Anda di halaman 1dari 2

Deskripsi

Hiportemia (penurunan suhu tubuh) terjadi jika suhu kurang dari 35˚C (95˚F) dan mungkin
diklasifikasikan baik sebagai induksi atau tidak disengaja (kecelakaan). Hipotermi sedang adalah
antara 28˚C (28˚F. 92˚F). Kehilangan panas kemungkinan akibat sekunder terhadap konduksi,
konveksi, radiasi, respirasi dan evaporasi. Meskipun penurunan pada laju metabolisme yang
berhubungan dengan hipotermia menghasilakn derajat proteksi seluler terhadap trauma iskemia,
hipotermia berkepanjangan dengan suhu dalam di bawah 30˚C mempunyai keterkaitan dengan
penigkatan peka rangsangan miokardium, penurunan, koagulasi intravaskular diseminata,
hipokalemia, dan asidosis metabolisme berat.
Hipotermia kecelakan (penurunan suhu inti tak sengaja dibawah 35˚C (95˚F) berkaitan
dengan kondisi yang menurunkan produksi panas, menikatkan kehilangan panas, atau kerusakan
termoregulasi. Hipotermia kecelakaan mungkin disebabkan oleh pemajanan temperatur lingkungan
yang rendah, takar lajak obat, dan penyakit tertentu, seperti meksidema dan hipopituitaridism. Pasien
yang menjalani pembedahan mungkin mengalami hipotermia sekunder terhadap anestesia umum atau
infus kristaloid dingin dan produksi darah dalam jumlah yang besar. Pasien lansia tampak memiliki
faktor predisposisi fisiologi hipotermia. Penuaan aliran darah perifer, penurunan pembentukan panas
dengan menggigil, kehilangan massa otot dan candangan lemak, kerusakan termipersepsi, dan
penurunan metabolisme.
Penyebab lain hipotermia meliputi luka tubuh terbuka atau berongga, agen-agen farmasetikul
(vasodilator, barbiturat, fenotiazin, anestesia umum), penurunan aktivitas otot, inhalasi udara dingin,
dan sepsis.
Adanya demam (hipertmia) pada beberapa pasien menyebabkan kebutuhan oksigen selurar
akan lebih besar karena adanya peningkatan laju metabolisme. Setiap peningkatan suhu 1˚C (33,8˚F)
akan meningkatkan laju metabolisme 10% sampai 13%, yang menyebabkan penigkatan komsumsi
oksigen dan pembentukan karbon dioksida. Kenyataan ini menjadi signifikan terutama pada pasien
yang pusat vitalnya telah melemah karena edema serebral yang merupakan akibat pembedahan atau
merupak akibat gangguan bentuk lain seperti hipoksia karena henti jantungan. Keadaan ini untuk
memberikan suatu batas keamanan pada situasi tersebut hingga jaringan yang mengalami trauma
pulih kembali dan suhu tubuh menurun dan dipertahankan dalam batas normal. Penekanan terpenting
adalah pada pencegahan peningkatan suhu tubuh yang tinggi berlawanan dengan penurunan suhu
tubuh yang nyata. Respons fisiologi terhadap dingin adalah tetap sama. Dan terkadang saat hipotermia
benar-benar dibutuhkan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada pasien-pasien tertentu, demam mempunyai
efek terpiutik, termasuk membunuh beberapa bakteri pada suhu 40˚C (104˚F). Demam tidak terkontrol
merupakan kontraindikasi pada pasien dengan atau potensial dengan hipertensi intrakranial.

Prinsip-Prinsip Fisiologi

Hipotermia menyebabkan perubahan fisiologi pada semua sistem organ, dengan depresi
progresif proses metabolisme dan konduksi saraf, yang dapat menyebabkan kematian. Dalam keadaan
sehat, hipotalamus mengontrol temperatur tubuh dalam batas yang sempit, menyesuaikan perubuhan
suhu lingkungan dan fisiologis. Ketidak seimbangan antara pengeluaran panas dan produksi panas
mengarah pada keadaan timbulnya hipotermia aksidental. Hal ini mungkin karena syok yang
berkaitan dengan penurunan pembentukan panas, penurunan transpotr oksigen ke jaringan sekunder
terhadapn hipotermmia,diaforesis dengan kehilangan panasmelalui kulit dan pernapasan yang
berkaitan dengan takipnea. Menggigil,yang merupakan metode tubuh paling efektif membentuk
panas, mungkin dapat terhambat pada pasien yang mengalami cidera berat. Dengan syok hipovolemik
keadaan ini mungkin dapat terhambat pada pasien yang mengalami cidera berat. Dengan syok
hipovolemik keadaan ini mungkin berhubungan dengan penurunan asupan baroreseptor ke dalam otak
atau penghambatan pusat nonadrenergik, atau keduanya. Perubahan ternoregulasi juga dapat
berhubungan dengan penggunaan obat-obatan, termasuk barbiturat, banyaknarkotik, relaksan otot,
dan sedatif. Misalnya saja, kehilanganpanas melalui kulit sekunder terhadap vasodilatasi adalah
berhubungan dengan morfin sulfat. Luka bakar dan luka terbuka meningkatkan kehilangan panas
melalui koneksi dan evaporasi. Preparat kulit, lavage,

Anda mungkin juga menyukai