Anda di halaman 1dari 20

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut Afrianto (2005), banyak bahan makanan yang mudah busuk atau
tidak tahan lama sehingga terbatasnya lama penyimpanan dan daerah
pemasarannya tidak begitu luas. Salah satu dari bahan makanan tersebut adalah
ikan. Oleh sebab itu dilakukan pengawetan makanan, yang bertujuan untuk
mempertahankan kualitas suatu makanan selama mungkin dengan cara
menghambat atau menghentikan sama sekali penyebab kemunduran mutu
(pembusukan) maupun penyebab kerusakan makanan (misalnya aktivitas enzim,
mikroorganisme, atau oksidasi oksigen) agar makanan tersebut tetap dalam
kondisi yang baik.
Garam biasanya digunakan untuk memasak maupun sebagai bahan
pengawet. Garam yang digunakan sebagai bahan pengawet adalah garam dapur
(NaCl), karena garam dapur mempunyai daya awet yang tinggi. Menurut Afrianto
(2005), garam merupakan faktor utama dalam proses penggaraman ikan.
Pengawetan ikan dengan cara penggaraman sebenarnya terdiri dari dua proses,
yaitu proses penggaraman dan proses pengeringan. Adapun tujuan utama dari
penggaraman sama dengan tujuan proses pengawetan atau pengolahan lainnya,
yaitu untuk memperpanjang daya tahan dan daya simpan ikan. Ikan yang
mengalami proses penggaraman menjadi awet karena garam dapat menghambat
atau membunuh bakteri penyebab pembusukan pada ikan.
Oleh karena itu perlu dilakukannya praktikum penggaraman untuk
mengeetahui prinsip penggaraman pada ikan dan mengetahui perbedaan dari
penggaraman basah dan kering pada ikan.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan pada praktikum penggaraman adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui prinsip penggaraman pada ikan.
2. Mengetahui perbedaaan organoleptik antara penggaraman kering dan
penggaraman basah.
3. Mengetahui hasil kadar air ikan dari perlakuan penggaraman kering dan
penggaraman basah.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penggaraman
Penggaraman merupakan cara pengawetan ikan yang banyak dilakukan di
berbagai negara termasuk Indonesia. Dalam skala nasional, hampir 65% produk
perikanan masih diolah dan diawetkan dengan cara penggaraman. Di Sulawesi
Selatan, sebanyak 46% dari keseluruhan hasil tangkapan nelayan diawetkan
secara tradisional. Umumnya melalui penggaraman dan penjemuran langsung di
bawah sinar matahari. Pada proses penggaraman digunakan garam dapur (NaCl)
sebagai media pengawet, baik yang terbentuk kristal maupun larutan (Yunus dkk,
2000).
Penggaraman adalah teknik pengawetan menggunakan garam dengan
konsentrasi tinggi yang biasa diaplikasikan pada ikan, daging, produk sayuran,
dan bahan pangan lainnya. Ada 2 macam teknik penggaraman yaitu penggaraman
basah dan penggaraman kering. Penggaraman yang umum dilakukan adalah jenis
penggaraman kering yaitu penggaraman yang menggunakan kristal garam yang
dicampurkan dengan ikan atau produk penggaraman lainnya (Syahruddin, 2013).
Tujuan penggaraman adalah untuk pengawetan dan perubahan sensoris
yang diinginkan seperti tekstur, warna, aroma dan rasa yang khas. Fungsi
penggaraman adalah menghambat mikroorganisme pencemar tertentu secara
selektif karenagaram bersifat bakteriostatik. Mikroba pembusuk atau proteolitik
dan pembentuk spora adalah mikroba yang paling terpengaruh oleh kadar garam.
Garam berfungsi mengikat air dan menurunkan Aw yang menjadi factor
pendukung pertumbuhan mikroba. Selain itu garam juga dapat menentukan dalam
pembentukan flavor dan aroma tertentu (Buckle et al, 2009).
Prinsip utama penggaraman adalah pembubuhan garam yang dapat
mereduksi kadar air daging ikan sehingga menghambat kegiatan pembusukan
bakteriologis dan enzimatis (Ilyas, 1972). Mekanisme pengawetan ikan melalui
proses penggaraman menurut Iman Supardi dan Sukamto (1999), adalah sebagai
berikut :
1. Garam menyerap air dari dalam tubuh ikan melalui proses osmosa.
Akibatnya kandungan air dalam tubuh ikan menjadi media hidup bakteri
menjadi berkurang. Kekurangan air di lingkungan tempat bakteri hidup
mengakibatkan proses metabolism dalam tubuh bakteri menjadi terganggu.
Dengan demikian proses kemunduran mutu ikan oleh bakteri dapat
dihambat dan dihentikan.
2. Selain menyerap kandungan air dari tubuh ikan, garam juga menyerap air
dalam tubuh bakteri sehingga bakteri akan mengalami plasmolysis
(pemisahan inti plasma) sehingga bakteri akan mati.

2.2. Bahan yang Digunakan


2.2.1. Ikan Kembung
Ikan kembung merupakan ikan yang hidup di tepian pantai dan pada
musim tertentu hidup bergerombol di permukaan laut, sehingga penangkapannya
secara besar-besaran mudah dilakukan. Ikan ini banyak dikonsumsi oleh
masyarakat karena kandungan gizi yang cukup tinggi, harganya relatif murah dan
mudah diperoleh di pasaran (Yulisma dkk., 2012).
Klasifikasi ikan kembung lelaki menurut Saanin (1968) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Percomorpy
Sub ordo : Scombridae
Famili : Scombridae
Genus : Rastrelliger
Spesies : R. kanagurta
Nama umum : Indian mackerel (Inggris) dan kembung lelaki (Indonesia).
Pemanfaatan ikan kembung jantan banyak digunakan oleh masyarakat luas
karena ikan kembung banyak mengandung Omega 3 dan Omega 6 yang baik bagi
pencegahan penyakit dan kecerdasan otak. Omega 3 dan Omega 6 termasuk
dalam asam lemak tak jenuh jamak esensial yang berguna untuk memperkuat daya
tahan otot jantung, meningkatkan kecerdasan otak, menurunkan kadar trigliserida
dan mencegah penggumpalan darah (Irmawan,2009).
Ikan kembung jantan tergolong ikan pelagik yang menghendaki perairan
yang bersalinitas tinggi. Ikan ini suka hidup secara bergerombol, kebiasaan
makanan adalah memakan plankton besar/kasar, Copepode atau Crustacea
(Kriswantoro dan Sunyoto, 1986).
Adapun komposisi dan nilai gizi ikan kembung (dalam 100 gram daging)
adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Komposisi dan nilai gizi ikan kembung (dalam 100 g daging)
Komposisi Satuan Jumlah
Kalori Kal 103
Protein G 22,0
Lemak G 1,0
Karbohidrat G 0
Kalsium Mg 20
Fosfor Mg 200
Besi Mg 1,0
Vitamin A SI 30
Vitamin B1 Mg 0,05
Vitamin C Mg 0
Air G 76,0
b.d.d % 80
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981)
2.2.2. Garam
Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal
yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida
(>80%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium Chlorida, Magnesium Sulfat,
Calsium Chlorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat / karakteristik
higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan)
sebesar 0,8 - 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 8010 C (Burhanuddin, 2001).
Garam biasa ditambahkan pada proses pengolahan pangan tertentu.
Penambahan garam tersebut bertujuan untuk mendapatkan kondisi tertentu yang
memungkinkan enzim atau mikroorganisme yang tahan garam (halotoleran)
bereaksi menghasilkan produk makanan dengan karakteristik tertentu. Kadar
garam yang tinggi menyebabkan mikroorganisme yang tidak tahan terhadap
garam akan mati. Kondisi selektif ini memungkinkan mikroorganisme yang tahan
garam dapat tumbuh. Pada kondisi tertentu penambahan garam berfungsi
mengawetkan karena kadar garam yang tinggi menghasilkan tekanan osmotik
yang tinggi dan aktivitas air rendah. Kondisi ekstrim ini menyebabkan
kebanyakan mikroorganisme tidak dapat hidup. Pengolahan dengan garam
biasanya merupakan kombinasi dengan pengolahan yang lain seperti fermentasi
dan enzimatis. Contoh pengolahan pangan dengan garam adalah pengolahan acar
(pickle), pembuatan kecap ikan, pembuatan daging kering, dan pembuatan keju
(Estiasih dkk, 2009).

2.3. Jenis-Jenis Penggaraman


Menurut Buckle et al (2009), jenis jenis penggaraman ikandapat
dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu penggaraman kering (Dry Salting),
penggaraman basah (wet salting) dan Kench Salting.
A. Penggaraman Kering (Dry Salting)
Metode penggaraman kering menggunakan kristal garam yang dicampurkan
dengan ikan. Pada umumnya, ikan yang berukuran besar dibuang isi perut dan
badannya dibelah dua. Dalam proses penggaraman ikan ditempatkan didalam
wadah yang kedap air. Ikan disusun rapi dalam wadah selapis demi selapis dengan
setiap lapisan ikan ditaburi garam. Lapisan paling atas dan paling bawah wadah
merupakan lapisan garam. Garam yang digunakan pada proses penggaraman
umumnya berjumlah 10 % - 35 % dari berat ikan yang digarami.
Pada waktu ikan bersentuhan dengan kulit / daging ikan (yang basah/berair),
garam itu mula-mula akan membentuk larutan pekat. Larutan ini kemudian akan
meresap kedalam daging ikan melalui proses osmosa. Jadi, kristal garam tidak
langsung menyerap air, tetapi terlebih dahulu berubah jadi larutan. Semakin lama
larutan akan semakin banyak dan ini berarti kandungan air dalam tubuh ikan
semakin berkurang.
B. Penggaraman Basah (Wet Salting)
Penggaraman basah menggunakan larutan garam 30 - 35 % (dalam 1 liter air
terdapat 30 – 35 gram garam). Ikan yang akan digarami dimasukkan kedalam
larutan garam tersebut, kemudian bagian atas wadah ditutup dan diberi pemberat
agar semua ikan terendam. Lama waktu perendaman tergantung pada ukuran
ketebalan tubuh ikan dan derajat keasinan yang diinginkan. Dalam proses osmosa,
kepekatan larutan garam akan semakin berkurang karena adanya kandungan air
yang keluar dari tubuh ikan, sementara itu molekul garam masuk kedalam tubuh
ikan. Proses osmosa akan berhenti apabila kepekatan larutan diluar dan didalam
tubuh ikan sudah seimbang.
C. Kench Salting
Pada dasarnya, teknik penggaraman ini sama dengan pengaraman kering (dry
salting) tetapi tidak mengunakan bak /wadah penyimpanan. Ikan dicampur dengan
garam dan dibiarkan diatas lantai atau geladak kapal, larutan air yang terbentuk
dibiarkan mengalir dan terbuang. Kelemahan dari cara ini adalah memerlukan
jumlah garam yang lebih banyak dan proses penggaraman berlangsung sangat
lambat.

2.4. Faktor yang Mempengaruhi Penggaraman


Menurut Moeljanto (1992) beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan
penetrasi garam ke dalam tubuh ikan, selain tingkat kemurnian garam yang
digunakan, yaitu sebagai berikut :
1. Kadar lemak ikan
Semakin tinggi kadar lemak yang terdapat di dalam tubuh ikan semakin
lambat proses penetrasi garam ke dalam tubuh ikan.
2. Ketebalan daging ikan
Semakin tebal daging ikan semakin lambat proses penetrasi garam dan
semakin banyak pula jumlah garam yang diperlukan.
3. Kesegaran ikan
Pada ikan yang memiliki kesegaran rendah, proses penetrasi garam
berlangsung lebih cepat karena ikan dengan tingkat kesegaran rendah
mempunyai tubuh yang relatif lunak, cairan tubuh tidak terikat dengan kuat
dan mudah terisap oleh larutan garam yang mempunyai konsentrasi lebih
tinggi. Apabila ikan kurang segar, produk ikan asin yang dihasilkan akan
terlalu asin dan kaku.
4. Temperatur ikan
Semakin tinggi temperatur tubuh ikan maka semakin cepat pula proses
penetrasi garam kedalam tubuh ikan tersebut. Oleh karena itu, sebelum
dilakukan proses penggaraman sebaiknya ikan ditangani lebih dahulu dengan
baik agar sebagian besar bakteri yangdikandung dapat dihilangkan.
5. Konsentrasi larutan garam
Semakin tinggi perbedaan konsentrasi antara garam dengan cairan yang
terdapat dalam tubuh ikan, semakin cepat proses penetrasi garam ke dalam
tubuh ikan. Selain itu, proses penetrasi garam akan menjadi lebih cepat lagi
apabila digunakan garam kristal. Semakin tinggi konsentrasi garam maka
semakin tinggi daya awet ikan tersebut akan tetapi ikan menjadi semakin asin
dan kurang disukai.
BAB 3 METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Mangkok
2. Baskom
3. Sendok
4. Neraca Digital
5. Kertas
6. Tisu
3.1.2 Bahan
1. Ikan Kembung
2. Air
3. Garam

3.2. Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan


3.2.1 Skema Kerja

Ikan

Penimbangan

Penggaraman Kering Penggaraman Basah

Pe

Pendiaman selama 24 jam

Penimbangan

Pengamatan organoleptik
dan perhitungan kadar air
3.2.2. Fungsi Perlakuan
Pada praktikum penggaraman hal pertama yang harus dilakukan yaitu
menyiapkan alat dan bahan. Adapun bahan yang digunakan sebagai sampel pada
praktikum ini ialah ikan kembung. Sebelum dilakukan penggaraman, ikan tersebut
dicuci dan dibersihkan terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran yang
terdapat pada tubuh ikan. Kemudian ikan ditimbang menggunakan neraca digital
untuk mengetahui berat awal pada ikan. Setelah itu menimbang garam yang
dibutuhkan yaitu 50% dari berat awal ikan dan air yang dibutuhkan yaitu 1 : 2 dari
berat awal ikan. Dalam praktikum ini dilakukan 2 perlakuan berbeda, yaitu
penggaraman kering dan penggaraman basah. Untuk penggaraman kering
menggunakan garam halus sedangkan penggaraman basah menggunakan garam
kasar. Dalam penggaraman kering, tubuh ikan dilumuri garam secara merata
untuk memberikan hasil penggaraman yang optimal. Setelah itu sampel ditutup
dengan kertas untuk menghindari kontaminasi dengan mikroorganisme dan udara
luar. Dalam penggaram basah, garam kasar dilarutkan terlebih dahulu
menggunakan air, kemudian ikan direndam dan dibolak balik agar larutan garam
dapat merata pada tubuh ikan. Hal ini bertujuan untuk memberikan hasil yang
optimal pada penggaraman basah. Setelah itu, sampel ditutup menggunakan kertas
untuk menghindari adanya kontaminan dari luar. Langkah selanjutnya yaitu
sampel didiamkan selama 24 jam. Hal ini dilakukan untuk memberikan hasil yang
optimal selama proses penggaraman dan untuk menghambat serta membunuh
bakteri penyebab pembusukan pada ikan. Setelah 24 jam, sampel ditimbang
menggunakan neraca digital untuk mengetahui berat akhir pada ikan setelah
dilakukan proses penggaraman. Langkah terakhir yaitu, dilakukan pengamatan uji
organoleptic dan perhitungan kadar air pada ikan. Uji organoleptic yang dilakukan
meliputi warna, aroma, tekstur, dan lendir. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
dan membandingkan hasil dari penggaraman basah dan penggaraman kering.
BAB 4 HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1. Hasil Pengamatan


Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
Perlakuan Warna Aroma Tekstur Lendir
Penggaraman ++ ++ +++ +
kering
Penggaraman + ++ ++ ++
basah

4.2. Hasil Perhitungan


Adapun hasil perhitungan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
Perlakuan Kadar Air (%BB)
Penggaraman kering 2,85 %
Penggaraman basah -8,4%
Keterangan : - Semakin banyak nilai + (maks 3), warna semakin gelap
- Semakin banyak nilai + (maks 3), aroma semakin amis
- Semakin banyak nilai + (maks 3), tekstur semakin keras
- Semakin banyak nilai + (maks 3), semakin berlendir
BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Uji Organoleptik


Pemindangan adalah proses pengawetan ikan dengan cara mengukus ikan
dalam lingkungan beragam dengan tujuan untuk menghambat aktivitas enzim
(Afrianto dan Liviawaty, 1989). Pada praktikum ini dilakukan uji organoleptik
antara lain warna, aroma, dan tekstur. Pengujian organoleptik adalah pengujian
yang didasarkan pada proses penginderaan. Bagian organ tubuh yang berperan
dalam penginderaan adalah mata, telinga, indera pencicip, indera pembau dan
indera perabaan atau sentuhan.
5.1.1. Warna
Pada praktikum penggaraman bahan yang digunakan sebagai sampel
adalah ikan kembung. Dalam praktikum ini dilakukan 2 (dua) perlakuan yang
berbeda yaitu penggaraman kering menggunakan garam halus dan penggaraman
basah menggunakan garam kasar. Pada uji organoleptik terhadap warna
menggunakan tanda (+) sebagai parameter penilaiannya. Untuk tanda + (satu)
menandakan warna ikan pucat ; tanda ++ (dua) menandakan warna ikan agak
gelap ; dan tanda +++ (tiga) menandakan warna ikan gelap/menghitam. Adapun
data hasil pengamatan pada perlakuan penggaraman kering memperoleh nilai (++)
yang berarti warna ikan agak gelap. Sedangkan pada perlakuan penggaraman
basah memperoleh nilai (+) yang berarti warna ikan pucat.
Ikan kembung yang telah dilakukan penggaraman akan berwarna tetap
karena terjadi proses oksidasi kandungan bahan dan kandungan myoglobin yang
berperan dalam penyusunan warna pada daging ikan dengan melepaskan pigmen
heme sehingga warna daging menjadi pucat (Siregar, 2011).
Berdasarkan hasil praktikum dan literature oleh Siregar (2011), diperoleh
kesesuaian data pada perlakuan penggaraman basah. Hal ini dapat disebabkan
oleh beberapa faktor. Menurut Ketaren (1986), proses hidrolisis dan oksidasi
lemak pada tubuh ikan akan menghasilkan perubahanwarna (discoloration).
Namun pada perlakuan penggaraman kering warna yang dihasilkan berbeda
dengan literatur diatas. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
jenis ikan yang digunakan, konsentrasi garam, dan pengaruh suhu luar selama
pendiaman.
5.1.2. Aroma
Pada praktikum penggaraman bahan yang digunakan sebagai sampel
adalah ikan kembung. Dalam praktikum ini dilakukan 2 (dua) perlakuan yang
berbeda yaitu penggaraman kering menggunakan garam halus dan penggaraman
basah menggunakan garam kasar. Pada uji organoleptik terhadap aroma
menggunakan tanda (+) sebagai parameter penilaiannya. Untuk tanda + (satu)
menandakan aroma ikan tidak amis ; tanda ++ (dua) menandakan aroma ikan
agak amis ; dan tanda +++ (tiga) menandakan aroma ikan amis. Adapun data hasil
pengamatan pada perlakuan pengggaraman kering dan penggaraman basah
memperoleh nilai (++), hal ini menandakan bahwa aroma ikan yang dihasilkan
agak amis.
Menurut Astawan (1997), menyatakan bahwa ikan hasil penggaraman
memiliki aroma yang khas (tidak amis) akibat lama waktu penggaraman dan
jumlah air yang terkandung.
Berdasarkan hasil praktikum dan data literature oleh Astawan (1997)
diperoleh ketidaksesuaian data. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Faktor yang pertama yaitu konsentrasi garam yang digunakan berbeda dengan
konsentrasi garam yang digunakan pada saat praktikum. Faktor yang kedua yaitu
yaitu akibat proses penguraian lemak. Winarno (1997), menyatakan bahwa,
perubahan atau penguraian lemak dapat mempengaruhi bau dan rasa suatu bahan
makanan khususnya pada masa penyimpanan, sehingga kerusakan lemak dapat
menurunkan nilai gizi serta menyebabkan penyimpangan bau dan rasa.
5.1.3. Tekstur
Pada praktikum penggaraman bahan yang digunakan sebagai sampel
adalah ikan kembung. Dalam praktikum ini dilakukan 2 (dua) perlakuan yang
berbeda yaitu penggaraman kering menggunakan garam halus dan penggaraman
basah menggunakan garam kasar. Pada uji organoleptik terhadap aroma
menggunakan tanda (+) sebagai parameter penilaiannya. Untuk tanda + (satu)
menandakan teksur ikan lunak ; tanda ++ (dua) menandakan tekstur ikan agak
keras ; dan tanda +++ (tiga) menandakan tekstur ikan keras. Adapun data hasil
pengamatan pada perlakuan penggaraman kering memperoleh nilai (+++) yang
berarti tekstur ikan keras dan pada perlakuan penggaraman basah memperoleh
nilai (++) yang berarti tesktur ikan agak keras.
Menurut Siregar (2011), hasil uji organoleptik tekstur dari ikan kembung
pada penggaraman adalah ikan kaku dengan daging pejal.
Berdasarkan hasil praktikum dan literatur oleh Siregar (2011) diperoleh
kesesuaian data pada perlakuan penggaraman kering. Namun pada perlakuan
penggaraman basah terjadi perbedaaan data. Faktor utama yang menyebabkan
ketidaksesuaian ini adalah pengaruh konsentrasi garam. Menurut Rochima (2005),
bahwa penggunaan garam yang bersifat higroskopis pada ikan asin menyebabkan
tekstur ikan menjadi kompak dan padat. Penggunaan garam dapat mempengaruhi
kelarutan protein. Larutan garam yang digunakan dapat mengikat protein
miofibril. Protein ini merupakanprotein larut garam. Penambahan garam
menyebabkan protein aktin dan miosin berinteraksi membentuk aktomiosin yang
menghasilkan struktur jaringan protein daging yang berbentuk gel dan dapat
mengubah tekstur daging menjadi lebih kenyal (Winarno, 1997).
5.1.4. Lendir
Pada praktikum penggaraman bahan yang digunakan sebagai sampel
adalah ikan kembung. Dalam praktikum ini dilakukan 2 (dua) perlakuan yang
berbeda yaitu penggaraman kering menggunakan garam halus dan penggaraman
basah menggunakan garam kasar. Pada uji organoleptik terhadap aroma
menggunakan tanda (+) sebagai parameter penilaiannya. Untuk tanda + (satu)
menandakan ikan tidak berlendir ; tanda ++ (dua) menandakan ikan agak
berlendir ; dan tanda +++ (tiga) menandakan ikan berlendir. Adapun hasil
pengamatan terhadap lendir pada perlakuan penggaraman kering memperoleh
nilai (+) yang berarti ikan tidak berlendir dan pada perlakuan penggaraman basah
memperoleh nilai (++) yang berarti agak berlendir.
Menurut Astawan (1997) menyatakan bahwa, jika ikan yang dihasilkan
oleh proses penggaraman tidak memiliki lendir maka ikan tersebut akan
mengalami masa simpan yang panjang. Penggaraman pada ikan dengan kadar
garam rendah dan kadar air tinggi segera akan mengalami pelendiran disamping
timbulnya kapang (Hanafiah dan llyas, 1978).
Berdasarkan hasil praktikum dan literatur oleh Astawan (1997) diperoleh
kesesuaian data pada perlakuan penggaraman kering. Namun pada perlakuan
penggaraman basah data yang dihasilkan berbeda dengan literatur. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor utama yaitu konsentrasi garam yang
digunakan, lama proses penggaraman dan pendiaman serta peristiwa osmosis
yang terjadi pada tubuh ikan.

5.2. Kadar Air


Pada praktikum pemindangan ini, bahan yang digunakan sebagai sampel
adalah ikan kembung. Terdapat 2 (dua) perlakuan yang digunakan yaitu,
penggaraman kering dan penggaraman basah.Untuk penggaraman kering
menggunakan garam halus dan penggaraman basah menggunakan garam kasar.
Setelah diperoleh berat awal ikan sebelum penggaraman dan berat akhir ikan
setelah penggaraman, dilakukan perhitungan kadar air (%BB) menggunakan
rumus berikut :
𝒃𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒂𝒘𝒂𝒍 − 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓
× 𝟏𝟎𝟎%
𝒃𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒂𝒘𝒂𝒍
Maka diperoleh nilai kadar air (%BB) pada perlakuan penggaraman kering
sebesar 2,85 % dan nilai kadar air (%BB) pada perlakuan penggaraman basah
sebesar -8,4%.
Menurut SNI 01-2721-2009 menyatakan bahwa nilai kadar air pada ikan
setelah penggaraman yaitu maksimal 40%.
Berdasarkan hasil praktikum dan literatur oleh SNI 01-2721-2009
diperoleh ketidaksesuaian data. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah pengaruh konsentrasi garam. Semakin besar konsentrasi garam
maka semakin banyak pula molekul air yang ditarik keluar oleh ion hidrat, karena
dalam bahan pangan garam terisolasi dan menarik sejumlah air. Faktor lain yaitu
lama proses penggaraman. Semakin lama perendaman pada larutan garam dapat
menyebabkan menurunnya kadar air pada ikan. Semakin lama ikan direndam
dalam larutan garam, maka air yang keluar dari bahan semakin banyak.
BAB 6 PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum penggaraman adalah sebagai berikut :
1. Prinsip utama penggaraman adalah pembubuhan garam yang dapat
mereduksi kadar air daging ikan sehingga menghambat kegiatan
pembusukan bakteriologis dan enzimatis.
2. Proses penggaraman mempengaruhi sifat organoleptik pada ikan hasil
penggaraman. Pada perlakuan penggaraman kering diperoleh ikan berwarna
agak gelap, beraroma agak amis, bertekstur keras dan tidak berlendir.
Sedangkan pada perlakuan penggaraman basah ikan yang dihasilkan adalah
ikan berwarna pucat, beraroma agak amis, bertekstur agak keras dan agak
berlendir. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah
pengaruh konsentrasi garam yang digunakan.
3. Pada perlakuan penggaraman kering diperoleh nilai kadar air (%BB) sebesar
2,85% dan pada perlakuan penggaraman basah diperoleh nilai kadar air
(%BB) sebesar -8,4%. Salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan nilai
kadar air adalah konsentrasi garam dan lama proses penggaraman.

6.2. Saran
Adapun saran pada praktikum penggaraman ini adalah sebagai berikut :
1. Seharusnya praktikan lebih memperhatikan dan teliti dalam mengukur dan
menentukan volume garam dan air yang ditentukan, agar memperoleh hasil
yang optimal.
2. Seharusnya perlu ada perbaikan dalam penentuan konsentrasi garam yang
dibutuhkan, agar memperoleh hasil penggaraman yang sesuai dengan SNI.
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E dan E. Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan.


Yogyakarta: Kanisius.

Afrianto, E. 2005. Pakan ikan. Yogyakarta : Kanisius.

Astawan, M. 1997. Mengenal Makanan Tradisional Produk Olahan Ikan. Jurnal


Teknologi Perikanan. Manado.

Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2009. Ikan Asin Kering. SNI 01-2721-2009.
Jakarta.

Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet dan Wootton. 2009. Ilmu Pangan.
Terjemahan: Hari Purnomo dan Adiono. UI-Press. Jakarta.

Burhanuddin. 2001. Strategi Pengembangan Industri Garam di Indonesia.


Yogyakarta : Kanisius.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1981. Daftar


Komposisi Bahan Makanan: Jakarta.

Estiasih, Teti dan Kgs Ahmadi, 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta :
Bumi Aksara.

Hanafiah, T.A.R., dan Ilyas, S. 1978. Studi Mengenai Proses Pemindangan I,


Mengamati Berbagai Aspek Selama Pemindangan Garam. Jakarta :
LPTP.

Ilyas, S. 1972. Pengantar pengolahan ikan. Jakarta : Lembaga Penelitian


Teknologi Perikanan.

Imam Supardi dan Sukamto.1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan dan


Pengolahan Pangan. Bandung.

Irmawan, S. 2009. Status perikanan ikan kembung di kabupaten baru. Malang :


Universitas Brawijaya.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta :
UIPress.

Kriswantoro dan Sunyoto, 1986. Mengenal Ikan Laut. Jakarta : Badan Penerbit
Karya Bani.

Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta : Penebar


Swadaya.

Rochima, E. 2005. Pengaruh Fermentasi Garam Terhadap Karateristik Jambal.


Jurnal Buletin Teknologi Hasil Perikanan. Volume VIII no 2.

Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bandung : PT Bina


Cipta.

Siregar, Resmi Rumenta. 2011. Pengolahan Ikan Kembung. Jakarta: Pusat


Penyuluhan Kelautan dan Perikanan.

Syahruddin. H. 2013. Pengaruh Penggaraman Teradap Protein Ikan Layang


(Decapterus rucell). Surabaya.

Yulisma, A., Yulvizar, C., dan Rudi, E., 2012. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan
Lama Penyimpanan terhadap Total Plate Count (TPC) Bakteri pada
Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) Asin. Universitas Syiah Kuala :
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Yunus, M., Adnan, dan Mamin, R. 2000. Upaya Peningkatan Daya Tahan dan
Mutu Organoleptik Ikan Layang dan Cekalang. Jurnal Insansi-UNM.
Makassar.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

1.1 Penggaraman Kering I


Diketahui :
Berat awal = 70 gram
Berat akhir = 66 gram
Ditanya: %bb
Jawab:
Berat awal – Berat akhir
%bb = x 100%
Berat awal
70 gram – 66 gram
= x 100%
70 gram

= 5,7%

1.2 Penggaraman Kering II


Diketahui :
Berat awal = 74 gram
Berat akhir = 74 gram
Ditanya: %bb
Jawab:
Berat awal – Berat akhir
%bb = x 100%
Berat awal
74 gram – 74 gram
= x 100%
74 gram

= 0%

1.3 Penggaraman Basah I


Diketahui :
Berat awal = 72 gram
Berat akhir = 80 gram
Ditanya: %bb
Jawab:
Berat awal – Berat akhir
%bb = x 100%
Berat awal
72 gram – 80 gram
= x 100%
72 gram

= -11,1%

1.4 Penggaraman Basah II


Diketahui :
Berat awal = 70 gram
Berat akhir = 74 gram
Ditanya: %bb
Jawab:
Berat awal – Berat akhir
%bb = x 100%
Berat awal
70 gram – 74 gram
= x 100%
70 gram

= -5,7%

Anda mungkin juga menyukai