Anda di halaman 1dari 25

Asuhan Keperawatan

(ASKEP)
MEMBACA BISA MEMBUATMU BANYAK TAU
Tuesday, 24 November 2015

Asuhan Keperawatan Pneumothorax


PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Paru


Paru adalah struktur elastis yang dibungkus dalam rongga toraks, yang merupakan
suatu rongga udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Ventilasi
membutuhkan gerakan dinding rongga toraks dan dasarnya, yaitu diafragma. Efek dari
gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada.
Ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk melalui trakea (inspirasi) karena
penurunan tekanan di dalam, dan mengembangkan paru. Ketika dinding dada dan
diafragma kembali ke ukurannya semula (ekspirasi), paru-paru yang elastis tersebut
mengempis dan mendorong udara keluar melalui bronkus dan trakea. Fase inspirasi dari
pernapasan normalnya membutuhkan energy, fase ekspirasi normalnya pasif. Inspirasi
menempati sepertiga dari siklus pernapasan, ekspirasi menempati dua pertiganya. Paru-
paru juga memiliki beberapa organ penyusun, yaitu:
a. Pleura
Pleura merupakan bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membran halus,
licin. Pleura juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan
superior diafragma. Pleura parietalis melapisi toraks, dan pleura viseralis melapisi
paru-paru. Antar kedua pleura ini terdapat ruang, yang disebut spasium pleura, yang
mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan
keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi.
Didalam rongga pleura terdapat kurang lebih 5ml cairan yang cukup untuk
membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini
dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan
koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan
pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe
sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
b. Mediastinum
Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian.
Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktuk toraks kecuali paru-
paru terletak antara kedua lapisan pleura.
c. Lobus
Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus bawah dan
atas, sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah, dan bawah. Setiap lobus
lebih jauh dibagi lagi menjadi dua segmen yang dipisahkan oleh fisura, yang
merupakan perluasaan pleura.
d. Bronkus dan Bronkiolus
Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama adalah
bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi
menjadi bronkus segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri), yang merupakan
struktur yang dicari ketika memilih posisi drainage postural yang paling efektif untuk
pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus
subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik,
dan saraf.
Bronkus subsegmental kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus,
yang tidak mempunyai kartilago dalam dindingnya. Potensi bronkiolus seluruhnya
tergantung pada recoil elastik otot polos sekelilinginya dan pada tekanan alveolar.
Brokiolus mengandung kelenjar submukosa, yang memproduksi lendir yang
membentuk selimut tidak terputus untuk lapisan bagian dalam jalan napas. Bronkus
dan bronkiolus juga dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh rambut
pendek yang disebut silia. Silia ini menciptakan gerakan menyapu yang konstan yang
berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.
Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis,
yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian
menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap menjadi saluran transisional antara jalan
udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai pada titik ini, jalan udara
konduksi mengandung sekitar 150 ml udara dalam percabangan trakeobronkial yang
tidak ikut serta dalam pertukaran gas. Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik.
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar
kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli.
e. Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster antara
15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk
membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi (seukuran lapangan
tennis). Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang
membentuk dinding alaveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang aktif secara
metabolic, mensekresi surfaktan, suatu fosfolid yang melapisi permukaan dalam dan
mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang
merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda asing
(misalnya lender dan bakteri) dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting.
Selama inspirasi, udara mengalir dari lingkungan sekitar ke dalam trakea, bronkus,
bronkiolus, dan alveoli. Selama ekspirasi, gas alveolar menjalani rute yang sama dengan
arah yang berlawanan.
Faktor fisik yang mengatur aliran udara masuk dan keluar paru-paru secara
bersamaan disebut sebagai mekanisme ventilasi dan mencakup varians tekanan udara,
resistensi terhadap aliran udara, dan kompliens paru. Varians tekanan udara, udara
mengalir dari region yang tekanannya tinggi ke region dengan tekanan lebih rendah.
Selama inspirasi, gerakan diafragma dan otot-otot pernapasan lain memperbesar rongga
toraks dan dengan demikian menurunkan tekanan dalam toraks sampai tingkat di bawah
atmosfir. Karenanya, udara tertarik melalui trakea dan bronkus ke dalam alveoli. Selama
ekspirasi normal, diafragma rileks, dan paru mengempis, mengakibatkan penurunan
ukuran rongga toraks. Tekanan alveolar kemudian melebihi tekanan atmosfir, dan udara
mengalir dari paru-paru ke dalam atmosfir.
Resistensi jalan udara, ditentukan terutama oleh diameter atau ukuran saluran udara
tempat udara mengalir. Karenanya setiap proses yang mengubah diameter atau kelebaran
bronkial akan mempengaruhi resistensi jalan udara dan mengubah kecepatan aliran udara
sampai gradient tekanan tertentu selama respirasi. Faktor-faktor umum yang dapat
mengubah diameter bronkial termasuk kontraksi otot polos bronkial ialah penebalan
mukosa bronkus, obstruksi jalan udara akibat lender, tumor, atau benda asing. Kehilangan
elastisitas paru seperti yang tampak pada emfisema, juga dapat mengubah diameter
bronkial karena jaringan ikat paru mengelilingi jalan udara dan membantunya tetap
terbuka selama inspirasi dan ekspirasi. Dengan meningkatnya resistensi, dibutuhkan
upaya pernapasan yang lebih besar dari normal untuk mencapai tingkat ventilasi normal.
Kompliens, gradien tekanan antara rongga toraks dan atmosfir menyebabkan udara
untuk mengalir masuk dan keluar paru-paru. Jika perubahan tekanan diterapkan dalam
paru normal, maka terjadi perubahan yang porposional dalam volume paru. Ukuran
elastisitas, ekspandibilitas, dan distensibilitas paru-paru dan strukur toraks disebut
kompliens. Faktor yang menentukan kompliens paru adalah tahanan permukaan alveoli
(normalnya rendah dengan adanya surfaktan) dan jaringan ikat (misalnya kolagen dan
elastin) paru-paru.
Kompliens ditentukan dengan memeriksa hubungan volum dan tekanan dalam paru-
paru dan toraks. Dalam kompliens normal, paru-paru dan toraks dapat meregang dan
membesar dengan mudah ketika diberi tekanan. Kompliens yang tinggi atau meningkat
terjadi ketika diberi tekanan. Kompliens yang tinggi atau meningkat terjadi ketika paru-
paru kehilangan daya elastisitasnya dan toraks terlalu tertekan. Saat paru-paru dan toraks
dalam keadaan kaku terjadi kompliens yang rendah atau turun. Kondisi yang berkaitan
dengan hal ini termasuk pneumothorax, hemotorak, efusi pleura, edema pulmonal,
atelektasis, fibrosis pulmonal. Paru-paru dengan penurunan kompliens membutuhkan
penggunaan energi lebih banyak dari normal untuk mencapai tingkat ventilasi normal.

2.2 Pengertian Pneumothorax


Pneumothorakx adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorax dapat
terjadi secara spontan atau karena trauma (British Thoracic Society 2003). arrest.
Pneumothorax ialah didapatkannya udara didalam kavum pleura (Hendra Arif,
2000)
Pneumothorax adalah suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura akibat
robeknya pleura (Price & Willson, 2003).
Pneumothorax terjadi ketika pleura parietal ataupun visceral tertembus (robek) dan
rongga pleura terpapar dengan tekanan udara positif (Smeltzer et al,2008).
Pneumothorax adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam cavum atau rongga
pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan
penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan
maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas.
Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa
mengembang terhadap rongga dada. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu
negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan
pada rongga pleura pada akhir inspirasi - 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi - 2 s/d
4 cm H2O.
Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-
paru dan rongga dada. Selaput yang melapisi paru-paru yang di kenal sebagai pleura ini
ada dua, yaitu pleura parietalis dan pleura viseral. Pleura visceral meliputi paru-paru
termasuk permukaannya dalam fisura sementara pleura parietalis melekat pada dinding
thorax (dada), mediastinum dan diafragma. Kerusakan pada pleura parietal dan/atau
pleura viseral dapat menyebabkan udara luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga
paru akan kolaps atau runtuh.
Udara dalam kavum atau rongga pleura yaitu rongga terbentuk diantara lapisan
pleura parietalis dan pleura visceral, hal ini dapat ditimbulkan oleh:
a. Robeknya pleura visceralis
Hal ini menyebabkan pada saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus akan
memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai closed pneumothorax.
Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk
saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya,
udara semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah
kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumothorax.
b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis
Hal ini menyebabkan terjadinya hubungan antara kavum pleura dengan dunia
luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara
cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding traktus respiratorius yang
seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara
dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru
ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum
pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax
.
c. Pembentukan gas dalam rongga pleura oleh mikroorganisme pembentuk gas misalnya
pada penyakit empiema.
2.3 Etiologi Pneumothorax
Pneumothorax disebabkan karena robekan pleura atau terbukanya dinding dada.
Dapat berupa pneumothorax yang tertutup dan terbuka atau menegang, kurang lebih 75%
trauma tusuk pneumothorak disertai hemotorak.
Pneumothorax menyebabkan paru kollaps, baik sebagian maupun keseluruhan yang
menyebabkan tergesernya isi rongga dada ke sisi lain. Gejala sesak nafas progressif
sampai sianosis gejala syok. Pneumothorax paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat
trauma, dapat pula sebagai akibat trauma toraks dan karena berbagai prosedur diagnostik
maupun terapeutik.
Pneumothorax juga dapat terjadi setelah cedera pada dinding dada seperti tulang
rusuk patah, cedera penetrasi (tembakan senjata atau menusuk), invasi bedah dada, atau
mungkin sengaja diinduksi untuk runtuh paru-paru, atau akibat
tindakan Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR) yang terlalu kuat, tindakan biopsi paru
melalui dinding dada.
Pneumothorax juga dapat berkembang sebagai akibat dari penyakit paru yang
mendasari, termasuk fibrosis kistik, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), kanker paru-
paru ,asma ,dan infeksi paru-paru seperti empisema, tuberkulosis, pneumonia, sarkoidosis
dan batuk rejan.
Pneumothorax juga dapat terjadi akibat penggunaan ventilasi mekanis, pada orang
yang membutuhkan bantuan mekanik untuk bernapas. Tindakan dari ventilator yang
mendorong dan menarik udara masuk dan keluar dari paru-paru dapat membuat
ketidakseimbangan tekanan udara di dalam dada. Paru-paru akan runtuh juga
lengkap dengan jantung yang mungkin dapat diperas ke titik yang tidak dapat bekerja
dengan baik. Keadaan ini akan menimbulkan pneumothorax yang parah dan merupakan
keadaan darurat medis dan dapat berakibat fatal.
Untuk jenis tertentu seperti pneumothorax spontan, disebabkan oleh pecahnya kista
atau kantung kecil (lepuh) pada permukaan paru-paru. Adanya bula atau lepuh pada
permukaan paru-paru ini tidak di ketahui penyebabnya tetapi biasanya di hubungkan
dengan orang yang kurus dan tinggi. Pecahnya bula ini akan menyebabkan pneumothorax.
Selain penyebab diatas terdapat juga faktor predisposisi pada pneumothorax. Faktor-
faktor tersebut antara lain:
a. Jenis kelamin
Secara umum, pria jauh lebih mungkin untuk memiliki pneumotoraks daripada
wanita.
b. Merokok
Risiko meningkat dengan lamanya waktu dan jumlah rokok yang dihisap, bahkan
tanpa emfisema.
c. Umur
Jenis pneumothorax disebabkan oleh lecet udara pecah kista atau bula
(lepuh) kemungkinan besar terjadi pada orang antara 20 dan 40 tahun, terutama jika
orang tersebut adalah orang yang sangat tinggi dan kurus.
d. Genetika
Beberapa jenis pneumothorax tampaknya dalam keluarga.
e. Penyakit paru-paru
Memiliki penyakit paru yang mendasarinya - terutama emphysema, fibrosis paru,
sarkoidosis dan cystic fibrosis - membuat paru-paru lebih mungkin runtuh atau kolaps.
f. Ventilasi mekanis
Orang-orang yang membutuhkan ventilasi mekanik untuk bernapas secara efektif
berada pada risiko tinggi pneumothorax
g. Riwayat pneumothorax
Siapapun yang telah mengalami pneumothorax akan beresiko kembali
mengalami pneumothorax dalam waktu satu sampai dua tahun dari episode pertama.
Ini dapat terjadi di paru-paru yang sama atau paru-paru yang berlawanan.
h. Keadaan dan Aktivitas tertentu
Walaupun timbulnya bula atau lepuh pada permukaan paru-paru tidak di ketahui
dengan jelas penyebabnya dan juga pecahnya bula tersebutpun tidak di ketahui
penyebab pastinya, namun di duga adanya perubahan tekanan udara akan memicu
pecahnya bula, beberapa aktivitas yang dianggap beresiko pecahnya bula adalah
melakukan Scuba diving (menyelam), Penerbangan, Mendaki gunung di dataran tinggi
akan memicu pecahnya bula atau lepuh.

Keterangan:
Alveoli disangga oleh kapiler yang mempunyai dinding lemah dan mudah robek, apabila
alveoli tersebut melebar dan tekanan di dalam alveoli meningkat maka udara dengan mudah menuju ke
jaringan peribronkovaskular. Gerakan nafas yang kuat, infeksi dan obstruksi endobronkial merupakan
beberapa faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan. Selanjutnya udara yang terbebas dari
alveoli dapat mengoyak jaringan fibrotik peribronkovaskular. Robekan pleura ke arah yang berlawanan
dengan hilus akan menimbulkan pneumothorax sedangkan robekan yang mengarah ke hilus dapat
menimbulkan pneumomediastinum. Dari mediastinum udara mencari jalan menuju ke atas ke jaringan ikat
yang longgar sehingga mudah ditembus oleh udara. Dari leher udara menyebar merata ke bawah kulit leher
dan dada yang akhirnya menimbulkan emfisema subkutis. Emfisema subkutis dapat meluas ke arah perut
hingga mencapai skrotum.
Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran pernafasan dan akan
meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin dan mengejan. Peningkatan tekanan intrabronkial
akan mencapai puncak sesaat sebelum batuk, bersin, mengejan, pada keadaan ini, glotis tertutup. Apabila di
bagian perifer bronki atau alveol ada bagian yang lemah, maka kemungkinan terjadi robekan bronki atau
alveol akan sangat mudah.
Selain patofisiologi umum diatas, terdapat juga patofisiologi pada jenis-jenis pneumothorax tertentu,
diantaranya:
 Pneumothorax spontan
Terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan
pleura viceralis yang lemah ini pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam
cavum pleura. Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai pengembangan
cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut mengembang, seperti balon yang dihisap.
Pengembangan paru menyebabkan tekanan intraalveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk.
Pada pneumothorax spontan, paru-paru kolaps, udara inspirasi ini bocor masuk ke cavum pleura
sehingga tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat inspirasi akan terjadi hiperekspansi cavum pleura
akibatnya menekan mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke posisi
semula. Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter. Pneumothorax ini terjadi biasanya
pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi sebaliknya masih bisa menerima udara secara maksimal dan
bekerja dengan sempurna.
 Closed pneumothorax
Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan tidak adanya hubungan dengan
lingkungan luar dikenal dengan closed pneumothorax. Pada saat ekspirasi, udara juga
tidak dipompakan balik secara maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak
bekerja sempurna. Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut, hiperekspansi
cavum pleura pada saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat
ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup
tertutup terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan
obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh
karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension pneumothorax.
 Open pneumothorax
Pada open pneumothorax terdapat hubungan antara cavum pleura dengan
lingkunga luar. Open pneumothorax dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat
inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan visceralis).
Bilamana terjadi open pneumothorax inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan
masuk kedalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena
tekanan intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum pleura
yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat.
Saat ekspirasi mediastinal bergeser ke mediastinal yang sehat terjadilah
mediastinal flutter. Apabila terjadi open pneumothorax komplit maka saat inspirasi
dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal ke sisi paru yang sehat
dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang bersifat
katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru
yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau
shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension
pneumothorax

2.5 Klasifikasi Pneumothorax


Pneumothorax lebih sering terjadi pada penderita dewasa yag berumur sekitar 40
tahun. Laki-laki lebih sering dari pada wanita. Pneumothorax sering dijumpai pada musim
penyakit batuk. Terdapat beberapa jenis pneumothorax yaitu:
 Berdasarkan penyebabnya:
1. Pneumothorax spontan
Pneumothorax spontan yaitu setiap pneumothorax yang terjadi secara tiba-
tiba dan terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumothorax tipe ini dapat
diklasifikasikan lagi kedalam dua jenis, yaitu:

a. Pneumothorax spontan primer


Pneumothorax spontan primer yaitu pneumothorax yang terjadi secara tiba-
tiba tanpa diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar yang jelas pneumothorax
ini juga terjadi pada penderita yang tidak ditemukan penyakit paru-paru.
Pneumothorax ini diduga disebabkan oleh pecahnya kantung kecil berisi udara di
dalam paru-paru yang disebut bleb atau bulla.
Penyakit ini paling sering menyerang pria berpostur tinggi-kurus, usia 20-
40 tahun, lebih sering pada laki-laki muda sehat dibandingkan wanita.
Pneumothorax tipe ini terjadi akibat ruptur bulla kecil (12 cm) subpleural,
terutama di bagian puncak paru. Faktor predisposisinya adalah merokok sigaret
dan riwayat keluarga dengan penyakit yang sama.
b. Pneumothorax spontan sekunder
Pnemothorax spontan sekunder yaitu pneumothorax yang terjadi dengan
didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya. Pneumothorax spontan sekunder merupakan komplikasi dari
penyakit paru-paru misalnya penyakit paru obstruktif menahun, asma, fibrosis
kistik, tuberculosis, batuk rejan, penyakit ini juga paling sering terjadi pada
pasien bronkitis dan emfisema yang mengalami ruptur emfisema subpleura
atau bulla.
Penyakit dasar lain yang dapat menyebabkan pneumothorax
ialah pneumonia, abses paru atau Ca paru, penyakit paru obstruksi kronis
(PPOK), dan infeksi paru.
2. Pneumothorax traumatik
Pneumothorax traumatik ialah pneumothorax yang terjadi akibat adanya suatu
trauma, akibat cedera traumatik pada dada, baik trauma penetrasi maupun
bukan, traumanya bisa bersifat menembus (luka tusuk, peluru) atau tumpul
(benturan pada kecelakaan kendaraan bermotor) yang menyebabkan robeknya
pleura, dinding dada maupun paru. Pneumothorax traumatik ini juga bisa
merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu (misalnya torakosentesis)
Pneumothorax tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumothorax traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumothorax yang terjadi karena
jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.
b. Pneumothorax traumatik iatrogenik, yaitu pneumothorax yang terjadi akibat
komplikasi dari tindakan medis. Pneumothorax jenis ini pun masih dibedakan
menjadi dua, yaitu :
a) Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental
Ialah suatu pneumothorax yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan
atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada,
biopsipleura.
b) Pneumothorax traumatik iatrogenik artifisial (deliberate) adalah suatu
pneumothorax yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke
dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan
pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik,
maupun untuk menilai permukaan paru.
3. Pneumothorax karena tekanan
Terjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga paru-
paru mengalami kolaps. Tekanan yang berlebihan juga bisa menghalangi
pemompaan darah oleh jantung secara efektif sehingga terjadi syok.
 Berdasarkan jenis fistulanya:
1. Pneumothorax tertutup (Simple Pneumothorax)
Pneumothorax tertutup terjadi bila tidak ada pergerakan udara pada
pernafasan. Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka
pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar.
Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun
berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada
kondisi tersebut paru belum mengalami reekspansi, sehingga masih ada rongga
pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi
gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumothorax terbuka (Open Pneumothorax)
Pneumothorax terbuka yaitu pneumothorax dimana terdapat hubungan antara
rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka
terbuka pada dada). Pneumothorax terbuka, bila udara dapat keluar masuk ke dalam
rongga pleura pada pernapasan (respirasi).
Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada
pneumothorax terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai
dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan.
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan
menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal,
tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang
terluka (sucking wound)
3. Pneumothorax Ventil (Tension Pneumothorax)
Pneumothorax dalah pneumothorax dengan tekanan intrapleura yang positif
dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang
bersifat ventil. Pneumothorax ventil atau valvular terjadi bila udara hanya dapat
masuk ke rongga pleura pada inspirasi dan tidak dapat keluar pada ekspirasi.
Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta
percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang
terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar
.Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi
tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan
paru sehingga sering menimbulkan gagal napas
Pada pneumothorax ventil ini udara yang terperangkap dalam rongga pleura
bertambah dengan cepat yang menyebabkan rongga pleura tersebut makin
membesar, sehingga mendesak mediastinum dan struktur-struktur dada serta
pembuluh-pembuluh darah di situ yang mengembalikan darah ke jantung sehingga
akibatnya terjadi gangguan sirkulasi dimana terjadi penghambatan pengembalian
darah vena ke jantung (venous return). Hal ini akan dapat menjadi fatal jika tidak
segera dirawat.
Penyebab tersering dari tension pneumothorax adalah komplikasi penggunaan
ventilasi mekanik (ventilator) dengan ventilasi tekanan positif pada penderita
dengan kerusakan pada pleura viseral. Tension pneumothorax dapat timbul sebagai
komplikasi dari pneumothorax sederhana akibat trauma toraks tembus atau tajam
dengan perlukaan parenkim paru tanpa robekan atau setelah salah arah pada
pemasangan kateter subklavia atau vena jugularis internal..
Kadangkala defek atau perlukaan pada dinding dada juga dapat menyebabkan
pneumothorax ventil, jika salah cara menutup defek atau luka tersebut dengan
pembalut (occhusive dressings) yang kemudian akan menimbulkan mekanisme flap-
valve. Pneumothorax ventil juga dapat terjadi pada fraktur tulang belakang toraks
yang mengalami pergeseran (displaced thoracic spine fractures).
Pneumothorax ventil juga ditandai dengan gejala nyeri dada, sesak,
distress pernafasan, takikardi, hipotensi, deviasi trakes, hilangnya suara nafas pada
satu sisi dan distensi vena leher. Sianosis merupakan manifestasi lanjut. Karena ada
kesamaan gejala antara pneumothorax ventil dan tamponade jantung maka sering
membingungkan pada awalnya tetapi perkusi yang hipersonor dan hilangnya suara
nafas pada hemitoraks yang terkena pada tension pneumothorax dapat membedakan
keduanya
 Berdasarkan luasnya paru yang mengalami kolaps
1. Pneumothorax parsialis, yaitu pneumothorax yang menekan pada sebagian kecil
paru (kurang dari 50% volume paru).
2. Pneumothorax totalis, yaitu pneumothorax yang mengenai sebagian besar paru
(lebih dari 50% volume paru)

2.6 Manifestasi Klinis Pneumothorax


Gejala pneumothorax sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang
masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps
(mengempis). Gejalanya bisa berupa:
 Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita
menarik nafas dalam atau terbatuk
 Sesak nafas
 Dada terasa sempit
 Mudah lelah
 Denyut jantung yang cepat
 Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur. Gejala lainnya
yang mungkin ditemukan:
 Hidung tampak kemerahan
 Cemas, stres, tegang
 Tekanan darah rendah (hipotensi)

2.7 Penatalaksanaan Pneumothorax


Penatalaksanaan pneumothorax tergantung dari jenis pneumothorax. Dasar
pengobatan pneumothorax tergantung pada berat dan lamanya keluhan atau gejala, adanya
riwayat pneumothorax sebelumnya, jenis pekerjaan penderita. Sasaran pengobatan adalah
secepatnya mengembangkan paru yang sakit sehingga keluhan- keluhan juga berkurang
dan mencegah pneumothorax kambuh kembali. Pneumothorax mula-mula diatasi dengan
pengamatan konservatif bila kolaps paru-paru 20% atau kurang. Udara sedikit demi
sedikit diabsorbsi melalui permukaan pleura yang bertindak sebagai membran basah, yang
memungkinkan difusi oksigen dan karbondioksida. Pemilihan penatalaksanaan tergantung
pada :
 Tipe pneumothorax yang diderita
 Luas pneumothorax
 Gejala klinis, terjadinya kebocoran udara yang menetap (persistent air leak)
 Faktor risiko lain: jenis kelamin, pekerjaan, kebiasaan merokok, dll
Penatalaksanaan (terapi) yang dapat dilakukan ialah
1. Tindakan medis
Tindakan yang dilakukan disini berupa tindakan observasi, yaitu dengan
mengukur tekanan intra pleura menghisap udara dan mengembangkan paru. Tindakan
ini terutama ditunjukan pada pneumothorax tertutup atau terbuka, sedangkan untuk
pneumothorax ventil tindakan utama yang harus dilakukan dekompresi tehadap
tekanan intra pleura yang tinggi yaitu dengan cara membuat hubungan udara ke luar.
Observasi ini merupakan prosedur non-invasif. Bila hubungan antara alveoli dan
rongga pleura dihilangkan, maka udara di dalam rongga pleura akan diabsorbsi secara
betahap. Kecepatan absorpsi antara berkisar 1,25 % dari volume hemitoraks setiap 24
jam. ACCP (American College of Chest Physicians) membagi klinis penderita atas
penderita dalam kondisi stabil, jika :
 Laju napas < 24 x/menit
 Denyut jantung 60-120 x/menit
 Tekanan darah normal
 Saturasi oksigen > 90 % (tanpa asupan oksigen)
Setelah observasi penderita dapat dipulangkan dan datang kembali ke rumah
sakit bila terdapat gejala klinik yang memberat. Observasi tidak dilakukan pada
penderita dengan pekerjaan atau kondisi yang mengandung resiko tinggi terjadinya
rekurensi. Tindakan fisioterapi dengan pemberian penyinaran gelombang pendek pada
pneumothorax spontan kurang dari 30 %, secara bemakna meningkatkan absorbsi
udara dibandingkan dengan hanya observasi saja.
2. Tindakan dekompresi
Tindakan dekompresi ini dilakukan dengan cara membuat hubungan rongga
pleura dengan dunia luar dengan cara :
a. Menusukan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga pleura dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif
kerena udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena
udara yang keluar melalui jarum tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra venil. Cara yang dapat
dilakukan antara lain:
a) Dapat memakai infus set
b) Jarum abbocath
c) Pipa WSD (Water Sealed Drainage)
Pipa khusus (thoraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan
perantara thorak atau dengan bantuan klem penjepit (pean). Pemasukan pipa
plastik (thoraks kateter) dapat juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat
dengan insisi kulit dari sela iga ke 4 pada baris aksila tengah atau pada garis
aksila belakang. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke 2 dari garis klavikula
tengah. Selanjutnya ujung sela plastik di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan
melalui pipa plastik lainnya, posisi ujung pipa kaca yang berada dibotol
sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat
dengan mudah keluar melalui tekanan tersebut.
d) Penghisapan terus – menerus ( continous suction )
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intra pleura tetap
positif, penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10 –
20 cm H2O dengan tujuan agar paru cepat mengembang dan segera terjadi
perlekatan antara pleura viseralis dan pleura parentalis. Apabila paru telah
mengembang maksimal dan tekanan intrapleura sudah negatif lagi, drain-drain
dapat dicabut, sebelum dicabut drain ditutup dengan cara dijepit atau ditekuk
selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh, maka drain dicabut.

3. Tindakan bedah
a. Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi, dan dicari lubang yang
menyebabkan pneumothorax dan dijahit.
b. Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan
paru tidak dapat mengembang, maka dilakukan pengelupasan atau dekortisasi.
c. Dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau ada fistel dari
paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat
dipertahankan kembali.
d. Pilihan terakhir dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara kedua pleura ditempat
fistel.Pleurodesis Dilakukan terutama untuk mencegah rekurensi terutama penderita
dengan risiko tinggi untuk terjadinya rekurensi.
Tindakan bedah yang dapat dilakukan untuk menangani pneumothorax ialah:
a. Torakoskopi
Tindakan torakoskopi untuk masih menjadi perdebatan, karena pada dasarnya
sekitar 64 % dari tindakan torakoskopi tidak terjadi rekurensi pada pemasangan.
Tindakan yang dilakukan adalah reseksi bula dan pleurodesis. Torakoskopi harus
dilakukan bila paru tidak mengembang setelah 48-72 jam.
b. Torakotomi
Merupakan tindakan akhir apabila tindakan yang lain gagal. Tindakan ini
memiliki angka rekurensi terendah yaitu kurang dari 1 % bila dilakukan pleurektomi
dan 2-5 % bila dilakukan pleurodesis dengan abrasi mekanik.

2.8 Pencegahan Pneumothorax


Pencegahan pneumothorax dapat dilakukan dengan cara:
a. Pada penderita PPOM, berikanlah pengobatan dengan sebaik-baiknya, terutama bila penderita
batuk, pemberian bronkodilator anti tusif ringan sering-seringlah dilakukan dan penderita
dianjurkan kalau batuk jangan keras-keras. Juga penderita tidak boleh mengangkat benda-
benda berat atau mengejan terlalu kuat.
b. Penderita TB paru, harus diobati dengan baik sampai tuntas. Lebih baik lagi bila penderita TB
masih dalam tahap lesi minimal, sehingga penyembuhan dapat sempurna tanpa meninggalkan
cacat yang berarti.

Selain pencegahan diatas dapat juga dilakukan pencegahan dengan cara rehabilitasi
yang dilakukan dengan cara:
a. Penderita yang telah sembuh dari pneumothoraks harus dilakukan pengobatan secara
baik untuk penyakit dasar
b. Untuk sementara waktu ( dalam beberapa minggu ), penderita dilarang mengejan,
mengangkat barang berat, batuk atau bersin yang terlalu keras.
c. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk atau sesak
nafas.

2.9 Pengobatan Pneumothorax


Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan udara dari rongga pleura, sehingga paru-
paru bisa kembali mengembang. Pada pneumothorax yang kecil biasanya tidak perlu
dilakukan pengobatan, karena tidak menyebabkan masalah pernafasan yang serius dan
dalam beberapa hari udara akan diserap.
Penyerapan total dari pneumothorax yang besar memerlukan waktu sekitar 2-4
minggu. Jika pneumothoraxnya sangat besar sehingga menggangu pernafasan, maka
dilakukan pemasangan sebuah selang kecil pada sela iga yang memungkinkan
pengeluaran udara dari rongga pleura. Selang dipasang selama beberapa hari agar paru-
paru bisa kembali mengembang. Untuk menjamin perawatan selang tersebut, sebaiknya
penderita dirawat di rumah sakit.
Pengobatan tambahan yang dapat kita lakukan antara lain:
1. Apabila terdapat proses lain diparu, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya, yang difokuskan pada:
 Apabila terjadinya proses tuberkolosis paru, diberi obat anti tuberkolosis
 Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar defekasi, penderita diberi pengobatan
ringan dengan tujuan supaya saat defekasi, penderita tidak dapat perlu mengejan
terlalu keras.
2. Istirahat total
Penderita dilarang melakukan kerja keras ( mengangkat barang berat ), batuk,
bersin terlalu keras, mengejan.

2.10 Asuhan Keperawatan Pneumothorax


1. Pengkajian
Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang:
1) Identitas pasien
Identitas yang kita kaji disini ialah identitas pasien dan identitas
penanggung jawab. Identitas pasien berisi tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat, agama, pendidikan, pekerjaan, status, suku bangsa, nomor rekam medis,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis. Umur pasien
dapat menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun
psikologis. Jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui
hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah atau penyakit, dan
tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang
masalah atau penyakitnya. Selain identitas pasien hal yang perlu dikaji ialah
identitas penanggung jawab pasien. Identitas penanggung jawab setidaknya
berisi tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, dan hubungan
dengan pasien. Identitas penanggung jawab perlu untuk dikaji untuk
mendapatkan kemudahan baik terhadap perawat maupun pasien. Dengan
mengkaji identitas penanggung jawab maka perawat dapat dengan mudah
memberitahukan segala informasi yang berhubungan dengan pasien, sementara
manfaat bagi pasien ialah pasien dapat mengetahui dengan pasti siapa yang
bertanggung jawab terhadap dirinya dan dapat bertanya segala sesuatu yang
berhubungan dengan perawatannya kepada si pasien.
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa dirasakan pasien ialah nyeri pleuritik
hebat, nyeri pada dada kiri luar dan nyeri tersebut terasa seperti cekit-cekit
pada lokasi tersebut dan nyeri tersebut dirasakan bertambah bila pasien
bergerak. Nyeri yang dirasakan pasien disini bersifat kronis. Keluhan lain
yang dirasakan pasien ialah dispnea (apabila pneumothorax tersebut sudah
luas). Waktu sesak dan nyeri yang dirasakan ialah kadang-
kadang atau sesaat. Pasien juga mengeluh batuk, keluhan batuk yang
dirasakan pasien disini ialah masih terjadinya batuk kering. Klien
juga merasa sesak. Keluhan yang berhubungan dengan gangguan aktivitas
klien ialah klien mengeluh terjadinya gangguan kebutuhan istirahat dan tidur
dikarenakan penyakit yang diderita.
b. Riwayat penyakit sekarang
Adanya nyeri dada yang disertai sesak nafas mendadak dan makin
lama makin berat. Nyeri dada unilateral meningkat karena pernapasan
timbul gejala batuk, nyeri menjalar ke paru atau lengan pada bagia yang
sakit, oksprea dengan aktifitas ataupun istirahat sampai pada kesulitan
bernafas, takikardi, gelisah. sesak nafas yang dirasakan semakin lama
semakin berat. Sesak nafas dirasakan tiba-tiba. Adanya sesak di daerah dada
sebelah kiri.
c. Riwayat penyakit dahulu
Klien yang mempunyai riwayat TBC paru, Bronkitis kronis, emfisema,
Asma Bronkiale, kanker paru lebih beresiko terkena pneumothorax. Kaji
pula apakah klien memiliki penyakit lain yang berhubungan dengan saluran
pernafasan dan dapat mengakibatkan pneumothorax. Kaji pula apakah pasien
memiliki riwayat pengobatan ataupun pembedahan yang berhubungan
dengan pneumothorax.
3) Riwayat Psikososial
a. Konsep Diri
Hal yang perlu dikaji ialah identitas pasien yang terdiri dari status
pasien dalam keluarga, apakah ia puas dan dapat menerima status dan
posisinya di dalam keluarga dan apakah pasien puas terhadap jenis
kelaminnya. Kaji apakah pasien senang terhadap peran yang ia miliki di
dalam keluarga dan masyarakat.
Kaji harapan pasien mengenai penyakit yang dideritanya, apakah dia
berharap cepat sembuh dan dapat kembali menjalani peran dan fungsi yang
ia miliki atau sebaliknya. Kaji sosial dan interaksi pasien, apakh pasien
mendapatkan dukungan dari keluarga dan lingkungan sosialnya.
b. Spiritual
Kaji tentang pandangan pasien terhadap pemilik kehidupan ini dan kepada
siapa ia menggantungkan harapannya, serta kaji pula kegiatan keagamaan
apa yang bermakna, nerarti, dan diharapkan saat ini.
4) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pasien disini meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Pemeriksaan yang dilakukan berupa:
a. Pada Inspeksi: akan terlihat terjadinya pencembungan pada sisi yang sakit
(hiper ekspansi dinding dada)pada waktu respirasi, bagian yang sakit
gerakannya tertinggal, trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat ,
deviasi trakhea, ruang interkostal melebar.
b. Pada Palpasi: Pada sisi yang sakit ruang antar iga dapat normal atau
melebar, iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat, fremitus suara
melemah atau menghilang pada sisi yang sakit. Jika ada Tension
pneumothorax maka akan teraba adanya detensi dari vena jugularis di sekitar
leher.
c. Perkusi: Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar, batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat apabila
tekanan intrapleura tinggi, pada tingkat yang berat terdapat gangguan
respirasi/sianosis dan gangguan vaskuler/syok.
d. Auskultasi : Pada bagian yang sakit suara napas melemah sampai
menghilang, suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni
negative
Selain pemeriksaan diatas kita juga melakukan pemeriksaan persistem yaitu
sebagai berikut:
a. Sistem Pernafasan
 Sesak napas
 Nyeri
 Batuk-batuk
 Terdapat retraksi klavikula/dada
 Pengambangan paru tidak simetris
 Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
 Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang
 Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas
 Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
 Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
b. Sistem Kardiovaskuler
 Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk
 Takikardi, lemah
 Pucat, Hb turun /normal.
 Hipotensi
c. Sistem Persarafan
 Tidak ada kelainan
d. Sistem Perkemihan
 Tidak ada kelainan
e. Sistem Pencernaan
 Tidak ada kelainan
f. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen
 Kemampuan sendi terbatas
 Ada luka bekas tusukan benda tajam
 Terdapat kelemahan
 Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan
g. Sistem Endokrin
 Terjadi peningkatan metabolisme
 Kelemahan
5) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan terdiri dari:
a. Foto Rontgen
Gambaran radiologis yang tampak pada fotoröntgen kasus
pneumothorax antara lain:
 Bagian pneumothorax akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang
kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai
dengan lobus paru.
 Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massaradio opaque
yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru
yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat
ringan sesak napas yang dikeluhkan.
 Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostae melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat,
kemungkinan besar telah terjadi pneumothorax ventil dengan tekanan
intra pleura yangtinggi.
b. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi
meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien
dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas
sebesar 10%.
c. CT-Scan Toraks
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumothorax, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumothorax spontan
primer dan sekunder.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat muncul pada pasien dengan pneumothorax adalah:
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal karena trauma
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan
3. Perubahan kenyamanan berhubungan dengan nyeri akut trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak mengenal
penyakit dengan sumber informasi

3. Intervensi
Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan 1
“Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal karena trauma”
Tujuan: Pola pernapasan efektif
Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Memperlihatkan 1. Berikan posisi yang 1. Meningkatkan inspirasi


frekuensi nafas nyaman, maksimal, meningkatkan
yang efektif biasanya dengan peninggi ekpansi paru dan ventilasi
2. Mengalami an kepala tempat tidur. pada sisi yang tidak sakit.
perbaikan Balik ke sisi yang sakit.
pertukaran gas Dorong klien untuk duduk
pada paru-paru sebanyak mungkin.
3. Adaptif
mengatasi faktor-
faktor penyebab 2. Observasi 2. Distress pernapasan dan
fungsi pernapasan, catat perubahan pada tanda vital
frekuensi pernapasan, dapat terjadi sebgai akibat
dispnea atau perubahan stress fifiologi dan nyeri
tanda-tanda vital atau dapat menunjukkan
terjadinya syock
sehubungan dengan
hipoksia

3. Jelaskan pada klien 3. Pengetahuan apa yang


bahwa tindakan tersebut diharapkan dapat
dilakukan untuk menjamin mengurangi ansietas dan
keamanan mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana
teraupetik

4. Jelaskan pada klien 4. Pengetahuan apa yang


tentang etiologi/faktor diharapkan dapat
pencetus adanya sesak mengembangkan kepatuhan
atau kolaps paru-paru klien terhadap rencana
teraupetik

5. Pertahankan perilaku 5. Membantu klien


tenang, bantu pasien untuk mengalami efek fisiologi
kontrol diri dengan hipoksia, yang dapat
menggunakan pernapasan dimanifestasikan sebagai
lebih lambat dan dalam ketakutan/ansietas

6. Perhatikan alat bullow 6. Untuk mengontrol keadaan


drainase berfungsi baik, pasien
cek setiap 1 - 2 jam

7. Kolaborasi dengan tim 7. Kolaborasi dengan tim


kesehatan lainnya. Dengan kesehatan lain unutk
dokter, radiologi dan engevaluasi perbaikan
fisioterapi dalam kondisi klien atas
pemberian antibiotika, pengembangan parunya
analgetika, fisioterapi
dada, konsul foto toraks

Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan 2


“Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan”
Tujuan: Jalan nafas lancar/normal

Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Klien 1. Jelaskan klien tentang 1. Pengetahuan yang
menunjukkan kegunaan batuk yang diharapkan akan membantu
batuk yang efektif efektif dan mengapa mengembangkan kepatuhan
2. Tidak ada lagi terdapat penumpukan klien terhadap rencana
penumpukan sekret sekret di teraupetik.
di saluran saluran pernapasan
pernafasan
3. Klien nyaman
2. Ajarkan klien tentang 2. Batuk yang tidak terkontrol
metode yang tepat adalah melelahkan dan
pengontrolan batuk tidak efektif, menyebabkan
frustasi

3. Nafas dalam dan perlahan 3. Memungkinkan ekspansi


saat duduk setegak paru lebih luas
mungkin

4. Lakukan pernapasan 4. Pernapasan diafragma


diafragma menurunkan frekuensi nafas
dan meningkatkan ventilasi
alveolar

5. Tahan nafas selama 3 - 5. Meningkatkan volume


5 detik kemudian secara udara dalam paru
perlahan-lahan, keluarkan mempermudah pengeluaran
sebanyak mungkin sekresi sekret.
melalui mulut.

6. Lakukan nafas ke dua, 6. Pengkajian ini membantu


tahan dan batukkan dari mengevaluasi keefektifan
dada dengan melakukan 2 upaya batuk klien.
batuk pendek dan kuat.

7. Auskultasi paru sebelum 7. Sekresi kental sulit untuk


dan sesudah klien batuk. diencerkan dan dapat
menyebabkan sumbatan
mukus, yang mengarah
pada atelektasis

8. Ajarkan klien tindakan 8. Untuk menghindari


untuk menurunkan pengentalan dari sekret atau
viskositas sekresi : mosa pada saluran nafas
mempertahankan hidrasi bagian atas.
yang adekuat;
meningkatkan masukan
cairan 1000 sampai 1500
cc/hari bila tidak
kontraindikasi.

9. Dorong atau berikan 9. Hiegene mulut yang baik


perawatan mulut yang meningkatkan rasa
baik setelah batuk. kesejahteraan dan
mencegah bau mulut

10. Kolaborasi dengan tim 10. Expextorant untuk


kesehatan lain. Dengan memudahkan mengeluarkan
dokter, radiologi dan lendir dan menevaluasi
fisioterapi dalam perbaikan kondisi klien atas
pemberian expectoran, pengembangan parunya.
pemberian antibiotika,
fisioterapi dada, konsul
foto toraks

Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan 3


“Perubahan kenyamanan berhubungan dengan nyeri akut trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder”
Tujuan: Nyeri berkurang/hilang
Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Nyeri berkurang/ dapat 1. Jelaskan dan bantu klien 1. Pendekatan dengan


diadaptasi Pasien tidak dengan tindakan pereda menggunakan relaksasi dan
gelisah nyeri nonfarmakologi dan nonfarmakologi lainnya
2. Dapat non invasif. telah menunjukkan
mengindentifikasi keefektifan dalam
aktivitas yang mengurangi nyeri.
meningkatkan/menuru
nkan nyeri
3. Pasien tidak gelisah 2. Ajarkan Relaksasi: 2. Akan melancarkan
Tehnik-tehnik untuk peredaran darah, sehingga
menurunkan ketegangan kebutuhan O2 oleh jaringan
otot rangka, yang dapat akan terpenuhi, sehingga
menurunkan intensitas akan mengurangi nyerinya.
nyeri dan juga tingkatkan
relaksasi masase.

3. Ajarkan metode distraksi 3. Mengalihkan perhatian


selama nyeri akut nyerinya ke hal-hal yang
menyenangkan

4. Berikan kesempatan 4. Istirahat akan merelaksasi


waktu istirahat bila terasa semua jaringan sehingga
nyeri dan berikan posisi akan meningkatkan
yang nyaman; misal waktu kenyamanan
tidur, belakangnya
dipasang bantal kecil

5. Tingkatkan pengetahuan 5. Pengetahuan yang akan


tentang: sebab-sebab dirasakan membantu
nyeri, dan mengurangi nyerinya. Dan
menghubungkan berapa dapat membantu
lama nyeri akan mengembangkan kepatuhan
berlangsung klien terhadap rencana
teraupetik.

6. Kolaborasi denmgan 6. Analgetik memblok


dokter, pemberian lintasan nyeri, sehingga
analgetik nyeri akan berkurang.

7. Observasi tingkat nyeri, 7. Pengkajian yang optimal


dan respon motorik klien, akan memberikan perawat
30 menit setelah data yang obyektif untuk
pemberian obat analgetik mencegah kemungkinan
untuk mengkaji komplikasi dan melakukan
efektivitasnya. intervensi yang tepat..
Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan 4
“Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak mengenal
penyakit dengan sumber informasi”
Tujuan: Setelah tindakan keperawatan dilakukan diharapkan pengetahuan
pasien bertambah
Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Klien bisa 1. Kontrak waktu dengan 1. Menetapkan waktu untuk


menjelaskan pasien pendidikan kesehatan
pengertian
penyakit
2. Klien bisa
menjelaskan
2. Berikan pendidikan 2. Meningkatkan
penyebab
kesehatan pengetahuan pasien
penyakit
3. Klien bisa
menjelaskan
3. Evaluasi pengetahuan 3. Mengetahui keberhasilan
tanda dan gejala
pasien pendidikan kesehatan
penyakit
4. Klien bisa
menjelaskan
perawatan 4. Anjurkan kepada klien 4. Mengingatkan kembali
penyakit untuk melakukan apa yang pada pasien
5. Klien bisa telah disampaikan dalam
menjelaskan pendidikan kesehatan
pencegahan
penyakit

4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan sesuai intervensi
5. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan sesuai tujuan dan kriteria hasil. Termasuk di dalamnya evaluasi
proses.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Paru-paru adalah organ yang penting bagi manusia karena digunakan untuk
bernafas. Paru-paru tersusun dari beberapa bagian diantaranya pleura, mediastenum,
lobus, bronkus, bronkiolus, dan alveoli. Pada paru-paru juga terdapat gangguan yang
dapat menyebabkan gangguan fungsi paru, salah satunya pneumothorax.
Pneumothorax adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam cavum atau rongga
pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan
penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan
maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas
Pneumothorax disebabkan karena robekan pleura atau terbukanya dinding
dada. Pneumothorax menyebabkan paru kollaps, baik sebagian maupun
keseluruhan. Faktor predisposisi pada pneumothorax antara lain jenis kelamin, merokok,
umur, genetika, penyakit paru-paru, ventilasi mekanis, riwayat pneumothorax, keadaan
dan aktivitas tertentu. Pneumothorax dibagi ke dalam beberapa jenis yaitu berdasarkan
penyebabnya (pneumothorax spontan, pneumothorax traumatik, pneumothorax karena
tekanan), berdasarkan jenis fistulanya (pneumothorax tertutup, pneumothorax terbuka,
pneumothorax ventil), berdasarkan luasnya paru yang mengalami kolaps (pneumothorax
parsialis dan pneumothorax totalis).
3.2 Saran
Pneumothorax merupakan salah satu penyakit pernafasan yang berbahaya. Untuk itu hal
yang perlu dilakukan agar menghindari penyakit ini ialah dengan memiliki pengetahuan
yang baik mengenai pneumothorax kemudian mengaplikasikan segala pengetahuan yang
dimiliki di kehidupan nyata. Selain itu kita juga harus menjaga pola hidup kita agar
segala sesuatu yang buruk pada saluran pernafasan kita seperti pneumothorax dapat
dicegah.

DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed.6. Jakarta :
EGC, 2005
Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan : Aplikasi Pada Praktik Klinis. Ed.6 Jakarta :
EGC, 1998
Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8. Jakarta : EGC, 2001
Doenges,Marilyn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta : EGC, 1999
Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2. Jakarta : EGC,2004
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 200
American College of Chest Physicians. Management of spontaneous pneumothorax: An
American College of Chest Physicians Delphi Consensus Ststement. Chest 2001 ; 119:
590-602

Posted by Unknown at Tuesday, November 24, 2015


Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
Labels: Asuhan Keperawatan Keperawatan
No comments:
Post a Comment
Newer PostOlder PostHome
Subscribe to: Post Comments (Atom)
My Clock
Total Pageviews

6,755
My Kalender

Powered by Astrology Calendar


Blog Archive

 ▼ 2015 (11)
o ▼ November (11)
 ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL
 Asuhan Keperawatan Typoid
 Asuhan Keperawatan Pneumothorax
 Asuhan Keperawatan Keratitis
 Asuhan Keperawatan Alergi Makanan (Hipersensitivit...
 Asuhan Keperawatan GLOMERULONEFRITIS DAN PYELONEFR...
 Asuhan Keperawatan Luka Bakar (Combustio)
 Asuhan Keperawatan Diabetes Militus
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS ANEMIA
 ASUHAN KEPERAWATANINTRACEREBRAL HEMORHAGE I. ...
 LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA
M Azhar Aulia Rakhman. Simple theme. Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai