Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Polip hidung merupakan masalah kesehatan karena dapat

mempengaruhi kualitas hidup penderita baik pendidikan, pekerjaan, dan

aktivitas harian (Dewi,

2012). Polip hidung adalah kelainan mukosa hidung berupa massa

lunak yang bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-

abuan, dengan permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak

cairan ( Nizar & Mangunkusumo, 2001). Polip hidung umumnya berasal dari

penonjolan keluar dari mukosa yang menutup sinus maksilaris atau etmoidalis

(Bluementhal, 1997).

Secara mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa

hidung normal, yaitu pseudostratified columnar epithelium dengan

submukosa yang sembab. Sel-selnya terdiri dari limfosit, sel plasma, eosinofil,

neutrofil dan makrofag. Mukosa mengandung sel goblet. Pembuluh darah

sangat sedikit dan tidak mempunyai serabut saraf. Polip yang sudah lama

mengalami metaplasia epitel transisional, kubik atau gepeng berlapis tanpa

keratinisasi (Nizar & Mangunkusumo, 2001).

Prevalensi polip hidung pada seluruh populasi di dunia adalah sekitar

4% biasanya dijumpai pada orang dewasa yang berumur diatas 20 tahun,

dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 2 : 1. Hampir 1/3 dari pasien


polip hidung memiliki riwayat asma. Hampir 50% penderita polip hidung

memiliki riwayat keluarga yang sama. Pada pasien polip hidung yang

mengalami intoleransi dari NSAIDs akan meningkatkan risiko polip sekitar

36-60 % (Newton & Sheh, 2008; Patel & Rowe-Jones, 2007).

Polip hidung dapat timbul pada semua umur tetapi umumnya dijumpai

pada penderita dewasa muda berusia antara 30–60 tahun, sedangkan

perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2 – 4 : 1 dan tidak ada

kekhususan ras pada kejadian polip hidung (Munir, 2006).

Polip hidung sering terjadi pada penderita asma karena seringnya

terpapar reaksi inflamasi (Muchid, 2007). Antara 21% hingga 34% dari

polip hidung dihubungkan dengan riwayat asma. Hubungan polip hidung dan

asma juga bergantung pada umur, dari penelitian Settipane antara rentang

umur 10-50 tahun terdapat 3,1% pasien asma dengan umur dibawah 40 tahun

mengalami polip hidung, 12,4% memiliki polip dengan umur diatas 40 tahun

(Jankowski, 1997). Hal lain yang berhubungan dengan asma yang bisa

mengakibatkan polip hidung adalah masalah pengobatannya yaitu NSAIDs

yang mengalami intoleransi. F. Widals pada tahun 1992 menyatakan bahwa

didapatkan hubungan antara aspirin, asma, dan polip hidung (Szczeklik,

1997).

B. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan polip hidung


C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

1. Untuk lebih memahami apa itu polip hidung serta bagaimana

pengobatannya

2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Sensori Persepsi

2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi polip hidung

2. Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari polip hidung

3. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari penyakit polip hidung

4. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari penyakit polip

hidung

5. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dari penyakit polip

hidung

6. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari penyakit polip

hidung

7. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari penyakit polip

hidung
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Polip hidung adalah massa yang lunak, berwarna putih atau keabu-

abuan yang terdapat didalam rongga hidung. Polip berasal dari

pembengkakan mukosa hidung yang banyak berisi cairan interseluler dan

kemudian terdorong kedalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip dapat

timbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasal atau sering

kalibilateral. Polip hidung sering berasal dari sinus maksila ( antrum )

dapat keluar melalui ostium sinus maksila, masuk kerongga hidung dan

membesar di koana dan nasoparing. Polip ini disebut polip koana (Antro

Koana ).

Polip hidung adalah kelainan mukosa hidung berupa massa lunak

yang bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-

abuan, dengan permukaan licin dan agak bening karena mengandung

banyak cairan (Soepardi dkk, 2003: 96)

Secara makroskopis polip terlihat sebagai massa yang lunak

berwarna putih atau keabu-abuan secara mikroskopis tampak sub mukosa

hipertropi dan sembab. Sel tidak bertambah banyak dan terutama terdiri

dari sel eosinopil, limpost, dan sel plasma yang letaknya berjauhan di
pisahkan oleh cairan intra seluler, pembuluh darah, saraf, dan kelenjar

sangat sedikit. Polip ini dilapisi oleh epitel thorax berlapis semu.

2. Etiologi

Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif

atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan

polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu-raguan

bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan

bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan

permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun

ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan

interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai

ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang

dewasa dan jarang pada anak – anak. Pada anak-anak, polip mungkin

merupakan gejala dari kistik fibrosis (mucoviscidosis).

Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip, antara lain:

 Alergi terutama rinitis alergi

 Sinusitis kronik

 Iritasi

 Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan

hipertrofi konka
3. Patofisiologi

Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan

terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan

interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses

terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan

turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga

terbentuk polip. Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang

lama. Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam

jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah

submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler

dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur

bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid.

Setelah polip terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal

ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering

dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada

rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di

Indonesia karena tidak adanya variasi musim sehingga allergen terdapat

sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus

membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.


Berikut penjabaran patofisiologi polip hidung dalam pohon masalah :

Reaksi alergi/Hipersensivitas

Edema mukosa nasal


(pembengkakan mukosa hidung)

Persisten

Polip hidung

Gangguan pola nafas

4. Anatomi dan Fisiologi

Hidung merupakan organ penting, yang seharusnya mendapat

perhatian lebih dari biasanya; merupakan salah satu organ pelindung tubuh

terpenting terhadap lingkunganyang tidak menguntungkan.

Hidung mempunyai beberapa fungsi : sebagai indera penghidu,

menyiapkan udara inhalasi agar dapat digunakan paru-paru,

mempengaruhi refleks tertentu pada paru-parudan memodifikasi bicara.

Alat pencium terdapat dalam rongga hidung dari ujung saraf otak

nervus olfaktorius. Serabut saraf ini timbul pada bagian atas selaput lendir

hidung dikenal dengan olfaktori. Nervus olfaktorius dilapisi oleh sel-sel

yang sangat khusus yang mengeluaran fibril yang sangat halus, terjalin

dengan serabut-serabut dari bulbus olfaktorius yang merupakan otak

terkecil. Saraf olfaktorius terletak di atas lempeng tulang etmoidalis.


Konka nasalis terdiri dari lapisan selaput lender. Pada bagian

puncaknya terdapat saraf-saraf pembau. Kalau kita bernapas lewat hidung

dan kita mencium bau suatu udara, udara yang kita isap melewati bagian

atas dari rongga hidung melalui konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat

tiga pasang karang hidung :

 Konka nasalis superior

 Konka nasalis media

 Konka nasalis inferior

Di sekitar rongga hidung terdapat rongga-rongga yang disebut sinus

para nasalis yang terdiri dari :

 Sinus maksilaris (rongga tulang hidung)

 Sinus sfeinodalis (rongga tulang baji)

 Sinus frontalis (rongga nasalis inferior)

Sinus ini dilapisi oleh selaput lendir. Jika terjadi peradangan pada

rongga hidung, lender-lendir dari sinus para nasalis akan keluar. Jika tidak

dapat mengalir ke luar akan menjadi sinusitis.

5. Manifestasi Klinis

Gejala yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di

hidung. Sumbatan ini menetap, tidak hilang timbul dan makin lama

semakin berat keluhannya sumbatan yang berat dapat menyebabkan

hilangnya indra penciuman. Gangguan drainase sinus dapat menyebabkan

nyeri kepala dan keluarnya sekret hidung. Bila penyebabnya alergi,


penderita mengeluh adanya iritasi hidung yang disertai bersin-bersin. Pada

Rinoskopi anterior polip hidung sering kali harus dibedakan dari konka

hidung yang menyerupai polip ( Konka Polipoid ).

Perbedaan antara polip dan konka :

 Polip bertangkai sehingga mudah digerakkan, konsistensinya

lunak, tidak nyeri bila ditekan, tidak mudah berdarah, dan pada

pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin) tidak mengecil.

 Konka Polipoid tidak bertangkai sehingga sukar digerakkan,

konsistensinya keras, nyeri bila ditekan dengan pinset, mudah

berdarah, dan dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor.

6. Diagnostik Test

Karena polip menyebabkan sumbatan hidung, maka harus

dikeluarkan, tetapi sumbatan karena polip tidak hanya ke dalam rongga

hidung yang menghalangi aliran udara , tetapi juga aliran sinus paranasal

sehingga infeksi di dalam sinus mudah terjadi. Apabila sewaktu polip

dikeluarkan terjadi infeksi yang tidak diketahui, maka dapat terjadi

perdarahan sekunder. Atas alasan ini maka sebelum setiap operasi

dilaksanakan, perlu diadakan pemeriksaan rontgen sinus dan pembuatan

biakan hapus dari hidung. Sehingga setelah polip dikeluarkan dan

dilakukan pemeriksaan histologi, sebaiknya klien dikirim ke ahli alergi

untuk mencari penyebabnya serta pengobatan.


7. Pengobatan

a. Polip yang masih kecil mungkin dapat diobati secara konservatif

dengan pemberian kortikosteroid per oral. Lokal disuntikkan ke dalam

polip atau topical sebagai semprotan hidung.

b. Polip yang sudah besar dilakukan ekstraksi polip / polipeptomi dan

menggunakn senar polip. Apabila terjadi infeksi sinus, irigasi perlu

dilakukan dan cara ini dilakukan dengan perlindungan antibiotik

c. Pada kasus polip yang berulang-ulang perlu dilakuka operasi

etmoidektomi karena pada umumnya polip berasal dari sinus etmoid.

Etmoidektomi ada 2 cara, yaitu :

 Intra nasal

 Ekstra nasal

Polip bisa tumbuh kembali oleh karena itu pada pengobatan perlu

ditujukan pada penyebabnya, misalnya alergi.

8. Komplikasi

Komplikasi polip menurut Iskandar (2011 : 123)

1. Perubahan bentuk tulang.

2. Obstruksi rongga hidung yang disebabkan oleh fraktur, dislokasi atau

hematoma pada septum.

3. Gangguan penciuman (hiposmia atau anosmia)


B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Biodata

Nama, jenis kelamin, umur, agama, suku/bangsa, status perkawinan,

pekerjaan, alamat, tanggal MRS, diagnosa medis, dan keluarga yang

mudah dihubungi.

b. Riwayat Kesehatan

 Riwayat Penyakit Sekarang

Apa keluhan utama, bagaimana sifat keluhan (terus menerus,

kadangkadang),

apakah keluhan bertambah berat pada waktu-waktu tertentu atau

kondisi tertentu.

Usaha apa yang dilakukan di rumah untuk mengatasi keluhan

tersebut

 Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah pasien pernah menderita penyakit hidung sebelumnya seperti

rhinitis, alergi pada hidung

 Riwayat Penyakit Keluarga

Apakah ada keluarga klien yang menderita penyakit ini seperti klien

saat ini dan apakah pernah / mengalami alergi / bersin

 Pengkajian Psikososial dan Spiritual

 Psikologis

Bagaimana perasaan pasien terhadap penyakit yang dialaminya


 Sosial

Bagaimana hubungan pasien dengan tim medis dan orang-orang

 Spiritual

Bagaimana cara beribadah pasien sebelum dan saat sakit

c. Pola Fungsi Kesehatan

 Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup

Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa

memperhatikan efek samping

 Pola Nutrisi dan Metabolisme

Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada

hidung

 Pola Istirahat dan Tidur

Biasanya pasien tidak dapat tidur karena pilek yang dideritanya

 Pola Persepsi dan Konsep Diri

Biasanya konsep diri pasien menjadi menurun karena pilek terus

menerus dan berbau

 Pola Sensorik

Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek

terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen)

d. Pemeriksaan Fisik

 Status Kesehatan Umum

Keadaan umum, tanda-tanda vital, dan kesadaran

 Pemeriksaan Fisik Data Fokus Hidung


 Inspeksi

Inspeksi lubang hidung, perhatikan adanya cairan atau bau,

pembengkakan atau ada obstruksi kavum nasi. Apakah terdapat

peradangan, tumor.

Inspeksi dapat menggunakan alat Rinoskopi.

 Palpasi

Lakukan penekanan ringan pada cuping hidung, bila

konsistensinya lunak, tidak nyeri bila ditekan, tak mudah

berdarah; maka dapat dipastikan klien menderita polip pada

hidung

2. Data Subyektif dan Objektif

a. Data Subyektif

 Klien mengeluh adanya massa yang menyumbat hidung

 Klien mengeluh adanya iritasi hidung yang disertai bersin-bersin

 Klien mengeluah tidak bisa atau mengalami gangguan pernapasan

b. Data Objektif

 Adanya pembengkakka mukosa, iritasi mukosa, kemerahan

 Adanya massa berwarna putih seperti agar-agar

 Klien tampak sulit untuk inspirasi – ekspiras


3. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Adanya

Obstruksi Pada Hidung (Polip)

Tujuan : Jalan nafas menjadi lebih efektif

Kriteria Hasil :

 Frekuensi nafas normal

 Tidak ada suara nafas tambahan

 Tidak terjadi dispnoe dan sianosis

No. Intervensi Rasional

1. Kaji bunyi kedalaman dan gerakan dada Penururnan bunyi nafas dapat
menyebabakan atelektasis, ronchi,
dan wheezing menunjukkan
akumulasi sekret
2. Pertahankan jalan nafas klien, tempatkan Posisi membantu memaksimalkan
klien pada posisi yang nyaman dengan ekspansi paru dan menurunkan
kepala tempat tidur tinggi (semi fowler) upaya pernafasan

3. Catat kemampuan mengeluarkan Sputum berdarah kental atau cerah


mukosa/batuk efektif dapat diakibatkan oleh kerusakan
paru atau luka bronchial
4. Berikan obat sesuai dengan indikasi  Mukolitik untuk menurunkan
mukolitk, ekspektoran, dan bronkodilator batuk
 Ekspektoran untuk membantu
memobilisasi secret
 Bronkodilator menurunkan
spasme bronkus

b. Nyeri Akut berhubungan dengan Kerusakan Mukosa Hidung Akibat

Pembesaran Mukosa

Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang

Kreiteria Hasil :
 Klien mengungkapkan nyeri yang dialaminya

berkurang/hilang

 Wajah klien tidak menyeringai

No. Intervensi Rasisonal

1. Kaji tingkat nyeri klien Mengetahui tingkat nyeri klien dalam


menentukan tindakan selanjutnya
2. Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada Dengan sebab dan akibat nyeri klien
klien serta keluarganya diharapakan klien berpartisispasi
dalam perawatan untuk memgurangi
nyeri
3. Ajarakan teknik relaksasi dan distraksi Relaksasi :
Membantu pasien tetap tenang dan
mengurangi rasa sakit
Distraksi :
Mengalihkan perhatian pasien
terhadap nyeri yang dialaminya
4. Lanjutkan program dokter dalam Mengurangi rasa nyeri dan
pemberian obat analgetik mempercepat proses penyembuhan

c. Resiko Tinggi Terjadi Gangguan Persepsi Sensori (Penciuman)

berhubungan dengan Menurunnya Kemampuan Dalam Penciuman

Sekunder Terhadap Polip

Tujuan : Tidak terjadi gangguan persepsi sensori (penciuman)

No. Intervensi Rasional

1. Kaji derajat ketajaman Mengetahui sejauh mana ketajaman


penciuman pencuiman pasien
2. Bersihkan keadaan mukosa Membantu pasien untuk bernafas dan
hidung meningkatkan indera penciuman pasien
3. Persiapkan untuk polipeptomi Mencegah terjadinya resiko gaangguan
penciuman
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Polip hidung adalah massa yang lunak, berwarna putih atau keabu-

abuan yang terdapat didalam rongga hidung. Polip berasal dari pembengkakan

mukosa hidung yang banyak berisi cairan interseluler dan kemudian terdorong

kedalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip hidung biasanya terbentuk

sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung.

Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau

sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya

berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil

dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah.

B. Saran

Saran yang dapat kami berikan adalah kesehatan adalah hak asasi setiap

orang dan merupakan investasi, juga merupakan karunia Tuhan. Oleh karena

itu, siapapun, kelompok, maupun, dimanapun, harus senantiasa memelihara

dan meningkatkan kualitas kesehatan.


DAFTAR PUSTAKA

Soepardi, M Efiaty Arsyad, Sp. THT. 2000. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Teling

Hidung Tenggorokan Edisi Keempat. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Hal :

97 – 99

Higler, Adams Boies. 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta :

EGC. Hal : 173

Junadi, Purnaman dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Kedua. Jakarta :

Media Aesculapius FKUI. Hal : 248 – 249

Syaifuddin, H, AMK. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan

Edisi 3.Jakarta : EGC. Hal : 334

Anda mungkin juga menyukai