Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWATDARURATAN KETOASIDOSI DIABETIK (KAD)

Memenuhi Tugas Kelompok Seminar

Mata Kuliah Kegawatdaruratan Sistem 2

Fasilitator :

Dwi priyantini, S.Kep., Ns., MSc

Program studi S1 Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya

Tahun 2019

ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWATDARURATAN KETOASIDOSI DIABETIK (KAD)


Oleh Kelompok 10

Nama kelompok :

1. Aida Berlian (1510002)


2. Dedy Permana Putra (1510008)
3. Makhda Anjani Putri (1510030)
4. Novelda Febriyanti (1510037)
5. Tyas Solit Naomiyah (1510053)

Program studi S1 Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya

Tahun 2019

LEMBAR PENGESAHAN

Kami yang bertanda tangan di bawah ini :

Judul Makalah : Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan KAD (Ketoasidosis


Diabetik)

Ketua Kelompok : Novelda Febriyanti


Nama Anggota Kelompok :

1. Aida Berlian (1510002)


2. Dedy Permana Putra (1510008)
3. Makhda Anjani Putri (1510030)
4. Novelda Febriyanti (1510037)
5. Tyas Solit Naomiyah (1510053)

Tanggal Seminar : Rabu, 10 April 2019

Dengan ini telah menyelesaikan tugas kelompok seminar yang telah


dikirimkan dalam bentuk hard copy pada tanggal 8 Maret 2019 dan bentuk soft copy
pada tanggal 09 Maret 2019.

Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah Ketua Kelompok

Merina Widyastuti,S.Kep.,Ns.,M.Kep Novelda Febriyanti


NIP. 03.033 NIM. 151.00
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Kelompok Keperawatan Gawat Darurat Sistem 2 ini yang
berkenaan dengan Kegawatan pada KAD (Ketoasidosis Diabetik).
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah memberikan masukan, dorongan dan bimbingan kepada penulis
dalam menyusun makalah ini baik dari segi moril dan materil. Ucapan terimakasih
tersebut ditujukan kepada:
1. Wiwiek Liestyaningrum, M.Kep. Selaku ketua Stikes Hang Tuah
Surabaya.
2. Merina Widyastuti, S.Kep., Ns., M.Kep. Selaku penanggung jawab dan
dosen mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat Sistem 2 Stikes Hang Tuah
Surabaya.
3. Rekan-Rekan Angkatan 21 Prodi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Hang
Tuah Surabaya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik yang sifatnya
konstruktif dari semua pihak untuk perbaikan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi yang
membaca dan bagi pengembangan ilmu keperawatan.

Surabaya, 7 April 2019

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL........................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR .........................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................iv
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1..Latar Belakang ........................................................................................1
1.2..Rumusan Masalah ..................................................................................3
1.3..Tujuan.......................................................................................................3
1.4..Manfaat.....................................................................................................3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi KAD.............................................................................................4
2.2 Etiologi ......................................................................................................4
2.3 manifestasi Klinis .....................................................................................5
2.4 Patofisiologi dan Pathway .......................................................................5
2.5 pemeriksaan peninjang............................................................................7
2.6 pemeriksaan penunjang ..........................................................................7
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 pengkajian ................................................................................................15
3.2 diagnosa keperawatan .............................................................................21
3.3 Rencana Keperawatan.............................................................................22
3.4 Implementasi.............................................................................................34
3.5 evaluasi ......................................................................................................34
BAB 4. PEMBAHASAN JURNAL....................................................................35
BAB 5. PENUTUP
5.1Simpulan....................................................................................................37
5.2 Saran.........................................................................................................37
DAFTAR PUSTA.................................................................................................38

vii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama kesakitan dan

kematian pada anak penderita diabetes mellitus tipe 1 (DMT1). Mortalitas

terutama berhubungan dengan terjadinya edema serebri. Menurut Hidayati (2015)

KAD sering terjadi sebagai presentasi klinis awal pasien DMT1, namun tidak

jarang pula terjadi pada pasien yang sudah terdiagnosis DMT1. KAD dapat terjadi

beberapa kali pada pasien diabetes atau yang disebut KAD berulang. KAD yang

berulang memiliki banyak faktor pencetus seperti ketidakpatuhan dalam

penggunaan insulin, infeksi penyakit metabolic, dan beberapa faktor lainnya

(Santoso, et al., 2016). Berdasarkan studi fenomenologi yang dilakukan oleh

Arifin (2016) mengatakan bahwa pasien yang mengalami ketoasidosis diabetic

dikarenakan ketidakpatuhan dalam pemberian insulin, dengan alasan antara lain

lupa, masalah biaya, sengaja tidak minum obat, terganggu oleh keharusan minum

obat secara rutin atau karena terapi insulin yang tidak adekuat pada masa

sakit/trauma.

Angka kematian akibat KAD di Amerika Serikat adalah 1-3%. Mortalitas

terutama berhubungan dengan terjadinya edema serebri sehingga menyebabkan

57-87% dari seluruh kematian karena KAD. Frekuensi KAD bervariasi antar

negara, berkisar anatara 15% dan 67% di Eropa dan Amerika Utara serta lebih

sering terjadi pada negara berkembang (Hidayati, 2015). Data epidemiologi

terbaru di Indonesia masih belum tersedia, namun KAD menjadi salah satu

1
tantangan untuk pengobatan diabetes mellitus di Indonesia. Menurut Santoso, et

al., (2016) merangkum dari beberapa penelitian di RSUPN Cipto Mangunkusumo

Jakarta tahun 1998-1999 menunjukan jumlah kasus sebanyak 37 kasus dalam 12

bulan dengan presentase kematian 51%

KAD disebabkan oleh penurunan insulin elektif di sirkulasi yang disertai

peningkatan hormone regulator kontra seperti glucagon, katekolamin, kortisol,

dan hormone pertumbuhan, hal tersebut menyebabkan peningkatan produksi

glukosa oleh hati dan ginjal serta gangguan penggunaan glukosa perifer sehingga

mengakibatkan hiperglikemi dan hiperosmosis. Peningkatan lipolisis, disertai

produksi benda keton (betahidoksibutirat, asetoasetat), menyebabkan ketoanemia

dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan diuresis

osmotic, dan hilangnya elektrolit (Hidayati, 2015).

Pengenalan KAD sangat penting diketahui dan dipahami oleh perawat.

Peran perawat Ners dalam manajemen KAD diantaranya deteksi tanda dan gejala,

monitoring tanda vital, deteksi dan terjadinya perburukan, pencegahan dan deteksi

komplikasi, edukasi pasien dan keluarga menggunakan proses keperawatan yaitu

pengkajian, penegakkan diagnosis keperawatan, penentuan tujuan, pemilihan

rencana tindakan, implementasi dan evaluasi (Hidayati, 2015). Prinsip tatalaksana

rehidrasi pada pasien hiperglikemia sesuai dengan prinsip teori keperawatan yang

dikembangkan oleh wiedenbach adalah pemberian cairan intravaskuler. Menurut

Luthfi, et al., (2017) bahwa terapi rehidrasi menunjukan adanya penurunan

osmolaritas (kadar gula darah), sehingga diharapkan semua instansi kesehatan

melakukan manajemen rehidrasi sebagai terapi awitan dalam manajemen

kegawatdaruratan DM hiperglikemi.

2
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien dengan

KAD?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien sengan

KAD
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan konsep kegawatan KAD
2. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan pada kegawatan KAD
1.4 Manfaat
1. Manfaat Bagi Penulis
Mahasiswa menambah pengetahuan dan wawasan mengenai materi

KAD dan melakukan pembelajaran yang sesuai dengan konsep.


2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Hasil pembelajaran dan pembahasan tentang KAD ini dapat

memberikan referensi dan meningkatkan kualitas pendidikan dan proses

pembelajaran berdasarkan riset-riset terkini.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ketoasidosis diabetic (KAD) adalah suatu kondisi gawat darurat yang
merupakan komplikasi dari diabetes mellitus dengan tanda hiperglikemia, asidosis
dan ketosis (Santoso, F., et all, 2006).
KAD adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh
trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis yang merupakan salah satu komplikasi
akut metabolic diabetes mellitus yang paling serius dan mengancam nyawa
(Gotera, W and Budiyasa, D, 2010)
KAD sebagai keadaan diabetes tidak terkontrol berat disertai dengan
konsentrasi keton tubuh >5 mmol/L yang membutuhkan penanganan darurat
menggunakan insulin dan cairan intravena (English and Williams, 2003).

2.2 Etiologi
Ketoasidosis diabetikum di dasarkan oleh adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh (Brunner and Suddart,
2002) :
1. Insulin diberikan dengan dosis yang kurang.
2. Keadaan sakit atau infeksi pada DM, contohnya : pneumonia, kolestisitis,
iskemia usus dan apendisitis. Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai
resistensi insulin. Sebagai respon terhadap stres fisik (atau emosional), terjadi
peningkatan hormon – hormon ”stres” yaitu glukagon, epinefrin, norepinefrin,
kotrisol dan hormon pertumbuhan. Hormon – hormon ini akan meningkatkan
produksi glukosa oleh hati dan mengganggu penggunaan glukosa dalam
jaringan otot serta lemak dengan cara melawan kerja insulin. Jika kadar
insulin tidak meningkatkan dalam keadaan sakit atau infeksi, maka
hipergikemia yang terjadi dapat berlanjut menjadi ketoasidosis diabetic.
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati.

2.3 Manifestasi Klinis

4
Manifestasi klinis pasien dengan KAD seperti (Charles and Goh, 2007).:
a. Pada pasien dengan KAD, nausea vomitus merupakan salah satu tanda dan
gejala yang sering ditemukan.
b. Nyeri abdominal terkadang dapat diketemukan pada pasien dewasa (lebih
sering pada anak-anak) dan dapat menyerupai akut abdomen. Meskipun
penyebabnya belum dapat dipastikan, dehidrasi jaringan otot, penundaan
pengosongan lambung dan ileus oleh karena gangguan elektrolit serta asidosis
metabolik telah diimplikasikan sebagai penyebab dari nyeri abdominal.
c. Asidosis, yang dapat merangsang pusat pernapasan medular, dapat
menyebabkan pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul).
d. Gejala-gejala seperti poliuria, polidipsia dan polifagia yang khas sebagai
bagian dari diabetes tak terkontrol nampaknya sudah timbul selama tiga
sampai empat minggu sebelumnya.
e. Penurunan berat badan timbul tiga sampai enam bulan sebelum dengan rata-
rata penurunan 13 kilogram.
f. Pemeriksaan fisis dapat menunjukkan temuan-temuan lain seperti bau napas
seperti buah atau pembersih kuteks (aseton) sebagai akibat dari ekskresi
aseton melalui sistem respirasi.
g. Tanda-tanda dehidrasi seperti kehilangan turgor kulit, mukosa membran yang
kering, takikardia dan hipotensi.
h. Status mental dapat bervariasi mulai dari kesadaran penuh sampai letargi yang
berat; meskipun demikian kurang dari 20% pasien KAD yang diperawatan
dengan penurunan kesadaran .

2.4 Patofisiologi dan Pathway


Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinis yang
penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan
asidosis.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
terkendali. Kedua faktor ini akan mengakibatkan hipergikemia. Dalam upaya
untuk mnghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekresikan glukosa bersama – sama air dan elektrolit (seperti natrium, dan

5
kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuri) ini kan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elekrolit. Penderita ketoasidosis yang
berat dapat kehilangan kira – kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500 mEg
natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis)
menjadi asam – asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah
menjadi benda keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terajdi produksi benda
keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal
akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Benda keton bersifat asam, dan bila
bertumpuk dalam sirkulasi darah, benda keton akan menimbulkan asidosis
metabolic (Brunner and Suddart, 2002).

6
7
2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Analisa darah
 Kadar glukosa darah bervariasi tiap individu
 pH rendah (6,8 -7,3)
 PCO2 turun (10 – 30 mmHg)
 HCO3 turun (<15 mEg/L)
 Keton serum positif, BUN naik
 Kreatinin naik
 Ht dan Hb naik
 Leukositosis
 Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
2. Elektrolit dalam darah
 Kalium dan Natrium dapat rendah atau tinggi sesuai jumlah cairan yang
hilang (dehidrasi).
 Fosfor lebih sering menurun
3. Urinalisa
 Leukosit dalam urin
 Glukosa dalam urin
4. EKG gelombang T naik
5. MRI atau CT-scan
6. Foto thorax

2.6 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
 Pertahankan jalan nafas
 Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker
 Jika syok berikan larutan isotonik (normal saline 0,9%) 20cc/kgBB
 Bila terdapat penuruna kesadaran perlu pemasangan naso gastrik tube
untuk menghindari aspirasi lambung.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
 Penilaian klinis awal : pemeriksaan fisik (BB, TD, tanda sidosis, GCS,
derajat dehidrasi), dan konfirmasi biokimia (analisa darah dan urinalisa),
(Dunger DB, 2004).
 Pemantauan status volume cairan : pemeriksaan TTV (termasuk memantau
perubahan ortostatik pada tekanan darah dan frekuensi jantung), pengkajian
paru, dan pemantauan asupan serta haluan cairan.
 Pemantauan kalium (Brunner and Suddart, 2002)
3. Penatalaksanaan Medis
 Elekrtolit :

8
 Kadar potasium mulai menurun saat diberikan insulin, oleh karena itu
pemberian potasium dimulai saat dimulainya pemberian insulin,
terkecuali pada penderita dengan kadar potasium > 6,0 mEg/L, mereka
yang anuri dan penderita gagal ginjal kronik yang biasanya sudah
disertai poatsium serum yang tinggi. Potasium diiberikan dengan dosis
10 – 30 mEg/jam, semakin rendah kadar potasium serum semakin
besar dosis yang diberikan sambil memantau kadar dalam serum.
Kadar potasium serum harus dipertahankan >3,5 mEg/L.
 Pemberian sodium bikarbonat diberikan saat pH <7,0, kadar
bikarbonat <5,0 mEg/L, hiperkalemia berat >6,5 mEg/L. Pemberian
bikarbonat dosis 100 – 250 mEg dalam 100 – 250 ml 0,45%NaCl,
diberikan antara 30 – 60 menit. Pemberian bikarbonat harus disertai
dengan pemantauan pH arteri, dan dihentikan apabila pH >7,1 (Adam
JMF, 2002).
- Rehidrasi : NaCl 0,9% atau NaCl 0,45% tergantung dari ada tidaknya
hipotensi dan tinggi rendahnya kadar natrium. Pada umumnya diperlukan
1 – 2 liter dalam jam pertama, bila kadar glukosa <200 mg% maka perlu
diberikan larutan ynag mengandung glukosa (dektrosa 5% atau 10%).
- Insulin : baru diberikan pada jam kedua. Sepuluh unit diberikan bolus
intravena, disusul dengan infus larutan insulin regular dengan laju 2 – 5
U/jam. Sebaiknya larutan %U insulin dalam 50 ml NaCl 0,9%, bermuara
dalam larutan untuk rehidrasi dan dapat diatur laju tetesnya secara
terpisah. Bila kadar glukosa turun sampai 200 mg/dl atau kurang, laju
insulin dikurangi menjadi 1 – 2 U/ jam dan larutan rehidrasi diganti
dengan glukosa 5%. Pada waktu pasien dapat makan lagi, diberikan
sejumlah kalori sesuai kebutuhan dalam beberapa porsi. Insulin regular
diberikan subkutan 3 kali sehari secara bertahap sesuai kadar glukosa
darah.
- Pemberian antibiotika yang adekuat.
- Pemberian oksigen : bila PO2 <80 mmhg.
- Heparin : bila ada DIC atau bila hiperosmolar berat (>380 mOsm/L) (Arif
Mansjoer, 2001).

2.6 Komplikasi

9
1. ARDS (adult respiratory distress syndrome)
Patogenesis terjadinya hal ini belum jelas, kemungkinan akibat rehidrasi yang
berlebihan, gagal jantung kiri atau perubahan permeabilitas kapiler paru.
2. DIC (disseminated intravascular coagulation)
3. Edema otak
Adanya kesadaran menurun disertai dengan kejang yang terjadi terus menerus
akan beresiko terjadinya edema otak.
4. Gagal ginjal akut
Dehidrasi berat dengan syok dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
5. Hipoglikemia dan hyperkalemia
Terjadi akibat pemberian insulin dan cairan yang berlebiahan dan tanpa
pengontrolan

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Pengkajian primer
- Airway
Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau aktifitas
Letargi/disorientasi, penurunan kekuatan otot, syok hipovolemik,
sianosis
- Breathing
Frekuensi pernapasan meningkat, merasa kekurangan oksigen,
sakit kepala, penglihatan kabur,
- Sirculation
Gejala : Mungkin adanya riwayat hipertensi, IM akut Klaudikasi,
kebas dan kesemutan pada ekstremitas Ulkus pada kaki,
penyembuhan yang lama, Takikardia

10
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi,sesak . Nadi
yang menurun/tidak ada, Disritmia Krekels, Distensi vena
jugularis, Kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung
- Disability
Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan Kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istirahat/tidur, takipnea, Wajah meringis
dengan palpitasi, Frekuensi pernapasan meningkat .
b. Pengkajian sekuder
(Menurut pengumpulan data base oleh Doengoes)
- Aktivitas / Istirahat
Look : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan Kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istirahat/tidur
Listen : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau
aktifitas, letargi/disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot

- Sirkulasi
Look : kesemutan pada ekstremitas Ulkus pada kaki, penyembuhan
yang lama, kemerahan, bola mata cekung.
Listen : Takikardia, Nadi yang menurun/tidak ada, Disritmia,
Krekels, Distensi vena jugularis.
Feel : Kulit panas, kering.
- Integritas/ Ego
Look : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi, Ansietas.
Feel : peka rangsang
- Eliminasi
Look : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, kesulitan
berkemih (infeksi), ISSK baru/berulang, Urine encer,
Listen : Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare), Bising
usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare), Abdomen keras,
adanya asites.
Feel : Rasa nyeri/terbakar, Nyeri tekan abdomen.
- Nutrisi/Cairan
Look : Hilang nafsu makan, Mual/muntah, peningkattan masukan
glukosa/karbohidrat, Penurunan berat badan lebih dari beberapa
hari/minggu, penggunaan diuretik (Thiazid), Kulit kering/bersisik,
turgor jelek, muntah, Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah)
Listen : Kekakuan/distensi abdomen
Feel : Haus, bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton).

11
- Neurosensori
Look : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap
lanjut).
Listen : Refleks tendon dalam menurun (koma)
Feel : Pusing/pening, sakit kepala, Kesemutan, kebas, kelemahan
pada otot, parestesia, gangguan penglihatan

- Nyeri/kenyamanan
Look : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
Listen : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
- Pernapasan
Look : batuk dengan/tanpa sputum purulen, Frekuensi pernapasan
meningkat
Listen : frekuensi pernapasan meningkat
Feel : Merasa kekurangan oksigen
- Keamanan
Look : Kulit kering, gatal, ulkus kulit, Kulit rusak, lesi/ulserasi
Listen : diaforesis,
Feel : Demam, Menurunnya kekuatan, umum/rentang erak,
Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar
kalium menurun dengan cukup tajam)
- Penyuluhan/pembelajaran
Look : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang, Lambat, penggunaan obat sepertii steroid,
diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan
kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat
diabetik sesuai pesanan.
- Rencana pemulangan
Look : Mungkin memrlukan bantuan dalam pengatuan diet,
pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Glukosa
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl.
Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang
lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai
setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada
derajat dehidrasi. Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak
selalu berhubungan dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien

12
dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang
berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya
mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun
kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
2) Natrium
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang
intravaskuler. Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100
mg/dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq /L.
Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan
jumlah yang sesuai.
3) Kalium
EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di
tingkat potasium.
4) Bikarbonat
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH
yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg)
mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul)
terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang
mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton
dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya
dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.
5) Sel darah lengkap (CBC)
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau
ditandai pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
6) Gas darah arteri (AGD)
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH
measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada
tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih
rendah dari pH 0,03 pada AGD.

7) Keton
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu,
ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang
mendasarinya.
8) ß-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat ß kapiler dapat digunakan untuk
mengikuti respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar

13
dari 0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L
berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
9) Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk
mendeteksi infeksi saluran kencing yang mendasari.
10) Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 +
BUN (mg / dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang
berada dalam keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis > 330
mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg
H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.
11) Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk,
alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
12) Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
13) Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga
dapat terjadi pada dehidrasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan,
kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan
dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.

Tabel Sifat-sifat penting dari tiga bentuk dekompensasi (peruraian)


metabolik pada diabetes
Sifat-sifat Diabetic Hyperosmolar Asidosis
laktat
ketoacidosis non
ketoticcoma
(KAD)
(HONK)
Glukosa plasma Tinggi Sangat tinggi Bervariasi
Ketone Ada Tidak ada Bervariasi
Asidosis Sedang/hebat Tidak ada Hebat
Dehidrasi Dominan Dominan Bervariasi

14
Hiperventilasi Ada Tidak ada Ada

b. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan
dengan cara:
1) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari
200mg/dl). Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang
menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
2) Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat
menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan
propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
6) Aseton plasma: Positif secara mencolok
7) As. Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meninggkat
8) Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat serum Fosfor
turun
9) Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal
10) Gas Darah Arteri: pH rendah, penurunan HCO3
(asidosismetabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik
11) Trombosit darah: Ht mungkin meningkat, leukositosis,
hemokonsentrasi
12) Ureum/creatinin: meningkat/normal
13) Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat
hiperglikema, pengeluaran cairan berlebihan: diare, muntah, pembatasan
intake akibat mual, kacau mental
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis
metabolik
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan peningkatan
kadar glukosa
4. Ketidakseimbangan nutrisi:kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral, status
hipermetabolisme.

15
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan informasi

3.3 Rencana Keperawatan


No Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil

1 Defisit Volume NOC: NIC :


Cairan
 Fluid balance Fluid management
 Hydration
Definisi : Penurunan
 Nutritional 1. Pertahankan catatan
cairan intravaskuler,
Status: Food and intake dan output yang
interstisial, dan/atau
Fluid Intake akurat
intrasellular yang 2. Monitor status hidrasi
Kriteria Hasil :
mengarah ke (kelembaban membran
dehidrasi, kehilangan  Mempertahankan mukosa, nadi adekuat,
cairan dengan urine output
tekanan darah ortostatik),
pengeluaran sodium sesuai dengan
jika diperlukan
usia dan BB, BJ 3. Monitor vital sign
Batasan 4. Monitor masukan
urine normal, HT
Karakteristik: makanan / cairan dan
normal
 Tekanan darah, hitung intake kalori harian
 Kelemahan 5. Kolaborasikan pemberian
 Haus nadi, suhu tubuh

16
 Penurunan turgor dalam batas cairan IV
6. Monitor status nutrisi
kulit/lidah normal
7. Berikan cairan IV pada
 Membran  Tidak ada tanda
suhu ruangan
mukosa/kulit tanda dehidrasi,
8. Dorong masukan oral
kering Elastisitas turgor 9. Berikan penggantian
 Peningkatan
kulit baik, nasogatrik sesuai output
denyut nadi, 10. Dorong keluarga untuk
membran
penurunan tekanan membantu pasien makan
mukosa lembab,
11. Tawarkan snack ( jus
darah, penurunan
tidak ada rasa
buah, buah segar )
volume/tekanan
haus yang 12. Kolaborasi dokter jika
nadi
berlebihan tanda cairan berlebih
 Pengisian vena
muncul
menurun
13. Atur kemungkinan
 Perubahan status
tranfusi
mental
14. Persiapan untuk tranfusi
 Konsentrasi urine
meningkat
 Temperatur tubuh
meningkat
 Hematokrit
meninggi
 Kehilangan berat
badan seketika
(kecuali pada third
spacing)
Faktor-faktor yang
berhubungan:

 Kehilangan
volume cairan
secara aktif
 Kegagalan
mekanisme
pengaturan
2 Pola Nafas tidak NOC : NIC :
efektif
 Respiratory

17
Definisi : Pertukaran status: Airway Management
udara inspirasi Ventilation
 Respiratory 1. Buka jalan nafas,
dan/atau ekspirasi
status: Airway guanakan teknik chin lift
tidak adekuat
patency atau jaw thrust bila perlu
 Vital sign Status 2. Posisikan pasien untuk
Batasan karakteristik:
Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
 Penurunan tekanan 3. Identifikasi pasien
inspirasi/ekspirasi  Mendemonstrasi perlunya pemasangan alat
 Penurunan kan batuk efektif jalan nafas buatan
pertukaran udara 4. Pasang mayo bila perlu
dan suara nafas
5. Lakukan fisioterapi dada
per menit yang bersih,
 Menggunakan otot jika perlu
tidak ada 6. Keluarkan sekret dengan
pernafasan
sianosis dan batuk atau suction
tambahan 7. Auskultasi suara nafas,
 Nasal flaring dyspneu (mampu
 Dyspnea catat adanya suara
mengeluarkan
 Orthopnea tambahan
 Perubahan sputum, mampu
8. Lakukan suction pada
penyimpangan bernafas dengan
mayo
dada mudah, tidak ada 9. Berikan bronkodilator bila
 Nafas pendek pursed lips) perlu
 Assumption of 3-  Menunjukkan 10. Berikan pelembab udara
point position jalan nafas yang Kassa basah NaCl
 Pernafasan pursed-
paten (klien tidak Lembab
lip 11. Atur intake untuk cairan
 Tahap ekspirasi merasa tercekik,
mengoptimalkan
berlangsung sangat irama nafas,
keseimbangan.
lama frekuensi
12. Monitor respirasi dan
 Peningkatan pernafasan dalam
status O2
diameter anterior- rentang normal,
posterior tidak ada suara
 Pernafasan rata- Terapi oksigen
nafas abnormal)
rata/minimal  Tanda-tanda vital 1. Bersihkan mulut, hidung
 Bayi : < 25 atau
dalam rentang dan secret trakea
> 60
 Usia 1-4 : < 20 normal (tekanan 2. Pertahankan jalan nafas

atau > 30 darah, nadi, yang paten


3. Atur peralatan oksigenasi

18
 Usia 5-14 : < 14 pernafasan) 4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
atau > 25
6. Observasi adanya tanda
 Usia > 14 : < 11
tanda hipoventilasi
atau > 24
7. Monitor adanya
 Kedalaman
kecemasan pasien
pernafasan
 Dewasa volume terhadap oksigenasi
tidalnya 500 ml
saat istirahat
 Bayi volume Vital sign Monitoring

tidalnya 6-8 1. Monitor TD, nadi, suhu,


ml/Kg dan RR
 Timing rasio 2. Catat adanya fluktuasi
 Penurunan
tekanan darah
kapasitas vital 3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau

Faktor yang berdiri


4. Auskultasi TD pada kedua
berhubungan :
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
 Hiperventilasi
 Deformitas tulang sebelum, selama, dan
 Kelainan bentuk
setelah aktivitas
dinding dada 6. Monitor kualitas dari nadi
 Penurunan 7. Monitor frekuensi dan
energi/kelelahan irama pernapasan
 Perusakan/pelemah 8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
an muskulo-
abnormal
skeletal
10. Monitor suhu, warna, dan
 Obesitas
 Posisi tubuh kelembaban kulit
 Kelelahan otot 11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing
pernafasan
 Hipoventilasi triad (tekanan nadi yang
sindrom melebar, bradikardi,
 Nyeri
peningkatan sistolik)
 Kecemasan
13. Identifikasi penyebab dari
 Disfungsi
perubahan vital sign
Neuromuskuler

19
 Kerusakan
persepsi/kognitif
 Perlukaan pada
jaringan syaraf
tulang belakang
 Imaturitas
Neurologis
3 Resiko Infeksi NOC : NIC :

Definisi :  Immune Status Infection Control (Kontrol


 Knowledge:
Peningkatan resiko infeksi)
Infection control
masuknya organisme
 Risk control 1. Bersihkan lingkungan
patogen
Kriteria Hasil : setelah dipakai pasien lain
2. Pertahankan teknik isolasi
Faktor-faktor resiko :
 v Klien bebas 3. Batasi pengunjung bila
 Prosedur Infasif dari tanda dan perlu
 Ketidakcukupan 4. Instruksikan pada
gejala infeksi
pengetahuan untuk  Menunjukkan pengunjung untuk
menghindari kemampuan mencuci tangan saat
paparan patogen untuk mencegah berkunjung dan setelah
 Trauma timbulnya infeksi berkunjung meninggalkan
 Kerusakan  Jumlah leukosit
pasien
jaringan dan dalam batas 5. Gunakan sabun
peningkatan normal antimikrobia untuk cuci
paparan  Menunjukkan
tangan
lingkungan perilaku hidup 6. Cuci tangan setiap
 Ruptur membran sehat sebelum dan sesudah
amnion tindakan keperawatan
 Agen farmasi 7. Gunakan baju, sarung
(imunosupresan) tangan sebagai alat
 Malnutrisi
 Peningkatan pelindung
8. Pertahankan lingkungan
paparan
aseptik selama
lingkungan
pemasangan alat
patogen 9. Ganti letak IV perifer dan
 Imonusupresi
 Ketidakadekuatan line central dan dressing

20
imum buatan sesuai dengan petunjuk
 Tidak adekuat
umum
pertahanan 10. Gunakan kateter
sekunder intermiten untuk
(penurunan Hb, menurunkan infeksi
Leukopenia, kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
penekanan respon
12. Berikan terapi antibiotik
inflamasi)
bila perlu
 Tidak adekuat
pertahanan tubuh
primer (kulit tidak Infection Protection (proteksi
utuh, trauma terhadap infeksi)
jaringan,
1. Monitor tanda dan gejala
penurunan kerja
infeksi sistemik dan lokal
silia, cairan tubuh 2. Monitor hitung granulosit,
statis, perubahan WBC
sekresi pH, 3. Monitor kerentanan

perubahan terhadap infeksi


4. Batasi pengunjung
peristaltik) 5. Saring pengunjung
 Penyakit kronik
terhadap penyakit
menular
6. Pertahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi
k/p
8. Berikan perawatan kulit
pada area epiderma
9. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
10. Inspeksi kondisi luka /
insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi

21
yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Ajarkan cara menghindari
infeksi
17. Laporkan kecurigaan
infeksi
18. Laporkan kultur positif
4 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari
 Nutritional Nutrition Management
kebutuhan tubuh
Status : food and
1. Kaji adanya alergi
Definisi : Intake Fluid Intake
 Nutritional makanan
nutrisi tidak cukup 2. Kolaborasi dengan ahli
Status : nutrient
untuk keperluan gizi untuk menentukan
Intake
metabolisme tubuh. jumlah kalori dan nutrisi
Kriteria Hasil :
yang dibutuhkan pasien.
Batasan karakteristik:
3. Anjurkan pasien untuk
 Adanya
 Berat badan 20 % meningkatkan intake Fe
peningkatan BB
4. Anjurkan pasien untuk
atau lebih di  BB ideal sesuai
meningkatkan protein dan
bawah ideal dengan tinggi
 Dilaporkan adanya vitamin C
badan
5. Berikan substansi gula
intake makanan  Mampu 6. Yakinkan diet yang
yang kurang dari mengidentifikasi
dimakan mengandung
RDA kebutuhan nutrisi
tinggi serat untuk
 Tidak ada tanda
(Recomended mencegah konstipasi
tanda malnutrisi
Daily Allowance) 7. Berikan makanan yang
 Menunjukkan
 Membran mukosa terpilih (sudah
peningkatan
dan konjungtiva dikonsultasikan dengan
fungsi
pucat ahli gizi)
 Kelemahan otot pengecapan dari

22
yang digunakan menelan 8. Ajarkan pasien bagaimana
 Tidak terjadi
untuk membuat catatan
penurunan BB
menelan/menguny makanan harian.
yang berarti. 9. Monitor jumlah nutrisi
ah
 Luka, inflamasi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang
pada rongga mulut
 Mudah merasa kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien
kenyang, sesaat
untuk mendapatkan
setelah mengunyah
nutrisi yang dibutuhkan
makanan
 Dilaporkan atau
fakta adanya
Nutrition Monitoring
kekurangan
makanan 1. BB pasien dalam batas
 Dilaporkan adanya normal
perubahan sensasi 2. Monitor adanya

rasa penurunan berat badan


 Perasaan 3. Monitor tipe dan jumlah

ketidakmampuan aktivitas yang biasa

untuk mengunyah dilakukan


4. Monitor interaksi anak
makanan
 Miskonsepsi atau orangtua selama
 Kehilangan BB makan
dengan makanan 5. Monitor lingkungan

cukup selama makan


 Keengganan untuk 6. Jadwalkan pengobatan

makan dan tindakan tidak selama


 Kram pada jam makan
abdomen 7. Monitor kulit kering dan
 Tonus otot jelek perubahan pigmentasi
 Nyeri abdominal 8. Monitor turgor kulit
dengan atau tanpa 9. Monitor kekeringan,

patologi rambut kusam, dan mudah


 Kurang berminat patah
terhadap makanan 10. Monitor mual dan muntah
 Pembuluh darah 11. Monitor kadar albumin,

kapiler mulai total protein, Hb, dan

23
rapuh kadar Ht
 Diare dan atau 12. Monitor makanan
steatorrhea kesukaan
 Kehilangan rambut 13. Monitor pertumbuhan dan
yang cukup banyak perkembangan
14. Monitor pucat,
(rontok)
 Suara usus kemerahan, dan
hiperaktif kekeringan jaringan
 Kurangnya
konjungtiva
informasi, 15. Monitor kalori dan intake
misinformasi nuntrisi
16. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
Faktor-faktor yang papila lidah dan cavitas
berhubungan : oral.
17. Catat jika lidah berwarna
Ketidakmampuan
magenta, scarlet
pemasukan atau
mencerna makanan
atau mengabsorpsi
zat-zat gizi
berhubungan dengan
faktor biologis,
psikologis atau
ekonomi.
5 Kurang pengetahuan NOC : NIC :

Definisi :  Knowlwdge: Teaching : disease Process


disease process
Tidak adanyaatau  Knowledge: 1. Berikan penilaian tentang
kurangnya informasi health Behavior tingkat pengetahuan
kognitif sehubungan Kriteria Hasil : pasien tentang proses
dengan topic spesifik. penyakit yang spesifik
 Pasien dan 2. Jelaskan patofisiologi
Batasan karakteristik: keluarga dari penyakit dan
memverbalisasikan menyatakan bagaimana hal ini
adanya masalah,

24
ketidakakuratan pemahaman berhubungan dengan
mengikuti instruksi, tentang penyakit, anatomi dan fisiologi,
perilaku tidak sesuai. kondisi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan
prognosis dan
gejala yang biasa muncul
program
Faktor yang pada penyakit, dengan
pengobatan
berhubungan:  Pasien dan cara yang tepat
4. Gambarkan proses
keterbatasan kognitif, keluarga mampu
penyakit, dengan cara
interpretasi terhadap melaksanakan
yang tepat
informasi yang salah, prosedur yang
5. Identifikasi kemungkinan
kurangnya keinginan dijelaskan secara
penyebab, dengna cara
untuk mencari benar
yang tepat
 Pasien dan
informasi, tidak 6. Sediakan informasi pada
keluarga mampu
mengetahui sumber- pasien tentang kondisi,
menjelaskan
sumber informasi. dengan cara yang tepat
kembali apa 7. Hindari jaminan yang
yang dijelaskan kosong
8. Sediakan bagi keluarga
perawat/tim
atau SO informasi
kesehatan
tentang kemajuan pasien
lainnya.
dengan cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan
gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk
mencegah komplikasi di
masa yang akan datang
dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang

25
tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup
atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang
tepat
14. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat

3.4 Implementasi
Implementasi adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan
keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama klien. Implementasi
dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah direncakan.

3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
klien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan.

26
BAB 4
PEMBAHASAN TERKAIT JURNAL
Erik Irham Luthfi, Titin Andri Wihastuti, Heri
Peneliti
Kristianto
Analisis Perubahan Hemodinamika Tubuh Pada
Pasien Hiperglikemia Dengan Terapi Rehidrasi
Judul Dan
Di IGD RSUD DR. Iskak Tulungagung,
Tahun
Tahun : 2017
Perubahan pola peyakit di dunia dimana angka
penyakit tidak menular mengalami peningkatan
menjadi permasalahan global. Penyakit tidak
menular di Indonesia yang meningkat salah
Latar satunya adalah penyakit DM yang berada pada
Belakang Riset peringkat 5 di dunia. DM hiperglikemi yang
tidak terkontrol akan menyebabkan peningkatan
osmolaritas yang akan mengganggu
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis


perubahan hemodinamika tubuh pada pasien
Tujuan Riset
hiperglikemi yang mendapatkan terapi rehidrasi.

Pasien hiperglikemia akut maupun


hiperglikemia krisis yang MRS di IRD RSUD
dr. Iskak Tuungagung sebanyak 56 responden.
Sampel
pengambilan data dengan menggunakan teknik
consecutive sampling

Rancanangan penelitian analitik komparatif


Metode Dan
dengan pendekatan cohort (cohort prospektif)
Desain

27
Analisis Perubahan Hemodinamika Tubuh Pada
Pasien Hiperglikemia = variabel dependent
Variabel
Penelitian
Terapi Rehidrasi Di IGD RSUD DR. Iskak
Tulungagung = variabel independent

Terdapat perubahan osmolaritas yang terjadi


akibat adanya penurunan (kadar glukosa darah)
setelah dilakukan rehidrasi cairan.
Jenis cairaan yang diberikan sesuai dengan
pedoman tatalaksana kegawatan hiperglikemia
Hasil degan cairan isotonik (normal saline dengan
Penelitian kandungan 0,9%NaCl dengan dosis pemberian
sebanyak 10-20ml/kgBB/jam.
Hal ini semakin membuktikan bahwa terapi
rehidrasi sangat efektif dalam menurunkan kadar
glukosa darah (hiperosmolaritas) di dalam darah.

BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

28
Ketoasidosis diabetic (KAD) adalah suatu kondisi gawat darurat
yang merupakan komplikasi dari diabetes mellitus dengan tanda
hiperglikemia, asidosis dan ketosis. KAD juga bisa disebut dengan suatu
keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias
hiperglikemia, asidosis, dan ketosis yang merupakan salah satu komplikasi
akut metabolic diabetes mellitus yang paling serius dan mengancam
nyawa.
Ketoasidosis diabetikum di dasarkan oleh adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata. Manifestasi klinis pasien dengan
KAD seperti ; nyeri abdominal, Asidosis, Gejala-gejala seperti poliuria,
Penurunan berat badan timbul , Pemeriksaan fisis dapat menunjukkan
temuan-temuan lain seperti bau napas seperti buah atau pembersih kuteks
(aseton) sebagai akibat dari ekskresi aseton melalui sistem respirasi,
Tanda-tanda dehidrasi serta status mental dapat bervariasi mulai dari
kesadaran penuh sampai letargi yang berat; meskipun demikian kurang
dari 20% pasien KAD yang diperawatan dengan penurunan kesadaran .

5.2 Saran
Bagi tenaga kesehatan yang lain dalam menangani pasien KAD
harap memperthatikan dari kebutuhan cairan akrena pada pasienKAD
maka akan mengalami penurunan cairan

DAFTAR PUSTAKA

29
Arif, mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Media Aesculpius.:

Jakarta.

Arifin, F. Faisal. (2016). Hubungan Antara Persepsi Tentang Penyakit dengan


Kepatuhan Minum Obat Hipoglikemi Oral (OHO) di Puskesmas Srondol
Kota Semarang.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Keperawatan Vol.3. EGC: Jakarta

Charles and Goh, 2007. Point of care ketone testing: Screening for diabetic
ketoacidosis at the emergency department. Singapore Journal of Medicine.
English and Williams. 2003. Hyperglycaemic crises and lactic acidosis indiabetes

mellitus. Postgrad Med, Vol. 80, pp. 253-261.


Gotera, W and Budiyasa, D. 2010. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik
(KAD). Jurnal Penyakit Dalam, Vol. 11, No. 2.
Hidayati, Nurul. (2015). Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien
Ketoasidosis Diabetikum (KAD) di Ruang ICU RSUD A. Wahab Sjahranie
Samarinda.
Luthfi, I. E. et al. (2017). Analisis Perubahan Hemodinamika Tubuh pada Pasien
Hiperglikemia dengan Terapi Rehidrasi di IGD RSUD Dr. Iskak Tulung
Agung. J.K. Mensenchephalon, 3 (2) 105-114.
Sansoto, Fabianto. Et al. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketoasidosis
Diabetik Berulang: Laporan Kasus Berbasis Bukti. Jurnal Dokter Keluarga
Indonesia, 2(1) Maret.
Santoso, F., et all. 2016. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketoasidosis Diabetik
Berulang: Laporan Kasus Berbasis Bukti. Jurnal Dokter Keluarga Indonesia, Vol.
2, No. 1 Vol. 48, pp. 986-989.

30

Anda mungkin juga menyukai