Anda di halaman 1dari 12

CONTOH KESIMPULAN (TERGUGAT)

KESIMPULAN TERGUGAT II
PERKARA PERDATA NO. 52/PDT.G/2012/PN.JKT.SEL
PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN
ANTARA
EVA DWINOPIANTI.....................PENGGUGAT
MELAWAN
JAKSA AGUNG RI............TERGUGAT I
REYZA ANDRIAN....................TERGUGAT II

NO. : 109/LFDDR/PMH/VIII/2012

Kepada Yth.
Majelis Hakim
Perkara Perdata No. 52/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel
Jalan Ampera No. 133 Ragunan, Pasar Minggu
Jakarta Selatan

Perihal : Kesimpulan Tergugat II

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Dimas Pratomo, S.H., M.H. dan Pahlawan Agdesseno, S.H., M.H. Advokat/Pengacara dan
Penasihat Hukum pada Dimpah dan Rekan Law Firm. Berdasarkan Surat Kuasa Khusus pada
tanggal 3 Maret 2012 (Surat Kuasa terlampir) dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama serta
mewakili Reyza Andrian selakuTERGUGAT II, perkenankanlah bersama ini kami
menyampaikan Kesimpulan dalam Perkara Perdata No. 52/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel sebagai
berikut:

Tanggapan atas bukti Penggugat:


Bukti P-2 yang diajukan oleh Penggugat berupa Akta Jual Beli No.1/Kebayoran Lama/2003,
tanggal 16 Juli 2003 antara Sugijanto selaku penjual dengan Eva Dwinopianti selaku pembeli,
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah Hanny Sudarmadi, S.H. adalah tidak sah. Hal ini
dikarenakan Pihak Penjual, yakni Sugijarto mendapatkan tanah beserta rumah di atasnya
dengan proses jual beli yang tidak sah. Tergugat II tidak pernah terlibat dalam jual-beli rumah
sebagaimana yang dimaksudkan oleh Penggugat. Tanah beserta rumah bersertifikat no. 605/
Grogol Selatan (Vide Bukti P-01) didapat oleh Sugijarto secara tidak sah.

Bukti P-4 yang diajukan oleh Penggugat berupa Surat dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan
kepada saudara Tergugat II No.B.2658/0.1.14/Euh.2/10/2011 tanggal 29 oktober 2011 tentang
pengembalian barang bukti membuktikan bahwa penguasaan objek sengketa oleh Tergugat II
tidak melawan hukum.

Saksi yang diajukan oleh Penggugat


Bahwa Saksi yang diajukan oleh Penggugat, yakni: Hadeli Firman dan Sugijarto diperoleh
keterangan dalam persidangan yang menyatakan bahwa benar Tergugat II telah melakukan
pinjaman kepada Bank Natin dan tidak sanggup untuk melunasinya sehingga Pihak Bank Natin
melakukan penjualan atas barang yang dijamin, yakni Sertifikat Hak Milik no. 605 /Grogol
Selatan yang berupa tanah seluas 450m2 beserta rumah di atasnya kepada Sugijarto, di mana
Tergugat II sendiri sebagai pihak penjual dan Hadeli Firman (Pimpinan Bank Natin) sebagai
saksi. Jual beli tersebut dilakukan dihadapan notaris Bpk. Didi Sujadi, SH. Kemudian Sugijarto
menjual tanah dan rumah di atasnya tersebut kepada Penggugat dihadapan Pejabat Pembuat
Akta Tanah, Ny. Hanny Sudarmadi, SH. Karena Hadeli Firman (Pimpinan Bank Natin) terlibat
kasus Pidana sehingga Sertifikat Hak Milik no. 605/Grogol Selatan disita oleh pihak kepolisian.
Penggugat merasa dirugikan dan meminta sertifikat tersebut dikembalikan. Dengan
dikeluarkannya Fatwa Mahkamah Agung Republik Indonesia, maka Sertifikat tersebut dapat
dikembalikan, namun oleh Tergugat I Sertifikat tersebut dikembalikan kepada Tergugat II.

Tergugat I tidak mengajukan saksi / saksi-saksi

Saksi yang diajukan oleh Tergugat II


Bahwa Saksi yang diajukan oleh Tergugat II, yakni Budiono dan Zainudin Kusumahbrata
diperoleh keterangan dalam persidangan yang menyatakan bahwa Tergugat II telah melunasi
pinjaman yang Ia pinjam di Bank Natin. Dan Tergugat II tidak mengetahui adanya transaksi jual
beli tanah dan rumah bersertifikat Hak Milik no. 605/Grogol Selatan yang Ia jaminkan.

Bahwa berdasarkan bukti-bukti sebagaimana yang dimaksud di atas terungkap dalam


persidangan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Bahwa alasan-alasan yang dikemukakan oleh Penggugat atas pembelaan diri yang tidak baik
dan tidak bertanggung jawab serta tidak terbukti, oleh karena itu alasan-alasan itu haruslah
ditolak;
2. Bahwa tanah dan rumah di atasnya yang bersertifikat Hak Milik no. 605/Grogol Selatan,
Penggugat dapatkan dengan transaksi jual-beli yang tidak sah, karena Pihak Penjual, yakni
Sugijarto mendapatkan rumah dan tanah bersertifikat Hak Milik tersebut secara tidak sah juga.
Tergugat II tidak pernah menjadi Pihak Penjual dalam Proses Jual Beli tersebut;
3. Bahwa penguasaan objek sengketa oleh Tergugat II tidak melawan hukum, karena adanya
Surat dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan kepada saudara Tergugat II
No.B.2658/0.1.14/Euh.2/10/2011 tanggal 29 oktober 2011 tentang pengembalian barang bukti
(Bukti Vide P-4);

Jakarta, 3 Agustus 2012


Hormat kami,
Kuasa Hukum Penggugat

Dimas Pratomo , S.H., M.H.

Pahlawan Agdesseno, S.H.,M.H


ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA
NEGARA JAMBI
NOMOR: 01/ G/ TUN/2003/PTUN.JBI
BY : ANNEKA SALDIAN MARDHIAH

Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara menyebutkan bahwa sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam
bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata
Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pada dasarnya sengketa Tata Usaha Negara terjadi karena adanya seseorang atau badan hukum
perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara, yaitu
suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi
tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang bersifat konkret, individual, danfinal, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum perdata. Gugatan yang diajukan oleh seseorang atau badan hukum yang merasa
dirugikan tersebut haruslah dengan alasan-alasan sesuai yang diatur dalam Pasal 53 ayat (2) UU No
5 Tahun 1986.
Secara umum jika kita kaji mengenai Isi atau bagian-bagian dari suatu Putusan, maka
hal ini diatur dalam Pasal 109 ayat (1) UU Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu memuat:
a. Kepala putusan harus berbunyi: “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa “.
b. Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman para pihak yang bersengketa.
c. Ringkasan gugatan dan jawaban Tergugat yang jelas.
d. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan
selama sengketa itu diperiksa.
e. Alasan hakim yang menjadi dasar putusan.
f. Amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara.
g. Hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutus, nama panitera serta keterangan tentang hadir
atau tidak hadirnya para pihak.
Menurut hemat Penulis, Putusan Pengadilan Tata Usaha Negera Jambi Nomor: 01/ G/ TUN/
2003/ PTUN.JBI secara keseluruhan sudah memuat semua bagian-bagian isi dari suatu putusan
sesuai Pasal 109 ayat (1) di atas.
Untuk mempermudah pemahaman Pembaca mengenai analisis terhadap Putusan sengketa tata
usaha negara yang dalam hal ini terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi Nomor: 01/
G/ TUN/ 2003/ PTUN.JBI di atas, maka Penulis akan mencoba menjelaskan atau menguraikannya
satu persatu dari hal-hal yang perlu untuk diketahui.
Secara keseluruhan jika kita sudah pada tahap penganalisaan suatu Putusan Pengadilan Tata
Usaha Negara maka secara tidak langsung sudah menunjukkan bahwa prosedur sebelumnya sudah
terpenuhi, yaitu seperti mengenai syarat-syarat dari suatu surat gugatan terutama syarat formil,
yang jika dalam kasus sengketa tata usaha negara pada contoh salinan Putusan Pengadilan Tata
Usaha Negara Jambi di atas adalah diajukan oleh Ir.Sudjarwo (Penggugat), didaftarkan 9 Januari
2003 dengan Register Perkara Nomor : 01/ G/TUN/ 2003/ PTUN.JBI . Tidak mungkin suatu
sengketa tata usaha negara dapat diperiksa, diadili, dan diputus di PTUN jika tidak lulus dari
pemeriksaan awal suatu surat gugatan di Kepaniteraan PTUN, Karena sebelum surat gugatan dapat
di daftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara syarat formilnya harus terpenuhi secara
lengkap terlebih dahulu, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 62 ayat (1) huruf b Jo Pasal 56 UU
No.5 Tahun 1986. Beberapa hal lain yang perlu kita cermati adalah:
A. Kompetensi Mengadili
Sengketa Tata Usaha Negara pada contoh salinan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi
di atas, Penulis sependapat dengan eksepsi Tergugat dan putusan Hakim, karena jenis sengketa
tersebut adalah sengketa kepegawaian, sehingga berdasarkan pada Pasal 48 Jo Pasal 51 ayat(3)
Undang-Undang No.5 Tahun 1986 seharusnya gugatan tersebut di ajukan ke Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara. Maka Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi tidak berwenang memeriksa perkara
tersebut.

B. Subjek Sengketa
Ketentuan mengenai pencantuman pihak-pihak dalam sengketa tata usaha ini di atur dalam
Pasal 109 ayat (1) huruf b Jo Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun 1986, bahwa yang harus
dicantumkan terkait subjek atau pihak-pihak yang berperkara dalam proses Peradilan Tata Usaha
Negara ini adalah Pertama; nama, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan penggugat atau
kuasanya. Kedua; nama jabatan dan tempat kedudukan tergugat.
Pada contoh kasus sengketa tata usaha di atas pihak yang berperkara adalah:

1. Penggugat
Nama : Sudjarwo
Kewarganegaraan : Indonesia
at : Jalan Imam Bonjol No.28 RT.18 RW.05, Kelurahan Pematang Kandis, Bangko
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Pemda Kabupaten Merangin
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 05/ TUN/ LBHDB/ II/ 2003 tanggal 4 Februari 2003
memberikan kuasa kepada Faidillah Darma SH, Budi Asmara SH, dan Alimin SH,
Advokat/Pengacara yang tergabung dalam Lembaga Bantuan Hukum “Darma Bakti”.
2. Tergugat
Nama Jabatan : Bupati Merangin
Tempat Kedudukan : Jalan Jenderal Sudirman No.1 Bangko
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 067/SKH/HK&ORG/2003 tanggal 20 Januari 2003 dan
Surat Kuasa Khusus Nomor: 137/ SKH/HK&ORG/ 2003 tanggal 30 Januari 2003 Jo Nomor : B-78/
N.5.14/ G.31/ 2003 tanggal 30 Januari 2003 memberi kuasa kepada Irdam SH, Isnadil SH, Dedie
Tri Hariyadi SH, Asep Dahwan S. SH.

C. Objek Sengketa
Objek yang disengketakan di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha
Negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No.5 Tahun 1986, yaitu
suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi
tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.
Dalam perkara ini objek gugatan yang diajukan oleh Penggugat merupakan suatu Keputusan
Tata Usaha Negara yaitu berupa Surat Keputusan Bupati Merangin No. 335 tahun 2002 tanggal 03
Desember 2002 tentang Pemberhentian Penggugat ( Sudjarwo ) dari Jabatan Kepala Dinas Tata
Kota Kabupaten Merangin (eselon II/b) menjadi Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Pariwisata
Kabupaten Merangin (eselon III/a).
Berdasarkan hal tersebut, Maka benarlah bahwa kasus tersebut termasuk kedalam objek
sengketa tata usaha negara, tepatnya sengketa kepegawaian yang dapat diperiksa di Pengadilan Tata
Usaha Negara Jambi, karena selain merupakan suatu penetapan tertulis yang bersifat individual,
konkret, dan final, juga pihak Penggugat merasa dirugikan oleh keputusan tersebut.

D. Posita Dan Petitum


Seperti yang telah diketahui bahwasanya pada penulisan ini Penulis sedang menganalisis sebuah
Putusan Tata Usaha Negara. Suatu Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara akan berisikan
rangkuman secara keseluruhan dari pemeriksaan-pemeriksaan yang telah dilakukan selama
persidangan sesuai isi/sistematika putusan yang telah ditentukan undang-undang. Walaupun pada
dasarnya Posita dan Petitum gugatan berawal dari suatu surat gugatan, namun hal itu tidak
menghalangi kita untuk dapat mengetahui apa yang menjadi Posita maupun Petitum dari gugatan
Penggugat, karena hal tersebut tetap dicantumkan pada suatu Putusan Tata Usaha.
Posita atau dasar gugatan berisikan dalil-dalil Penggugat untuk mengajukan gugatan yang
diuraikan secara ringkas, sederhana, dan harus jelas atau terang, biasanya berisi tentang kejadian-
kejadian atau peristiwa-peristiwa yang merupakan uraian dari duduk perkara suatu sengketa dan
berisi fakta hukum terkait hubungan hukum antara Penggugat dan Tergugat.
Sedangkan Petitum adalah kesimpulan gugatan yang berisikan hal-hal yang dituntut oleh Penggugat
untuk diputuskan oleh Hakim.
Pada sengketa Tata Usaha Negara sesuai contoh Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi
Nomor: 01/ G/ TUN/ 2003/PTUN.JBI di atas, yang menjadi Posita dan Petitumnya adalah:
1. Posita
Secara keseluruhan uraian mengenai kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa terkait duduk
perkara yang tertuju pada dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara dapat dilihat dan dicermati
pada halaman ke-2 dari Putusan TUN tersebut.
Bertitik tolak kepada ketentuan Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang No.9 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No.5 Tahun 1986, bahwa alasan-alasan Penggugat untuk
menggugat adalah:
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pada contoh salinan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi di atas, alasan Penggugat
mengatakan KTUN tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan adalah karena
penerbitan SK Bupati Merangin Nomor 335 Tahun 2002 tanggal 3 Desember 2002 tersebut adalah
bertentangan dengan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 13 Tahun 2002 yang
merupakan ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 yang
menyebutkan bahwa “ untuk menjamin pembinaan karir yang sehat tidak diperbolehkan
perpindahan jabatan struktural dari eselon yang lebih tinggi kedalam eselon yang lebih rendah”.
b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan azas-azas umum pemerintahan
yang baik
Pada contoh salinan Putusan PTUN di atas, hal ini dapat dilihat atau dibuktikan pada penjabaran
“duduk perkara” point ke 16-17, yang menyebutkan bahwa mutasi yang dirasa merugikan Penggugat
tersebut dinilai melanggar atau tidak sesuai dengan azas kepatutan kepegawaian yang berlaku
umum dan azas larangan berbuat sewenang-wenang.
2. Petitum
Yang menjadi tuntutan Penggugat untuk diputuskan oleh Hakim terhadap perkara gugatan dalam
sengketa tata usaha negara tersebut adalah:
a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya
b. Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Bupati Merangin No. 335 Tahun 2002 tertanggal
3 Desember 2002 tentang Pemberhentian Penggugat dari Jabatan Kepala Dinas Tata Kota
Kabupaten Merangin yang ditempatkan sebagai Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Pariwisata, Seni
dan Kebudayaan Kabupaten Merangin
c. Memerintahkan Tergugat menerbitkan Surat Keputusan yang isinya mencabut Surat Keputusan
Bupati Merangin yang disebutkan di atas
d. Memerintahkan Tergugat untuk menerbitkan Surat Keputusan yang isinya merehabilitasi Penggugat
sesuai harkat, martabat dan kedudukannya
e. Menetapkan bahwa Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi tentang penundaan
pelaksanaan lebih lanjut Surat Keputusan yang menjadi objek sengketa, tetap sah dan berlaku
f. Menghukum Tergugat untuk membayar ongkos perkara yang timbul dalam perkara.

E. Tenggang Waktu
Tenggang waktu gugatan adalah batas waktu atau kesempatan yang diberikan oleh undang-
undang kepada seseorang atau badan hukum perdata untuk memperjuangkan haknya dengan cara
mengajukan gugatan melalui Peradilan Tata Usaha Negara.
Ketentuan mengenai tenggang waktu ini diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang No.5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu “gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang
waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara “. Artinya adalah bahwasanya gugatan tersebut harus diajukan
paling lambat 90 hari sejak diterima atau diumumkannya Keputusan Tata Usaha Negara.
Seperti yang diketahui bahwa bentuk kasus sengketa tata usaha negara dalam Putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi di atas adalah termasuk kedalam bentuk sengketa
kepegawaian, yaitu sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang yang
menduduki jabatan sebagai Pegawai Negeri dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di
pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara di bidang
kepegawaian yang dapat berupa hukuman disiplin, dan atas dasar human disiplin tersebut tersedia
upaya administratif, yang dalam sengketa ini adalah berupa Banding Administratif.
Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 menyebutkan bahwa “ Pengadilan baru
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan “.
Artinya adalah bahwa dalam sengketa kepegawaian haruslah terlebih dahulu melakukan upaya
administratif secara keseluruhan/sampai selesai jika pihak yang ingin mengajukan gugatan ingin
gugatannya diperiksa, diputus, dan diselesaikan di PTUN.
Dalam contoh kasus sengketa tata usaha negara di atas, Surat Keputusan (SK) Bupati Merangin
No. 335 tahun 2002 yang diterbitkan tanggal 3 Desember 2002, Sudjarwo sebagai pihak yang
merasa dirugikan (Penggugat) baru mengetahui mengenai Surat Keputusan (SK) pemutasiannya
dari Kepala Dinas Tata Kota Kabupaten Merangin (eselon II/b) menjadi Kepala Bagian Tata Usaha
Dinas Pariwisata Kabupaten Merangin (eselon III/a) pada tanggal 30 Desember 2002 dan baru
menerimanya tanggal 6 Januari 2003.
Penggugat mengajukan surat keberatan kepada Tergugat sebagai bentuk Banding Administratif
dengan Nomor surat 800/ 873/DTK/ 2002 pada tanggal 31 Desember 2002, dan diteruskan oleh
Tergugat kepada atasannya untuk memproses surat keberatan tersebut tanggal 4 Januari 2003.
Sebelum surat keberatan itu diproses dalam waktu yang sudah ditentukan, Penggugat sudah terlebih
dahulu mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi tanggal 9 Januari 2003.
Seharusnya tindakan yang tepat dilakukan Penggugat adalah menunggu proses keberatan atau
upaya administrasi tersebut berjalan sampai batas waktu yang ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 20 ayat (1) PP No.30 Tahun 1980 yang
menyebutkan bahwa “Kepada Pejabat yang menerima surat keberatan, paling lama 3 (tiga) hari
harus meneruskan kepada instansi atasannya, dan kepada instansi atasan pejabat tersebut diberi
kesempatan untuk menjawab paling lama 1 (satu) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat
keberatan itu “.
Dari uraian di atas dan berdasarkan pada Pasal 48 ayat (2) “ Pengadilan baru berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan”, Maka dapat
dikatakan bahwa sengketa Tata Usaha Negara pada contoh Putusan di atas, Pengadilan yang
ditujukan Penggugat untuk mengajukan gugatan tidaklah berwenang dan gugatan tersebut Prematur
(belum waktunya mengajukan gugatan).

F. Pembuktian
Pembuktian merupakan pengujian terhadap ada atau tidaknya suatu fakta, dapat berupa fakta
hukum yaitu kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang keberadaannya tergantung dari
penerapan suatu peraturan perundang-undangan, danfakta biasa yaitu kejadian-kejadian atau
keadaan-keadaan yang juga ikut menentukan adanya fakta hukum tertentu (Wiyono, 2007: 148).
Fakta-fakta yang disebutkan di atas akan menjadi bahan pertimbangan Hakim dalam menentukan
putusan akhir.
Jika mencermati contoh putusan di atas, yang menjadi fakta biasa dalam sengketa Tata Usaha
Negara tersebut berdasarkan pada bukti-bukti yang ada diantaranya adalah bahwa kinerja
Penggugat (Sujdarwo) ketika menjabat sebagai Kepala Dinas Tata Kota adalah kurang baik, hal ini
dapat dilihat pada halaman ke-34 Putusan tersebut terkait pertimbangan Hakim menyebutkan “
Menimbang, bahwa dari semua saksi yang diajukan oleh Tergugat sebanyak 4 (empat) orang
kesemuanya menerangkan kinerja Penggugat sebagai Kepala Dinas Tata Kota adalah kurang baik”.
Sedangkan yang menjadi Fakta hukum dari sengketa Tata Usaha Negara yang timbul dari adanya
fakta biasa di atas diantaranya adalah dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara oleh
Tergugat (Bupati Merangin) berupa Surat Keputusan(SK) Bupati Merangin Nomor 335 Tahun 2002
tanggal 3 Desember 2002 tentang Pemberhentian, Pemindahan, dan Pengangkatan Penggugat (
Sudjarwo) dari Kepala Dinas Tata Kota Kabupaten Merangin(eselon II/b) menjadi Kepala Bagian
Tata Usaha Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya Kabupaten Merangin(eselon III/a).
Pada Pasal 107 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
menyebutkan “ Hakim menetukan apa yang harus dibutikan, beban pembuktian beserta penilaian
pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti
berdasarkan keyakinan Hakim”. Dengan demikian Hakim dalam memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara memiliki kebebasan atau dapat menentukan sendiri
siapa yang harus dibebani pembuktian, serta Hakim tidak tergantung atau terikat pada fakta dan hal
yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa.
Terkait alat bukti, Undang-Undang No 5 Tahun 1986 mengaturnya dalam Pasal 100, yaitu:
a. Surat atau tulisan
b. Keterangan ahli
c. Keterangan saksi
d. Pengakuan para pihak
e. Pengetahuan Hakim.
Atas dasar pengaturan terkait alat bukti sebagai pada pasal-pasal di atas, maka pada contoh
kasus/sengketa di atas menurut pencermatan Penulis alat bukti yang digunakan sebagai
pertimbangan Hakim dalam menentukan putusan akhir adalah:
a. Surat atau tulisan ; Bukti ini dapat diperhatikan dari uraian bukti-bukti surat yang diajukan oleh
Penggugat maupun Tergugat berupa foto copy yang telah dilegalisir, bermaterai cukup atau dengan
kata lain surat-surat yang sudah dianggap sah dan dapat dipergunakan di Pengadilan.
b. Keterangan ahli ; Pada persidangan sengketa tata usaha negara tersebut pihak Penggugat telah
mengajukan 1 (satu) orang saksi ahli untuk diperdengarkan kesaksiannya di depan Hakim tentang
hal yang diketahuinya berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya.
c. Keterangan saksi ; Pada persidangan sengketa tata usaha negara tersebut juga diperdengarkan
keterangan dari saksi-saksi (saksi fakta) yang diajukan oleh Penggugat dan Tergugat.
d. Pengetahuan Hakim ; Dalam hal ini adalah pengetahuan hakim mengenai azas-azas dan peraturan-
peraturan yang berkaitan dengan pemeriksaan dan penyelesaian suatu sengketa tata usaha negara,
misalnya pada sengketa TUN dalam Putusan di atas adalah sehubungan dengan pertimbangan
Hakim untuk mencabut Penetapan Ketua Pengadilan TUN Jambi mengenai Penangguhan
Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan karena berdasarkan fakta yang ada
bahwa jabatan Dinas Tata Kota merupakan institusi pelayanan publik yang harus terus berjalan dan
tidak boleh dibiarkan kosong. Maka disinilah letak pertimbangan Hakim yang sesuai dengan
pengetahuannya, yaitu berdasarkan pada azas penyelenggaraan kepentingan umum dan Pasal 67
ayat (4) huruf b yang menyebutkan bahwa “permohonan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata
Usaha Negara tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan
mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut”.
Dari penjelasan di atas,maka menurut Penulis dengan adanya lebih dari dua alat bukti yang
digunakan sebagai pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara, maka amar/putusan yang
ditetapkan atau diambil oleh Hakim nantinya tidak akan diragukan lagi ketepatan putusannya.

G. Diktum / Amar Putusan


Setelah semua tahap-tahap pemeriksaan di persidangan dilakukan (pembacaan gugatan oleh
Penggugat, pembacaan jawaban dari Tergugat, replik, duplik, pengjuan alat-alat bukti, kesimpulan),
diman inti dari hasil pemeriksaan di sidang Pengadilan mengenai sengketa Tata Usaha Negara itu
adalah Pertama, Penggugat mengajukan kesimpulan bahwa KTUN yang dikeluarkan oleh Tergugat
agar dinyatakan batal atau tidak sah. Kedua, Tergugat mengajukan kesimpulan bahwa KTUN yang
telah dikeluarkan adalah sah (Wiyono, 2007: 123).
Kini tibalah saatnya kita pada tahap pembahasan penjatuhan putusan akhir. Diktum atau Amar
Putusan adalah apa yang diputuskan secara final oleh pengadilan dan merupakan titik akhir yang
terpenting bagi Penggugat atau Tergugat, dengan kata lain Diktum atau amar putusan juga dapat
dikatakan jawaban atau tanggapan dari petitum.
Putusan akhir adalah putusan yang dijatuhkan oleh Hakim setelah pemeriksaan sengketa Tata
Usaha Negara selesai yang mengakhiri sengketa tersebut pada tingkat pengadilan tertentu.
Berdasarkan Pasal 97 ayat (7) bentuk Putusan pengadilan dapat berupa:
1. Gugatan ditolak
2. Gugatan dikabulkan
3. Gugatan tidak diterima
4. Gugatan gugur.
Pada contoh sengketa Tata Usaha Negara dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi
Nomor: 01/ G/ TUN/ 2003/ PTUN.JBI di atas yang menjadi Diktum atau Amar putusan yang
diputuskan dalam Rapat Permusyawaratn Majelis Hakim pada hari Rabu tanggal 7 Mei 2003 yaitu,
mengadili:
1. Menerima Eksepsi Tergugat
2. Mencabut Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi Nomor: 01/ G/ TUN/ 2003/
PTUN.JBI. tanggal 24 Januari 2003
3. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima
4. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang diperhitungkan sebesar Rp. 427.000,-
(empat ratus dua puluh tujuh rupiah).
Dengan diterimanya eksepsi tergugat maka otomatis gugatan Penggugat tidak diterima yaitu
putusan yang menyatakan bahwa syarat-syarat yang telah ditentukan tidak dipenuhi oleh gugatan
yang diajukan oleh Penggugat dan Diktum putusan tersebut tidak membawa perubahan apa-apa
dalam hubungan hukum yang ada antara Penggugat dengan Tergugat, artinya keadaan tetap seperti
yang berlaku semula, dimana Penggugat ( Sudjarwo ) tetap pada posisi jabatannya ketika
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi Objek sengketa dan Keputusan Tata
Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Tergugat (Bupati Merangin) tetap berlaku atau sah menurut
hukum, yaitu dengan adanya Putusan Hakim mencabut Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha
Negara Jambi Nomor: 01/ G/ TUN/ 2003/ PTUN.JBI. tanggal 24 Januari 2003 tentang Penundaan
Pelaksanaan Lebih Lanjut Surat Keputusan tanggal 3 Desember 2002 Nomor 335 Tahun 2002.
Menghukum Penggugat(Sudjarwo) untuk membayar biaya perkara menurut Penulis sudah tepat,
karena berdasarkan Pasal 100 Undang-Undang No.5 Tahun 1986 menyebutkan bahwa “Pihak yang
dikalahkan untuk seluruhnya atau sebagian dihukum membayar biaya perkara”. Lebih lanjut Pasal
111 UU No.5 Tahun 1986 mengatur, yang termasuk dalam biaya perkara itu adalah:
a. Biaya kepaniteraan dan biaya materai
b. Biaya saksi, ahli, dan alih bahasa dengan catatan bahwa pihak yang meminta pemeriksaan lebih dari
lima orang saksi harus membayar biaya untuk saksi yang lebih itu meskipun pihak tersebut
dimenangkan
c. Biaya pemeriksaan di tempat lain dari ruangan sidang dan biaya lain yang diperlukan bagi
pemutusan sengketa atas perintah Hakim Ketua Sidang.
Yang perlu ditekankan dalam penjatuhan putusan adalah bahwa Majelis Hakim wajib menjatuh
putusan terhadap semua petitum dan dilarang menjatuhkan putusan di luar atau melebihi petitum.
Pasal 68 ayat(1) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 menyebutkan “Pengadilan memeriksa dan
memutus sengketa Tata Usaha Negara dengan tiga orang Hakim”. Jika kita cermati, pada contoh
Putusan sengketa Tata Usaha Negara di atas sudah memenuhi aturan Pasal tersebut, dapat terlihat
pada bagian penutup Putusan PTUN, Majelis Hakim yang memutus tersebut adalah M.Arif
Nurdu’a,SH Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi selaku Hakim Ketua Majelis, R.Basuki
Santoso,SH dan Husban,SH masing-masing sebagai Hakim Anggota.
Pasal 108 ayat(1) dan(2) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 mengatur bahwa Putusan
Pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan jika hal tersebut tidak
terpenuhi maka akan mengakibatkan putusan Pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan
hukum. Jika berpandangan pada pasal tersebut, contoh Putusan sengketa Tata Usaha Negara di atas
adalah sah dan mempunyai kekuatan hukum, karena putusan tersebut diucapkan dalam sidang yang
dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Kamis tanggal 8 Mei 2003 oleh Majelis Hakim dan
dibantu oleh Bowo Winoto, SH sebagai Panitera sidang yang dihadiri oleh Kuasa Penggugat dan
Kuasa Tergugat.
Kekuatan hukum dari Putusan sengketa Tata Usaha Negara di atas adalah mengikat semua yang
berkepentingan untuk menaati dan melaksanakannya, yaitu semua orang dan/atau semua badan
hukum, baik badan hukum perdata maupun badan hukum publik, karena Putusan Hakim di
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara mengikuti azas Erga Omnes, yang artinya putusan berlaku
bagi semua orang.

KESIMPULAN
Dari uraian analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa Putusan Tata Usaha Negara Jambi
Nomor: 01/ G/ TUN/ 2003/ PTUN.JBI. terkait sengketa Tata Usaha Negara antara
Sudjarwo(Penggugat) yang menggugat Surat Keputusan Bupati Merangin No.335 Tahun 2002 yang
dikeluarkan oleh Bupati Merangin(Tergugat) secara keseluruhan sudah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, baik dari segi isi putusan maupun maupun sistematika putusan,
begitu juga dengan Subjek, Objek, Kompetensi, tenggang waktu mengajukan gugatan sudah tepat.
Sehingga hal tersebut mengindikasikan bahwa Putusan Tata Usaha Negara tersebut dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum.
PROSES/TAHAPAN PENANGANAN PERKARA DI PERSIDANGAN
PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAMBI
OLEH: PANITERA MUDA PERKARA PTUN JAMBI

Proses/tahapan berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jambi pada pokoknya melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut:
A. Pemeriksaan Pendahuluan:

1. Pemeriksaan administrasi di kepaniteraan perkara di PTUN Jambi


2. Dismissal prosedur oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (Pasal 62 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986)
3. Pemeriksaan Persiapan (Pasal 63 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986)

B. Pemeriksaan Persidangan

1. Pembacaan Gugatan (Pasal 74 ayat 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986)


2. Pembacaan Jawaban (Pasal 74 ayat 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986)
3. Replik (Pasal 75 ayat 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986)
4. Duplik (Pasal 75 ayat 2 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986)
5. Pembuktian (Pasal 100 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986) yang dapat dijadikan alat bukti dalam persidangan
adalah sebagai berikut: Surat atau tulisan, Keterangan Ahli, Keterangan Saksi, Pengakuan Para Pihak,
Pengetahuan Hakim
6. Kesimpulan (Pasal 97 ayat 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986)
7. Putusan (Pasal 108 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986)

C. Pembacaan Putusan (Pasal 108 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986)

1. Putusan Pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum


2. Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak hadir pada waktu putusan Pengadilan diucapkan, atas
Perintah Hakim Ketua Majelis, salinan amar putusan tersebut harus disampaikan dengan surat tercatat kepada
yang bersangkutan
3. Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 akibat putusan Pengadilan tidak sah dan tidak
mempunyai kekuatan hukum

D. Materi muatan Putusan (Pasal 109 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986)

1. Kepala putusan berbunyi: DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
2. Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman, atau tempat kedudukan para pihak yang bersengketa
3. Ringkasan gugatan dan jawaban tergugat harus jelas
4. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dalam hal yang terjadi dalam persidangan selama
sengketa itu diperiksa
5. Alasan hukum yang menjadi dasar Putusan
6. Amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara
7. Hari, tanggal putusan, nama Majelis Hakim yang memutus, nama Panitera serta keterangan tentang hadir atau
tidaknya para pihak

E. Amar Putusan (Pasal 97 ayat 7 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986)

1. Gugatan ditolak
2. Gugatan dikabulkan
3. Gugatan tidak diterima
4. Gugatan gugur

F. Amar tambahan dalam putusan Peradilan Tata Usaha Negara (Pasal 97 ayat 8 dan ayat 9 Undang-Undang No. 5 Tahun
1986. Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan Pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus
dilakukan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara. Kewajiban
dimaksud dapat berupa:

1. Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan


2. Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara
yang baru
3. Penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada pasal 3 Undang-Undang No. 5
Tahun 1986

G. Cara Pengambilan Putusan (Pasal 97 ayat 3,4 dan 5) Undang-Undang No. 5 Tahun 1986

1. Putusan dalam musyawarah Majelis yang dipimpin oleh Hakim Ketua Majelis merupakan hasil pemufakatan bulat.
Kecuali jika diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai pemufakatan bulat putusan diambil dengan
suara terbanyak
2. Apabila musyawarah Majelis Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 tidak dapat menghasilkan putusan,
pemusyawaratan ditunda sampai musyawarah Majelis Hakim berikutnya
3. Apabila dalam musyawarah Majelis berikutnya tidak dapat diambil suara terbanyak, maka suara terakhir Hakim
Ketua Majelis yang menentukan

H. Jangka waktu penyelesaian sengketa tata usaha negara

 Jangka waktu penyelesaian sengketa tata usaha negara adalah minimal 6 (enam) bulan (SEMA No. 03 Tahun
1983, tertanggal 10 September 1998). Apabila penyelesaian lebih dari 6 (enam) bulan Hakim/Majelis Hakim
melaporkan ke Mahkamah Agung RI, disertai alasan-alasan

I. Minutasi Putusan (Pasal 109 ayat 3 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986)

 Putusan harus ditandatangani oleh Majelis Hakim yang memutus dan Panitera/Panitera Pengganti yang turut
bersidang selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sesudah Putusan diucapkan

J. Pelaksanaan Putusan (Pasal 116 Undang-Undang No. 51 Tahun 2009)

1. Salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan
surat tercatat oleh Panitera pengadilan setempat atas perintah ketua pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat
pertama selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja
2. Apabila setelah 60 (enam puluh) hari kerja putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterima Tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud
dalam pasal 97 ayat 9 huruf a, keputusan tata usaha negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan
hukum lagi
3. Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 97 ayat 9
huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 90 (sembilan puluh) hari kerja ternyata kewajiban tersebut tidak
dilaksanakan, maka penggugat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat 1, agar pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan pengadilan
4. Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya hukum paksa berupa pembayaran sejumlah uang
paksa dan/atau sanksi administratif. Ketentuan mengenai besaran uang paksa, jenis sanksi administratif dan tata
cara pelaksanaan pembayaran uang paksa dan/atau sanksi administratif diatur dengan peraturan perundang-
undangan
5. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat 4 diumumkan pada
media massa cetak setempat oleh panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
3
6. Disamping diumumkan pada media massa cetak setempat sebagaimana dimaksud pada ayat 5, ketua pengadilan
harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi untuk
memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk
menjalankan fungsi pengawasan

Anda mungkin juga menyukai