Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

Judul Makalah…………………………….………………………………………………….. i

Kata Pengantar………………………...……………………………………………………… ii
Daftar Isi………………………………………...……………………………………………. iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang……………….……………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………… 1
C. Tujuan dan Manfaat………..………………………………………………………... 1
BAB II Pembahasan
A. Definisi Munakahat……………………….…………………………………………... 2
B. Konsep Pernikahan Dalam Islam………………….………………………………….. 2
C. Hukum Dilakukannya Pernikahan……………………………………………………. 4
D. Syarat dan Rukun Pernikahan………………………………………………………… 5
E. Hikmah Munakahat…………………………………………………………………… 7
F. Larangan Pernikahan Dalam Islam…………………………………………………… 8
G. Kafaah Dalam Munakahat……………………………………………………………. 10
BAB III Penutup…………………………………………………………………………….... 12
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………… iv
A. Etika Pergaulan
Masa remaja merupakan masa yang sangat kritis, masa untuk melepaskan ketergantungan terhadap
orang tua dan berusaha mencapai kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa.
keberhasilan para remaja melalui masa transisi sangat dipengaruhi oleh faktor biologis (faktor fisik), kognitif
(kecerdasan intelektual), psikologis (faktor mental), maupun faktor lingkungan. Dalam kesehariannya,remaja
tidak lepas dari pergaulan dengan remaja lain. remaja dituntut memiliki keterampilan sosial (social skill) untuk
dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari. keterampilan-keterampilan tersebut meliputi
kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, mendengarkan pendapat/ keluhan dari
orang lain, memberi / menerima umpan balik, memberi/ menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan
yang berlaku, dan lain-lain.
Prinsip-prinsip etika pergaulan remaja

1. Hak dan kewajiban


Hak kita memang layak untuk kita tuntut, tapi juga jangan sampai meninggalkan kewajiban kita
sebagai makhluk sosial.
2. Tertib dan disiplin
Selalu tertib dan disiplin dalam melakukan setiap aktivitas. Disiplin waktu biar nggak keteteran.
3. Kesopanan
Senantiasa menjaga sopan santun, baik dengan teman sebaya atau orang tua dan juga guru
dimanapaun dan kapanpun.
4. Kesederhanaan
Bersikaplah sederhana .
5. Kejujuran
Jujur akan membawa kita ke dalam kebenaran. Bersikap jujurlah walau itu pahit.
6. Keadilan
Senantiasa bersikap adil dalam bergaul. Tidak membeda-bedakan teman.
7. Cinta Kasih
Saling mencintai dan menyayangi teman kita agar terhindar dari permusuhan.
8. Suasana & tempat pergaulan kita
Ini sangat penting juga buat kita. Musti diperhatiin.

Faktor yang mempengaruhi pergaulan remaja


Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai
hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma
yang berlaku. Begitu juga dengan pergaulan pada remaja, ada beberapa faktor yang bisa memengaruhinya
antara lain :
1. Kondisi fisik
2. Kebebasan Emosional
3. Interaksi sosial.
4. Pengetahuan terhadap kemampuan diri
5. Penguasaan diri terhadap nilai-nilai moral dan agama

B. Pengertian Pernikahan
Menurut KBBI pernikahan/per·ni·kah·an/ n 1 hal (perbuatan) nikah; 2 upacara nikah:
Dalam kitab Fathul Muin, menurut Bahasa ialah mengumpulkan menjadi satu.
Menurut sumber diatas dapat saya simpulkan bahwa pernikahan adalah suatu perbuatan yang
mengumpulkan dua orang pria dan wanita untuk menghalalkan sebuah persetubuhan.

C. Hakikat dan Tujuan Pernikahan

1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi


Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan ‘aqad
nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara
orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang
telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan.
Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk membentengi
martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan merusak martabat manusia
yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pem-bentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk me-
melihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫َر َيا‬ َّ ‫ع َمنَ ال‬


ََ ‫ش َبابَ َم ْعش‬ َ َ ‫فَ ْل َيت َزَ َّوجَْ ْالبَا َءَة َ م ْن ُك َُم ا ْست‬، ُ‫صرَ أَغَضَ فَإنَّ َه‬
ََ ‫طا‬ َ ‫صنَُ ل ْل َب‬
َ ‫ل ْلف َْرجَ َوأ َ ْح‬، ‫ن‬
َْ ‫ص ْومَ فَ َعلَيْهَ َي ْست َط َْع لَ َْم َو َم‬
َّ ‫و َجاءَ لَ َهُ فَإنَّ َهُ بال‬.

“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka
menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi
dirinya.”[1]

3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami


Dalam Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami isteri sudah
tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam ayat berikut:

َّ َ‫ساكَ ۖ َم َّرت َان‬


َُ ‫الط ََل‬
‫ق‬ َ ‫سانَ تَسْريحَ أ َ َْو ب َم ْع ُروفَ فَإ ْم‬
َ ْ‫ل ۖ بإح‬ َْ َ ‫ُن م َّما ت َأ ْ ُخذُوا أ‬
ََ ‫ن لَ ُك َْم يَحلَ َو‬ ََّ ‫ش ْيئًا آت َ ْيت ُ ُموه‬ ََّ ‫ن إ‬
َ ‫ل‬ َْ َ ‫ل يَخَافَا أ‬
ََّ َ ‫ّللا ُحدُو ََد يُقي َما أ‬
ََّ ۖ
ُ ْ
َْ ‫ل خفت َْم فَإ‬
‫ن‬ َّ َ
َ ‫ّللا ُحدُو ََد يُقي َما أ‬ َ َ َ‫ح ف‬
ََّ ‫َل‬ َ
ََ ‫عليْه َما ُجنَا‬ ْ ْ
َ ‫ّللا ُحدُو َُد تلكََ ۖ بهَ افت َ َدتَْ في َما‬ َ َ َ‫ن ۖ ت َ ْعتَدُوهَا ف‬
ََّ ‫َل‬ َْ ‫ّللا ُحدُو ََد يَتَعَ ََّد َو َم‬ َ َٰ ُ
ََّ ََ‫الظال ُمونََ ُه َُم فَأولئك‬ َّ

“Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau
melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada
mereka, kecuali keduanya (suami dan isteri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika
kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak
berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh isteri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah,
maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang
zhalim.” [Al-Baqarah : 229]

Yakni, keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah ‘Azza wa Jalla. Dan dibenarkan rujuk
(kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah ‘Azza wa Jalla. Sebagaimana yang
disebutkan dalam surat Al-Baqarah, lanjutan ayat di atas:

َ‫طلَّقَ َها فَإ ْن‬


َ ‫َل‬َ َ َ‫ن لَ َه ُ ت َحلَ ف‬ ََٰ َّ ‫ح َحت‬
َْ ‫ى بَ ْع َُد م‬ ََ ‫غي َْرَهُ زَ ْو ًجا ت َ ْنك‬ َْ ‫طلَّقَ َها فَإ‬
َ ۖ‫ن‬ َ ‫َل‬ ََ ‫علَيْه َما ُجنَا‬
َ َ َ‫ح ف‬ َْ َ ‫ن يَت ََرا َجعَا أ‬
َ ‫ن‬ َْ ‫ظنَّا إ‬ ََّ ۖ ََ‫ُحدُو َُد َوت ْلك‬
َْ َ ‫ّللا ُحدُو ََد يُقي َما أ‬
َ ‫ن‬
ََّ ‫يَ ْعلَ ُمونََ لقَ ْومَ يُبَينُ َها‬
‫ّللا‬

“Kemudian jika dia (suami) menceraikannya (setelah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak
halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu
menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas isteri) untuk menikah
kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-
ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan.” [Al-Baqarah : 230]

Jadi, tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami isteri melaksanakan syari’at Islam dalam
rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib.
D. Prinsip Memilih Jodoh & UU Pernikahan

Prinsip memilih jodoh

Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal, yaitu harus kafa-ah dan
shalihah.

a. Kafa-ah Menurut Konsep Islam


Pengaruh buruk materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit orang tua, pada zaman sekarang
ini, yang selalu menitikberatkan pada kriteria banyaknya harta, keseimbangan kedudukan, status sosial dan
keturunan saja dalam memilih calon jodoh putera-puterinya. Masalah kufu’ (sederajat, sepadan) hanya diukur
berdasarkan materi dan harta saja. Sementara pertimbangan agama tidak mendapat perhatian yang serius.

Agama Islam sangat memperhatikan kafa-ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam hal
per-nikahan. Dengan adanya kesamaan antara kedua suami isteri itu, maka usaha untuk mendirikan dan
membina rumah tangga yang Islami -insya Allah- akan terwujud. Namun kafa-ah menurut Islam hanya diukur
dengan kualitas iman dan taqwa serta akhlak seseorang, bukan diukur dengan status sosial, keturunan dan
lain-lainnya. Allah ‘Azza wa Jalla memandang derajat seseorang sama, baik itu orang Arab maupun non Arab,
miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan derajat dari keduanya melainkan derajat taqwanya.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

‫اس أَي َها يَا‬


َُ َّ‫ن َخلَ ْقنَا ُك َْم إنَّا الن‬ ََٰ َ ‫شعُوبًا َو َجعَ ْلنَا ُك َْم َوأ ُ ْنَث‬
َْ ‫ى ذَكَرَ م‬ ََ ‫ارفُوا َوقَبَائ‬
ُ ‫ل‬ ََّ ‫ّللا ع ْن ََد أ َ ْك َر َم ُك َْم إ‬
َ َ‫ن ۖ لتَع‬ ََّ ‫ن ۖ أَتْقَا ُك َْم‬
ََّ ‫ّللاَ إ‬
ََّ َ‫عليم‬
َ َ‫خَبير‬

Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan,
kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui,
Mahateliti.” [Al-Hujuraat : 13]

Bagi mereka yang sekufu’, maka tidak ada halangan bagi keduanya untuk menikah satu sama lainnya.
Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang masih berorientasi pada hal-hal yang sifatnya materialis
dan mempertahankan adat istiadat untuk meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur-an dan Sunnah Nabi
yang shahih, sesuai dengan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

َ‫أل َ ْر َبعَۖۖ ْال َم ْرأ ََة ُ ت ُ ْن َك ُح‬: ‫سب َها ل َمال َها‬
َ ‫ولديْن َها َول َج َمال َها َول َح‬، ْ َ‫ َي َداكََ ت َر َبتَْ الديْنَ بذَاتَ ف‬.
َ ‫اظف ََْر‬

“Seorang wanita dinikahi karena empat hal; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan
agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang taat agamanya (ke-Islamannya), niscaya kamu akan
beruntung.” [2]

Hadits ini menjelaskan bahwa pada umumnya seseorang menikahi wanita karena empat hal ini. Dan
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih yang kuat agamanya, yakni memilih yang
shalihah karena wanita shalihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia, agar selamat dunia dan akhirat.

Namun, apabila ada seorang laki-laki yang memilih wanita yang cantik, atau memiliki harta yang
melimpah, atau karena sebab lainnya, tetapi kurang agamanya, maka bolehkah laki-laki tersebut
menikahinya? Para ulama membolehkannya dan pernikahannya tetap sah.

Allah menjelaskan dalam firman-Nya:

ََ ‫الطيبَاتَُ ۖ ل ْلخَبيثَاتَ َو ْالخَبيثُونََ ل ْلخَبيثينََ ْال‬


َُ‫خبيثَات‬ َّ ‫لطيبينََ َو‬
َّ ‫الطيبُونََ ل‬
َّ ‫لطيبَاتَ َو‬
َّ ‫ل‬
“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-
perempuan yang keji (pula). Sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-
laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula)…” [An-Nuur : 26]

b. Memilih Calon Isteri Yang Shalihah


Seorang laki-laki yang hendak menikah harus memilih wanita yang shalihah, demikian pula wanita harus
memilih laki-laki yang shalih.

Menurut Al-Qur-an, wanita yang shalihah adalah:

َ ‫ظ ب َما ل ْلغَيْبَ َحاف‬


َّ ‫ظاتَ قَانت َاتَ فَال‬
َُ‫صال َحات‬ ََ ‫ّللاُ َحف‬
ََّ

“…Maka perempuan-perempuan yang shalihah adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga
diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (me-reka)…” [An-Nisaa’ : 34]

Lafazh َ‫ قَانت َات‬dijelaskan oleh Qatadah, artinya wanita yang taat kepada Allah dan taat kepada
suaminya.[3]

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َُ ‫صال َح َةُ ْال َم ْرأ ََة ُ الد ْن َيا َمت َاعَ َو َخي‬
‫ْر َمت َاعَ اَلد ْن َيا‬ َّ ‫ال‬.

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.” [4]

Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ ‫سرَهُ الَّتي الن‬


َ‫ساءَ َخي ُْر‬ َ َ‫لَ أ َ َم ََر إذَا َوتُط ْيعُ َهُ إلَ ْي َها ن‬
ُ َ ‫ظ ََر إذَا ت‬ َْ ‫لَ نَ ْفس َها ف‬
َ ‫ي تُخَالفُ َهُ َو‬ َ ‫يَ ْك َرَهُ ب َما َمال َها َو‬.

“Sebaik-baik wanita adalah yang menyenangkan suami apabila ia melihatnya, mentaati apabila suami
menyuruhnya, dan tidak menyelisihi atas diri dan hartanya dengan apa yang tidak disukai suaminya.” [5]

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

َّ ‫ال‬: ُ ‫صال َح َةُ ا َ ْل َم ْرأ ََة‬


‫س َعا َدةَ منََ أ َ ْر َب َع‬ َّ ‫ال‬، َُ‫ال َواس َُع َو ْال َم ْسكَن‬،
ْ ‫ار‬َُ ‫ح َو ْال َج‬ َّ ‫ال‬، َُ‫ال َهن ْي َُء َو ْال َم ْركَب‬،
َُ ‫صال‬ ْ َ‫شقَ َاوةَ منََ َوأ َ ْر َبع‬ َُ ‫الس ْو َُء ا َ ْل َج‬، ُ ‫َو ْال َم ْرأ ََة‬
َّ ‫ال‬: ‫ار‬
ْ
‫الس ْو َُء‬، َُ‫ق َوال َم ْسكَن‬ ْ
َُ ‫الضَّي‬، َُ‫الس ْو َُء َوال َم ْركَب‬.

“Empat hal yang merupakan kebahagiaan; isteri yang shalihah, tempat tinggal yang luas, tetangga
yang baik, dan kendaraan yang nyaman. Dan empat hal yang merupakan kesengsaraan; tetangga yang jahat,
isteri yang buruk, tempat tinggal yang sempit, dan kendaraan yang jelek.” [6]

Menurut Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih, dan penjelasan para ulama bahwa di antara ciri-ciri
wanita shalihah ialah :

1. Taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya,


2. Taat kepada suami dan menjaga kehormatannya di saat suami ada atau tidak ada serta menjaga harta
suaminya,
3. Menjaga shalat yang lima waktu,
4. Melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan,
5. Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita
Jahiliyyah. [7]
6. Berakhlak mulia,
7. Selalu menjaga lisannya,
8. Tidak berbincang-bincang dan berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya karena yang ke-
tiganya adalah syaitan,
9. Tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya,
10. Taat kepada kedua orang tua dalam kebaikan,
11. Berbuat baik kepada tetangganya sesuai dengan syari’at.

Apabila kriteria ini dipenuhi -insya Allah- rumah tangga yang Islami akan terwujud.

UU Pernikahan No. Tahun 1974

Pasal 1

Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Mahaesa.

Pasal 2

(1). Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu.

(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 4

(1) Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat
(2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat
tinggalnya.

(2) Pengadilan dimaksud data ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan
beristeri lebih dari seorang apabila:

a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;


b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 7

(1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan
pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

(2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan
atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.

(3) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua tersebut dalam Pasal
6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini
dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6)

E. Keluarga Bahagia Menurut Islam

1. Istri yang shalehah


Laki-laki mana sih yang tidak ingin mendapatkan pasangan yang shalehah? Pastinya seorang wanita yang shalehah
adalah idaman setiap lelaki. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Dunia adalah harta dan sebaik-baiknya harta
adalah wanita yang shalehah.” Dari hadist tersebut, telah jelas bahwa kedudukan wanita shalehah lebih mulia
dibandingkan harta di dunia.
Seorang istri shalehah mampu menciptakan surga dalam kehidupan keluarganya. Ia patuh kepada suaminya,
penyabar, taat kepada perintah Allah SWT, mendidik anak-anaknya dengan ajaran agama, senantiasa menjaga
melindungi diri dari perbuatan maksiat, dan tidak mengumbar aib suaminya. Sungguh, suami manapun pasti akan
jatuh cinta dengan istri yang shalehah. Oleh karena itu, apabila hendak mencari istri, carilah yang baik akhlaknya
sebelum melihat rupa, harta, dan kedudukan wanita tersebut.

2. Anak-anak yang berakhlakul karimah


Anak adalah salah satu elemen penting dari keluarga. Diriwayatkan oleh Dailami, dari Ibn Asaskir, Rasulullah SAW
bersabda: “Ada empat kunci kebahagiaan bagi seseorang muslim, yaitu mempunyai isteri yang salehah, anak-anak
yang baik, lingkungan yang baik dan pekerjaan yang tetap di negerinya sendiri.”
Selain memiliki istri shalehah, kriteria kebahagiaan keluarga juga diukur dari sifat sang anak. Bayangkan saja anda
mempunyai anak yang bandel dan nakal, pasti ketenangan keluarga juga akan terusik. Sebaliknya, seorang anak yang
dididik sesuai agama semenjak kecil,maka ia akan tumbuh menjadi generasi rabbani nan qurani. Akhlaknya pun
akan baik. Kelak anak tersebut bisa menjadi kebanggaan orang tua di dunia, dan mereka juga merupakan penolong
ayah ibunya di akhirat.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:

ُ ‫ِح يَ إدعُو لَه‬ َ ‫اريَ ٍة َوع إِل ٍم يُ إنتَفَ ُع ِب ِه َو َولَ ٍد‬


ٍ ‫صال‬ َ ‫ع َملُهُ ِإ اَّل مِ إن ث َ ََلث َ ٍة مِ إن‬
ِ ‫صدَقَ ٍة َج‬ َ َ‫سانُ ا إنق‬
َ ‫ط َع‬ ِ ‫ِإذَا َماتَ إ‬
َ ‫اْل إن‬

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu
yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)
3. Keluarga yang barokah
Ciri ketiga keluarga bahagia menurut islam adalah keluarga yang barokah. Ingat, kebahagian bukan diukur dari harta
yang melimpah ruah. Tetapi bagaimana kita memanfaatkan rezeki yang ada menjadi lebih berkah. Antara suami dan
istri haruslah saling bahu-membahu. Tidak apa-apa walaupun kita tak kaya, yang penting harta kita diperoleh dengan
cara yang halal. Kemudian jangan lupa untuk bersedekah dan senantiasa bersyukur. Dengan demikian, jiwa kita akan
lebih tentram dan kebahagian bisa diperoleh.

Di samping harta, umur dan waktu kita juga seharusnya digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Hidup di dunia
memang menyenangkan, tapi jangan melupakan kehidupan di akhirat karena disitulah kita akan kekal selama-
lamanya.

4. Keluarga sakinah (Penuh Ketenangan)


Sakinah memiliki arti ketenangan, kedamaian, ketentraman, dan keamanan. Untuk mencapai keluarga sakinah yaitu
keluarga yang penuh kedamaian, pasangan suami istri harus bisa menjalani hidupnya sesuai dengan prinsip
keimanan, saling menyayangi satu sama lain, menerima kekurangan masing-masing, dan saling melengkapi.

5. Keluarga mawaddah (Saling Mencintai)


Secara bahasa, mawaddah didefinisikan sebagai rasa cinta. Keluarga yang mawaddah berarti keluarga yang
kehidupannya diliputi dengan cinta dan penuh harapan. Apabila suami-istri bisa saling mencintai, maka insyaAllah
rumah tangganya akan terasa lebih indah, harmonis, dan langgeng.
Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 21:

ٍ ‫مِن أ َ إنفُ ِسكُ إم أ َ إز َوا ًجا ِلت َ إس ُكنُوا إِلَ إي َها َو َجعَ َل بَ إينَ ُك إم َم َوداة ً َو َرحإ َمةً ۚإِ ان فِي َٰذَ ِلكَ ََليَا‬
َ‫ت ِلقَ إو ٍم يَتَفَ اك ُرون‬ ‫َومِ إن آيَاتِ ِه أ َ إن َخلَقَ لَكُ إم إ‬
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Q.S. Ar-Rum:
21)
6. Keluarga yang rahmah (Saling Menyayangi dan dirahmati Allah SWT)
Wa Rahmah merupakan kelanjutan dari mawaddah (cinta), dimana Wa berarti “dan”, Rahmah berarti “rahmat atau
karunia atau anugerah Allah SWT”. Rahmah juga bisa didefinisakan sebagai kasih sayang.
Kebahagiaan keluarga akan semakin lengkap bilamana seorang suami memberikan kasih sayang kepada istrinya,
menghargai, tidak membentak-bentak, dan menafkahi secara ikhlas. Begitupun dengan seorang istri, ia juga harus
memberikan cinta tulus kepada suami dan anak-anaknya. Serta tak melupakan menjalankan perintah agama dan
mengamalkan sunnah Rasulullah SAW agar kelak kehidupan rumah tangga memperoleh rahmat dari Allah SWT.

Anda mungkin juga menyukai