(ASKEP)
MEMBACA BISA MEMBUATMU BANYAK TAU
Tuesday, 24 November 2015
Keterangan:
Alveoli disangga oleh kapiler yang mempunyai dinding lemah dan mudah robek, apabila
alveoli tersebut melebar dan tekanan di dalam alveoli meningkat maka udara dengan mudah menuju ke
jaringan peribronkovaskular. Gerakan nafas yang kuat, infeksi dan obstruksi endobronkial merupakan
beberapa faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan. Selanjutnya udara yang terbebas dari
alveoli dapat mengoyak jaringan fibrotik peribronkovaskular. Robekan pleura ke arah yang berlawanan
dengan hilus akan menimbulkan pneumothorax sedangkan robekan yang mengarah ke hilus dapat
menimbulkan pneumomediastinum. Dari mediastinum udara mencari jalan menuju ke atas ke jaringan ikat
yang longgar sehingga mudah ditembus oleh udara. Dari leher udara menyebar merata ke bawah kulit leher
dan dada yang akhirnya menimbulkan emfisema subkutis. Emfisema subkutis dapat meluas ke arah perut
hingga mencapai skrotum.
Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran pernafasan dan akan
meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin dan mengejan. Peningkatan tekanan intrabronkial
akan mencapai puncak sesaat sebelum batuk, bersin, mengejan, pada keadaan ini, glotis tertutup. Apabila di
bagian perifer bronki atau alveol ada bagian yang lemah, maka kemungkinan terjadi robekan bronki atau
alveol akan sangat mudah.
Selain patofisiologi umum diatas, terdapat juga patofisiologi pada jenis-jenis pneumothorax tertentu,
diantaranya:
Pneumothorax spontan
Terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan
pleura viceralis yang lemah ini pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam
cavum pleura. Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai pengembangan
cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut mengembang, seperti balon yang dihisap.
Pengembangan paru menyebabkan tekanan intraalveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk.
Pada pneumothorax spontan, paru-paru kolaps, udara inspirasi ini bocor masuk ke cavum pleura
sehingga tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat inspirasi akan terjadi hiperekspansi cavum pleura
akibatnya menekan mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke posisi
semula. Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter. Pneumothorax ini terjadi biasanya
pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi sebaliknya masih bisa menerima udara secara maksimal dan
bekerja dengan sempurna.
Closed pneumothorax
Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan tidak adanya hubungan dengan
lingkungan luar dikenal dengan closed pneumothorax. Pada saat ekspirasi, udara juga
tidak dipompakan balik secara maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak
bekerja sempurna. Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut, hiperekspansi
cavum pleura pada saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat
ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup
tertutup terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan
obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh
karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension pneumothorax.
Open pneumothorax
Pada open pneumothorax terdapat hubungan antara cavum pleura dengan
lingkunga luar. Open pneumothorax dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat
inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan visceralis).
Bilamana terjadi open pneumothorax inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan
masuk kedalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena
tekanan intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum pleura
yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat.
Saat ekspirasi mediastinal bergeser ke mediastinal yang sehat terjadilah
mediastinal flutter. Apabila terjadi open pneumothorax komplit maka saat inspirasi
dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal ke sisi paru yang sehat
dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang bersifat
katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru
yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau
shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension
pneumothorax
3. Tindakan bedah
a. Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi, dan dicari lubang yang
menyebabkan pneumothorax dan dijahit.
b. Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan
paru tidak dapat mengembang, maka dilakukan pengelupasan atau dekortisasi.
c. Dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau ada fistel dari
paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat
dipertahankan kembali.
d. Pilihan terakhir dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara kedua pleura ditempat
fistel.Pleurodesis Dilakukan terutama untuk mencegah rekurensi terutama penderita
dengan risiko tinggi untuk terjadinya rekurensi.
Tindakan bedah yang dapat dilakukan untuk menangani pneumothorax ialah:
a. Torakoskopi
Tindakan torakoskopi untuk masih menjadi perdebatan, karena pada dasarnya
sekitar 64 % dari tindakan torakoskopi tidak terjadi rekurensi pada pemasangan.
Tindakan yang dilakukan adalah reseksi bula dan pleurodesis. Torakoskopi harus
dilakukan bila paru tidak mengembang setelah 48-72 jam.
b. Torakotomi
Merupakan tindakan akhir apabila tindakan yang lain gagal. Tindakan ini
memiliki angka rekurensi terendah yaitu kurang dari 1 % bila dilakukan pleurektomi
dan 2-5 % bila dilakukan pleurodesis dengan abrasi mekanik.
Selain pencegahan diatas dapat juga dilakukan pencegahan dengan cara rehabilitasi
yang dilakukan dengan cara:
a. Penderita yang telah sembuh dari pneumothoraks harus dilakukan pengobatan secara
baik untuk penyakit dasar
b. Untuk sementara waktu ( dalam beberapa minggu ), penderita dilarang mengejan,
mengangkat barang berat, batuk atau bersin yang terlalu keras.
c. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk atau sesak
nafas.
3. Intervensi
Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan 1
“Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal karena trauma”
Tujuan: Pola pernapasan efektif
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan sesuai intervensi
5. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan sesuai tujuan dan kriteria hasil. Termasuk di dalamnya evaluasi
proses.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Paru-paru adalah organ yang penting bagi manusia karena digunakan untuk
bernafas. Paru-paru tersusun dari beberapa bagian diantaranya pleura, mediastenum,
lobus, bronkus, bronkiolus, dan alveoli. Pada paru-paru juga terdapat gangguan yang
dapat menyebabkan gangguan fungsi paru, salah satunya pneumothorax.
Pneumothorax adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam cavum atau rongga
pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan
penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan
maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas
Pneumothorax disebabkan karena robekan pleura atau terbukanya dinding
dada. Pneumothorax menyebabkan paru kollaps, baik sebagian maupun
keseluruhan. Faktor predisposisi pada pneumothorax antara lain jenis kelamin, merokok,
umur, genetika, penyakit paru-paru, ventilasi mekanis, riwayat pneumothorax, keadaan
dan aktivitas tertentu. Pneumothorax dibagi ke dalam beberapa jenis yaitu berdasarkan
penyebabnya (pneumothorax spontan, pneumothorax traumatik, pneumothorax karena
tekanan), berdasarkan jenis fistulanya (pneumothorax tertutup, pneumothorax terbuka,
pneumothorax ventil), berdasarkan luasnya paru yang mengalami kolaps (pneumothorax
parsialis dan pneumothorax totalis).
3.2 Saran
Pneumothorax merupakan salah satu penyakit pernafasan yang berbahaya. Untuk itu hal
yang perlu dilakukan agar menghindari penyakit ini ialah dengan memiliki pengetahuan
yang baik mengenai pneumothorax kemudian mengaplikasikan segala pengetahuan yang
dimiliki di kehidupan nyata. Selain itu kita juga harus menjaga pola hidup kita agar
segala sesuatu yang buruk pada saluran pernafasan kita seperti pneumothorax dapat
dicegah.
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed.6. Jakarta :
EGC, 2005
Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan : Aplikasi Pada Praktik Klinis. Ed.6 Jakarta :
EGC, 1998
Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8. Jakarta : EGC, 2001
Doenges,Marilyn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta : EGC, 1999
Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2. Jakarta : EGC,2004
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 200
American College of Chest Physicians. Management of spontaneous pneumothorax: An
American College of Chest Physicians Delphi Consensus Ststement. Chest 2001 ; 119:
590-602
6,755
My Kalender
▼ 2015 (11)
o ▼ November (11)
ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL
Asuhan Keperawatan Typoid
Asuhan Keperawatan Pneumothorax
Asuhan Keperawatan Keratitis
Asuhan Keperawatan Alergi Makanan (Hipersensitivit...
Asuhan Keperawatan GLOMERULONEFRITIS DAN PYELONEFR...
Asuhan Keperawatan Luka Bakar (Combustio)
Asuhan Keperawatan Diabetes Militus
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS ANEMIA
ASUHAN KEPERAWATANINTRACEREBRAL HEMORHAGE I. ...
LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA
M Azhar Aulia Rakhman. Simple theme. Powered by Blogger.