Contoh Kesimpulan
Contoh Kesimpulan
KESIMPULAN TERGUGAT II
PERKARA PERDATA NO. 52/PDT.G/2012/PN.JKT.SEL
PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN
ANTARA
EVA DWINOPIANTI.....................PENGGUGAT
MELAWAN
JAKSA AGUNG RI............TERGUGAT I
REYZA ANDRIAN....................TERGUGAT II
NO. : 109/LFDDR/PMH/VIII/2012
Kepada Yth.
Majelis Hakim
Perkara Perdata No. 52/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel
Jalan Ampera No. 133 Ragunan, Pasar Minggu
Jakarta Selatan
Bukti P-4 yang diajukan oleh Penggugat berupa Surat dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan
kepada saudara Tergugat II No.B.2658/0.1.14/Euh.2/10/2011 tanggal 29 oktober 2011 tentang
pengembalian barang bukti membuktikan bahwa penguasaan objek sengketa oleh Tergugat II
tidak melawan hukum.
Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara menyebutkan bahwa sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam
bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata
Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pada dasarnya sengketa Tata Usaha Negara terjadi karena adanya seseorang atau badan hukum
perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara, yaitu
suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi
tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang bersifat konkret, individual, danfinal, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum perdata. Gugatan yang diajukan oleh seseorang atau badan hukum yang merasa
dirugikan tersebut haruslah dengan alasan-alasan sesuai yang diatur dalam Pasal 53 ayat (2) UU No
5 Tahun 1986.
Secara umum jika kita kaji mengenai Isi atau bagian-bagian dari suatu Putusan, maka
hal ini diatur dalam Pasal 109 ayat (1) UU Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu memuat:
a. Kepala putusan harus berbunyi: “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa “.
b. Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman para pihak yang bersengketa.
c. Ringkasan gugatan dan jawaban Tergugat yang jelas.
d. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan
selama sengketa itu diperiksa.
e. Alasan hakim yang menjadi dasar putusan.
f. Amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara.
g. Hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutus, nama panitera serta keterangan tentang hadir
atau tidak hadirnya para pihak.
Menurut hemat Penulis, Putusan Pengadilan Tata Usaha Negera Jambi Nomor: 01/ G/ TUN/
2003/ PTUN.JBI secara keseluruhan sudah memuat semua bagian-bagian isi dari suatu putusan
sesuai Pasal 109 ayat (1) di atas.
Untuk mempermudah pemahaman Pembaca mengenai analisis terhadap Putusan sengketa tata
usaha negara yang dalam hal ini terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi Nomor: 01/
G/ TUN/ 2003/ PTUN.JBI di atas, maka Penulis akan mencoba menjelaskan atau menguraikannya
satu persatu dari hal-hal yang perlu untuk diketahui.
Secara keseluruhan jika kita sudah pada tahap penganalisaan suatu Putusan Pengadilan Tata
Usaha Negara maka secara tidak langsung sudah menunjukkan bahwa prosedur sebelumnya sudah
terpenuhi, yaitu seperti mengenai syarat-syarat dari suatu surat gugatan terutama syarat formil,
yang jika dalam kasus sengketa tata usaha negara pada contoh salinan Putusan Pengadilan Tata
Usaha Negara Jambi di atas adalah diajukan oleh Ir.Sudjarwo (Penggugat), didaftarkan 9 Januari
2003 dengan Register Perkara Nomor : 01/ G/TUN/ 2003/ PTUN.JBI . Tidak mungkin suatu
sengketa tata usaha negara dapat diperiksa, diadili, dan diputus di PTUN jika tidak lulus dari
pemeriksaan awal suatu surat gugatan di Kepaniteraan PTUN, Karena sebelum surat gugatan dapat
di daftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara syarat formilnya harus terpenuhi secara
lengkap terlebih dahulu, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 62 ayat (1) huruf b Jo Pasal 56 UU
No.5 Tahun 1986. Beberapa hal lain yang perlu kita cermati adalah:
A. Kompetensi Mengadili
Sengketa Tata Usaha Negara pada contoh salinan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi
di atas, Penulis sependapat dengan eksepsi Tergugat dan putusan Hakim, karena jenis sengketa
tersebut adalah sengketa kepegawaian, sehingga berdasarkan pada Pasal 48 Jo Pasal 51 ayat(3)
Undang-Undang No.5 Tahun 1986 seharusnya gugatan tersebut di ajukan ke Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara. Maka Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi tidak berwenang memeriksa perkara
tersebut.
B. Subjek Sengketa
Ketentuan mengenai pencantuman pihak-pihak dalam sengketa tata usaha ini di atur dalam
Pasal 109 ayat (1) huruf b Jo Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun 1986, bahwa yang harus
dicantumkan terkait subjek atau pihak-pihak yang berperkara dalam proses Peradilan Tata Usaha
Negara ini adalah Pertama; nama, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan penggugat atau
kuasanya. Kedua; nama jabatan dan tempat kedudukan tergugat.
Pada contoh kasus sengketa tata usaha di atas pihak yang berperkara adalah:
1. Penggugat
Nama : Sudjarwo
Kewarganegaraan : Indonesia
at : Jalan Imam Bonjol No.28 RT.18 RW.05, Kelurahan Pematang Kandis, Bangko
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Pemda Kabupaten Merangin
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 05/ TUN/ LBHDB/ II/ 2003 tanggal 4 Februari 2003
memberikan kuasa kepada Faidillah Darma SH, Budi Asmara SH, dan Alimin SH,
Advokat/Pengacara yang tergabung dalam Lembaga Bantuan Hukum “Darma Bakti”.
2. Tergugat
Nama Jabatan : Bupati Merangin
Tempat Kedudukan : Jalan Jenderal Sudirman No.1 Bangko
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 067/SKH/HK&ORG/2003 tanggal 20 Januari 2003 dan
Surat Kuasa Khusus Nomor: 137/ SKH/HK&ORG/ 2003 tanggal 30 Januari 2003 Jo Nomor : B-78/
N.5.14/ G.31/ 2003 tanggal 30 Januari 2003 memberi kuasa kepada Irdam SH, Isnadil SH, Dedie
Tri Hariyadi SH, Asep Dahwan S. SH.
C. Objek Sengketa
Objek yang disengketakan di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha
Negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No.5 Tahun 1986, yaitu
suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi
tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.
Dalam perkara ini objek gugatan yang diajukan oleh Penggugat merupakan suatu Keputusan
Tata Usaha Negara yaitu berupa Surat Keputusan Bupati Merangin No. 335 tahun 2002 tanggal 03
Desember 2002 tentang Pemberhentian Penggugat ( Sudjarwo ) dari Jabatan Kepala Dinas Tata
Kota Kabupaten Merangin (eselon II/b) menjadi Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Pariwisata
Kabupaten Merangin (eselon III/a).
Berdasarkan hal tersebut, Maka benarlah bahwa kasus tersebut termasuk kedalam objek
sengketa tata usaha negara, tepatnya sengketa kepegawaian yang dapat diperiksa di Pengadilan Tata
Usaha Negara Jambi, karena selain merupakan suatu penetapan tertulis yang bersifat individual,
konkret, dan final, juga pihak Penggugat merasa dirugikan oleh keputusan tersebut.
E. Tenggang Waktu
Tenggang waktu gugatan adalah batas waktu atau kesempatan yang diberikan oleh undang-
undang kepada seseorang atau badan hukum perdata untuk memperjuangkan haknya dengan cara
mengajukan gugatan melalui Peradilan Tata Usaha Negara.
Ketentuan mengenai tenggang waktu ini diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang No.5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu “gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang
waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara “. Artinya adalah bahwasanya gugatan tersebut harus diajukan
paling lambat 90 hari sejak diterima atau diumumkannya Keputusan Tata Usaha Negara.
Seperti yang diketahui bahwa bentuk kasus sengketa tata usaha negara dalam Putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi di atas adalah termasuk kedalam bentuk sengketa
kepegawaian, yaitu sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang yang
menduduki jabatan sebagai Pegawai Negeri dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di
pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara di bidang
kepegawaian yang dapat berupa hukuman disiplin, dan atas dasar human disiplin tersebut tersedia
upaya administratif, yang dalam sengketa ini adalah berupa Banding Administratif.
Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 menyebutkan bahwa “ Pengadilan baru
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan “.
Artinya adalah bahwa dalam sengketa kepegawaian haruslah terlebih dahulu melakukan upaya
administratif secara keseluruhan/sampai selesai jika pihak yang ingin mengajukan gugatan ingin
gugatannya diperiksa, diputus, dan diselesaikan di PTUN.
Dalam contoh kasus sengketa tata usaha negara di atas, Surat Keputusan (SK) Bupati Merangin
No. 335 tahun 2002 yang diterbitkan tanggal 3 Desember 2002, Sudjarwo sebagai pihak yang
merasa dirugikan (Penggugat) baru mengetahui mengenai Surat Keputusan (SK) pemutasiannya
dari Kepala Dinas Tata Kota Kabupaten Merangin (eselon II/b) menjadi Kepala Bagian Tata Usaha
Dinas Pariwisata Kabupaten Merangin (eselon III/a) pada tanggal 30 Desember 2002 dan baru
menerimanya tanggal 6 Januari 2003.
Penggugat mengajukan surat keberatan kepada Tergugat sebagai bentuk Banding Administratif
dengan Nomor surat 800/ 873/DTK/ 2002 pada tanggal 31 Desember 2002, dan diteruskan oleh
Tergugat kepada atasannya untuk memproses surat keberatan tersebut tanggal 4 Januari 2003.
Sebelum surat keberatan itu diproses dalam waktu yang sudah ditentukan, Penggugat sudah terlebih
dahulu mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi tanggal 9 Januari 2003.
Seharusnya tindakan yang tepat dilakukan Penggugat adalah menunggu proses keberatan atau
upaya administrasi tersebut berjalan sampai batas waktu yang ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 20 ayat (1) PP No.30 Tahun 1980 yang
menyebutkan bahwa “Kepada Pejabat yang menerima surat keberatan, paling lama 3 (tiga) hari
harus meneruskan kepada instansi atasannya, dan kepada instansi atasan pejabat tersebut diberi
kesempatan untuk menjawab paling lama 1 (satu) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat
keberatan itu “.
Dari uraian di atas dan berdasarkan pada Pasal 48 ayat (2) “ Pengadilan baru berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan”, Maka dapat
dikatakan bahwa sengketa Tata Usaha Negara pada contoh Putusan di atas, Pengadilan yang
ditujukan Penggugat untuk mengajukan gugatan tidaklah berwenang dan gugatan tersebut Prematur
(belum waktunya mengajukan gugatan).
F. Pembuktian
Pembuktian merupakan pengujian terhadap ada atau tidaknya suatu fakta, dapat berupa fakta
hukum yaitu kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang keberadaannya tergantung dari
penerapan suatu peraturan perundang-undangan, danfakta biasa yaitu kejadian-kejadian atau
keadaan-keadaan yang juga ikut menentukan adanya fakta hukum tertentu (Wiyono, 2007: 148).
Fakta-fakta yang disebutkan di atas akan menjadi bahan pertimbangan Hakim dalam menentukan
putusan akhir.
Jika mencermati contoh putusan di atas, yang menjadi fakta biasa dalam sengketa Tata Usaha
Negara tersebut berdasarkan pada bukti-bukti yang ada diantaranya adalah bahwa kinerja
Penggugat (Sujdarwo) ketika menjabat sebagai Kepala Dinas Tata Kota adalah kurang baik, hal ini
dapat dilihat pada halaman ke-34 Putusan tersebut terkait pertimbangan Hakim menyebutkan “
Menimbang, bahwa dari semua saksi yang diajukan oleh Tergugat sebanyak 4 (empat) orang
kesemuanya menerangkan kinerja Penggugat sebagai Kepala Dinas Tata Kota adalah kurang baik”.
Sedangkan yang menjadi Fakta hukum dari sengketa Tata Usaha Negara yang timbul dari adanya
fakta biasa di atas diantaranya adalah dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara oleh
Tergugat (Bupati Merangin) berupa Surat Keputusan(SK) Bupati Merangin Nomor 335 Tahun 2002
tanggal 3 Desember 2002 tentang Pemberhentian, Pemindahan, dan Pengangkatan Penggugat (
Sudjarwo) dari Kepala Dinas Tata Kota Kabupaten Merangin(eselon II/b) menjadi Kepala Bagian
Tata Usaha Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya Kabupaten Merangin(eselon III/a).
Pada Pasal 107 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
menyebutkan “ Hakim menetukan apa yang harus dibutikan, beban pembuktian beserta penilaian
pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti
berdasarkan keyakinan Hakim”. Dengan demikian Hakim dalam memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara memiliki kebebasan atau dapat menentukan sendiri
siapa yang harus dibebani pembuktian, serta Hakim tidak tergantung atau terikat pada fakta dan hal
yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa.
Terkait alat bukti, Undang-Undang No 5 Tahun 1986 mengaturnya dalam Pasal 100, yaitu:
a. Surat atau tulisan
b. Keterangan ahli
c. Keterangan saksi
d. Pengakuan para pihak
e. Pengetahuan Hakim.
Atas dasar pengaturan terkait alat bukti sebagai pada pasal-pasal di atas, maka pada contoh
kasus/sengketa di atas menurut pencermatan Penulis alat bukti yang digunakan sebagai
pertimbangan Hakim dalam menentukan putusan akhir adalah:
a. Surat atau tulisan ; Bukti ini dapat diperhatikan dari uraian bukti-bukti surat yang diajukan oleh
Penggugat maupun Tergugat berupa foto copy yang telah dilegalisir, bermaterai cukup atau dengan
kata lain surat-surat yang sudah dianggap sah dan dapat dipergunakan di Pengadilan.
b. Keterangan ahli ; Pada persidangan sengketa tata usaha negara tersebut pihak Penggugat telah
mengajukan 1 (satu) orang saksi ahli untuk diperdengarkan kesaksiannya di depan Hakim tentang
hal yang diketahuinya berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya.
c. Keterangan saksi ; Pada persidangan sengketa tata usaha negara tersebut juga diperdengarkan
keterangan dari saksi-saksi (saksi fakta) yang diajukan oleh Penggugat dan Tergugat.
d. Pengetahuan Hakim ; Dalam hal ini adalah pengetahuan hakim mengenai azas-azas dan peraturan-
peraturan yang berkaitan dengan pemeriksaan dan penyelesaian suatu sengketa tata usaha negara,
misalnya pada sengketa TUN dalam Putusan di atas adalah sehubungan dengan pertimbangan
Hakim untuk mencabut Penetapan Ketua Pengadilan TUN Jambi mengenai Penangguhan
Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan karena berdasarkan fakta yang ada
bahwa jabatan Dinas Tata Kota merupakan institusi pelayanan publik yang harus terus berjalan dan
tidak boleh dibiarkan kosong. Maka disinilah letak pertimbangan Hakim yang sesuai dengan
pengetahuannya, yaitu berdasarkan pada azas penyelenggaraan kepentingan umum dan Pasal 67
ayat (4) huruf b yang menyebutkan bahwa “permohonan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata
Usaha Negara tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan
mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut”.
Dari penjelasan di atas,maka menurut Penulis dengan adanya lebih dari dua alat bukti yang
digunakan sebagai pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara, maka amar/putusan yang
ditetapkan atau diambil oleh Hakim nantinya tidak akan diragukan lagi ketepatan putusannya.
KESIMPULAN
Dari uraian analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa Putusan Tata Usaha Negara Jambi
Nomor: 01/ G/ TUN/ 2003/ PTUN.JBI. terkait sengketa Tata Usaha Negara antara
Sudjarwo(Penggugat) yang menggugat Surat Keputusan Bupati Merangin No.335 Tahun 2002 yang
dikeluarkan oleh Bupati Merangin(Tergugat) secara keseluruhan sudah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, baik dari segi isi putusan maupun maupun sistematika putusan,
begitu juga dengan Subjek, Objek, Kompetensi, tenggang waktu mengajukan gugatan sudah tepat.
Sehingga hal tersebut mengindikasikan bahwa Putusan Tata Usaha Negara tersebut dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum.
PROSES/TAHAPAN PENANGANAN PERKARA DI PERSIDANGAN
PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAMBI
OLEH: PANITERA MUDA PERKARA PTUN JAMBI
Proses/tahapan berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jambi pada pokoknya melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut:
A. Pemeriksaan Pendahuluan:
B. Pemeriksaan Persidangan
1. Kepala putusan berbunyi: DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
2. Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman, atau tempat kedudukan para pihak yang bersengketa
3. Ringkasan gugatan dan jawaban tergugat harus jelas
4. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dalam hal yang terjadi dalam persidangan selama
sengketa itu diperiksa
5. Alasan hukum yang menjadi dasar Putusan
6. Amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara
7. Hari, tanggal putusan, nama Majelis Hakim yang memutus, nama Panitera serta keterangan tentang hadir atau
tidaknya para pihak
1. Gugatan ditolak
2. Gugatan dikabulkan
3. Gugatan tidak diterima
4. Gugatan gugur
F. Amar tambahan dalam putusan Peradilan Tata Usaha Negara (Pasal 97 ayat 8 dan ayat 9 Undang-Undang No. 5 Tahun
1986. Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan Pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus
dilakukan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara. Kewajiban
dimaksud dapat berupa:
G. Cara Pengambilan Putusan (Pasal 97 ayat 3,4 dan 5) Undang-Undang No. 5 Tahun 1986
1. Putusan dalam musyawarah Majelis yang dipimpin oleh Hakim Ketua Majelis merupakan hasil pemufakatan bulat.
Kecuali jika diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai pemufakatan bulat putusan diambil dengan
suara terbanyak
2. Apabila musyawarah Majelis Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 tidak dapat menghasilkan putusan,
pemusyawaratan ditunda sampai musyawarah Majelis Hakim berikutnya
3. Apabila dalam musyawarah Majelis berikutnya tidak dapat diambil suara terbanyak, maka suara terakhir Hakim
Ketua Majelis yang menentukan
Jangka waktu penyelesaian sengketa tata usaha negara adalah minimal 6 (enam) bulan (SEMA No. 03 Tahun
1983, tertanggal 10 September 1998). Apabila penyelesaian lebih dari 6 (enam) bulan Hakim/Majelis Hakim
melaporkan ke Mahkamah Agung RI, disertai alasan-alasan
Putusan harus ditandatangani oleh Majelis Hakim yang memutus dan Panitera/Panitera Pengganti yang turut
bersidang selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sesudah Putusan diucapkan
1. Salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan
surat tercatat oleh Panitera pengadilan setempat atas perintah ketua pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat
pertama selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja
2. Apabila setelah 60 (enam puluh) hari kerja putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterima Tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud
dalam pasal 97 ayat 9 huruf a, keputusan tata usaha negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan
hukum lagi
3. Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 97 ayat 9
huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 90 (sembilan puluh) hari kerja ternyata kewajiban tersebut tidak
dilaksanakan, maka penggugat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat 1, agar pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan pengadilan
4. Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya hukum paksa berupa pembayaran sejumlah uang
paksa dan/atau sanksi administratif. Ketentuan mengenai besaran uang paksa, jenis sanksi administratif dan tata
cara pelaksanaan pembayaran uang paksa dan/atau sanksi administratif diatur dengan peraturan perundang-
undangan
5. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat 4 diumumkan pada
media massa cetak setempat oleh panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
3
6. Disamping diumumkan pada media massa cetak setempat sebagaimana dimaksud pada ayat 5, ketua pengadilan
harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi untuk
memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk
menjalankan fungsi pengawasan