 50 burung gereja datang ke pulau tersebut jadi 70250
V.1 Kesimpulan
Pada pengamatan untuk meneliti suatu populasi dapat tumbuh, menggunakan empat
model dengan empat asumsi setiap model serta pada model pertama faktor yang mempengaruhi
populasi yaitu faktor kelahiran, pada model kedua yaitu adanya faktor kelahiran dan kematian,
pada model ketiga yaitu faktor kematian dan pada model ke empat faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan populasi adalah factor migrasi atau perpindahan. Model model inilah yang dapat
Penggunaan model dapat mempermudah dalam studi tentang struktur komunitas. Model
yang dibicarakan hanya suatu angan-angan. Model ini dapat membantu keadaan yang rumit
V.2 Saran
Anonim. 2000. Simulasi estimasi Populasi Hewan. http://umiraummy.blogspot. com, Diakses pada
tanggal 23 Oktober 2013 pukul 20.19 WITA.
Campbell. 2000. Biologi jilid 3 Edisi Kelima. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama, Erlangga.
Caudill. 2005. Ekosistem dan Kesejahteraan Manusia:Suatu Kerangka Pikir untuk Penilaian.
Jakarta : Millennium Ecosystem Assessment.
Herni. 2009. Keragaman Komunitas. http://megabohari.blogspot.com/ 2011/ 12/laporan-ekwan-
keragaman-komunitas.html. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2013 pukul 21.44 WITA.
Herni. 2009. Keragaman Komunitas. http://megabohari.blogspot.com/ 2011/ 12/laporan-ekwan-
keragaman-komunitas.html. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2013 pukul 21.44 WITA.
Firmansyah. 2009. Mudah dan Aktif Belajar Biologi. Jakarta : Setia Purna Inves.
Karmana Oman. 2007. Cerdas Belajar Biologi Untuk Kelas X SMA/MA program IPA. Bandung
: Grafindo.
Sativan. 2010. Ekologi Populasi. http://oryza-sativa135rsh. blogspot.com/ 2010/01 /ekologi-
populasi.html. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2013 pukul 20.00 WITA.