Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN SLE (Systemic Lupus Erythematosus)

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak II

Dosen Pengampu : Ns. Natalia Devi Oktarina, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.An

Disusun oleh :

Anom Iswantoro (010115A019)

Baiq Lia Suhayati (010115A022)

Idia indar Anggraeni (010115A056)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

UNGARAN

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Asuhan
Keperawatan tentang Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Dan juga kami
berterima kasih kepada ibu Ns. Natalia Devi Oktarina, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.An
selaku dosen mata kuliah Keperawata Anak Medikal Bedah II.

Kami sangat berharap tugas ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai asuhan keperawatan Systemic Lupus
Erythematosus (SLE), dan juga dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.

Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata yang kurang
berkenan dan kami berharap adanya kritik dan saran untuk perbaikan asuhan
keperawatan yang telah kami buat, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.

Ungaran, 6 September 2017


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam
bidang kesehatan yang saat ini teradi di Negara idonesia. Derajat kesehatan anak
mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus
bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan
pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak
diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan bangsa.
Pembangunan bangsa yang semakin hari semakin pesat yang ditunjukan
dengan kemajuan teknologi, pangan, dan papan banyak berdampak kepada status
kesehatan. Pola hidup adalah hubungan antara anggota masyarakat, komunitas
dan lingkungan sekitarnya yang bergantung pada kebiasaan – kebiasaan yang
dianggap telah menjadi tradisi. Terkadang pola hidup seseorang bukan
merupakan gaya hidup atau kebiasaan yang dipilihnya, namun ini berhubungan
dengan lingkungan dimana orang tersebut hidup dan berinteraksi. Pola hidup
masyarakat menggambarkan suatu kondisi kehidupan yang dipengaruhi oleh
lingkungaan.
Perubahan Pola Penyakit di Negara berkembang dan maju seperti
Indonesia terjadi pergeseran pola penyakit dari penyakit menular ke penyakit
non-infeksi, tetapi hal ini tidak berarti Negara maju telah terbebas dari masalah
penyakit menular. Penyakit non-infeksi yang dapat muncul dan berkembang
pesat adalah penyakit autoimun Sistemik Lupus Eritematosus (SLE).
SLE merupakan penyakit autoimun yang bersifat sistemik dan selama
lebih dari empat decade angka kejadian SLE meningkat tiga kali lipat 51/100.000
menjadi antara 122 sampai 124/100.000 penduduk di dunia. Di Indonesia jumlah
penderita penyakit SLE secara tepat belum diketahui , diperkirakan mencapai
jumlah 1,5 juta orang. Dibagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta terjadi peningkatan SLE rata-rata 5-6 pasien pertahun dengan
survival pada tahun kelima sebesar 65%.
SLE adalah penyakit autoimun sistemik yang ditandai dengan adanya
autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun dan disregulasi
system imun. Menyebabkan kerusakan pada beberapa organ tubuh. Perjalanan
penyakitnya bersifat episodic (berulang) yang diselingi periode sembuh. Pada
setiap penderita peradangan akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda.
SLE merupakan penyakit autoimun menahun yang diderita penderita
seumur hidup, oleh karena itu pentingnya penatalaksanaan medis dengan tujuan
mengontrol manifestasi penyakit, sehingga anak dapat memiliki kualitas hidup
yang baik tanpa eksaserbasi berat, sekaligus mencegah kerusakan organ serius
yang dapat menyebabkan kematian. Perawatan serta pemahaman keluarga
mengenai penyakit harus dioptimalkan sehingga dapat ikut serta mencegah
terjadinya eksaserbasi dan komplikasi akibat penyakit. Discharge Planing telah
menjadi bagian dari keperawatan dan diakui sebagai aspek penting dari
perawatan pasien saat masuk sampai pemulangan. Perencanaan pulang adalah
proses dimana pasien dibantu untuk mengembangkan rencana perawatan untuk
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, bahkan setelah ia dapat keluar dari
rumah sakit.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak II
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui Defnisi dari SLE
b. Mahasiwa dapat mengetahui Etiologi dari SLE
c. Mahasiwa dapat mengetahui Kasifikasi dari SLE
d. Mahasiswa dapat mengetahui Manifestasi Klinik dari SLE
e. Mahasiswa dapat mengetahui Patofisiologi dari SLE
f. Mahasiswa dapat mengetahui Komplikasi pada SLE
g. Mahasiswa dapat mengetahui Pemeriksaan Diagnostik dari SLE
h. Mahasiswa dapat mengetahui Penatalaksanaan dari SLE
i. Mahasiwa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan SLE
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit yang
mengenai berbagai jaringan dan organ. Istilah lupus eritematosus sistemik
bersifat deskriptif dan berasal dari gambaran “gigitan serigala” pada ruam
wajah yang kronik, parah dan tidak diobati (Rudolph dkk, 2006).
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun
pada jaringan ikat. Autoimun berarti bahwa system imun menyerang jaringan
tubuh sendiri. Pada SLE, system imun terutama menyerang inti sel. Menurut
dokter umum Rumah Sakit Pertamina Balikpapan (RSPB) dr. Fajar Rudy
Qimindra (2008), Lupus atau SLE berasal dari bahasa latin yang berarti anjing
hutan. Istilah ini dikenal sejak abad ke-10 sedang erimatosus berarti merah.
Ini untuk menggambarkan ruam merah pada kulit yang menyerupai gigitan
anjing hutan di sekitar hidung dan pipi. Sehingga dari sinilah istilah lupus
tetap digunakan untuk penyakit Systemic Lupus Erythematosus.
Gejala awalnya sering memberikan keluhan rasa nyeri dipersendian.
Tidak hanya itu, seluruh organ tubuhpun terasa sakit bahkan terjadi kelainan
pada kulit, serta tak jarang tubuh menjadi lelah berkepanjangan dan sensitive
terhadap sinar matahari.
Dikatakan Qimindra, batasan penyakit ini adalah penyakit autoimun,
sistemi, kronik, yang ditandai dengan berbagai macam antibody tubuh yang
membentuk komplek imun, sehingga menimbulkan reaksi peradangan
diseluruh tubuh. Autoimun maksudnya, tubuh penderita lupus membentuk
daya tahan tubuh (antibody) tetapi salah arah dengan antibody seharusnya
ditunnjuk untuk melawan bakteri atau virus yang masuk kedalam tubuh.
Sedangkan sistemik memiliki arti bahwa penyakit ini menyerang hampir
seluruh organ tubuh. Sementara kronis, maksudnya adalah sakit lupus ini bias
berkepanjangan, kadang ada periode tenang lalu tiba-tiba kambuh.
Beratnya penyakit penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan
sampai penyakit yang muncul dan organ yang terkena. Perjalanan penyakit
SLE sulit diduga dan sering berakhir dengan kematian. Penyebab terjadinya
SLE belum diketahui. Berbagai factor dianggap berperan dalam penamangan
regulasi system imun. Pada anak perempuan, awitan SLE banyak ditemukan
pada umur 9-15 tahun dengan perbandingan jenis kelamin perempuan dan
laki-laki sekitar 10:1 (Black & Hawks, 2009)

B. Etiologi
Hingga kini factor yang merangsang system pertahanan diri untuk
menjadi tidak normal belum diketahui. Ada kemungkinan factor genetic,
kuman virus, sinaran UV, dan obat-obatan tertentu.
Penyakit Sistemik Lupus Eryhtematosus (SLE) ini lebih kerap ditemui
di kalangan kaum wanita. Ini menununjukan bahwa hormone yang terdapat
pada wanita mempunyai peranan besar, walau bagaimanapun perkaitan antara
SLE dan hormone wanita saat ini masih dalam kajian.
Penyakit SLE bukanlah suatu penyakit keturunan. Walau
bagaimanapun, mewarisi gabungan gen tertentu meningkatkan lagi risiko itu
mengidap penyakit sistemik lupus.
C. Klasifikasi

Ada 3 jenis penyakit lupus yang dikenal yaitu :

1. Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit
lupus yang menyerang kulit
2. Systemics Lupus, penyakit lupus yang menyerang kebanyakan system di
dalam tubuh, seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak dan
system saraf.
3. Drug-induced, penyakit lupus yang timbul setelah penggunaan obat
tertentu. Gejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian obat
dihentikan.

D. Manifestasi Klinik
Menurut American College Of Rheumatology 1997, yang dikutip
Qimindra, diagnosis SLE harus memenuhi 4 dari 11 kriteria yang ditetapkan.
Adapun penjelasan singkat dari 11 gejala tersebut, adalah sebagai berikut:
a. Ruam kemerahan pada kedua pipi melalui hidung sehingga seperti ada
bentukan kupu-kupu, istilah kedokterannya Malar Rash/Butterfly Rash.
b. Bercak kemerahan berbentuk bulat pada bagian kulit yang ditandai
adanya jaringan parut yang lebih tinggi dari permukaan kulit sekitarnya.
c. Fotosensitive, yaitu timbulnya ruam pada kulit oleh karena sengatan sinar
matahari
d. Luka di mulut dan lidah seperti sariawan (oral ulcers).
e. Nyeri pada sendi-sendi. Sendi berwarna kemerahan dan bengkak. Gejala
ini dijumpai pada 90% odapus.
f. Gejala pada paru-paru dan jantung berupa selaput pembungkusnya terisi
cairan.
g. Gangguan pada ginjal yaitu terdapatnya protein di dalam urine.
h. Gangguan pada otak/sistem saraf mulai dari depresi, kejang, stroke, dan
lain-lain.
i. Kelainan pada sistem darah di mana jumlah sel darah putih dan trombosit
berkurang. Dan biasanya terjadi juga anemia
j. Tes ANA (antinuclear Antibody) positif
k. Gangguan sistem kekebalan tubuh.
E. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara factor-faktor genetic,
hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi
selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal).
Obat-obat tertentu seperti hodralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin
dan bebrapa preparat antikonvulsam disamping makanan seperto kecambah
alfa-lafa turut telibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia tau obat-
obatan. SLE meningkatkan produksi autoimun disebabkan akibat fungsi sel T-
supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan
kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya
merangsang antibody tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
F. Komplikasi
Komplikasi lupus eritematosus sistemik :
1. Serangan pada Ginjal
a. Kelainan ginjal ringan (infeksi ginjal)
b. Kelainan ginjal berat (gagal ginjal)
2. Serangan pada Jantung dan Paru
a. Pleuritis
b. Pericarditis
c. Efusi pleura
d. Efusi pericard
e. Radang otot jantung atau Miocarditis
f. Gagal jantung
g. Perdarahan paru (batuk darah)
3. Serangan Sistem Saraf
a. Sistem saraf pusat
a. Cognitive dysfunction
b. Sakit kepala pada lupus
c. Sindrom anti-phospholipid
d. Sindrom otak
e. Fibromyalgia.
b. Sistem saraf tepi
a. Mati rasa atau kesemutan di lengan dan kaki
c. Sistem saraf otonom
a. Gangguan suplai darah ke otak dapat menyebabkan kerusakan
jaringan otak, dapat menyebabkan kematian sel-sel otak dan
kerusakan otak yang sifatnya permanen (stroke). Stroke dapat
menimbulkan pengaruh sistem saraf otonom.

4. Serangan pada Kulit


Lesi parut berbentuk koin pada daerah kulit yang terkena langsung
cahaya disebut lesi discoid Ciri-ciri lesi spesifik ditemukan oleh
Sonthiemer dan Gilliam pada akhir 70-an :
a. Berparut, berwarna merah (erythematosus), berbentuk koin sangat
sensitif terhadap sengatan matahari. Jenis lesi ini berupa lupus kult
subakut/cutaneus lupus subacute. Kadang menyerupai luka psoriasis
atau lesi tidak berparut berbentuk koin.
b. Lesi dapat terjadi di wajah dengan pola kupu-kupu atau dapat
mencakup area yang luas di bagian tubuh
c. Lesi non spesifik
i. Rambut rontok (alopecia)
ii. Vaskullitis : berupa garis kecil warna merah pada ujung lipatan
kuku dan ujung jari. Selain itu, bisa berupa benjolan merah di
kaki yang dapat menjadi borok.
iii. Fotosensitivitas : pipi menjadi kemerahan jika terkena matahari
dan kadang di sertai pusing.
5. Serangan pada Sendi dan Otot
a. Radang sendi pada lupus
b. Radang otot pada lupus
6. Serangan pada Mata
7. Serangan pada Darah
a. Anemia
b. Trombositopenia
c. Gangguan pembekuan
d. Limfositopenia
8. Serangan pada Hati

G. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis dapat sulit ditegakkan dan dibutuhkan waktu beberapa
bulan untuk membuat diagnosis yang akurat berdasarkan gejala. Ada beberapa
pemeriksaan yang berguna untuk menegakkan diagnosis, meliputi adanya
autoantibody tertentu dalam darah. Antibody antinuclear (ANA) adalah
autoantibody yang paling sering ditemukan, dengan sebagian besar pasien
SLE menunjukkan hasil pemeriksaan positif terhadap ANA. Beberapa obat,
infeksi, dan penyakit lain juga menyebabkan hasil ANA positif. Oleh sebab
itu, jenis antibody yang spesifik terhadap SLE perlu diperiksa, yang meliputi:
a. Antibody anti – DNA
b. Antibody anti – SM
c. Antibody anti – RNP
d. Antibody anti – Ro
e. Antibody anti – La
Tidak semua individu yang mengalami SLE akan menunjukkan hasil
pemeriksaan positif. Pemeriksaan lain yang berguna dijelaskan dalam tabel di
bawah ini.
Pemeriksaan Diagnostik Hasil
LED Meningkat sebagai respons fase akut dan adanya
inflamasi
Kadar komplemen Menurun pada penyakit aktif
Hitung darah lengkap Hitung hemoglobin dan trombosit rendah
Urinalisis Proteinuria dan hematuria
Biopsy kulit Perubahan histology yang sesuai dengan lupus
ANA Positif pada sebagian besar kasus
Autoantibody lain : Hasil bervariasi pada individu
anti – DNA, anti – SM, anti –
RNP, anti – Ro, dan anti – La
H. Penatalaksanaan
Pengobatan medis SLE bergantung pada gejala individual. SLE tidak
dapat disembuhkan sehingga penatalaksanaan berfokus pada penekanan
aktivitas penyakit. Analgesic NSAID berguna dalam mengendalikan gejala.
Saat pasien mengalami gejala penyakit yang parah, steroid, DMARD, dan
obat sitotoksik diberikan dengan pemantauan gejala dan respons yang
saksama, yang dapat atau tidak memerlukan rawat inap.
Perawat menemukan pasien SLE pada berbagai are klinik karena sifat
penyakit yang homogeny. Hal ini meliputi area praktik keperawatan
reumatologi, pengobatan umum, dermatologi, ortopedik, dan neurologi. Pada
setiap area asuhan pasien, terdapat tiga komponen asuhan keperawatan yang
utama.
a. Pemantauan aktivitas penyakit dilakukan dengan menggunakan
instrument yang valid, seperti hitung nyeri tekan dan bengkak sendi dan
kuesioner pengkajian kesehatan . Hal ini member indikasi yang berguna
mengenai pemburukan atau kekambuhan gejala.
b. Edukasi sangat penting pada semua penyakit jangka panjang. Pasien yang
menyadari hubungan antara stress dan serangan aktivitas penyakit akan
mampu mengoptimalkan prospek kesehatan mereka. Advis tentang
keseimbangan antara aktivitas dan periode istirahat, pentingnya latihan,
dan mengetahui tanda peringatan serangan, seperti peningkatan keletihan,
nyeri, ruam, demam, sakit kepala, atau pusing, penting dalam membantu
pasien mengembangkan strategi koping dan menjamin masalah
diperhatikan dengan baik.
c. Dukungan psikologis merupakan kebutuhan utama bagi pasien SLE.
Perawat dapat member dukungan dan dorongan serta, setelah pelatihan,
dapat menggunakan ketrampilan konseling ahli. Pemberdayaan pasien,
keluarga, dan pemberi asuhan memungkinkan kepatuhan dan kendali
personal yang lebih baik terhadap gaya hidup dan penatalaksanaan
regimen bagi mereka.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas pasien, meliputi : Nama, alamat,umur,dll
Identitas penanggung jawab, meliputi : Nama, alamat, pekerjaan,
hubungan dengan pasien,dll.
b. Keluhan utama
Pada SLE ( sistemik lupus eritematosus ) kelainan kulit meliputi eritema
malar ( pipi ) ras seperti kupu-kupu, yang dapat mengenai seluruh tubuh,
sebelumnya pasien mengeluh demam dan kelelahan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada penderita SLE, di duga adanya riwayat penyakit anemia hemolitik,
trombositopeni, abortus spontan yang unik. Kelainan pada proses
pembekuan darah ( kemungkinan sindroma, antibody, antikardiolipin ).
d. Riwayat penyakit keluarga
Faktor genetik keluarga yang mempunyai kepekaan genetik sehingga
cenderung memproduksi auto antibody tertentu sehingga keluarga
mempunyai resiko tinggi terjadinya lupus eritematosus.
e. Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi
Penderita SLE banyak yang kehilangan berat badannya sampai
beberapa kg, penyakit ini disertai adanya mual dan muntah sehingga
mengakibatkan penderita menjadi nafsu makannya menurun
b) Pola aktivitas
Penderita SLE sering mengeluhkan kelelahan yang luar biasa.
c) Pola eliminasi
d) Tidak semua dari penderita SLE mengalami nefritis proliferatif
mesangial, namun, secara klinis penderita ini juga mengalami diare.
e) Pola sensori dan kognitif
Pada penderita SLE, daya perabaannya akan sedikit terganggu bila
pada jari – jari tangannya terdapat lesi vaskulitik atau lesi semi
vaskulitik
f) Pola persepsi dan konsep diri
Dengan adanya lesi kulit yang bersifat irreversibel yang
menimbulkan bekas seperti luka dan warna yang buruk pada
kulit penderita SLE akan membuat penderita merasa malu dengan
adanya lesi kulit yang ada.
f. Pemeriksaan fisik
a) Sistem integument
Pada penderita SLE cenderung mengalami kelainan kulit eritema
molar yang bersifat irreversibel.
b) Kepala
Pada penderita SLE mengalami lesi pada kulit kepala dan kerontokan
yang sifatnya reversibel dan rambut yang hilang akan tumbuh kembali.
c) Muka
Pada penderita SLE lesi tidak selalu terdapat pada muka/wajah
d) Telinga
Pada penderita SLE tidak selalu ditemukan lesi di telinga.
e) Mulut
Pada penderita SLE sekitar 20% terdapat lesi mukosa mulut.
f) Ekstremitas
Pada penderita SLE sering dijumpai lesi vaskulitik pada jari-jari
tangan dan jari jari-jari kaki, juga sering merasakan nyeri sendi.
g) Paru – paru
Penderita SLE mengalami pleurisy, pleural effusion, pneumonitis,
interstilsiel fibrosis.
h) Leher
Penderita SLE tiroidnya mengalami abnormal, hyperparathyroidisme,
intolerance glukosa.
i) Jantung
Penderita SLE dapat mengalami perikarditis, myokarditis,
endokarditis, vaskulitis.
j) Gastro intestinal
Penderita SLE mengalami hepatomegaly / pembesaran hepar, nyeri
pada perut.
k) Muskuluskletal
Penderita mengalami arthralgias, symmetric polyarthritis, efusi dan
joint swelling.
l) Sensori
Penderita mengalami konjungtivitis, photophobia.
m) Neurologis
Penderita mengalami depresi, psychosis, neuropathies.
g. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis dapat ditemukan dengan melakukan biopsi kulit. Pada
pemeriksaan histologi terlihat adanya infiltrat limfositik periadneksal,
proses degenerasi berupa mencairnya lapisan basal epidermis
penyumbatan folikel, dan hyperkeratosis. Imunofluoresensi langsung pada
kulit yang mempunyai lesi memberikan gambaran pola deposisi
immunoglobulin seperti yang terlihat pada SLE. Pemeriksaan
laboratorium yang penting adalah pemeriksaan serologis terhadap
autoantibodi / antinuklear antibodi. Skrining tes ana ini dilakukan dengan
teknik imunofluoresen indirek, dikenal dengan fluorescent antinuclear
antibody test ( fana ).
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut
2. Resiko Infeksi
3. Intoleransi Aktifitas
4. Kerusakan Integritas kulit
5. Hipertermi
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Jakarta :


Mocomedia.

Chandrasoma, Parakrama. 2006. Ringkasan Patologi AnatomI. Jakarta : EGC

Kneale, Julia D. 2011. Keperawatan Ortopedik & Trauma. Jakarta : EGC

Moorhead, Sue dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Jakarta :


Mocomedia.

NANDA International Inc. 2015. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Qimindra, FR. 2008. Lupus, penyakit seribu wajah. Artikel, dari situs:
http://konsultasikesehatan.net/index.php/2008/03/25/lupus-si-penyakit-seribu-wajah/

Rudolph, Abraham dkk. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol 1. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai