Anda di halaman 1dari 9

KTSP K

& e
K-13 l
a
s

kimia XI

KESETIMBANGAN KIMIA 2

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.
1. Memahami faktor-faktor yang memengaruhi kesetimbangan.
2. Menentukan nilai konstanta kesetimbangan (K) dari gabungan dua reaksi atau lebih.
3. Memahami makna konstanta kesetimbangan dan kesetimbangan disosiasi.
4. Memahami aplikasi kesetimbangan dalam kehidupan sehari-hari.

A. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesetimbangan


Kesetimbangan kimia adalah kondisi yang dinamis. Oleh karena itu, pergeseran
kesetimbangan adalah bagian yang tak terpisahkan dari kesetimbangan itu sendiri. Suatu
sistem yang setimbang akan cenderung mempertahankan kesetimbangannya. Apabila
ada pengaruh dari luar, maka sistem tersebut akan berubah sedemikian rupa untuk
kembali mencapai kondisi setimbang. Hal ini dikenal dengan asas Le Chatelier, yaitu jika
dalam suatu sistem kesetimbangan diberikan aksi, maka sistem akan berubah sedemikian
rupa sehingga pengaruh aksi tersebut menjadi sekecil mungkin.

Adanya aksi pada sistem kesetimbangan menyebabkan pergeseran kesetimbangan.


Pergeseran kesetimbangan adalah kondisi saat reaksi berubah arah karena adanya aksi
atau faktor-faktor yang memengaruhi kesetimbangan. Faktor-faktor yang memengaruhi
kesetimbangan antara lain sebagai berikut.
1. Konsentrasi Zat
Dalam suatu sistem kesetimbangan, jika konsentrasi salah satu zat diubah, maka
kesetimbangan akan bergeser menjauhi zat yang dinaikkan konsentrasinya atau
bergeser ke arah zat yang diturunkan konsentrasinya. Sebagai contoh, perhatikan reaksi
pembentukan amonia dari gas nitrogen dan gas hidrogen berikut.
N2 (g) + 3H2 (g)  2NH3 (g)

Apabila konsentrasi N2 dinaikkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah


pembentukan NH3 (kanan). Apabila konsentrasi NH3 diturunkan, maka kesetimbangan
juga akan bergeser ke arah pembentukan NH3 (kanan).

Contoh lainnya dapat kamu lihat pada reaksi kesetimbangan berikut.


Fe3+ (aq) + SCN- (aq)  FeSCN2+ (aq)

Reaksi akan bergeser ke arah produk jika konsentrasi reaktan dinaikkan atau
konsentrasi produk diturunkan. Reaksi akan bergeser ke arah reaktan jika konsentrasi
produk dinaikkan atau konsentrasi reaktan diturunkan.

2. Suhu Sistem
Pengaruh suhu pada pergeseran kesetimbangan adalah sebagai berikut.
• Jika suhu dinaikkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi endoterm
(∆H = +).
• Jika suhu diturunkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi eksoterm
(∆H = –).

Sebagai contoh, perhatikan reaksi berikut.


A+BC+D ∆H = –25 kJ

Berdasarkan persamaan reaksinya, reaksi tersebut adalah reaksi reversible yang


berlangsung dalam dua arah. Oleh karena ∆H bernilai negatif, maka reaksi maju (ke
arah produk) merupakan reaksi eksoterm dan reaksi balik (ke arah reaktan) merupakan
reaksi endoterm. Jika suhu dinaikkan, maka reaksi akan bergeser ke arah reaksi
endoterm (kiri). Sementara itu, jika suhu diturunkan, maka reaksi akan bergeser ke
arah reaksi eksoterm (kanan).

2
Contoh lainnya dapat kamu lihat pada beberapa reaksi berikut.
2SO2 (g) + O2 (g)  2SO3 (g) ∆H = –198,2 kJ

Berdasarkan persamaan reaksinya, reaksi pembentukan produk berlangsung secara


eksotermis. Jika suhu diturunkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi
eksoterm, yaitu pembentukan produk. Dengan demikian, agar produk meningkat, suhu
sistem harus diturunkan.

Perhatikan reaksi berikut.


N2O4 (g)  2NO2 (g) ∆H = +58,0 kJ

N2O4 adalah gas tidak berwarna, sedangkan NO2 adalah gas berwarna cokelat.
Berdasarkan persamaan reaksinya, reaksi penguraian N2O4 menjadi NO2 berlangsung
secara endotermis. Jika suhu diturunkan, maka reaksi akan bergeser ke arah reaksi
eksoterm, yaitu pembentukan N2O4. Akibatnya, terjadi perubahan warna cokelat menjadi
tidak berwarna. Sementara itu, jika suhu dinaikkan, maka reaksi akan bergeser ke arah
reaksi endoterm, yaitu pembentukan NO2. Akibatnya, warna cokelat yang terbentuk
semakin banyak.

3. Volume dan Tekanan


Volume dan tekanan menggeser kesetimbangan dengan mekanisme yang sama tetapi
berkebalikan. Hal ini terjadi karena hubungan keduanya berbanding terbalik pada hukum
gas ideal (PV = nRT). Pergeseran kesetimbangan yang dipengaruhi oleh volume dan
tekanan adalah sebagai berikut.
• Jika volume diperbesar/tekanan diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser ke
arah jumlah koefisien reaksi yang lebih besar.
• Jika volume diperkecil/tekanan diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke
arah jumlah koefisien reaksi yang lebih kecil.
• Jika jumlah koefisien reaksi sebelah kiri (reaktan) sama dengan jumlah koefisien reaksi
sebelah kanan (produk), maka perubahan volume dan tekanan tidak menggeser
kesetimbangan.

Sebagai contoh, perhatikan reaksi pembentukan amonia berikut.


N2 (g) + 3H2 (g)  2NH3 (g)

3
Pada reaksi tersebut, jumlah koefisien reaksi sebelah kiri (reaktan) adalah 1 + 3 =
4, sedangkan jumlah koefisien reaksi sebelah kanan (produk) adalah 2. Apabila volume
diperkecil atau tekanan diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah
pembentukan NH3 (kanan) yang jumlah koefisien reaksinya lebih kecil. Apabila volume
diperbesar atau tekanan diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri yang
jumlah koefisien reaksinya lebih besar.

Contoh lainnya dapat kamu lihat pada beberapa reaksi berikut.


2SO3 (g)  2SO2 (g) + O2 (g)

Pada reaksi tersebut, jumlah koefisien reaksi sebelah kiri (reaktan) adalah 2,
sedangkan jumlah koefisien reaksi sebelah kanan (produk) adalah 2 + 1 = 3. Apabila
volume diperkecil atau tekanan diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah
reaksi balik yang jumlah koefisiennya lebih kecil. Pada reaksi ini terjadi pembentukan
reaktan. Apabila volume diperbesar atau tekanan diperkecil, maka kesetimbangan akan
bergeser ke arah reaksi maju yang jumlah koefisien reaksinya lebih besar. Pada reaksi ini
terjadi pembentukan produk.

Perhatikan reaksi berikut.


H2 (g) + F2 (g)  2HF (g)

Pada reaksi tersebut, jumlah koefisien reaksi sebelah kiri (reaktan) sama dengan
jumlah koefisien reaksi sebelah kanan (produk), yaitu 2. Dengan demikian, perubahan
tekanan dan volume tidak menggeser kesetimbangan.

4. Penambahan Katalis
Katalis adalah senyawa yang dapat mempercepat laju reaksi dengan cara menurunkan
energi aktivasi. Pada reaksi reversible, katalis dapat mempercepat tercapainya
kesetimbangan. Namun, tidak memengaruhi pergeseran kesetimbangan atau jumlah
produk yang dihasilkan.

Dari keempat faktor yang memengaruhi kesetimbangan, hanya perubahan


suhu yang dapat mengubah nilai konstanta kesetimbangan. Perubahan konsentrasi,
volume, dan tekanan sistem hanya menggeser kesetimbangan tanpa mengubah nilai
konstantanya. Jika perubahan suhu menyebabkan kesetimbangan bergeser ke arah
reaksi maju, maka nilai konstanta kesetimbangan (K) meningkat. Namun, jika perubahan

4
suhu menyebabkan kesetimbangan bergeser ke arah reaksi balik, maka nilai konstanta
kesetimbangan (K) menurun.

B. Perhitungan Nilai Konstanta Kesetimbangan (K) pada Gabungan Dua


Reaksi atau Lebih
Pada suatu reaksi yang terdiri atas dua tahap reaksi atau lebih dengan nilai konstanta
kesetimbangan masing-masing, penggabungan reaksi-reaksi tersebut akan menghasilkan
konstanta kesetimbangan K yang baru. Nilai K hasil penggabungan reaksi-reaksi tersebut
adalah hasil perkalian nilai K masing-masing reaksi (K1 × K2 × K3 × ...).

Jika modifikasi reaksi dilakukan dalam proses penggabungan reaksi, maka berlaku
aturan berikut.
• Jika koefisien reaksi dikalikan n, maka nilai K menjadi Kn.
1
• Jika koefisien reaksi dibagi dengan n, maka nilai K menjadi K n .
1
• Jika reaksi dibalik, maka nilai K menjadi .
K

Contoh Soal 1

Perhatikan reaksi berikut.


a. A2 (g) + B2 (g)  2AB (g) K = 0,5
b. A2B (g) + BC (g)  2AB (g) + C (g) K=2
Berapakah nilai K untuk reaksi A2 (g) + B2 (g) + C (g)  A2B (g) + BC (g)?
Pembahasan:
Untuk membentuk reaksi A2 (g) + B2 (g) + C (g)  A2B (g) + BC (g), reaksi pertama tidak
berubah dan reaksi kedua dibalik.
a. A2 (g) + B2 (g)  2AB (g) K = 0,5
1
b. 2AB (g) + C (g)  A2B (g) + BC (g) K = = 0,5
2

Hasil penggabungan dua reaksi tersebut adalah sebagai berikut.


A2 (g) + B2 (g) + C (g)  A2B (g) + BC (g) K = 0,5 × 0,5 = 0,25
Jadi, nilai K untuk reaksi A2 (g) + B2 (g) + C (g)  A2B (g) + BC (g) adalah 0,25.

5
C. Makna Konstanta Kesetimbangan dan Kesetimbangan Disosiasi
1. Makna Konstanta Kesetimbangan
Konstanta kesetimbangan adalah informasi yang penting untuk mengetahui banyak hal
mengenai suatu reaksi reversible. Dengan mengetahuhi nilai konstanta kesetimbangan,
kita dapat melakukan hal-hal berikut.

a. Memprediksi arah reaksi


Nilai konstanta kesetimbangan adalah hasil bagi konsentrasi produk terhadap
konsentrasi reaktan yang masing-masing dipangkatkan koefisien reaksinya.
Oleh karena konsentrasi produk selalu sebagai pembilang, maka nilai konstanta
kesetimbangan menunjukkan besar-kecilnya jumlah produk yang dihasilkan. Nilai K
yang besar menunjukkan arah reaksi cenderung membentuk produk (reaksi maju).
Sementara itu, nilai K yang kecil menunjukkan arah reaksi cenderung membentuk
reaktan kembali (reaksi balik).

b. Menentukan apakah suatu reaksi reversible sudah mencapai kesetimbangan atau belum
Jika konstanta kesetimbangan suatu reaksi reversible pada suhu dan tekanan tertentu
sudah diketahui, kita dapat memprediksikan apakah reaksi tersebut sudah mencapai
kesetimbangan atau belum. Untuk memprediksikannya, kita harus menghitung
nilai Q dengan cara yang sama saat menghitung nilai K. Nilai tersebut merupakan
konsentrasi produk yang dipangkatkan koefisien dan dibagi dengan konsentrasi
reaktan yang dipangkatkan koefisien. Jika nilai Q sama dengan nilai K yang sudah
diketahui, maka reaksi tersebut berada dalam keadaan setimbang.

c. Menentukan komposisi zat-zat dalam kondisi setimbang


Jika nilai konstanta kesetimbangan diketahui, komposisi zat-zat dalam kondisi
setimbang juga dapat diketahui.

2. Kesetimbangan Disosiasi
Reaksi disosiasi adalah reaksi penguraian suatu zat menjadi zat yang lebih sederhana.
Apabila reaksi penguraian tersebut berlangsung dalam reaksi reversible, yang suatu
saat mencapai kesetimbangan, maka kondisi setimbang yang tercapai dinamakan
kesetimbangan disosiasi.

6
Dalam reaksi disosiasi dikenal istilah derajat disosiasi, yaitu perbandingan antara
jumlah zat yang terurai terhadap jumlah zat mula-mula. Derajat disosiasi disimbolkan
dengan α dan dirumuskan sebagai berikut.

Jumlah zat terurai ( mol)


α=
Jumlah zat mula - mula ( mol)

Derajat disosiasi bernilai antara 0 sampai 1 atau antara 0% sampai 100%. Derajat
disosiasi bernilai 0 artinya tidak ada zat yang terurai, sedangkan derajat disosiasi bernilai 1
artinya zat terurai sempurna.

D. Aplikasi Kesetimbangan dalam Kehidupan Sehari-hari


Beberapa contoh aplikasi kesetimbangan dalam kehidupan sehari-hari adalah
sebagai berikut.

1. Proses Haber-Bosch dalam Pembuatan Amonia


Proses pembuatan amonia berlangsung menurut reaksi berikut.
N2 (g) + 3H2 (g)  2NH3 (g) ∆H = –92 kJ

Proses ini pertama kali diperkenalkan oleh Fritz Haber dari Jerman pada tahun
1913. Selanjutnya, proses tersebut dikembangkan dalam skala industri oleh Carl Bosch,
sehingga proses pembuatan amonia dikenal dengan proses Haber-Bosch.

Reaksi pembuatan amonia adalah reaksi kesetimbangan. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan produk sebanyak-banyaknya digunakan asas Le Chatelier dengan usaha
menggeser kesetimbangan ke arah pembentukan amonia.

Dilihat dari reaksinya yang eksotermis, untuk memperoleh produk sebanyak-


banyaknya, proses harus dilakukan pada suhu rendah. Akan tetapi, pada suhu rendah
reaksi berlangsung lambat, sehingga perlu ditambahkan katalis Fe yang diberi promotor
Al2O3 dan K2O.

Selain suhu, faktor tekanan juga perlu diperhatikan. Pembentukan amonia seharusnya
akan meningkat jika proses berlangsung pada tekanan tinggi. Akan tetapi, proses pada
tekanan tinggi memerlukan biaya yang lebih besar dan perlu mempertimbangkan

7
keamanan konstruksi bangunan. Dengan berbagai pertimbangan tersebut, didapatkan
kondisi optimum pembentukan amonia yang secara ekonomis paling menguntungkan.
Kondisi optimum proses pembentukan amonia tersebut berlangsung pada tekanan 140 –
340 atm dengan suhu antara 400o – 600oC.

2. Pembuatan Asam Sulfat dengan Proses Kontak


Pembuatan asam sulfat dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu proses bilik timbal dan
proses kontak. Akan tetapi, proses bilik timbal sudah banyak ditinggalkan karena tidak
terlalu menguntungkan. Proses kontak lebih dipilih karena dapat menghasilkan asam
sulfat dengan kadar mencapai 99% dengan biaya yang lebih murah.

Proses pembuatan asam sulfat berlangsung dalam 3 tahap, yaitu:


a. Proses oksidasi belerang menjadi belerang dioksida
S (s) + O2 (g)  SO2 (g)

b. Oksidasi belerang dioksida (SO2) menjadi belerang trioksida (SO3).


2SO2 (g) + O2 (g)  2SO3 (g) ∆H = –196 kJ

c. Mereaksikan SO3 dengan air (H2O).


Pada tahap ini, SO3 tidak langsung direaksikan dengan air. Akan tetapi, terlebih
dahulu dilarutkan dalam H2SO4. Reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut.
SO3 (g) + H2SO4 (aq)  H2S2O7 (l)
H2S2O7 (l) + H2O (l)  2H2SO4 (aq)

Tahapan yang paling menentukan pada proses pembuatan asam sulfat adalah
tahapan pembentukan SO3 dari SO2. Reaksi pembentukan SO3 dari SO2 adalah reaksi
reversible, sehingga untuk meningkatkan produknya dilakukan usaha-usaha berdasarkan
asas Le Chatelier.

Berdasarkan jumlah koefisien reaksi pada pembentukan SO3, untuk meningkatkan


produknya, proses harus dilakukan pada tekanan tinggi. Selain itu, karena reaksi
pembentukan SO3 adalah reaksi eksotermis, maka untuk meningkatkan produknya, proses
harus dilakukan pada suhu rendah. Akan tetapi, pada suhu rendah reaksi berlangsung
lambat, sehingga ke dalam reaksi perlu ditambahkan katalis V2O5.

8
Sama halnya dengan proses pembuatan amonia, percobaan terus dilakukan untuk
memperoleh kondisi optimum. Berdasarkan berbagai percobaan, kondisi optimum untuk
proses pembuatan asam sulfat dalam skala industri berlangsung pada suhu antara 400oC–
450oC dan tekanan 1 atm. Hasil yang diperoleh melalui proses ini adalah H2SO4 dengan
kadar 97%–99%.

Anda mungkin juga menyukai