Anda di halaman 1dari 43

PENGETAHUAN MASYARAKAT

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SELEMADEG I


TENTANG DIABETES MELLITUS

Laporan Mini Project ini disusun dalam rangka


memenuhi tugas internsip di Puskesmas Selemadeg I

Disusun oleh :
dr. Ni Made Mela Sarasmita

Pembimbing :
dr. Ni Made Suriati

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan

karunia-Nya yang diberikan, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan Mini Project berjudul

“ Pengetahuan masyarakat di Puskesmas Selemadeg I mengenai Diabetes melitus” ini dalam

memenuhi kewajiban tugas pada Program Internsip di Puskesmas Selemadeg I Kecamatan

Selemadeg- kabupaten Tabanan

Saya mengucapkan terima kasih kepada dr.Ni Made Suriati sebagai pembimbing

internsip di puskesmas Selemadeg I yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk

belajar lebih banyak tentang Diabetes Melitus dan komplikasi sehingga saya dapat

menyelesaikan tugas ini.

Saya menyadari dalam penyusunan mini project ini banyak terdapat kekurangan.

Semoga mini project ini dapat memberikan sumbangan pikiran dan pengetahuan bagi penulis

khususnya, dan pembaca pada umumnya.

Tabanan, mei 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI
1. Bab I Pendahuluan .................................................................................................4

2. Bab II Daftar Pustaka..............................................................................................7


3. Bab III Metode Penelitian........................................................................................34
4. Bab IV Hasil .............................................................................................................35
5.Bab Vdiskusi .............................................................................................................38
6. Kesimpulan............................................................................................................... 41
7.Daftar Pustaka...........................................................................................................42

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang mengalami

peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun.Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolik

yang berlangsung kronik dan progresif dengan ciri meningkatnya konsentrasi gula dalam darah.

Peningkatan tersebut dapat mengakibatkan komplikasi penyakit lain yang lebih serius. DM

dibedakan menjadi dua, yaitu Diabetes Melitus tipe 1 (DM Tipe 1) dan Diabetes Melitus Tipe 2

(DM tipe 2). DM tipe 1 jarang dijumpai, hanya sebesar 10% dari kasus DM seluruhnya,

sedangkan yang kasus yang paling banyak ditemukan di masyarakat adalah DM tipe 2.

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, dan disfungsi beberapa organ tubuh, terutama

mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Diabetes melitus adalah suatu penyakit

metabolik yang ditandai adanya hiperglikemia yang disebabkan karena defek sekresi insulin,

gangguan kerja insulin atau keduanya 1 .

Di Indonesia, prevalensi DM mencapai 15,9-32,73%, dimana diperkirakan sekitar 5 juta

lebih penduduk Indonesia menderita DM. Di masa mendatang, diantara penyakit degeneratif

diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di

4
masa mendatang. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di

atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada

tahun 2025 jumlah tersebut akan membengkak menjadi 300 juta orang2 .

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecendrungan peningkatan angka

insidensi dan prevalensi DM Tipe 2 diberbagai penjuru dunia. WHO memprediksikan kenaikan

jumlah penyandang Diabetes mellitus di Indonesiandari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar

21,3 juta pada tahun 20303 .

Mengingat bahwa Diabetes Mellitus akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber

daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, maka semua pihak baik

masyarakat maupun pemerintah, sudah seharusnya ikut serta dalam usaha penanggulangan

Diabetes Mellitus, khususnya dalam upaya pencegahan3 .

1.2. Pernyataan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa pernyataan


masalah, yaitu:
1. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai diabetes mellitus
2. Kurangnya intervensi dari petugas kesehatan dalam rangka promotif mengenai
pencegahan diabetes mellitus

1.3. Tujuan Mini Project


Tujuan yang ingin dicapai pada mini project ini, meliputi :
1. Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg
terhadap diabetes mellitus sehingga dapat dilakukan promosi kesehatan sebagai
pencegahan primer atau sekunder bagi masyarakat yang tidak menderita diabetes mellitus
tetapi memiliki faktor resiko ataupun untuk masyarakat yang menderita diabetes mellitus
tetapi tidak berobat rutin
2. Mengetahui pola aktivitas dan makan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg

5
yang menjadi faktor resiko diabetes mellitus sehingga dapat dilakukan promosi kesehatan
terutama secara individual.

1..4. Manfaat
1. Bagi penulis, mini project ini menjadi pengalaman yang berguna dalam menerapkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh sebelum internship.
2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan tentang
pentingnya pencegahan diabetes mellitus dan perlunya mengenali diabetes mellitus lebih
dini untuk menekan prevalensi penyakit diabetes mellitus di masyarakat.

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Diabetes Mellitus


Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu penyakit dengan gangguan metabolisme kronis disertai
gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat dari insufiensi fungsi insulin
yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula dalam darah (Depkes RI, 2005). Diabetes
mellitus menggambarkan ketidakmampuan tubuh dalam mengatur kadar gula darah dalam batas
normal atau memproduksi insulin(Setiawan & Tri, 2007).
Menurut American Association (ADA) tahun 2010, Diabetes Mellitus merupakan suaatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya 4 .

2.2. Etiologi Diabetes Mellitus


Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan meningkatnya umur, maka intoleransi terhadap
glukosa juga meningkat. Peningkatan kadar gula darah pada usia lanjut dapat disebabkan oleh 2 :
a) Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang
b) Resistensi insulin
c) Aktivitas fisik yang berkurang, banyak makan, badan kegemukan.
d) Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress, operasi.
e) Sering menggunakan bermacam-macam obat-obatan.
f) Adanya faktor keturunan

2.3. Klasifikasi Diabetes Mellitus


American Diabetes Association (ADA) dalam Standards of Medical Care in Diabetes
(2009) memberikan klasifikasi diabetes melitus menjadi 4 tipe yang disajikan dalam :
1. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh adanya
destruksi sel β pankreas yang secara absolut menyebabkan defisiensi insulin.

7
2. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi
insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.
3. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor lain
seperti kelainan genetik pada fungsi sel β pankreas, kelainan genetik pada aktivitas
insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat penggunaan obat atau
bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan terapi setelah transplantasi
organ).
4. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami selama
masa kehamilan.

Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Mellitus menurut American Diabetes Association

2.4. Patofisiologi Diabetes Mellitus3


2.4.1. Diabetes melitus tipe 1
Pada DM tipe I ( DM tergantung insulin (IDDM), sebelumnya disebut diabetes juvenilis),
terdapat kekurangan insulin absolut sehingga pasien membutuhkan suplai insulin dari luar.
Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta pankreas karena mekanisme autoimun, yang
pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus. DM tipe I terjadi lebih sering pada pembawa

8
antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal ini terdapat disposisi genetik. Diabetes
mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile
diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena
berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat defek sel beta penghasil insulin pada
pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang
dewasa, namun lebih sering didapat pada anak – anak.

2.4.2 Diabetes Melitus tipe 2


Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM), sebelumnya disebut dengan
DM tipe dewasa) hingga saat ini merupakan diabetes yang paling sering terjadi. Pada tipe ini,
disposisi genetik juga berperan penting. Namun terdapat defisiensi insulin relatif; pasien tidak
mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar. Pelepasan insulin dapat normal atau bahkan
meningkat, tetapi organ target memiliki sensitifitas yang berkurang terhadap insulin. Sebagian
besar pasien DM tipe II memiliki berat badan berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi genetik,
asupan makanan yang terlalu banyak, dan aktifitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan
antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal
ini selanjutnya akan menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya,
terjadi resistensi insulin yang memaksa untuk meningkatan pelepasan insulin. Akibat regulasi
menurun pada reseptor, resistensi insulin semakin meningkat. Obesitas merupakan pemicu yang
penting, namun bukan merupakan penyebab tunggal diabetes tipe II. Penyebab yang lebih
penting adalah adanya disposisi genetic yang menurunkan sensitifitas insulin. Sering kali,
pelepasan insulin selalu tidak pernah normal. Beberapa gen telah di identifikasi sebagai gen yang
menigkatkan terjadinya obesitas dan DM tipe II. Diantara beberapa factor, kelaian genetic pada
protein yang memisahkan rangkaian di mitokondria membatasi penggunaan substrat. Jika
terdapat disposisi genetik yang kuat, diabetes tipe II dapat terjadi pada usia muda. Penurunan
sensitifitas insulin terutama mempengaruhi efek insulin pada metabolisme glukosa, sedangkan
pengaruhnya pada metabolisme lemak dan protein dapat dipertahankan dengan baik. Jadi,
diabetes tipe II cenderung menyebabkan hiperglikemia berat tanpa disertai gangguan
metabolisme lemak.
2.4.3 Diabetes tipe lain

9
Defisiensi insulin relative juga dapat disebabkan oleh kelainan yang sangat jarang pada
biosintesis insulin, reseptor insulin atau transmisi intrasel. Bahkan tanpa ada disposisi genetic,
diabetes dapat terjadi pada perjalanan penyakit lain, seperti pancreatitis dengan kerusakan sel
beta atau karena kerusakan toksik di sel beta. Diabetes mellitus ditingkatkan oleh peningkatan
pelepasan hormone antagonis, diantaranya, somatotropin (pada akromegali), glukokortikoid
(pada penyakit Cushing atau stress), epinefrin (pada stress), progestogen dan kariomamotropin
(pada kehamilan), ACTH, hormone tiroid dan glucagon. Infeksi yang berat meningkatkan
pelepasan beberapa hormone yang telah disebutkan di atas sehingga meningkatkan pelepasan
beberapa hormone yang telah disebutkan diatas sehingga meningkatkan manifestasi diabetes
mellitus. Somatostatinoma dapat menyebabkan diabetes karena somatostatin yang diekskresikan
akan menghambat pelepasan insulin. (Silabernagi,2002)

2.5. Diagnosis Diabetes Mellitus3


Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun kapiler tetap
dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai
pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya diabetes
mellitus perlu diperlukan apabila terdapat keluhan klasik seperti dibawah ini :
a. Keluhan klasik diabetes mellitus berupa :
- Poliuria
- Polidipsia
- Polifagia
- Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
b. Keluhan lain berupa :
- Lemah badan
- Kesemutan
- Gatal

10
- Mata Kabur
- Dsifungsi ereksi pada pria
- Pruritus vulvae pada wanita

Diagnosis diabetes mellius dapat ditegakkan melalui tiga cara :


a. Jika ditemukan keluhan klasik dan kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) >
200mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus.
b. Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dl disertai adanya
keluhan klasik.
c. Kadar glukosa plasma >= 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

Tabel Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Pemeriksaan Penyaring dan
diagnosis Diabetes Mellitus ( mg/dl) .

Belum Pasti
Bukan DM DM
DM
Kadar glukosa Plasma ( vena ) < 100 100-199 >200
Darah Kapiler
darah sewaktu
<90 90 – 199 >200
( mg/dl )
Kadar glukosa Plasma (vena) <100 100 – 125 >126
Darah Kapiler
darah puasa
<90 90 – 99 >126
( mg /dl )

Tabel 2. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Pemeriksaan Penyaring
dan diagnosis Diabetes Mellitus ( mg/dl) .

11
Tabel 3. Kriteria Diabetes Mellitus

Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk menentukan
diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa tergagnggu.
Berikut adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis diabetes melitus, TGT, dan GDPT.

12
Gambar 1. Alur Pemeriksaan Diabetes Mellitus

2.6. Komplikasi Diabetes Mellitus4


Komplikasi diabetes mellitus yang dapat ditemukan, antara lain :
a. Komplikasi akut
1. Hipoglikemia
 Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl.
 Bila terdapat penurunan kesadaran pada penderita diabetes mellitus harus
selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia
paling sering diakibatkan oleh golongan sulfonylurea dan insulin.
 Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergic ( berdebar-debar, banyak
keringat, gemetar dan rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik ( pusing,
gelisah, penurunan kesadaran sampai koma).

13
2.Ketoasidosis diabetic
Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan adanya peningkatan
kadar glukosa darah yang tinggi ( 300-600 mg/dL) disertai dengan adanya tanda dan
gejala asidosi dan plasma aseton (+) kuat.
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM . Hal ini terjadi
karena kadar insulin sangat menurun, dan pasien akan mengalami hal berikut: (Boon et.al
2006)
· Hiperglikemia
· Hiperketonemia
· Asidosis metabolik
Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis ,peningkatan lipolisis
dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton
(asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan
ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis
metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis
osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi
hipotensi dan mengalami syok. (Price et.al 2005)
Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami
koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena
pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan
pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.

Tanda dan Gejala ketoasidosis metabolik :

1. Dehidrasi
2. Hipotensi (postural atau supine)
3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer
4. Takikardi
5. Kusmaul breathing

14
6. Nafas bau aseton
7. Hipotermia
8. Poliuria
9. Tampak Bingung
10. Kelelahan
11. Mual – muntah
12. Pandangan kabur
13. Koma ( 10% )

15
Tabel 4. Terapi penanganan ketoasidosis metabolik

2. Status Hiperglikemia Hiperosmolar (SHH)


Pada keadaan ini terjadi peningkatan kadar glukosa darah sangat tinggi (600-1200
mg/dL) tanpa tanda dan gejala asidosis.

b. Komplikasi Kronik
1. Makroangiopati
 Pembuluh darah jantung
 Pembuluh darah tepi
 Pembuluh darah otak

16
2.Mikroangiopati
 Retinopati diabetic
 Nefropati diabetic
 Neuropati diabetic

2.7. Masalah-Masalah Khusus Pada Diabetes4,5

2.7.1. Diabetes dengan Infeksi


Adanya infeksi pada pasien sangat berpengaruh terhadap pengendalian glukosa darah.
Infeksi dapat memperburuk kendali glukosa darah, dan kadar glukosa darah yang tinggi
meningkatkan kemudahan atau memperburuk infeksi. Infeksi yang banyak terjadi antara lain:
 Infeksi saluran kemih (ISK)
 Infeksi saluran nafas: pneumonia, TB Paru
 Infeksi kulit: furunkel, abses
 Infeksi rongga mulut: infeksi gigi dan gusi
 Infeksi telinga: otitis eksterna maligna
 ISK merupakan infeksi yang sering terjadi dan lebih sulit dikendalikan. Dapat
mengakibatkan terjadinya pielonefritis dan septikemia. Kuman penyebab yang sering
menimbulkan infeksi adalah: Escherichia coli dan Klebsiella. Infeksi jamur spesies
kandida dapat menyebabkan sistitis dan abses renal. Pruritus vagina adalah manifestasi
yang sering terjadi akibat infeksi jamur vagina.
 Pneumonia pada diabetes biasanya disebabkan oleh: streptokokus, stafilokokus, dan
bakteri batang gram negatif. Infeksi jamur pada pernapasan oleh aspergillosis, dan
mucormycosis juga sering terjadi.
 Penyandang diabetes lebih rentan terjangkit TBC paru. Pemeriksaan rontgen dada,
memperlihatkan pada 70% penyandang diabetes terdapat lesi paru-paru bawah dan
kavitasi. Pada penyandang diabetes juga sering disertai dengan adanya resistensi obat-
obat Tuberkulosis.
 Kulit pada daerah ekstremitas bawah merupakan tempat yang sering mengalami infeksi.
Kuman stafilokokus merupakan kuman penyebab utama. Ulkus kaki terinfeksi biasanya
melibatkan banyak mikro organisme, yang sering terlibat adalah stafilokokus,
streptokokus, batang gram negatif dan kuman anaerob.

17
 Angka kejadian periodontitis meningkat pada penyandang diabetes dan sering
mengakibatkan tanggalnya gigi. Menjaga kebersihan rongga mulut dengan baik
merupakan hal yang penting untuk mencegah komplikasi rongga mulut.

pada penyandang diabetes, otitis eksterna maligna sering kali tidak terdeteksi sebagai
penyebab infeksi.
2.7.2. Diabetes dengan Nefropati Diabetik
 Sekitar 20-40% penyandang diabetes akan mengalami nefropati diabetik
 Didapatkannya albuminuria persisten pada kisaran 30-299 mg/24 jam (albuminuria
mikro) merupakan tanda dini nefropati diabetik
 Pasien yang disertai dengan albuminuria mikro dan berubah menjadi albuminuria makro (
>300 mg/24 jam), pada akhirnya sering berlanjut menjadi gagal ginjal kronik stadium
akhir.

Diagnosis
 Diagnosis nefropati diabetik ditegakkan jika didapatkan kadar albumin > 30 mg
dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3- 6 bulan,
tanpa penyebab albuminuria lainnya.

Penatalaksanaan
 Kendalikan glukosa darah
 Kendalikan tekanan darah
 Diet protein 0,8 gram/kgBB per hari. Jika terjadi penurunan fungsi ginjal yang
bertambah berat, diet protein diberikan 0,6 – 0,8 gram/kg BB per hari.
 Terapi dengan obat penyekat reseptor angiotensin II, penghambat ACE, atau
kombinasi keduanya. Jika terdapat kontraindikasi terhadap penyekat ACE atau
reseptor angiotensin, dapat diberikan antagonis kalsium non dihidropiridin.
 Apabila serum kreatinin >2,0 mg/dL sebaiknya ahli nefrologi ikut dilibatkan
 Idealnya bila klirens kreatinin <15 mL/menit sudah merupakan indikasi terapi
pengganti (dialisis, transplantasi).

2.7.3. Diabetes dengan Disfungsi Ereksi (DE)


 Prevalensi DE pada penyandang diabetes tipe 2 lebih dari 10 tahun cukup tinggi dan
merupakan akibat adanya neuropati autonom, angiopati dan problem psikis.

18
 DE sering menjadi sumber kecemasan penyandang diabetes, tetapi jarang disampaikan
kepada dokter oleh karena itu perlu ditanyakan pada saat konsultasi.
 Pengelolaan DE pada diabetes dapat mengacu pada Penatalaksanaan Disfungsi Ereksi
(Materi Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan, IDI, 1999). DE dapat didiagnosis dengan
menggunakan instrumen sederhana yaitu kuesioner IIEF5 (International Index of Erectile
Function 5).
 Upaya pengobatan utama adalah memperbaiki kontrol glukosa darah senormal mungkin
dan memperbaiki faktor risiko DE lain seperti dislipidemia, merokok, obesitas dan
hipertensi.
 Perlu diidentifikasi berbagai obat yang dikonsumsi pasien yang berpengaruh mterhadap
timbulnya atau memberatnya DE.
 Pengobatan lini pertama ialah terapi psikoseksual dan obat oral antara lain sildenafil dan
vardenafil.

2.7.4. Diabetes dengan Kehamilan/Diabetes Melitus Gestasional


 Diabetes melitus gestasional (DMG) adalah suatu gangguan toleransi karbohidrat (TGT,
GDPT, DM) yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan sedang
berlangsung.
 Penilaian adanya risiko DMG perlu dilakukan sejak kunjungan pertama untuk
pemeriksaan kehamilannya
 Faktor risiko DMG antara lain: obesitas, adanya riwayat pernah mengalami DMG,
glukosuria, adanya riwayat keluarga dengan diabetes, abortus berulang, adanya riwayat
melahirkan bayi dengan cacat bawaan atau melahirkan bayi dengan berat > 4000 gram,
dan adanya riwayat preeklamsia. Pada pasien dengan risiko DMG yang jelas perlu segera
dilakukan pemeriksaan glukosa darah. Bila didapat hasil glukosa darah sewaktu ≤ 200
mg/dL atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL yang sesuai dengan batas diagnosis untuk
diabetes, maka perlu dilakukan pemeriksaan pada waktu yang lain untuk konfirmasi.
Pasien hamil dengan TGT dan GDPT dikelola sebagai DMG.
 Diagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan TTGO dilakukan dengan memberikan beban 75
gram glukosa setelah berpuasa 8–14 jam. Kemudian dilakukan pemeriksaan glukosa
darah puasa, 1 jam dan 2 jam setelah beban.
 DMG ditegakkan apabila ditemukan hasil pemeriksaan glukosa darah puasa ≤ 95 mg/dL,
1 jam setelah beban < 180 mg/dL dan 2 jam setelah beban ≤ 155 mg/dL. Apabila hanya
dapat dilakukan 1 kali pemeriksaan glukosa darah maka lakukan pemeriksaan glukosa

19
darah 2 jam setelah pembebanan, bila didapatkan hasil glukosa darah ≥ 155 mg/dL, sudah
dapat didiagnosis sebagai DMG.
 Hasil pemeriksaan TTGO ini dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya DM pada
ibu nantinya
 Penatalaksanaan DMG sebaiknya dilaksanakan secara terpadu oleh spesialis penyakit
dalam, spesialis obstetri ginekologi, ahli diet dan spesialis anak.
 Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu, kesakitan
dan kematian perinatal. Ini hanya dapat dicapai apabila keadaan normoglikemia dapat
dipertahankan selama kehamilan sampai persalinan.
 Sasaran normoglikemia DMG adalah kadar glukosa darah puasa ≤ 95 mg/dL dan 2 jam
sesudah makan ≤ 120 mg/dL. Apabila sasaran kadar glukosa darah tidak tercapai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani, langsung diberikan insulin.

2.7.5. Diabetes dengan Ibadah Puasa


 Penyandang diabetes yang terkendali dengan pengaturan makan saja tidak akan
mengalami kesulitan untuk berpuasa. Selama berpuasa Ramadhan, perlu dicermati
adanya perubahan jadwal, jumlah dan komposisi asupan makanan.
 Penyandang diabetes usia lanjut mempunyai kecenderungan dehidrasi bila berpuasa, oleh
karena itu dianjurkan minum yang cukup. Perlu peningkatan kewaspadaan pasien
terhadap gejala-gejala hipoglikemia. Untuk menghindarkan terjadinya hipoglikemia pada
siang hari, dianjurkan jadwal makan sahur mendekati waktu imsak/subuh, kurangi
aktivitas fisik pada siang hari dan bila beraktivitas fisik dianjurkan pada sore hari.
 Penyandang diabetes yang cukup terkendali dengan OHO dosis tunggal, juga tidak
mengalami kesulitan untuk berpuasa. OHO diberikan saat berbuka puasa. Hati-hati
terhadap terjadinya hipoglikemia pada pasien yang mendapat OHO dengan dosis
maksimal.
 Bagi yang terkendali dengan OHO dosis terbagi, pengaturan dosis obat diberikan
sedemikian rupa sehingga dosis sebelum berbuka lebih besar dari pada dosis sahur.
 Untuk penyandang diabetes DM tipe 2 yang menggunakan insulin, dipakai insulin kerja
menengah yang diberikan saat berbuka saja.
 Diperlukan kewaspadaan yang lebih tinggi terhadap terjadinya hipoglikemia pada
penyandang diabetes pengguna insulin. Perlu pemantauan yang lebih ketat disertai
penyesuaian dosis dan jadwal suntikan insulin. Bila terjadi gejala hipoglikemia, puasa
dihentikan.

20
 Untuk pasien yang harus menggunakan insulin dosis multipel dianjurkan untuk tidak
berpuasa dalam bulan Ramadhan.
 Sebaiknya momentum puasa Ramadhan ini digunakan untuk lebih meningkatkan
pengetahuan dan ketaatan berobat para penyandang diabetes. Dengan berpuasa
Ramadhan diharapkan adanya perubahan psikologis yang menciptakan rasa lebih sehat
bagi penyandang diabetes.

2.7.6. Diabetes pada Pengelolaan Perioperatif


 Tindakan operasi, khususnya dengan anestesi umum merupakan faktor stres pemicu
terjadinya penyulit akut diabetes, oleh karena itu setiap operasi elektif pada penyandang
diabetes harus dipersiapkan seoptimal mungkin sasaran kadar glukosa darah puasa <150
mg/dL, PERKENI 2002)

2.7.7. Dislipidemia pada Diabetes


Dislipidemia pada penyandang diabetes lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit
kardiovaskular.
 Perlu pemeriksaan profil lipid pada saat diagnosis diabetes ditegakkan. Pada pasien
dewasa pemeriksaan profil lipid sedikitnya dilakukan setahun sekali dan bila dianggap
perlu dapat dilakukan lebih sering. Sedangkan pada pasien yang pemeriksaan profil lipid
menunjukkan hasil yang baik (LDL<100mg/dL; HDL>50 mg/dL (laki-laki >40 mg/dL,
wanita >50 mg/dL); trigliserid <150 mg/dL), pemeriksaan profil lipid dapat dilakukan 2
tahun sekali.
 Gambaran dislipidemia yang sering didapatkan pada penyandang diabetes adalah
peningkatan kadar trigliserida, dan penurunan kadar kolesterol HDL, sedangkan kadar
kolesterol LDL normal atau sedikit meningkat.
 Perubahan perilaku yang tertuju pada pengurangan asupan kolesterol dan penggunaan
lemak jenuh serta peningkatan aktivitas fisik terbukti dapat memperbaiki profil lemak
dalam darah.
 Dipertimbangkan untuk memberikan terapi farmakologis sedini mungkin bagi
penyandang diabetes yang disertai dislipidemia

Target terapi:
• Pada penyandang DM, target utamanya adalah penurunan LDL

21
• Pada penyandang diabetes tanpa disertai penyakit kardiovaskular: LDL <100 mg/dL (2,6
mmol/L)
• Pasien dengan usia >40 tahun, dianjurkan diberi terapi statin untuk menurunkan LDL sebesar
30- 40% dari kadar awal
• Pasien dengan usia <40 tahun dengan risiko penyakit kardiovaskular yang gagal dengan
perubahan gaya hidup, dapat diberikan terapi farmakologis
Pada penyandang DM dengan penyakit AcuteCCoronary Syndrome (ACS) atau telah diketahui
penyakit pembuluh darah lainnya atau mempunyai banyak faktor risiko maka :
o LDL <70 mg/dL (1,8 mmol/L)
o Semua pasien diberikan terapi statin untuk menurunkan LDL sebesar 30-40%.
• Trigliserida < 150 mg/dL (1,7 mmol/L)
• HDL > 40 mg/dL (1,15 mmol/L) untuk pria dan >50 mg/dL untuk wanita
 Setelah target LDL terpenuhi, jika trigliserida ≥ 150 mg/dL (1,7 mmol/L) atau HDL ≤ 40
mg/dL (1,15 mmol/L) dapat diberikan niasin atau fibrat
 Apabila trigliserida ≥ 400 mg/dL (4,51 mmol/L) perlu segera diturunkan dengan terapi
farmakologis untuk mencegah timbulnya pankreatitis.
 Terapi kombinasi statin dengan obat pengendali lemak yang lain mungkin diperlukan
untuk mencapai target terapi, dengan memperhatikan peningkatan risiko timbulnya efek
samping.
 Niasin merupakan salah satu obat alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan
HDL, namun pada dosis besar dapat meningkatkan kadar glukosa darah
 Pada wanita hamil penggunaan statin merupakan kontra indikasi

2.7.8. Hipertensi pada Diabetes


 Indikasi pengobatan : Bila TD sistolik >130 mmHg dan / atau TD diastolik >80 mmHg.
 Sasaran (target penurunan) tekanan darah: Tekanan darah <130/80 mmHg Bila disertai
proteinuria ≥ 1gram / 24 jam : < 125/75 mmHg

Pengelolaan:
 Non-farmakologis: Modifikasi gaya hidup antara lain: menurunkan berat badan,
meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi
konsumsi garam
 Farmakologis: Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat anti-hipertensi
(OAH):

22
 Pengaruh OAH terhadap profil lipid
 Pengaruh OAH terhadap metabolisme glukosa
 Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin
 Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung
Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan:
 Penghambat ACE
 Penyekat reseptor angiotensin II
 Penyekat reseptor beta selektif, dosis rendah
 Diuretik dosis rendah
 Penghambat reseptor alfa
 Antagonis kalsium
 Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan diastolik
antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai 3 bulan. Bila
gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis
 Pasien dengan tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan diastolik >90 mmHg,
dapat diberikan terapi farmakologis secara langsung
 Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan monoterapi.

Catatan
- Penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II (ARB = angiotensin II receptor blocker)
dan antagonis kalsium golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki mikroalbuminuria.
- Penghambat ACE dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.
- Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti memperburuk toleransi glukosa.
- Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.
- Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkan dosis secara
bertahap.
- Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap.

2.7.9. Obesitas pada Diabetes


 Prevalensi obesitas pada DM cukup tinggi, demikian pula kejadian DM dan gangguan
toleransi glukosa pada obesitas cukup sering dijumpai

23
 Obesitas, terutama obesitas sentral secara bermakna berhubungan dengan sindrom
dismetabolik (dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi), yang didasari oleh resistensi
insulin
 Resistensi insulin pada diabetes dengan obesitas membutuhkan pendekatan khusus

2.7.10. Gangguan koagulasi pada Diabetes


 Terapi aspirin 75-160 mg/hari diberikan sebagai strategi pencegahan sekunder bagi
penyandang diabetes dengan riwayat pernah mengalami penyakit kardiovaskular dan
yang mempunyai risiko kardiovaskular lain.
 Terapi aspirin 75-160 mg/hari digunakan sebagai strategi pencegahan primer pada
penyandang diabetes tipe 2 yang merupakan faktor risiko kardiovaskular, termasuk
pasien dengan usia > 40 tahun yang memiliki riwayat keluarga penyakit kardiovaskular
dan kebiasaan merokok, menderita hipertensi, dislipidemia, atau albuminuria
 Aspirin dianjurkan tidak diberikan pada pasien dengan usia di bawah 21 tahun, seiring
dengan peningkatan kejadian sindrom Reye
 Terapi kombinasi aspirin dengan antiplatelet lain dapat dipertimbangkan pemberiannya
pada pasien yang memiliki risiko yang sangat tinggi.
 Penggunaan obat antiplatelet selain aspirin dapat dipertimbangkan sebagai pengganti
aspirin pada pasien yang mempunyai kontra indikasi dan atau tidak tahan terhadap
penggunaan aspirin. (PERKENI, 2011)

2.8. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus4


Tujuan penatalaksaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes.

a. Tujuan Penatalaksanaan
 Jangka pendek
Menghilangkan keluhan dan tanda diabetes, mempertahankan rasa nyaman,
dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
 Jangka panjang
mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati dan neuropati.

24
 Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas diabetes.

b. Pilar Penatalaksanaan diabetes mellitus


a. Edukasi, meliputi
pemahaman tentang DM, obat-obatan, olahraga, perencanaan makan dan
masalah yang mungkin dihaapi.
b. Terapi gizi medis
Prinsip pengaturan makan pada penderita diabetes hamper sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang.
Pada penderita diabetes perlu diperhatikan pentingnya keteraturan
makanan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan terutama
bagi penderita diabetes yang mengkonsumsi obat penurun glukosa darah
atau insulin.

c. Latihan jasmani
3 kali seminggu selama 30 menit disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani.
d. Farmakologis
apabila tidak berhasil dengan pengaturan makan dan olahraga.

Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan dalam bentuk suntikan.
1. Obat Hipoglikemik Oral 4,5,6
a. Pemicu sekresi insulin ( insulin secretagogue) : sulfonylurea dan glinid
 Sulfonilurea
Memiliki efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas
dan merupakan pilihan utama pada pasien dengan berat badan normal dan
kurang.
 Glinid
Golongan ini terdiri dari dua macam obat yaitu Repaglinid dan
nNateglinid. Obat ini diabsorpsi cepat setelah pemberian secara oral dan

25
dieksresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia
post prandial.
b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin ; metformin dan tiazolidindio
c. Penghambat gluconeogenesis : metformin
Memiliki efek utama mengurangi produksi glukosa hati (gluconeogenesis)dan
memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penerita diabetes
yang gemuk.
Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
( serum kreatinin > 1,5 mg/dl) dan hati., serta pasien dengan kecenderungan
hipoksemia.
Metformin memberikan efek samping mual. Sehingga untuk mengurangi
keluhan dapat diberikan saat atau sesudah makan.

d. Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa


Bekerja mengurangi absorpsi glukosa di usus halus sehingga mempunyai efek
menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Acarbose tidak memberikan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang
paling sering adalah kembung dan flatulens.
e. DPP-IV inhibitor
Glucagon like peptide 1 (GLP-1)merupakan perangsang kuat pelepasan insulin
dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glucagon.

Cara pemberian obat hiperglikemik oral (OHO) terdiri dari :


 OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
respon kadar glukosa darah. Dapat diberikan sampai dosis optimal.
 Sulfonilurea : 15 – 30 menit sebelum makan
 Repaglinid : sesaat sebelum makan
 Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan
 DPP-IV Inhibitor : diberikan bersamaan makan dan atau sebelum makan.

26
2. Suntikan4,7
a. Insulin diperlukan pada keadaan :
 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Ketoasidosis diabetic
 Hiperglikemia hyperosmolar non ketotik
 Hiperglikemia dengan asidosis laktat
 Gagal dengan kombinasi OHO dois optimal
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin


 Insulin kerja cepat ( Rapid acting insulin )
 Insulin kerja pendek ( short acting insulin )
 Insulin kerja menengah ( intermediate acting insulin )
 Insulin kerja panjang ( long acting insulin )
 Insulin campuran tetap (premixed insulin )

27
Tabel 2. Jenis Insulin berdasarkan durasi

Efek samping terapi insulin

• Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.


• Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat menimbulkan
alergi insulin atau resistensi insulin.

3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan
pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal
atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-
combination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang

28
mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat
pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan
insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana insulin tidak memungkinkan
untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan. Untuk kombinasi OHO
dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja
menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan
pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik
dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar
glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah
sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi
insulin. (PERKENI,2011)

2.9. Strategi Pencegahan Diabetes Mellitus4,5


Dalam jangka waktu 30 tahun penduduk Indonesia akan naik sebesar 40% dengan
peningkatan jumlah pasien diabetes yang jauh lebih besar yaitu 86-138% yang disebabkan oleh
karena :

a. faktor demografi, antara lain :


 jumlah penduduk meningkat
 penduduk usia lanjut bertambah banyak
 urbanisasi makin tak terkendali

b. gaya hidup yang kebarat-baratan


 penghasilan per kapita tinggi dan restoran siap santap
 sedentary life style
b) berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi
c) meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes semakin panjang

Mengingat jumlah pasien yang akan membengkak dan besarnya biaya perawatan
diabetes yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya, maka upaya yang baik
adalah pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga
jenis, antara lain :

29
a) Pencegahan primer. Semua aktivitas yang digunakan untuk mencegah timbulnya
hiperglikemia pada inividu yang beresiko mengidap diabetes mellitus atau pada
populasi.
b) Pencegahan sekunder. Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya
dengan tes penyaringan. Dengan demikian pasien diabetes yang sebelumnya tidak
terdiagnosis dapat terjaring.
c) Pencegahan tersier. Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan
akibat komplikasi tersebut. Usaha ini meliputi :
 mencegah timbulnya komplikasi
 mencegah progresi dari komplikasi
 mencegah kecacatan tubuh

Strategi pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan melalui pendekatan masyarakat
yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum dan pendekatan individu beresiko
tinggi yang dilakukan pada individu yang beresiko mengidap diabetes.
a) Pendekatan populasi/masyarakat
Bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum, antara lain mendidik masyarakat
agar menjalankan cara hidup sehat dan menghindari cara hidup beresiko. Upaya ini
ditujukan tidak hanya untuk mencegah diabetes tetapi untuk mencegah penyakit lain
sekaligus. Upaya ini sangat berat karena target populasinya sangat luas, oleh karena itu
harus dilakukan tidak hanya oleh profesi tetapi juga oleh seluruh lapisan masyarakat.
b) Pendekatan individu beresiko tinggi
Semua upaya pencegahan yang dilakukan pada individu yang beresiko mengidap diabetes
mellitus. Antara lain :
a. umur > 40 tahun
b. gemuk
c. hipertensi
d. riwayat keluarga DM
e. riwayat melahirkan bayi >4 kg
f. riwayat DM pada saat kehamilan
g. dislipidemia
Pencegahan primer adalah cara yang paling sulit karena yang menjadi sasaran adalah
orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat. Cakupannya menjadi sangat luas.
Yang bertanggung jawab bukan hanya profesi tetapi seluruh lapisan masyarakat. Pada
pencegahan sekunder, penyuluhan tentang perilaku sehat seperti pada pencegahan primer pun

30
harus dilakukan, ditambah dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat
pelayanan kesehatan mulai dari rumah
sakit sampai puskesmas. Pada tahun 1994, WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru
dengan cara skrining dimasukkan ke dalam upaya pencegahan sekunder agar supaya bila
diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, 2006).

2.10. Prognosis
Prognosis pada penderita diabetes tipe 2 bervariasi. Namun pada pasien diatas
prognosisnya dapat baik apabila pasien bisa memodifikasi (meminimalkan) risiko timbulnya
komplikasi dengan baik. Serangan jantung , stroke, dan kerusakan saraf dapat terjadi. Beberapa
orang dengan diabetes mellitus tipe 2 menjadi tergantung pada hemodialisa akibat kompilkasi
gagal ginjal. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko komplikasi :
· Makan makanan yang sehat / gizi seimbang (rendah lemak, rendah gula), perbanyak konsumsi
serat (buncis 150gr/hari, pepaya, kedondong, salak, tomat, semangka, dainjurkan pisang ambon
namun dalam jumlah terbatas)
· Gunakan minyak tak jenuh / PUFA (minyak jagung)
· Hindari konsumsi alcohol dan olahraga yang berlebihan
· Pertahankan berat badan ideal
· Kontrol ketat kadar gula darah, HbA1c, tekanan darah, profil lipid
· Konsumsi aspirin untuk cegah ateroskelrosis (pada orang dalam kategori prediabetes)

2.11. Kerangka Konsep

31
2.12. Kerangka Pengumpulan Data

32
BAB 3

33
METODE MINI PROJECT

3.1. Rancangan Mini project

Mini project ini dilakukan dengan pengumpulan data melalui data primer secara langsung
atau melakukan wawancara langsung kepada pasien yang berobat ke poli umum atau poli lansia

3.2. Waktu dan Tempat Mini project


Mini project ini dilaksanakan pada bulan April 2019 di Puskesmas Selemadeg I

3.3. Populasi Mini project

Populasi mini project adalah masyarakat umum dan penderita diabetes mellitus yang
berkunjung ke poli lansia dan poli umum puskesmas Selemadeg I

3.4. Subjek Mini project

Subjek mini project adalah Pasien yang berkunjung ke poli lansia dan poli umum
puskesmas Selemadeg

BAB IV
HASIL MINI PROJECT

34
Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian dan pembahasan tentang Gambaran Tingkat

Pengetahuan Penderita Diabetes Mellitus di wilayah Kerja Puskesmas Selemadeg I dalam Upaya

pengendalian kadar gula darah.

4.1. DATA GEOGRAFIS DAN DEMOGRAFIK

A. Geografi

Puskesmas Selemadeg merupakan satu-satunya Puskesmas yang berada di Kecamatan

Selemadeg. Letak geografis wilayah kerja puskesmas adalah membujur dari daerah pantai

sampai pegunungan. Puskesmas Selemadeg yang terletak di jantung ibu kota kecamatan

memiliki luas wilayah kerja 52,05 Km2. Adapun batas wilayah kerja puskesmas :

Utara : Wilayah Hutan Gunung Batukaru

Selatan : Samudera Hindia

Timur : Desa Megati – Kecamatan Selemadeg Timur

Barat : Desa Antosari – Kecamatan Selemadeg Barat

Sesuai dengan peta wilayah berikut:

35
PETA WILAYAH KECAMATAN SELEMADEG TAHUN 2018

Hutan Batukaru

Desa Megati, Kec. Seltim


Desa Antosari, Kec. Selbar

Samudera Hindia

Wilayah kerja Puskesmas Selemadeg meliputi 10 desa dan 60 dusun. Semua wilayah

kerja dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Desa yang

terdekat dengan ibu kota kecamatan adalah Desa Bajera, sedangkan yang paling jauh adalah

Desa Wanagiri dan Wanagiri Kauh.

B. Demografi

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg sebanyak 22.584 jiwa (6.818

KK) dengan kepadatan penduduk 434 jiwa/ km2. Desa yang paling tinggi kepadatan

penduduknya adalah Desa Bajera dengan kepadatan 1.455 jiwa/ km2, sedangkan yang paling

rendah tingkat kepadatannya adalah Desa Wanagiri sebesar 188 jiwa/ km2.

36
Berdasarkan hasil yang diperoleh didapatkan bahwa dari total 32 orang subjek yang
dilakukan wawancara terstruktur, didapatkan bahwa 14 orang diantaranya tidak mengetahui apa
itu diabetes mellitus/ kencing manis dan bagaimana gejalanya. Sementara itu, sejumlah 18 orang
mengerti apa itu diabetes mellitus/ kencing manis dan mengetahui gejala pernyertanya.
Seperti yang dibahas pada bab teori, disebutkan bahwa diabetes mellitus atau kencing
manis adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan metabolisme sehingga kadar gula darah
dalam tubuh melebihi normal. Diabetes mellirus memiliki gejala-gejala, diantaranya sering
buang air kecil terutama malam hari, sering haus, sering lapar, luka tidak sembuh-sembuh,
kesemutan, berat badan menurun meskipun nafsu makan meningkat, sering mengantuk/ lemas,
gatal-gatal terutama di daerah kemaluan, dan impoten. Dari 18 orang subjek yang mengetahui
gejala kencing manis, 10 orang menyebutkan gejalanya adalah sering buang air kecil ter
utama pada malam hari, 5 orang menyebutkan lemas/mengantuk, 3 orang menyebutkan keluhan
luka yang tidak sembuh-sembuh,
Menurut teori, banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya diabetes mellitus. Salah
satu faktor yang tidak dapat ubah adalah keturunan. Namun demikian, yang paling menentukan
seseorang mengidap diabetes mellitus atau tidak adalah faktor pola makan dan aktivitas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 32 orang subjek di atas, didapatkan pada 18 orang subjek
yang mengerti tentang penyakit diabetes mellitus terdapat 5 orang subjek yang memiliki riwayat
keluarga penderita diabetes mellitus. Untuk faktor pola makan, dari 32 orang subjek yang
diwawancara menyebutkan bahwa sebanyak 16 orang mengaku jarang olahraga bahkan tidak
pernah berolah raga (sedentary life style) dan 4 orang mengaku setiap hari setidaknya
mengkonsumsi gula 1 sendok makan, dan 4 orang diantaranya memiliki status gizi yang
berlebih/ gemuk.

37
BAB V
DISKUSI

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus merupakan


suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, dan disfungsi beberapa organ tubuh, terutama
mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.
Di Indonesia, prevalensi DM mencapai 15,9-32,73%, dimana diperkirakan sekitar 5 juta
lebih penduduk Indonesia menderita diabetes mellitus. Menurut penelitian epidemiologi yang
sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4
dengan 1,6%. Terjadi tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global terutama disebabkan
oleh karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti
bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang
kekerapan DM di Indonesia akan meningkat dengan drastis. Indonesia akan menempati peringkat
nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025,
naik 2 tingkat dibanding tahun 1995. Pilar Pengelolaan DM, antara lain :

a) Edukasi, meliputi : pemahaman tentang DM, obat-obatan, olahraga, perencanaan makan


dan masalah yang mungkin dihadapi.
b) Perencanaan Makan dengan karbohidrat 45-60%, protein 10-20%, dan lemak 20-25%.
c) Latihan jasmani 3 kali seminggu selama 30 menit disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani.
d) Farmakologis, apabila tidak berhasil dengan pengaturan makan dan olahraga.
Komplikasi diabetes mellitus yang dapat ditemukan, antara lain : hipoglikemia, infeksi,
komplikasi kronis penyakit jantung dan pembuluh darah, kerusakan pada ginjal (nefropati),
kerusakan saraf (neuropati), dan kerusakan pada mata (retinopati).
Jika melihat dari segi teori di atas, bahwa jelas jika mencegah lebih baik daripada
mengobati. Hal ini juga dikarenakan banyak komplikasi yang terjadi pada penyakit diabetes
mellitus. Pada seseorang yang mengidap penyakit diabetes mellitus, maka penatalaksanaan yang
pertama kali dilakukan adalah edukasi tentang perjalanan penyakitnya, olah raga dan
perencanaan makan. Untuk itu, dalam hal ini peran promosi kesehatan sangatlah penting dalam

38
mencegah penyakit diabetes mellitus. Dari total 32 orang subjek yang dilakukan wawancara,
didapatkan bahwa 14 orang diantaranya tidak mengetahui apa itu diabetes mellitus/ kencing
manis dan bagaimana gejalanya. Sementara itu, sejumlah 18 orang mengerti apa itu diabetes
mellitus/ kencing manis dan mengetahui gejala pernyertanya. Oleh karena itu, masih diperlukan
promosi kesehatan sebagai usaha pencegahan primer terhadap penyakit diabetes mellitus.
Mengingat jika promosi kesehatan dilakukan secara serentak dengan mengumpulkan kader atau
masyarakat di suatu ruangan kurang efektif, maka perlunya dilakukan promosi kesehatan secara
individual terutama bagi masyarakat yang saat diwawancara sama sekali tidak mengerti apa itu
diabetes mellitus.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 32 orang subjek di atas, didapatkan pada 18 orang subjek
yang mengerti tentang penyakit diabetes mellitus terdapat 5 orang subjek yang memiliki riwayat
keluarga penderita diabetes mellitus. Untuk faktor pola makan, dari 32 orang subjek yang
diwawancara menyebutkan bahwa sebanyak 16 orang mengaku jarang berolah raga bahkan tidak
pernah berolah raga (sedentary life style) dan 4 orang mengaku setiap hari setidaknya
mengkonsumsi gula 1 sendok makan, dan 4 orang diantaranya memiliki status gizi yang
berlebih/ gemuk. Jika melihat hasil wawancara ini, maka sebagian masyarakat di sekitar wilayah
kerja Puskesmas selemadeg I tidak memiliki faktor resiko diabetes mellitus. Oleh karena itu,
tetap penting jika dilakukan pencegahan primer agar penderita diabetes mellitus di Indonesia
tidak semakin meningkat.
Pendekatan populasi/masyarakat bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum,
antara lain mendidik masyarakat agar menjalankan cara hidup sehat dan menghindari cara hidup
beresiko. Upaya ini ditujukan tidak hanya untuk mencegah diabetes tetapi untuk mencegah
penyakit lain sekaligus oleh karena itu penulis menganggap pentingnya dilakukan pendekatan
individu, terutama pada individu yang beresiko tinggi, yang berarti semua upaya pencegahan
yang dilakukan pada individu yang beresiko mengidap diabetes mellitus, antara lain umur > 40
tahun, gemuk, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat melahirkan bayi >4 kg, riwayat DM
pada saat kehamilan, dan dislipidemia.
Tetapi mengingat keterbatasan waktu dan lokasi, serta jumlah pasien yang banyak penulis
melakukan pendekatan individu tanpa memandang seseorang itu beresiko atau tidak (dipilih
secara acak) dengan maksud sasaran pencegahan primer akan lebih sampai kepada setiap orang
yang belum mengerti mengenai apa itu diabetes mellitus dan bagaimana pencegahannya. Dengan

39
begitu, penulis dapat melakukan penyuluhan/ promosi secara individual tentang diabetes mellitus
dan mengedukasi jika menemukan keluarga/tetangga dengan gejala seperti itu segera
diperiksakan ke Puskesmas. Penulis melakukan promosi kesehatan dengan menggunakan
pamphlet bergambar agar lebih menarik dan memberikannya kepada subjek yang sudah
diedukasi. Dengan cara seperti ini diharapkan sasaran pencegahan primer dan sekunder akan
lebih berhasil karena menggunakan pendekatan individual.

40
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
1. Pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg terhadap diabetes
melitus cukup merata. Oleh karena itu, masih tetap diperlukan adanya promosi kesehatan
sebagai upaya pencegahan primer dan sekunder terhadap kejadian penyakit diabetes
mellitus, tidak hanya oleh petugas kesehatan melainkan juga masyarakat umum.
2. Pola aktivitas dan makan sebagian masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg
menjadi faktor resiko diabetes mellitus. Oleh karena itu, promosi kesehatan primer
nampaknya akan lebih bermanfaat jika dilakukan secara individual (seperti konseling)
dibandingkan jika dilakukan melalui pendekatan populasi.

6.2. Saran
• Petugas kesehatan di puskesmas selemadeg I perlu ditingkatkan lagi dan lebih banyak
melakukan tindakan promotif di wilayah sekitar Puskesmas Selemadeg sebagai upaya
pencegahan primer dan sekunder dalam masyarakat terhadap penyakit diabetes mellitus
upaya untuk menekan jumlah penderita diabetes mellitus yang baru dan pencegahan
terjadinya komplikasi diabetes mellitus dengan melibatkan berbagai pihak, tidak hanya
petugas kesehatan melainkan juga masyarakat umum.
• Petugas kesehatan di puskesmas Selemadeg I diharapkan mampu memahami pilar dasar
diabetes mellitus pada saat melakukan upaya promotif, preventif dan kuratif

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Jakarta : Penerbit FK UI.
2. Ikatan Dokter Indonesia, 2011. Indonesian D
3. octor’s Compendium. Jakarta : CV Matoari Citra Media.
4. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2000. Penatalaksanaan Kedaruratan di
Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Penerbit FK UI.
5. PERKENI. 2011. Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes mellitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta.
6. Soegondo, Sidartawan. Soewondo, Pradana. Subekti, Imam. 1995. Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu. Cetakan kelima, 2005. Jakarta:Balai Penerbit FKUI.
7. Fauci, Anthony S. Braunwald, Eugene. Kasper, Dennis L. Hauser, Stephen L. Harrison’s
Principle of Internal Medicine. 17th Edition. The McGraw-Hill Companies. 2008.
8. Boon, Nicholas A. Walker, Brian. Davidson’s Principles and Practice of

Medicine. 20th Edition. Elsevier. 2006.


9. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III. Edisi IV. Jakrta: IPD FKUI. 2006.

42
43

Anda mungkin juga menyukai