SKRIPSI
FAKULTAS EKONOMI
DEPARTEMEN AKUNTANSI
DEPOK
JANUARI 2015
SKRIPSI
FAKULTAS EKONOMI
DEPARTEMEN AKUNTANSI
DEPOK
JANUARI 2015
Puji syukur tak terputus saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas semua
rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu.
Skripsi ini juga dapat diselesaikan karena bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa
dari banyak pihak, sehingga meskipun terima kasih merupakan hal yang paling
sederhana yang mampu saya berikan, terima kasih saya ucapkan sebesar-besarnya
kepada:
iv Universitas Indonesia
v Universitas Indonesia
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan dari semua pihak, baik yang telah saya sebutkan maupun yang tidak,
yang telah memberikan bantuan kepada saya sekecil apapun itu. Semoga skripsi
ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu akuntansi dan perbankan
syariah di masa depan.
vi Universitas Indonesia
Skripsi ini membahas hasil perbandingan kinerja bank syariah di Indonesia dan
Malaysia berdasarkan Islamicity Performance Index. Selain itu, skripsi ini juga
membahas regulasi perbankan syariah yang dikeluarkan oleh masing-masing
negara dan keterkaitannya terhadap kinerja bank syariah di kedua negara tersebut.
Jumlah observasi penelitian adalah 24 bank syariah dalam periode tahun 2010-
2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara kinerja bank syariah di Indonesia dan Malaysia pada semua rasio Islamicity
Performance Index, kecuali pada distribution to society ratio dan Islamic income
ratio. Terkait regulasi, dibandingkan regulasi Indonesia, pada umumnya regulasi
perbankan syariah Malaysia lebih mendukung dan mendorong perkembangan
perbankan syariah.
Kata kunci:
Bank Syariah, Kinerja, Indonesia, Malaysia
Keywords:
Islamic banks, performance, Indonesia, Malaysia
ix Universitas Indonesia
1. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4
1.5 Metode Penelitian ........................................................................................ 5
1.5.1 Lingkup Penelitian .........................................................................5
1.5.2 Data dan Sampel ............................................................................ 5
1.6 Sistematikan Penulisan ................................................................................ 6
x Universitas Indonesia
LAMPIRAN .............................................................................................................. 94
xi Universitas Indonesia
1 Universitas Indonesia
penampilan yang lain (Bedoui, 2013). Khan (2010) bahkan berargumen bahwa
institusi perbankan syariah “menggantikan istilah bank konvensional dengan
istilah yang berasal dari Arab Klasik dan menawarkan jasa-jasa yang hampir
serupa kepada kliennya, namun dengan biaya yang lebih mahal.”
Kritik yang disampaikan tersebut salah satunya berdasarkan kepada fakta
bahwa hampir semua bank syariah di seluruh dunia justru lebih memilih
pembiayaan jangka pendek melalui Murabahah dan instrumen berbasis pinjaman
atau berbasis profit marjin lainnya dibandingkan pembiayaan jangka panjang
melalui instrumen berbasis modal (Mudharabah dan Musyarakah) karena alasan
resiko pelaksanaan Murabahah yang lebih kecil. Selain itu, beberapa instrumen
atau kontrak yang dimiliki oleh bank syariah juga dinilai belum sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah yang melarang bunga (riba), ketidakpastian (gharar), dan
spekulasi (maysir). Salah satu contohnya yakni instrumen Bai’ Bithaman yang
banyak dipraktekkan oleh bank syariah di Malaysia dan Brunei Darussalam. Bai’
Bithaman Ajil merupakan akad jual beli dengan pembayaran secara kredit, dimana
harga jual sudah termasuk profit margin yang disepakati antara penjual dan
pembeli. Menurut Dusuki & Abozaid (2007), instrumen Bai’ Bithaman
merupakan salah satu contoh penyalahgunaan akad jual beli karena berdasarkan
prinsip syariah, pihak penjual harus menanggung semua risiko yang mungkin
timbul dari transaksi penjualan, namun dalam akad ini bank syariah sebagai pihak
penjual dimungkinkan untuk mendapatkan keuntungan tanpa harus menanggung
risiko apapun karena semua tanggung jawab dan risiko dialihkan kepada nasabah
sebagai pihak pembeli.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana bank syariah
menjalankan operasional mereka dan apakah kinerja bank syariah tersebut telah
sejalan dengan tujuan dan prinsip-prinsip syariah. Kinerja secara umum
didefinisikan oleh Hunger dan Wheelen (1997) sebagai hasil akhir dari aktivitas
sebuah perusahaan, dimana ukuran yang tepat untuk menilai kinerja perusahaan
tersebut bergantung kepada dua hal: jenis organisasi yang ingin dievaluasi dan
target/tujuan yang ingin dicapai melalui evaluasi. Berdasarkan definisi tersebut,
penulis memilih menggunakan rasio keuangan yang terdapat dalam Islamicity
Performance Index yang digagas oleh Hameed, Wirman, Alrazi, Nor, dan
Universitas Indonesia
Pramono (2004) karena kinerja bank syariah yang diukur dalam indeks ini tidak
hanya berfokus kepada dimensi finansial, tetapi juga kepada dimensi agama dan
sosial, sehingga lebih sejalan dengan prinsip dan tujuan bank syariah. Pemilihan
pengukuran kinerja bank syariah dengan menggunakan Islamicity Performance
Index dibandingkan dengan menggunakan berbagai rasio keuangan yang biasa
digunakan dalam pengukuran kinerja bank konvensional (seperti rasio
profitabilitas, efisiensi, likuiditas, resiko, maupun kualitas aset) juga didasarkan
pada argumentasi bahwa penggunaan indikator yang sama untuk mengukur
kinerja bank syariah dan bank konvensional yang pada dasarnya memiliki sifat
yang berbeda satu sama lain merupakan suatu hal yang tidak masuk akal (Bedoui,
2013) karena bank syariah didirikan dalam rangka menjalankan aktivitas
perbankan berdasarkan ajaran atau prinsip agama, sedangkan bank konvensional
didirikan murni untuk tujuan bisnis dan tidak berhubungan dengan ajaran atau
prinsip agama apapun (Haron & Wan Azmi, 2009).
Dalam Islamicity Performance Index Hameed et al. (2004), terdapat tujuh
indikator yang digunakan yang diharapkan dapat lebih sesuai untuk diaplikasikan
oleh bank syariah sejalan dengan prinsip dan tujuan utama dari bank syariah itu
sendiri. Ketujuh indikator Hameed et al. (2004) terdiri dari profit-sharing ratio,
zakat performance ratio, equitable distribution ratio, directors-employee ratio,
Islamic investment ratio, Islamic income ratio, dan AAOIFI index. Namun, untuk
penelitian ini, penulis hanya mengeksplorasi lima dari tujuh indikator Hameed et
al. (2004), dimana directors-employee ratio dan AAOIFI index merupakan dua
indikator yang tidak digunakan.
Sebagai analisis tambahan, penelitian ini juga berusaha menganalisis
regulasi mengenai perbankan syariah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia
dan Malaysia dan keterkaitannya terhadap kinerja bank syariah untuk melihat
sejauh mana payung hukum masing-masing negara mendorong bank syariah
untuk memberikan kinerja mereka yang terbaik.
Sampel yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah bank-
bank umum syariah di Indonesia dan Malaysia pada periode 2010-2013. Malaysia
dipilih sebagai negara pembanding bagi bank-bank syariah asal Indonesia karena
Malaysia telah mendirikan bank syariah sejak tahun 1983 melalui Bank Islam
Universitas Indonesia
Malaysia Berhard dan mendirikan pasar uang antar-bank syariah sejak tahun
1994. Selain itu, bersama dengan Indonesia, Bahrain, Qatar, Arab Saudi, Uni
Emirat Arab, dan Turki, Malaysia dikategorikan sebagai negara yang memiliki
perkembangan perbankan syariah yang begitu pesat di dunia, dimana pendapatan
perbankan syariah tersebut telah menyumbang pemasukan nasional Malaysia yang
cukup besar (Ernst & Young, 2014).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
7 Universitas Indonesia
pernikahan yang sah dan sesuai dengan ketentuan syariah. Allah pun
melarang perbuatan zina dan memberikan sanksi yang keras bagi manusia
yang melakukannya, dan
Perlindungan terhadap harta/kekayaan (al-mal), yaitu memelihara
harta/kekayaan yang dimiliki oleh manusia agar perolehan dan
penggunaannya sesuai dengan syariah. Perolehan harta dari mencuri atau
penggunaan harta secara boros/berlebihan merupakan beberapa contoh
larangan dalam perlindungan terhadap harta/kekayaan.
Dari penjelasan di atas, sangat jelas bahwa tujuan dari ketentuan syariah
adalah untuk menciptakan kemaslahatan dan menghindari keburukan (Ibn 'Ashur,
1998). Apabila manusia merusak salah satu atau bahkan beberapa unsur
diantaranya, hal tersebut akan berbahaya bagi masyarakat. Dalam jurnalnya,
Chapra (2007) menjelaskan bahwa Al-Ghazali (1937) berpendapat “apapun yang
menjamin perlindungan terhadap lima unsur dalam Maqasid al-Shariah berarti
melindungi kepentingan umum (maslahah) dan oleh karenanya dikehendaki oleh
masyarakat, sementara apapun yang merusak lima unsur tersebut berarti
bertentangan dengan kepentingan masyarakat umum dan oleh karenanya
pemusnahannya dikehendaki oleh masyarakat.” Sejalan dengan Al-Ghazali,
Kamali (dalam Bedoui, 2013) juga berargumen bahwa “Maqasid al-Shariah
adalah syarat yang paling mendasar bagi spiritualitas, kesejahteraan, dan
kelangsungan hidup individu, sehingga apabila ia rusak akan menimbulkan
masalah atau kekacauan dan merusak tatanan normal dalam masyarakat.”
Pemahaman mengenai syariah dan Maqasid al-Shariah menjadi begitu
penting dalam bahasan perbankan syariah karena perbankan syariah didirikan
berlandaskan kepada prinsip dan aturan Islam. Kebutuhan untuk memahami
Maqasid al-Shariah bahkan menjadi syarat mendasar untuk menjamin bahwa
semua pemangku kepentingan (pemegang saham, pemerintah, masyarakat, dan
lain-lain) memahami tujuan awal dari bisnis bank syariah ini. Mohammad &
Shahwan (2013) dalam jurnalnya berpendapat bahwa dengan berpegangan kepada
inti/esensi dari Maqasid al-Shariah, praktik dan aktivitas yang dijalankan oleh
perbankan syariah tidak akan melenceng dari jalur aslinya, yaitu jalur Maqasid al-
Universitas Indonesia
Shariah yang disusun dengan berbagai elemen positif dan proaktif demi
mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Hal ini yang membuat
Haniffa & Hudaib (2010) juga mendorong bank-bank syariah untuk mempelajari
dan memahami Maqasid al-Shariah sebagai basis dan akar dari tujuan utama
pendirian bank syariah.
Universitas Indonesia
berhubungan dengan ajaran atau prinsip agama apapun (Haron & Wan Azmi,
2009). Hanniffa & Hudaib (2007) juga mengungkapkan terdapat lima karakter
yag membedakan bank syariah dengan bank konvensional, yakni: (1) filosofi dan
nilai yang mendasarinya, (2) jaminan atas produk dan layanan yang bebas dari
bunga (riba), (3) batasan untuk transaksi yang diperbolehkan dalam Islam, (4)
fokus dalam pengembangan dan tujuan sosial (disamping tujuan ekonominya),
dan (5) peninjauan tambahan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) bank.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.3 Kinerja
2.3.1 Kinerja Perusahaan secara Umum
Hunger dan Wheelen (1997) mendefinisikan kinerja perusahaan sebagai hasil
akhir dari sebuah perusahaan, dimana ukuran yang tepat untuk menilai kinerja
perusahaan tersebut bergantung kepada dua hal, yaitu jenis organisasi yang ingin
dievaluasi dan target yang ingin dicapai melalui evaluasi. Pengukuran/penilaian
kinerja perusahaan menjadi hal yang sangat penting untuk memastikan apakah
prestasi/target yang dimiliki oleh perusahaan telah tercapai. Dengan melakukan
pengukuran/penilaian kinerja, perusahaan dapat meluruskan kembali aktivitas
bisnis yang dilakukan agar sesuai dengan target yang dimiliki perusahaan
(Brignall dalam Mohammed & Razak, 2008). Selain itu, pengukuran kinerja
perusahaan di masa lalu juga penting karena pengukuran ini sering digunakan
sebagai dasar untuk memprediksi kinerja perusahaan di masa mendatang
(Praghina, 2008).
Mengenai pengukuran kinerja perusahaan secara umum, menurut Helfert
(dalam Pradhono, 2005), pengukurannya dapat dikelompokkan ke dalam tiga
kategori, yaitu:
Earnings Measures, yang mendasarkan kinerja pada accounting profit.
Beberapa pengukuran yang termasuk dalam kategori ini adalah Earnings
per Share (EPS), Return on Investment (ROI), Return on Net Assets
(RONA), Return on Capital Employed (ROCE), dan Return on Equity
(ROE),
Universitas Indonesia
Cash Flow Measures, yang mendasarkan kinerja pada arus kas operasi
(operating cash flow). Beberapa pengukuran yang termasuk dalam
kategori ini adalah Free Cash Flow, Cash Flow Return on Gross
Investment (ROGI), Cash Flow Return on Investment (CFROI), Total
Stakeholder Return (TSR), dan Total Business Return (TBR), dan
Value Measures, yang mendasarkan kinerja pada nilai (value based
management). Beberapa pengukuran yang termasuk ke dalam kategori ini
adalah Economic Value Added (EVE), Market Value Added (MVA), Cash
Value Added (CVA), dan Shareholder Value (SHV).
Universitas Indonesia
Market Value Ratio, dimana rasio ini hanya dapat diukur pada perusahaan
yang melakukan perdagangan saham secara bebas atau dengan kata lain
perusahaan tersebut telah terdaftar di pasar modal. Yang termasuk ke
dalam rasio ini diantaranya yaitu price-earnings ratio, price-sales ratio,
dan market-to-book ratio.
Universitas Indonesia
risiko stratejik,
risiko kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku dan prinsip syariah,
risiko reputasi,
risiko imbal hasil, dan
risiko investasi.
2. Good Corporate Governance (GCG), dimana penilaian didasarkan kepada
manajemen bank atas pelaksanaan lima prinsip GCG, yaitu transparansi,
akuntabilitas, pertanggungjawaban, profesional, dan kewajaran.
3. Rentabilitas (earnings), dimana penilaian didasarkan kepada kinerja
rentabilitas, sumber-sumber rentabilitas, dan kesinambungan (sustai-
nability) rentabilitas bank, manajemen rentabilitas, dan pelaksanaan fungsi
sosial.
4. Permodalan (capital), dimana penilaian didasarkan kepada tingkat
kecukupan permodalan dan kecukupan pengelolaan permodalan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
metode ini dalam mengukur kinerja bank syariah dilatarbelakangi oleh pandangan
bahwa kinerja dalam Islam tidak terbatas kepada pengukuran dimensi finansialnya
saja, melainkan juga mencakup dimensi-dimensi lain (dimensi sosial), sehingga
perusahaan seharusnya tidak hanya berfokus kepada para pemilik perusahaan dan
pemegang saham, melainkan juga kepada pemangku kepentingan lainnya
(Bedoui, 2013). Alasan lain yang juga turut melatarbelakangi gagasan metode ini
dijelaskan sebagai berikut:
Universitas Indonesia
sebelumnya, penulis tidak menggunakan dua rasio Hameed et al. (2004), yaitu
directors-employee ratio dan AAOIFI index, sehingga selanjutnya, penulis hanya
akan menjelaskan lima indikator yang digunakan dalam penelitian ini.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Musyarakah yang dimiliki bank syariah dalam upaya menjalankan prinsip tersebut
sebagai prinsip utama bank syariah.
Menurut Adnan dan Abu Bakar (2007), zakat dalam FAS No. 9 di atas
memungkinkan zakat berada dalam dua kemungkinan skenario, yaitu skenario
dimana bank syariah diwajibkan untuk membayar zakat dan skenario dimana bank
syariah tidak diwajibkan untuk membayar zakat. Kemudian, masih menurut
Adnan dan Abu Bakar (2007), ada tiga kemungkinan kondisi untuk suatu bank
syariah tergolong sebagai bank yang wajib membayar zakat, yaitu (a) ketika
terdapat hukum formal yang mengatur bank Islam untuk wajib membayar zakat;
(b) ketika bank Islam diwajibkan dalam AD/ARTnya untuk membayar zakat
perusahaan; dan (c) ketika RUPS meminta bank Islam untuk membayar zakat.
Perbedaan kondisi mengenai wajib atau tidaknya suatu bank syariah untuk
membayar zakat ini juga terjadi pada pendapat para ulama dan akademisi.
Meskipun begitu, Adnan dan Abu Bakar (2007) berpandangan bahwa dalam
pandangan Islam, Allah adalah pemilik dari semua yang ada di dunia dan
pembayaran zakat merupakan bentuk perwujudan kepatuhan terhadap perintah
Allah untuk “mengembalikan” harta benda/kekayaan yang sifatnya sementara
tersebut kepada pemilik yang sesungguhnya.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
“Your employees are your brethren upon whom Allah has given you
authority. So if one has one‟s brother under his control, one should feed
him with the like of what one eats and clothe him with the like of what one
wears. You should not overburden him with what he cannot bear, and if
you do so, help him in his job.” (Sahih Muslim Vol.3, Hadits No. 4093
dalam Dusuki & Dar, 2007, p.254)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Sementara itu, gharar dapat diartikan sebagai suatu situasi ketika terdapat
ketidakpastian yang berlebihan (excessive risk) pada masing-masing atau kedua
belah pihak dalam transaksi. Berdasarkan buku Islamic Banking (A. Karim,
2005), gharar dapat terjadi karena adanya ketidakpastian dalam kuantitas,
kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang, dimana semua ketidakpastian
tersebut pada akhirnya dapat menimbulkan kerugian di salah satu pihak. Keempat
jenis ketidakpastian ini dilarang dan dapat membatalkan akad transaksi karena
keadaan rela sama rela antara pihak penjual dan pembeli hanya berlangsung
sementara, sedangkan ketika di kemudian hari kondisinya telah jelas, akan ada
salah satu pihak yang merasa terzalimi, meskipun pada awalnya tidak demikian
(Nurhayati & Wasilah, 2009).
Kemudian, maysir (spekulasi) secara harfiah berarti memperoleh sesuatu
atau keuntungan tanpa kerja keras dan dengan sangat mudah. Larangan maysir
dalam Alquran dijelaskan sebagai berikut (Cattelan, 2009):
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Selain dalam Pasal 9, penjelasan lebih lanjut mengenai berbagai variasi produk
pembiayaan dan piutang beserta akad yang mendasarinya juga dijelaskan dalam
Kodifikasi Produk Perbankan Syariah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada
tahun 2007, Fatwa Nomor:07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Mudharabah, Fatwa Nomor:08/DSN-MUI/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah,
Fatwa Nomor:09/DSN-MUI/2000 tentang Pembiayaan Ijarah, Fatwa
Nomor:10/DSN-MUI/2000 tentang Wakalah, dan Fatwa Nomor:11/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Kafalah. Sementara untuk mendukung aktivitas inovasi
produk perbankan syariah, aktivitas pengembangan tersebut diatur dalam
Peraturan BI Nomor:10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah. Berdasarkan peraturan ini, bank harus melaporkan rencana
pengeluaran produk baru (yang tidak termasuk dalam produk yang terdapat di
Buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah) kepada BI paling lambat 15 hari
sebelum produk baru akan dikeluarkan dan bank wajib memberikan penjelasan
kepada BI atas produk baru tersebut beserta dokumen berupa fatwa MUI terhadap
produk atau produk non-bank (produk asuransi atau produk pasar modal) dan
pendapat syariah dari Dewan Pengawas Syariah Bank terhadap produk atau
produk non-bank. Selain ketentuan pelaporan tersebut, tidak ada penjelasan lebih
lanjut mengenai ketentuan atau persyaratan yang berkaitan dengan produk baru itu
sendiri.
Universitas Indonesia
Masih dalam UU No.21 tahun 2008, dijelaskan bahwa selain dari kegiatan
usaha utamanya, beberapa kegiatan usaha bank syariah yang juga diperkenankan
berdasarkan Undang-Undang yaitu:
Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah,
Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank umum syariah atau
lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah,
Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal,
Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka
pendek dan jangka panjang berdasarkan prinsip syariah baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang dan pasar modal,
Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip
syariah dengan menggunakan sarana elektronik,
Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank umum syariah
lainnya yang berdasarkan prinsip syariah
Pasal tersebut jelas menekankan bahwa pada dasarnya, seluruh kegiatan bank
syariah wajib sesuai dengan prinsip syariah yang difatwakan oleh Majelis Ulama
Indonesia, dimana prinsip syariah yang telah difatwakan dituangkan ke dalam
Peraturan Bank Indonesia melalui bantuan Komite Perbankan Syariah, sehingga
masing-masing aktivitas perbankan syariah yang diatur dalam undang-undang ini
kemudian memiliki masing-masing Fatwa MUI yang berisikan peraturan yang
lebih detail.
Kemudian dalam pasal 24, dinyatakan bahwa bank syariah dilarang untuk:
(a) melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah, (b)
melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar modal, (c)
melakukan kegiatan penyertaan modal, kecuali pada bank syariah atau lembaga
keuangan yang melakukan kegiaan usaha bedasarkan prinsip syariah, dan (d)
melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk
asuransi syariah. Dengan adanya keharusan bank syariah mematuhi prinsip-
Universitas Indonesia
prinsip syariah, Undang-Undang mengatur setiap bank umum syariah dan bank
umum konvensional yang memiliki unit usaha syariah untuk membentuk Dewan
Pengawas Syariah (DPS). Penjelasan lebih lanjut mengenai DPS diatur dalam
Surat Edaran BI No.15/22/DPbS tahun 2013, dimana penjelasan tersebut
mencakup peran, tugas, dan kegiatan DPS, serta prosedur pelaporan hasil
pengawasan penerapan syariah yang dilakukan DPS. Secara umum, DPS bertugas
untuk melakukan pengawasan terhadap produk, aktivitas baru, kegiatan
penghimpunan dana, pembiayaan, dan kegiatan jasa bank syariah lainnya agar
sesuai dengan prinsip syariah yang terdapat dalam DSN-MUI, sehingga
berdasarkan peraturan ini DPS diharuskan untuk melakukan pemeriksaan melalui
dokumen transaksi, kunjungan, pengambilan sampel nasabah, pengamatan atau
inspeksi, dan pada akhirnya hasil temuan pengawasan penerapan prinsip syariah
tersebut dibahas bersama pihak bank dan dilaporkan kepada OJK.
Universitas Indonesia
tabungan, atau bentuk lainnya; (b) menerima dana dalam bentuk investasi, dan (c)
menerima dana dalam bentuk provisi pembiayaan.
Dalam bagian yang menjelaskan Shariah Compliance (Kepatuhan
terhadap Syariah), dijelaskan bahwa manajemen suatu institusi (dalam hal ini
manajemen bank) harus memastikan bahwa tujuan, operasional, bisnis, dan
aktivitasnya mematuhi syariah. Apabila manajemen menyadari ada suatu aktivitas
maupun urusan bank yang bertentangan dengan syariah atau ketentuan Komite
Syariah bank atau ketentuan Dewan Penasihat Syariah BNM (Bank Sentral
Malaysia), manajemen wajib: segera melakukan pelaporan kepada Komite
Syariah bank dan BNM, menghentikan proses aktivitas atau urusan bisnis yang
tidak sesuai tersebut, dan mengajukan rencana pembetulan dari aktivitas atau
urusan bisnis yang tidak sesuai tersebut kepada BNM dalam waktu 30 hari.
Perihal aktivitas bisnis yang masuk ke dalam kategori bisnis yang
dilarang, menurut IFSA beberapa diantaranya yakni: (a) aktivitas yang
menyesatkan atau bersifat menipu, maupun cenderung menyesatkan atau
cenderung bersifat menipu sehubungan dengan sifat, fitur, jangka waktu, atau
harga dari produk atau jasa finansial, dan (b) aktivitas menuntut nasabah
melakukan pembayaran untuk produk atau jasa finansial yang tidak ia minta,
termasuk mengancam nasabah untuk membawa urusan pembayaran ke pihak yang
berwenang, kecuali nasabah baik secara lisan maupun tulisan telah menyatakan
bahwa dia menerima penawaran akan produk atau jasa finansial.
Kemudian, sama halnya dengan Indonesia, selain undang-undang, terdapat
peraturan lain yaitu peraturan dari pihak BNM yang juga mengatur industri
perbankan syariah di Malaysia. Dalam upaya memastikan produk perbankan
syariah sesuai dengan syariah, BNM memiliki peraturan BNM/RH/GL 008-3
“Guidelines on Introduction of New Products” (Aris, Othman, Azli, Sahri, Razak,
& Rahman, 2013). Secara spesifik, setiap pengeluaran produk baru yang
dilakukan bank syariah Malaysia harus memenuhi kondisi tertentu, yaitu:
Produk harus termasuk ke dalam kategori aktivitas bisnis perbankan yang
dilakukan oleh bank-bank syariah yang telah mendapat persetujuan lisensi
berdasarkan Islamic Banking Act 1983
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
hanya mencakup penjelasan tugas dan fungsi dari Komite Syariah bank dalam
memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah, melainkan juga
penjelasan tugas dan fungsi dari Dewan Direksi bank sehubungan dengan
kepatuhan terhadap syariah, serta fungsi kepatuhan terhadap syariah secara
internal. Dengan begitu, menurut Miskam & Nasrul (2013), tata kelola syariah
dan Komite Syariah tidak lagi menjadi bagian yang terpisahkan, melainkan
menjadi suatu bagian yang menyatu dari suatu bank syariah. Hal ini lebih lanjut
dijelaskan dalam Peraturan BNM/RH/GL/012-1 “Guidelines on the Governance
of Shariah Committee for the Islamic Financial Institutions”, dimana tidak hanya
Komite Syariah, tetapi juga manajemen bank syariah secara keseluruhan
bertanggung jawab untuk menjamin kepatuhan bank terhadap syariah dengan cara
membantu Komite Syariah dalam:
Memberikan informasi atau isu syariah terkait operasional bank kepada
Komite Syariah,
Mengimplementasikan nasihat yang diberikan Komite Syariah,
Memastikan seluruh dokumentasi produk bank divalidasi oleh Komite
Syariah,
Memberikan Komite Syariah akses terhadap seluruh dokumentasi,
informasi transaksi, atau informasi lain yang relevan yang dibutuhkan oleh
Komite Syariah,
Memenuhi kebutuhan Komite Syariah, termasuk kebutuhan finansial,
kebutuhan akan pelatihan, bahan referensi, dan lain-lain, serta
Memberikan remunerasi kepada Komite Syariah.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
baik diantara ketiga bank lainnya berdasarkan Maqasid Index karena Bank
Muamalat memiliki berbagai program sosial yang memang ditujukkan untuk
membantu memperbaiki keadilan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Beberapa program Bank Muamalat diantaranya yaitu program pemberdayaan
ekonomi, donasi pendidikan, CSR, donasi sosial dan kemanusiaan, dan lain-lain.
Kemudian, Bank Syariah Mandiri sebagai bank syariah dengan jumlah aset
terbesar di Indonesia berhasil menjadi bank syariah dengan kinerja terbaik kedua
berdasarkan Maqasid Index karena usahanya dalam menyediakan berbagai
kegiatan pelatihan dan pendidikan dalam rangka memperbaiki kualitas sumber
daya manusia dalam industri perbankan syariah. Hal ini pun menunjukkan bahwa
berdasarkan Maqasid al-Shariah yang diteliti oleh Antonio, Sanrego, & Taufiq
(2012), kinerja bank-bank syariah di Indonesia lebih baik dibandingkan kinerja
bank-bank syariah di Jordan. Berikut merupakan rangkuman beberapa penelitian
terdahulu:
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
US$1,4 triliun atau setara dengan 13% dari total aset perbankan syariah global
dan 85% dari total aset perbankan syariah regional Asia Tenggara.
Sementara itu, perkembangan bank syariah di Indonesia baru dimulai
ketika Bank Muamalat Indonesia didirikan pada tanggal 1 November 1991.
Ketika Bank Muamalat berdiri, Indonesia belum memiliki undang-undang yang
secara spesifik mengatur operasional perbankan syariah, sehingga pendirian dan
operasional Bank Muamalat masih mengacu kepada UU No. 7 tahun 1992
mengenai sistem perbankan dan PP No.7 tahun 1992. Menurut Antonio (1999),
undang-undang tersebut tidak memuat ketentuan yang menjelaskan aturan-aturan
untuk perbankan syariah secara rinci, kecuali pasal 13 C yang menyatakan “Usaha
Bank Perkreditan Rakyat meliputi: (c) menyediakan pembiayaan bagi nasabah
berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah. ”.
Enam tahung kemudian, pemerintah pun mengamandemen UU No.7 tahun
1992 menjadi UU No.10 tahun 1998, dimana undang-undang ini telah memuat
beberapa peraturan yang lebih relevan dengan operasional perbankan syariah
(Haron & Wan Azmi, 2009). Melalui kebijakan ini, bank syariah diharapkan dapat
lebih mudah melayani masyarakat karena bank syariah diperbolehkan membuka
layanan syariah di kantor-kantor yang dimiliki oleh bank konvensional (office
chaneling). Namun sayangnya, pada periode awal pendiriannya, perkembangan
perbankan syariah di Indonesia dapat dikatakan begitu lambat (salah satunya
karena faktor krisis moneter yang terjadi tahun 1998), sehingga jumlah bank
umum syariah hanya berjumlah tiga bank hingga akhir tahun 2006.
Baru di tahun 2008, perkembangan bank syariah di Indonesia kembali
bergeliat, ditandai dengan dibentuknya UU No.21 tahun 2008. Salah satu
kebijakan penting dari undang-undang ini menurut Venardos (2010) yaitu
pengaturan proses yang jelas bagi perbankan konvensional yang berkeinginan
untuk mengkonversi lisensi konvensional mereka dengan lisensi syariah. Jumlah
perbankan syariah pun mengalami peningkatan dibandingkan periode
sebelumnya, dimana hingga Oktober 2013, terdapat sebelas Bank Umum Syariah
(BUS), 23 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 160 Bank Perkreditan Rakyat Syariah
(BPRS) di Indonesia (Siregar, 2013). Meskipun begitu, beberapa kalangan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
45 Universitas Indonesia
Hasil seleksi pada kriteria ketiga inilah yang kemudian menyebabkan total
data yang digunakan sebagai sampel pada penelitian ini ialah 24 bank syariah
dengan jumlah observasi sebanyak 96 buah. Hasil penyeleksian ini dapat dilihat
pada tabel 3.1 berikut:
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
𝑀𝑢𝑑ℎ𝑎𝑟𝑎𝑏𝑎ℎ + 𝑀𝑢𝑠𝑦𝑎𝑟𝑎𝑘𝑎ℎ
Profit Sharing Ratio =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐹𝑖𝑛𝑎𝑛𝑐𝑖𝑛𝑔
𝑍𝑎𝑘𝑎𝑡
Zakat Performance Ratio = 𝑁𝑒𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
Universitas Indonesia
𝑄𝑎𝑟𝑑 + 𝐷𝑜𝑛𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
Distribution to Society =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑅𝑒𝑣𝑒𝑛𝑢𝑒 − (𝑍𝑎𝑘𝑎𝑡 + 𝑇𝑎𝑥)
𝐸𝑚𝑝𝑙𝑜𝑦𝑒𝑒′𝑠 𝐸𝑥𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒
Distribution to Employees =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑅𝑒𝑣𝑒𝑛𝑢𝑒 − (𝑍𝑎𝑘𝑎𝑡 + 𝑇𝑎𝑥)
𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑑
Distribution to Shareholders =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑅𝑒𝑣𝑒𝑛𝑢𝑒 − (𝑍𝑎𝑘𝑎𝑡 + 𝑇𝑎𝑥)
𝑁𝑒𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡
Distribution to Company =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑅𝑒𝑣𝑒𝑛𝑢𝑒 − (𝑍𝑎𝑘𝑎𝑡 + 𝑇𝑎𝑥)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
grafik yaitu karena penulis ingin memberikan penjelasan yang lebih komprehensif
mengenai unsur timeseries dalam data yang tidak tertangkap dalam analisis
deskriptif. Pada penelitian ini, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, data
yang dianalisis adalah rasio-rasio dari 24 bank syariah di Indonesia dan Malaysia
dari tahun 2010 sampai tahun 2013, dimana data tersebut merupakan serangkaian
nilai-nilai variabel yang tersusun berdasarkan waktu. Dengan sifat data yang
seperti itu, analisis yang diterapkan seharusnya merupakan analisis time series,
yaitu jenis analisis yang digunakan untuk mempelajari pola pergerakan nilai-nilai
variabel pada satu interval waktu yang teratur (misalnya dalam satu minggu,
bulan, atau tahun). Dari analisis time series ini, dapat diperoleh ukuran-ukuran
yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan pada saat ini maupun untuk
membuat ramalan dan perencanaan pada masa mendatang (Mulyono, 2003).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
̅ ̿
∑ (− )
= −
(1)
∑∑ ( − ̿ )
= −
(2)
= ()
Dimana:
C = jumlah kelompok, dan
N = jumlah observasi dalam kelompok
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
54 Universitas Indonesia
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Islamicity Performance Index Tahun 2010 - 2013
INDONESIA MALAYSIA
Ratio
Mean Median Min. Max. Std. Dev. Mean Median Min. Max. Std. Dev.
Profit Sharing 0,36549 0,37267 0,00585 0,88034 0,22476 0,04053 0 0 0,44670 0,08552
Zakat
0,00024 0,00013 0 0,00081 0,00026 0,00146 0,00012 0 0,01216 0,00284
Performance
Distribution to 0,00028 0,00002 0,00561 0,00106 0,00074 0,00004 0 0,00823 0,00195
0,00065
Society
Distribution to 0,23627 0,22076 0,12821 0,35212 0,06038 0,11598 0,10791 0,00499 0,33711 0,09189
Employees
Distribution to 0,00117 0 0 0,03718 0,00657 0,03762 0 0 0,31735 0,07737
Shareholders
Distribution to 0,07166 0,07857 (0,30712) 0,16415 0,07813 0,14525 0,17134 (0,93426) 0,41351 0,18250
Company
Islamic
0,99942 1 0,98935 1 0,00211 0,82108 0,88446 0,27991 1 0,18133
Investment
Islamic
0,99587 0,99992 0,88790 1 0,02114 0,99986 0,99999 0,99745 1 0,00204
Income
Universitas Indonesia
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, selama periode 2010-2013, rata-rata rasio bagi hasil
bank-bank syariah di Indonesia lebih besar dari bank-bank syariah di Malaysia
(0,36549 dibanding 0,04053). Lebih besarnya rata-rata rasio tersebut juga diikuti
dengan lebih besarnya nilai median Indonesia yang bernilai 0,37267 dibandingkan
dengan median Malaysia sebesar 0. Median Malaysia ini menunjukkan lebih dari
50% bank syariah di Malaysia sama sekali tidak menjalankan akad Mudharabah
maupun Musyarakah dalam kegiatan pembiayaannya. Selanjutnya, nilai rasio bagi
hasil terendah yaitu 0, sedangkan nilai rasio bagi hasil tertinggi adalah 0,88034
yang dimiliki oleh Bank Jawa Barat Banten Syariah Indonesia (Lampiran 2),
sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas bank syariah di Indonesia lebih
berfokus kepada prinsip utama bank syariah (prinsip bagi hasil) dibandingkan
bank-bank syariah di Malaysia. Dari jumlah observasi sebanyak 32 buah di
Indonesia dan 64 buah di Malaysia, nilai standard deviasi bank syariah di
Indonesia lebih besar dibanding Malaysia, yakni 0,22476 dibanding 0,08552,
yang berarti bahwa data-data pada bank syariah di Indonesia memiliki nilai yang
lebih bervariasi dan lebih menyebar menjauhi rata-rata (mean) nya dibandingkan
data-data pada bank syariah di Malaysia.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
bank syariah di Indonesia tidak dapat disimpulkan dengan pernyataan bahwa bank
syariah Indonesia lebih berfokus kepada kesejahteraan karyawannya dibandingkan
Malaysia. Oleh karena itu, sedikit berbeda dengan Hameed et al. (2004), equitable
distribution ratio ini akan dijelaskan lebih jauh berdasarkan pendistribusian
pendapatan kepada masing-masing pihak.
Universitas Indonesia
Perbedaan nilai rasio ini terbilang cukup besar karena tidak hanya nilai rata-rata,
nilai median dan nilai tertinggi Indonesia pun lebih tinggi dibandingkan Malaysia,
dengan nilai rasio tertinggi berasal dari PT BCA Syariah yang mendistribusikan
sekitar 35% dari total pendapatan setelah pajak dan zakatnya kepada karyawan.
Tidak hanya itu, nilai rasio terendah Indonesia juga lebih tinggi dibandingkan
Malaysia, yakni 0,12821 (Bank Panin Syariah) dibanding 0,00499 (Maybank
Islamic Berhad). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perhitungan rasio ini
dapat dipengaruhi oleh tingkat efisiensi, ukuran, maupun teknologi perusahaan,
sehingga tingginya nilai rasio distribusi pendapatan kepada karyawan tidak berarti
bahwa mayoritas bank syariah di Indonesia lebih menunjukkan kepedulian
terhadap kesejahteraan para karyawannya dibandingkan mayoritas bank syariah di
Malaysia. Sementara itu, terkait persebaran data, bank syariah di Malaysia
memiliki persebaran data yang lebih bervariasi karena standar deviasinya lebih
tinggi dibandingkan standar deviasi bank syariah di Indonesia.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Debt Securities. Hal ini yang mengakibatkan nilai terendah rasio investasi halal
bank syariah di Malaysia mencapai 0,27991 (AmIslamic Bank Berhad), jauh lebih
rendah dengan nilai terendah Indonesia yang bernilai 0,98935 (BCA Syariah).
Sementara itu, nilai tertinggi rasio investasi halal baik untuk bank syariah di
Indonesia dan di Malaysia adalah 1. Standar deviasi bank syariah di Indonesia
lebih kecil nilainya dibandingkan Malaysia, menunjukkan bahwa data-data pada
bank syariah di Indonesia memiliki tingkat penyebaran yang lebih sempit terhadap
nilai rata-ratanya dibandingkan data-data pada bank syariah di Malaysia.
Universitas Indonesia
0,50000
0,40000
0,30000
Indonesia
0,20000 Malaysia
0,10000
0,00000
2010 2011 2012 2013
P-value: 0,00004
Gambar 4.1 Grafik Profit Sharing Ratio Tahun 2010-2013
Universitas Indonesia
rasio ini tidak sejalan dengan total pembiayaan perbankan syariah nasional
Indonesia yang mengalami kenaikan sebesar 50,56% di tahun 2011 (Gambar 4.2)
karena pertumbuhan total pembiayaan tersebut merupakan implikasi dari kenaikan
pembiayaan dengan akad Murabahah (prinsip jual-beli). Kemudian, baru di tahun
2012 dan 2013 rasio Indonesia naik kembali, sehingga pembiayaan dengan
Mudharabah dan Musyarakah bank syariah mencapai 35% dan 39% dari total
pembiayaan bank syariah. Sementara rasio bagi hasil bank-bank syariah di
Malaysia hanya berada di kisaran 0,05-0,1, yang berarti hanya 5% dari total
pembiayaan bank syariah di Malaysia yang menggunakan Mudharabah dan
Musyarakah. Rata-rata tertinggi senilai 0,11063 pada tahun 2013 dan rata-rata
terendah 0,04891 pada tahun 2010. Meskipun bernilai sangat kecil, rasio bagi
hasil Malaysia menunjukkan pertumbuhan yang positif dari tahun ke tahun,
sejalan dengan pertumbuhan total pembiayaan dan piutang Malaysia yang juga
positif, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4.3.
Indonesia
20000
21,5%
15000
34,8%
10000
51%
5000
0
2010 2011 2012 2013
Universitas Indonesia
Malaysia
20000
22,3%
15000
23,3%
10000 28,5%
5000
0
2010 2011 2012 2013
Dengan P-value senilai 0,00004 (Lampiran 3), hasil uji varians (ANOVA)
menunjukkan bahwa perbedaan antara kinerja bank-bank syariah di Indonesia dan
Malaysia dalam hal penyaluran pembiayaan melalui prinsip bagi hasil tersebut
signifikan. Bank-bank syariah di Malaysia yang berkembang lebih awal
dibandingkan bank syariah di Indonesia memang telah melakukan berbagai
inovasi dalam layanan maupun produk bank syariah yang mereka tawarkan.
Apabila produk pembiayaan bank syariah di Indonesia pada umumnya hanya
berpusat kepada akad Mudharabah, Musyarakah, Ijarah, Murabahah, Istishna,
Salam, dan Qardh, produk pembiayaan bank syariah di Malaysia memiliki
berbagai variasi, seperti:
Bai’ Bithaman Ajil; akad jual beli dengan pembayaran secara kredit,
dimana harga jual sudah termasuk profit margin yang disepakati antara
penjual dan pembeli. Akad ini hampir sama dengan akad Murabahah,
hanya saja Murabahah lebih banyak diaplikasikan untuk pembiayaan
jangka pendek (kurang dari setahun), sedangkan Bai’ Bithaman Ajil lebih
banyak untuk pembiayaan jangka menengah dan panjang seperti
pembiayaan perumahan (Yaakub & Hasshan, 2003). Menurut Dusuki &
Abozaid (2007), instrumen Bai’ Bithaman merupakan salah satu contoh
penyalahgunaan akad jual beli karena berdasarkan prinsip syariah, pihak
penjual harus menanggung semua risiko yang mungkin timbul dari
transaksi penjualan, namun dalam akad ini bank syariah sebagai pihak
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
0,002
0,0015
0,001 Indonesia
Malaysia
0,0005
0
2010 2011 2012 2013
P-value: 0,01834
Gambar 4.4 Grafik Zakat Performance Ratio Tahun 2010 - 2013
Universitas Indonesia
2012). Walaupun rata-rata rasio ini masih tergolong kecil dibandingkan Malaysia,
pertumbuhan rasio yang sejalan dengan pertumbuhan jumlah net aset bank syariah
yang positif menunjukkan bahwa kinerja penyaluran zakat bank-bank syariah di
Indonesia semakin baik dari tahun ke tahun (Gambar 4.5)
Indonesia
20000
23%
15000
21%
10000
49%
5000
0
2010 2011 2012 2013
Gambar 4.5 Grafik Pertumbuhan Aset Bersih Tahun 2010 – 2013 (dalam
Milyar Rupiah)
Malaysia
2000 16.9%
14.2%
1500 12.8%
1000
500
0
2010 2011 2012 2013
Gambar 4.6 Grafik Pertumbuhan Aset Bersih Tahun 2010 – 2013 (dalam
Juta Ringgit)
Dengan P-value senilai 0,01834 (Lampiran 3), hasil uji varians (ANOVA)
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja bank-bank
syariah di Indonesia dan Malaysia dalam hal penyaluran/pembayaran zakat. Bank-
bank syariah di Malaysia yang berkembang lebih awal dibandingkan bank syariah
Universitas Indonesia
0,0012
0,001
0,0008
0,0006 Indonesia
0,0004 Malaysia
0,0002
0
2010 2011 2012 2013
P-value: 0,81616
Gambar 4.7 Grafik Distribution to Society Ratio Tahun 2010 - 2013
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
0,30000
0,25000
0,20000
0,15000 Indonesia
0,10000 Malaysia
0,05000
0,00000
2010 2011 2012 2013
P-value: 0,00000
Gambar 4.8 Grafik Distribution to Employees Ratio Tahun 2010 – 2013
Universitas Indonesia
lain-lain sebesar 20,4%. Terakhir di tahun 2013, penurunan biaya gaji terjadi pada
Asian Finance Bank Berhad, OCBC al-Amin Bank Berhad, dan Public Islamic
Bank Berhad sebesar 17,8%; 9,78%; dan 25,8%. Informasi lebih lanjut untuk
mengetahui apakah penurunan gaji karyawan tersebut terjadi karena adanya
penurunan jumlah karyawan atau hal lainnya tidak dijelaskan dalam laporan
mereka masing-masing.
Dengan P-value senilai 0,00000 (Lampiran 3), terdapat perbedaan yang
signifikan dalam distribution to employees bank syariah di Indonesia dengan bank
syariah di Malaysia karena bank syariah di Indonesia memberikan perhatian yang
lebih besar kepada pengadaan pelatihan dan pendidikan karyawan, khususnya
Bank Syariah Mandiri. Pelatihan tersebut diadakan secara internal maupun
eksternal (bekerja sama dengan institusi luar) dan mencakup berbagai macam
jenis pendidikan dengan tujuan untuk menciptakan sumber daya insani yang
berkualitas dan berdaya guna. Selain itu, dalam beban kepegawaian mereka,
beberapa bank syariah di Indonesia juga menyertakan biaya pengobatan dan
kegiatan sosial (Bank Syariah Mandiri) maupun biaya perjalanan dinas dan
tunjangan (BCA Syariah), di samping biaya gaji, bonus, pendidikan, dan
pelatihan. Hal ini yang membuat equitable distribution ratio bank-bank syariah di
Indonesia paling besar dalam hal distribution to employees. Di sisi lain, mayoritas
beban kepegawaian bank-bank syariah di Malaysia hanya terdiri dari biaya gaji,
tunjangan, bonus, dan biaya lain-lain, tanpa disertai informasi lebih lanjut
mengenai penggunaan/pengalokasian biaya lain-lain tersebut.
Universitas Indonesia
0,05000
0,04000
0,03000
Indonesia
0,02000
Malaysia
0,01000
0,00000
2010 2011 2012 2013
P-value: 0,00935
Gambar 4.9 Grafik Distribution to Shareholders Ratio Tahun 2010 - 2013
Universitas Indonesia
tahunnya membayarkan dividen, yakni Bank Islam Malaysia Berhad, Hong Leong
Islamic Bank Berhad, Maybank Islamic Berhad, dan Public Islamic Bank Berhad,
serta tiga bank lainnya yang membayarkan dividen di tahun-tahun tertentu. Begitu
sedikitnya jumlah bank syariah di Indonesia yang melakukan pembayaran dividen
dapat dikaitkan dengan faktor pendirian bank syariah yang terbilang masih baru.
Separuh dari total bank syariah di Indonesia yang diteliti dalam penelitian ini,
yaitu BCA Syariah, Bank Jawa Barat Banten Syariah, Bank Panin Syariah, dan
BNI Syariah merupakan bank syariah yang baru berdiri di akhir tahun 2009
maupun awal tahun 2010. Menurut “The Firm Life Cycle Theory of Dividends”
dalam Bulan & Subramanian (2008), perusahaan yang baru berdiri akan memilih
untuk menginvestasikan uangnya dan tidak melakukan pembayaran dividen untuk
mendapatkan kas. Setelah melewati beberapa waktu, ketika perusahaan sudah
berada pada maturity stage, peluang perusahaan untuk berinvestasi sudah hilang,
pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan sudah mulai mendatar, perusahaan
baru akan mulai membayar dividen untuk mendistribusikan pendapatannya
kepada para pemegang saham.
0,20000
0,15000
0,10000 Indonesia
Malaysia
0,05000
0,00000
2010 2011 2012 2013
P-value: 0,03185
Gambar 4.10 Grafik Distribution to Company Ratio Tahun 2010 - 2013
Dapat dilihat dari Gambar 4.10, rata-rata rasio pendistribusian pendapatan kepada
perusahaan (bank) pada bank syariah di Malaysia selalu lebih tinggi dibandingkan
Indonesia, kecuali pada tahun 2011. Di tahun 2011, rata-rata rasio Malaysia turun
Universitas Indonesia
mencapai nilai terendah selama periode 2010–2013 karena kerugian yang dialami
Kuwait Finance House Berhad Malaysia senilai RM 577 juta. Kemudian di tahun
2012, rata-rata rasio pendistribusian pendapatan kepada bank mengalami kenaikan
seiring dengan berubahnya kondisi keuangan Kuwait Finance House Berhad serta
meningkatnya laba bersih yang dihasilkan beberapa bank lain, meskipun Asian
Finance Bank Berhad di tahun ini sempat mengalami kerugian sebesar RM 7,16
juta. Terakhir, rata-rata rasio kembali naik di tahun 2013 karena membaiknya
operasional mayoritas bank syariah di Malaysia. Di sisi lain, rata-rata rasio bank
syariah di Indonesia selalu mengalami kenaikan kecuali di tahun 2013. Penurunan
rasio tersebut disebabkan oleh adanya kenaikan beban usaha Bank Syariah
Mandiri, Bank Mega Syariah, dan Bank Panin Syariah masing-masing sebesar
30,8%; 18,05%; dan 106,63%. Hal ini menunjukkan menurunnya efisiensi
operasional ketiga bank tersebut karena kenaikan beban usaha mereka terjadi
ketika nilai pendapatan setelah pajak dan zakat yang dimiliki ketiga bank justru
mengalami kenaikan.
Dengan P-value senilai 0,03185 (Lampiran 3), terdapat perbedaan yang
signifikan pada distribution to company ratio bank syariah di Malaysia dan
Indonesia. Hal ini terjadi karena bank-bank syariah di Indonesia pada umumnya
memiliki perbandingan antara Net Asset dengan Total Revenue after Zakat &
Taxation yang lebih kecil dibandingkan bank-bank syariah di Malaysia, yang
berarti bahwa bank syariah di Indonesia memiliki operasional yang kurang efisien
dibandingkan bank syariah di Malaysia. Nilai rasio laba bersih dalam Islamicity
Performance Index menjadi hal yang tidak kalah penting di samping ketiga rasio
lainnya dalam equitable distribution ratio karena tanpa menghasilkan keuntungan
secara optimal, bank syariah tidak akan dapat menjalankan fungsinya untuk
menciptakan maslahah bagi masyarakat.
Universitas Indonesia
1,2
1
0,8
0,6 Indonesia
0,4 Malaysia
0,2
0
2010 2011 2012 2013
P-value: 0,00000
Gambar 4.11 Grafik Islamic Investment Ratio Tahun 2010 - 2013
Dalam menjalankan bisnisnya, bank syariah hanya boleh terlibat dalam investasi
yang sesuai dengan prinsip syariah, dimana investasi tersebut tidak boleh
mengandung bunga, ketidakpastian (seperti options, futures, forwards) dan
spekulasi (seperti short selling), serta harus terhindar dari investasi pada
perusahaan yang inti bisnisnya bergerak di area alkohol, pornografi, tembakau,
judi, maupun hal-hal lain yang diharamkan dalam Islam. Semakin besar nilai
investasi Islami (halal) dibandingkan dengan total investasi yang dilakukan oleh
bank, semakin baik tingkat kepatuhan bank terhadap prinsip syariah.
Melengkapi hasil analisis deskriptif yang sebelumnya, analisis grafik pun
menunjukkan bahwa selama periode 2010-2013, dibandingkan dengan bank-bank
syariah di Malaysia, bank-bank syariah di Indonesia lebih mematuhi salah satu
prinsip perbankan syariah, yaitu prinsip dimana bank syariah seharusnya hanya
boleh terlibat dalam investasi yang halal. Rata-rata perbandingan investasi halal
untuk Indonesia adalah 1,00; 0,99867; 0,99964; dan 0,99942. Penurunan nilai
rasio disebabkan oleh meningkatnya jumlah investasi non-syariah yang dimiliki
BCA Syariah, dimana investasi yang dimaksud adalah giro pada PT BCA Tbk
sebagai pihak berelasi (induk perusahaan) BCA Syariah. Persentase giro pada PT
BCA Tbk yang dimiliki BCA Syariah dari tahun 2011 berturut-turut yaitu 0,011;
0,003; dan 0,005. Sementara itu, meskipun bernilai lebih kecil, rata-rata rasio
investasi halal bank-bank syariah di Malaysia mengalami peningkatan setiap
Universitas Indonesia
tahunnya, kecuali pada tahun 2013 (turun dari 0,84660 menjadi 0,81484).
Penurunan rata-rata rasio terjadi karena adanya peningkatan jumlah investasi non
syariah untuk surat berharga jenis Negotiable Instruments of Deposits (NID) dan
Private Debt Securities (PDS). Alliance Islamic Bank Berhad dan Public Islamic
Bank Berhad merupakan bank yang investasi pada NID-nya meningkat masing-
masing sebesar 15,1% dan 6,9% dari total investasi, sedangkan Affin Islamic
Bank Berhad dan RHB Islamic Bank Berhad merupakan bank yang investasi pada
PDS-nya meningkat sebesar 5,3% dan 8,8% dari total investasi. Meskipun begitu,
investasi yang dilakukan oleh bank syariah di kedua negara, baik Indonesia
maupun Malaysia, sudah didominasi oleh investasi halal. Hal ini menggambarkan
bahwa perkembangan perbankan syariah yang pesat di kedua negara telah cukup
diimbangi dengan pemahaman akan pentingnya berinvestasi pada jenis investasi
yang halal serta dengan cara yang juga halal, bebas dari riba, gharar, dan maysir.
Dengan P-value senilai 0,00000 (Lampiran 3), hasil uji varians (ANOVA)
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja bank-bank
syariah di Indonesia dan Malaysia dalam hal investasi halal. Pada umumnya,
investasi yang dimiliki bank terdiri dari penempatan pada Bank Sentral dan bank
lain, investasi pada surat berharga, investasi properti, dan investasi pada entitas
lain. Seperti yang sebelumnya telah dijelaskan, investasi yang dilakukan bank-
bank syariah di Indonesia pada surat berharga umumnya terdiri dari sukuk
korporasi, surat berharga syariah negara, dan reksadana syariah, dimana semuanya
tergolong ke dalam kategori investasi Islami/halal. Investasi berupa penempatan
pada bank lain pun hanya dilakukan pada bank syariah atau unit usaha syariah,
kecuali BCA Syariah yang menempatkan dananya pada PT BCA Tbk sebagai
induk perusahaan. Oleh karena itu, perbandingan antara investasi halal dengan
total investasi bank syariah di Indonesia begitu tinggi, yaitu mencapai 0,99939.
Sementara, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, rasio investasi halal
Malaysia lebih rendah karena beberapa bank syariah melakukan investasi pada
surat berharga yang tidak disertai detail penjelasan mengenai syariah atau
tidaknya jenis investasi tersebut, sehingga nilai investasi tersebut dikategorikan ke
dalam investasi non-halal. Berikut merupakan jenis investasinya:
Universitas Indonesia
1,00500
1,00000
0,99500
0,99000 Indonesia
0,98500 Malaysia
0,98000
0,97500
2010 2011 2012 2013
P-value: 0,19275
Gambar 4.12 Grafik Islamic Income Ratio Tahun 2010 - 2013
Universitas Indonesia
Selain investasi, dalam hal pendapatan, bank syariah juga hanya boleh terlibat
dalam aktivitas dan transaksi yang diperbolehkan dalam Islami (halal) dan
dilarang untuk terlibat dalam transaksi yang mengandung riba, gharar, dan
maysir. Semakin besar nilai pendapatan halal dibandingkan dengan total
pendapatan yang diterima oleh bank, semakin baik tingkat kepatuhan bank
terhadap prinsip syariah. Meskipun begitu, dalam beberapa kondisi, bank syariah
mungkin saja terpaksa untuk terlibat dalam transaksi yang dilarang tersebut.
Apabila demikian, kebijakan yang sering diambil untuk menangani pendapatan
non-halal atau non-syariah yang diterima oleh bank syariah adalah memasukkan
dana tersebut ke dalam dana kebajikan/qardhul hasan dan menyalurkannya ke
masyarakat melalui acara-acara sosial.
Dalam rentang waktu 2010-2013, rata-rata rasio pendapatan halal bank-
bank syariah di Indonesia mencapai nilai terendahnya pada tahun 2010, dengan
nilai 0,98507. Di tahun 2011, nilai rata-rata kemudian meningkat menjadi 0,99923
atau hanya berselisih 0,00067 dengan rata-rata rasio pendapatan halal bank
syariah di Malaysia. Kenaikan nilai rata-rata ini disebabkan oleh menurunnya
pendapatan jasa giro yang diterima Bank Mega Syariah Indonesia dari akun Giro
Pada Bank Konvensional. Selain Bank Mega Syariah, kenaikan rata-rata rasio
pendapatan yang sesuai dengan prinsip syariah juga terjadi karena BCA Syariah
Indonesia tidak lagi menerima pendapatan bunga seperti pada tahun 2010 (ketika
BCA Syariah baru pertama kali berdiri). Kemudian di tahun berikutnya, nilai rata-
rata rasio Indonesia dan Malaysia menjadi sangat berdekatan, yaitu 0,99973 dan
0,99947 dibandingkan dengan 0,99974 dan 0,99985.
Dengan P-value senilai 0,19275 (Lampiran 3), hasil uji varians (ANOVA)
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja
bank-bank syariah di Indonesia dan Malaysia dalam hal penerimaan pendapatan
halal. Hasil ini melengkapi hasil analisis grafik sebelumnya yang dapat dilihat di
Gambar 4.12, dimana rata-rata rasio pendapatan halal bank-bank syariah di
Indonesia dan di Malaysia memang hampir sama besar, kecuali rata-rata rasio
pada tahun 2010. Pendapatan non-halal bank syariah di kedua negara pada
umumnya bersumber dari denda yang dikenakan oleh bank untuk kredit yang
Universitas Indonesia
mengalami telat bayar atau dari kontrak/akad yang dalam proses penyelesaiannya
tidak sesuai dengan persyaratan syariah. Satu-satunya yang membedakan bank-
bank syariah di Indonesia dengan di Malaysia terkait rasio pendapatan halal ini
lebih berkaitan dengan masalah pengungkapan, karena beberapa bank syariah di
Malaysia dalam laporan keuangannya hanya mengungkapkan bahwa seluruh
pendapatan non-halal yang mereka terima sudah didistribusikan kepada
masyarakat melalui dana kebajikan (qardhul hasan) dan tidak terhitung ke dalam
akun Pendapatan yang diterima oleh Bank, tanpa disertai informasi tambahan
mengenai nominal pendapatan non-halal yang dimaksud, sehingga bank-bank
tersebut tidak termasuk ke dalam perhitungan rata-rata rasio pendapatan halal.
Oleh karena itu, meskipun hasil menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara rata-rata rasio pendapatan halal bank syariah di Indonesia dan di
Malaysia, mungkin saja hasil uji ini tidak merepresentasikan keseluruhan rata-rata
rasio pendapatan halal bank-bank syariah di Malaysia.
Universitas Indonesia
tata kelola, dan persyaratan transparansi; serta kegiatan usaha dan perlindungan
konsumen. Salah satu hal yang terdapat dalam UU No.21 tahun 2008 namun tidak
ditemukan dalam IFSA adalah fungsi dari bank syariah, dimana dalam UU No.21
tahun 2008 dinyatakan bahwa bank syariah berfungsi untuk menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat, namun selain itu juga dapat berfungsi untuk
menerima dana zakat, infak, sedekah, hibah dalam bentuk lembaga Baitul Maal
atau menerima wakaf uang dalam bentuk lembaga keuangan syariah.
Dibandingkan IFSA, peraturan Indonesia yang mengatur fungsi bank syariah ini
lebih sesuai bagi bank syariah karena dapat mendorong bank syariah untuk tidak
luput dalam menjalankan fungsi sosial disamping fungsi ekonominya. Terlebih
lagi, pada dasarnya pelaksanaan pembangunan nasional masing-masing negara
dapat ditunjang melalui kedua fungsi bank syariah tersebut (fungsi ekonomi dan
sosial) karena zakat, infaq, sedekah, dan hibah berperan penting dalam membantu
mengurangi kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
Kedua, terkait aktivitas bisnis yang dilarang, pelarangan aktivitas bisnis
bank syariah dalam perundangan Indonesia lebih menekankan kepada setiap
aktivitas bisnis yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, sedangkan
peraturan dalam IFSA lebih menekankan kepada setiap aktivitas bisnis yang
mengakibatkan kerugian bagi pihak konsumen, seperti aktivitas menipu maupun
memaksa nasabah untuk melakukan pembayaran atas produk atau jasa finansial
yang tidak ia minta. Peraturan Indonesia ini dirasa lebih sesuai bagi bank syariah
dibandingkan peraturan IFSA karena prinsip syariah pada dasarnya juga
mencakup perihal perlindungan terhadap konsumen dari beberapa hal yang dapat
merugikan mereka, seperti melindungi dari ketidakadilan (riba), ketidakpastian
(gharar), maupun kezaliman. Meskipun begitu, peraturan IFSA secara detail
menjelaskan proses pelaporan serta prosedur yang harus dilakukan manajemen
bank sebagai tindak lanjut apabila terjadi pelanggaran, sehingga dibandingkan
Indonesia, peraturan IFSA Malaysia lebih mendorong bank untuk
mempertanggungjawabkan setiap pelanggaran syariah yang telah mereka lakukan.
Ketiga, dengan adanya tantangan bagi bank syariah untuk terus menerus
mengembangkan diri agar dapat mengakomodasi perkembangan terkini dari
inovasi produk perbankan syariah, baik Pemerintah Indonesia maupun Malaysia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
hal tersebut. Peraturan BNM ini mendorong seluruh pihak manajemen bank untuk
ikut berpartisipasi dalam melaksanakan aktivitas bank syariah yang sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah, yang pada akhirnya memungkinkan bank-bank syariah di
Malaysia untuk menghasilkan kinerja bank yang lebih baik dan lebih sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah dibandingkan bank-bank syariah di Indonesia.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini merupakan sebuah studi mengenai kinerja bank syariah yang
spesifik dilakukan pada bank-bank syariah di Indonesia dan Malaysia. Jumlah
sampel penelitian adalah 24 bank-bank syariah dengan periode penelitian tahun
2010–2013. Pengukuran kinerja dilakukan menggunakan rasio-rasio kuantitatif
yang terdapat dalam Islamicity Performance Index yang digagas oleh Hameed et
al. (2004). Selain itu, studi juga dilakukan terhadap peraturan yang dikeluarkan
oleh Pemerintah Indonesia dan Malaysia untuk melihat sejauh mana payung
hukum masing-masing negara mendorong bank syariah untuk memberikan kinerja
yang terbaik.
Hasil penelitian menemukan bahwa secara keseluruhan bank syariah yang
diteliti menunjukkan kepatuhan terhadap nilai dan prinsip syariah, kecuali
kepatuhan terhadap penerapan prinsip bagi hasil sebagai prinsip utama dalam
aktivitas pembiayaan yang dilakukan bank syariah. Berdasarkan uji varians
(ANOVA), terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja bank syariah di
Indonesia dan Malaysia pada semua rasio Islamicity Performance Index, kecuali
rasio pendistribusian pendapatan kepada masyarakat dan rasio pendapatan
Islami/halal. Bank syariah di Indonesia menunjukkan kinerja yang lebih baik
dibandingkan Malaysia dalam hal penerapan prinsip bagi hasil (akad Mudharabah
dan Musyarakah) sebagai prinsip utama dalam perbankan syariah, pendistribusian
pendapatan kepada karyawan, serta penerapan investasi halal. Sementara itu, bank
syariah di Malaysia menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan Indonesia
dalam penyaluran zakat untuk masyarakat, pendistribusian pendapatan kepada
pemegang saham, serta pendistribusian pendapatan kepada perusahaan (bank).
Terkait regulasi, dibandingkan regulasi di Indonesia, pada umumnya
regulasi perbankan syariah di Malaysia memang lebih mendukung perkembangan
perbankan syariah dan lebih mendorong bank syariah untuk memberikan kinerja
yang terbaik yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Hanya saja, fleksibilitas
untuk berkembang dan berinovasi yang dimiliki perbankan syariah di Malaysia
mungkin kemudian menyebabkan bank syariah lebih berfokus kepada penciptaan
Universitas Indonesia
5.3 Saran
Untuk dapat meningkatkan kinerja bank syariah yang lebih sesuai dengan prinsip
dan tujuan syariah (Maqashid al-Shariah), beberapa saran yang direkomendasikan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Perbankan Syariah
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Adnan, M. A., & Abu Bakar, N. B. (2007). Accounting Treatment for Corporate
Zakat: A Critical Review. International Journal of Islamic and Middle
Eastern Finance and Management.
Agung, I. (2009). Time Series Data Analysis Using E Views. Singapore: John
Willey & Sons.
Antonio, M. S. (1999). Bank Syariah bagi Bankir dan Praktisi Keuangan. Jakarta:
Tazkia Institut.
Aris, N. A., Othman, R., Azli, R. M., Sahri, M., Razak, D. A., & Rahman, Z. A.
(2013). Islamic Banking Products: Regulations, Issues, and Challenges.
The Journal of Applied Business Research.
Universitas Indonesia
Bulan, L. T., & Subramanian, N. (2009). Chapter 12: The Firm Life Cycle Theory
of Dividends. In H. Kent Baker (Ed.). Dividends and Dividend Policy.
Wiley.
El Hawary, D., Grais, W., & Iqbal, Z. (2004). Regulating Islamic Financial
Institutions: The Nature of Regulated Darussalam. World Bank Policy
Research Working Paper.
Ernst & Young. (2014). World Islamic Banking Competitiveness Report 2013 -
2014. Ernst & Young.
Universitas Indonesia
Hameed, S., Wirman, Ade., Alrazi, Bakhtiar., Nazli, Mohd., & Pramono, Sigit.
(2004). Alternative Disclosure & Performance Measures for Islamic
Banks. Proceeding: Conference on Administrative Sciences. King Fahd
University of Petroleum & Minerals, Saudi Arabia.
Hamid, M. A., & Azmi, S. M. (2011). The Performance of Banking During 2000-
2009: Bank Islam Malaysia Berhad and Conventional Banking in
Malaysia. International Journal of Economics and Management Sciences
Vol. 1, No.1.
Hanniffa, R., & Hudaib, M. (2007). Exploring the Ethical Identity of Islamic
Banks via Communication in Annual Reports. Journal of Business Ethics.
Haniffa, R., & Hudaib. (2010). Islamic Finance: From Sacred Intention to Secular
Goal? Journal of Islamic Accounting and Business Research.
Haron, S., & Wan Azmi, W. N. (2009). Islamic Finance and Banking System.
Selangor, Malaysia: McGraw-Hill (Malaysia).
Iqbal, M., & Molyneux, P. (205). Thirty Years of Islamic Banking: History,
Performance, and Prospects. New York: Palgrave Macmillan.
Kettel, Brian. (2011). Introduction to Islamic Banking and Finance. West Sussex:
John Wiley & Sons Ltd.
Universitas Indonesia
Miskam, S., & Nasrul, M. A. (2013). Shariah Governance in Islamic Finance: The
Effects of The Islamic Financial Services Act 2013. International Journal
of Business and Social Science.
Nienhaus, V. (2011). Islamic Finance Ethics and Shari’ah Law in The Aftermath
of The Crisis: Concept and Practice of Shari’ah Compliant Finance.
Praghina, M. (2008, Juli). Analisa Kinerja Keuangan Bank Mandiri Sebelum dan
Sesudah Go Public dengan Menggunakan Rasio CAMEL. Depok:
Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Universitas Indonesia
Wibisono, Y. (2014, May 16). Zakat: Teori dan Praktek Kontemporer. Depok:
Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Lampiran 1: Daftar Nama Bank Syariah di Indonesia dan Malaysia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia