Disusun oleh :
dr. Ni Made Mela Sarasmita
Pembimbing :
dr. Ni Made Suriati
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan
karunia-Nya yang diberikan, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan Mini Project berjudul
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr.Ni Made Suriati sebagai pembimbing
internsip di puskesmas Selemadeg I yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
belajar lebih banyak tentang Diabetes Melitus dan komplikasi sehingga saya dapat
Saya menyadari dalam penyusunan mini project ini banyak terdapat kekurangan.
Semoga mini project ini dapat memberikan sumbangan pikiran dan pengetahuan bagi penulis
Penulis
2
DAFTAR ISI
1. Bab I Pendahuluan .................................................................................................4
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang mengalami
peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun.Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolik
yang berlangsung kronik dan progresif dengan ciri meningkatnya konsentrasi gula dalam darah.
Peningkatan tersebut dapat mengakibatkan komplikasi penyakit lain yang lebih serius. DM
dibedakan menjadi dua, yaitu Diabetes Melitus tipe 1 (DM Tipe 1) dan Diabetes Melitus Tipe 2
(DM tipe 2). DM tipe 1 jarang dijumpai, hanya sebesar 10% dari kasus DM seluruhnya,
sedangkan yang kasus yang paling banyak ditemukan di masyarakat adalah DM tipe 2.
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, dan disfungsi beberapa organ tubuh, terutama
mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Diabetes melitus adalah suatu penyakit
metabolik yang ditandai adanya hiperglikemia yang disebabkan karena defek sekresi insulin,
lebih penduduk Indonesia menderita DM. Di masa mendatang, diantara penyakit degeneratif
diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di
4
masa mendatang. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di
atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada
tahun 2025 jumlah tersebut akan membengkak menjadi 300 juta orang2 .
insidensi dan prevalensi DM Tipe 2 diberbagai penjuru dunia. WHO memprediksikan kenaikan
jumlah penyandang Diabetes mellitus di Indonesiandari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar
Mengingat bahwa Diabetes Mellitus akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber
daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, maka semua pihak baik
masyarakat maupun pemerintah, sudah seharusnya ikut serta dalam usaha penanggulangan
5
yang menjadi faktor resiko diabetes mellitus sehingga dapat dilakukan promosi kesehatan
terutama secara individual.
1..4. Manfaat
1. Bagi penulis, mini project ini menjadi pengalaman yang berguna dalam menerapkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh sebelum internship.
2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan tentang
pentingnya pencegahan diabetes mellitus dan perlunya mengenali diabetes mellitus lebih
dini untuk menekan prevalensi penyakit diabetes mellitus di masyarakat.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
7
2. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi
insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.
3. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor lain
seperti kelainan genetik pada fungsi sel β pankreas, kelainan genetik pada aktivitas
insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat penggunaan obat atau
bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan terapi setelah transplantasi
organ).
4. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami selama
masa kehamilan.
8
antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal ini terdapat disposisi genetik. Diabetes
mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile
diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena
berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat defek sel beta penghasil insulin pada
pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang
dewasa, namun lebih sering didapat pada anak – anak.
9
Defisiensi insulin relative juga dapat disebabkan oleh kelainan yang sangat jarang pada
biosintesis insulin, reseptor insulin atau transmisi intrasel. Bahkan tanpa ada disposisi genetic,
diabetes dapat terjadi pada perjalanan penyakit lain, seperti pancreatitis dengan kerusakan sel
beta atau karena kerusakan toksik di sel beta. Diabetes mellitus ditingkatkan oleh peningkatan
pelepasan hormone antagonis, diantaranya, somatotropin (pada akromegali), glukokortikoid
(pada penyakit Cushing atau stress), epinefrin (pada stress), progestogen dan kariomamotropin
(pada kehamilan), ACTH, hormone tiroid dan glucagon. Infeksi yang berat meningkatkan
pelepasan beberapa hormone yang telah disebutkan di atas sehingga meningkatkan pelepasan
beberapa hormone yang telah disebutkan diatas sehingga meningkatkan manifestasi diabetes
mellitus. Somatostatinoma dapat menyebabkan diabetes karena somatostatin yang diekskresikan
akan menghambat pelepasan insulin. (Silabernagi,2002)
10
- Mata Kabur
- Dsifungsi ereksi pada pria
- Pruritus vulvae pada wanita
Tabel Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Pemeriksaan Penyaring dan
diagnosis Diabetes Mellitus ( mg/dl) .
Belum Pasti
Bukan DM DM
DM
Kadar glukosa Plasma ( vena ) < 100 100-199 >200
Darah Kapiler
darah sewaktu
<90 90 – 199 >200
( mg/dl )
Kadar glukosa Plasma (vena) <100 100 – 125 >126
Darah Kapiler
darah puasa
<90 90 – 99 >126
( mg /dl )
Tabel 2. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Pemeriksaan Penyaring
dan diagnosis Diabetes Mellitus ( mg/dl) .
11
Tabel 3. Kriteria Diabetes Mellitus
Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk menentukan
diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa tergagnggu.
Berikut adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis diabetes melitus, TGT, dan GDPT.
12
Gambar 1. Alur Pemeriksaan Diabetes Mellitus
13
2.Ketoasidosis diabetic
Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan adanya peningkatan
kadar glukosa darah yang tinggi ( 300-600 mg/dL) disertai dengan adanya tanda dan
gejala asidosi dan plasma aseton (+) kuat.
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM . Hal ini terjadi
karena kadar insulin sangat menurun, dan pasien akan mengalami hal berikut: (Boon et.al
2006)
· Hiperglikemia
· Hiperketonemia
· Asidosis metabolik
Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis ,peningkatan lipolisis
dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton
(asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan
ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis
metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis
osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi
hipotensi dan mengalami syok. (Price et.al 2005)
Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami
koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena
pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan
pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.
1. Dehidrasi
2. Hipotensi (postural atau supine)
3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer
4. Takikardi
5. Kusmaul breathing
14
6. Nafas bau aseton
7. Hipotermia
8. Poliuria
9. Tampak Bingung
10. Kelelahan
11. Mual – muntah
12. Pandangan kabur
13. Koma ( 10% )
15
Tabel 4. Terapi penanganan ketoasidosis metabolik
b. Komplikasi Kronik
1. Makroangiopati
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi
Pembuluh darah otak
16
2.Mikroangiopati
Retinopati diabetic
Nefropati diabetic
Neuropati diabetic
17
Angka kejadian periodontitis meningkat pada penyandang diabetes dan sering
mengakibatkan tanggalnya gigi. Menjaga kebersihan rongga mulut dengan baik
merupakan hal yang penting untuk mencegah komplikasi rongga mulut.
pada penyandang diabetes, otitis eksterna maligna sering kali tidak terdeteksi sebagai
penyebab infeksi.
2.7.2. Diabetes dengan Nefropati Diabetik
Sekitar 20-40% penyandang diabetes akan mengalami nefropati diabetik
Didapatkannya albuminuria persisten pada kisaran 30-299 mg/24 jam (albuminuria
mikro) merupakan tanda dini nefropati diabetik
Pasien yang disertai dengan albuminuria mikro dan berubah menjadi albuminuria makro (
>300 mg/24 jam), pada akhirnya sering berlanjut menjadi gagal ginjal kronik stadium
akhir.
Diagnosis
Diagnosis nefropati diabetik ditegakkan jika didapatkan kadar albumin > 30 mg
dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3- 6 bulan,
tanpa penyebab albuminuria lainnya.
Penatalaksanaan
Kendalikan glukosa darah
Kendalikan tekanan darah
Diet protein 0,8 gram/kgBB per hari. Jika terjadi penurunan fungsi ginjal yang
bertambah berat, diet protein diberikan 0,6 – 0,8 gram/kg BB per hari.
Terapi dengan obat penyekat reseptor angiotensin II, penghambat ACE, atau
kombinasi keduanya. Jika terdapat kontraindikasi terhadap penyekat ACE atau
reseptor angiotensin, dapat diberikan antagonis kalsium non dihidropiridin.
Apabila serum kreatinin >2,0 mg/dL sebaiknya ahli nefrologi ikut dilibatkan
Idealnya bila klirens kreatinin <15 mL/menit sudah merupakan indikasi terapi
pengganti (dialisis, transplantasi).
18
DE sering menjadi sumber kecemasan penyandang diabetes, tetapi jarang disampaikan
kepada dokter oleh karena itu perlu ditanyakan pada saat konsultasi.
Pengelolaan DE pada diabetes dapat mengacu pada Penatalaksanaan Disfungsi Ereksi
(Materi Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan, IDI, 1999). DE dapat didiagnosis dengan
menggunakan instrumen sederhana yaitu kuesioner IIEF5 (International Index of Erectile
Function 5).
Upaya pengobatan utama adalah memperbaiki kontrol glukosa darah senormal mungkin
dan memperbaiki faktor risiko DE lain seperti dislipidemia, merokok, obesitas dan
hipertensi.
Perlu diidentifikasi berbagai obat yang dikonsumsi pasien yang berpengaruh mterhadap
timbulnya atau memberatnya DE.
Pengobatan lini pertama ialah terapi psikoseksual dan obat oral antara lain sildenafil dan
vardenafil.
19
darah 2 jam setelah pembebanan, bila didapatkan hasil glukosa darah ≥ 155 mg/dL, sudah
dapat didiagnosis sebagai DMG.
Hasil pemeriksaan TTGO ini dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya DM pada
ibu nantinya
Penatalaksanaan DMG sebaiknya dilaksanakan secara terpadu oleh spesialis penyakit
dalam, spesialis obstetri ginekologi, ahli diet dan spesialis anak.
Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu, kesakitan
dan kematian perinatal. Ini hanya dapat dicapai apabila keadaan normoglikemia dapat
dipertahankan selama kehamilan sampai persalinan.
Sasaran normoglikemia DMG adalah kadar glukosa darah puasa ≤ 95 mg/dL dan 2 jam
sesudah makan ≤ 120 mg/dL. Apabila sasaran kadar glukosa darah tidak tercapai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani, langsung diberikan insulin.
20
Untuk pasien yang harus menggunakan insulin dosis multipel dianjurkan untuk tidak
berpuasa dalam bulan Ramadhan.
Sebaiknya momentum puasa Ramadhan ini digunakan untuk lebih meningkatkan
pengetahuan dan ketaatan berobat para penyandang diabetes. Dengan berpuasa
Ramadhan diharapkan adanya perubahan psikologis yang menciptakan rasa lebih sehat
bagi penyandang diabetes.
Target terapi:
• Pada penyandang DM, target utamanya adalah penurunan LDL
21
• Pada penyandang diabetes tanpa disertai penyakit kardiovaskular: LDL <100 mg/dL (2,6
mmol/L)
• Pasien dengan usia >40 tahun, dianjurkan diberi terapi statin untuk menurunkan LDL sebesar
30- 40% dari kadar awal
• Pasien dengan usia <40 tahun dengan risiko penyakit kardiovaskular yang gagal dengan
perubahan gaya hidup, dapat diberikan terapi farmakologis
Pada penyandang DM dengan penyakit AcuteCCoronary Syndrome (ACS) atau telah diketahui
penyakit pembuluh darah lainnya atau mempunyai banyak faktor risiko maka :
o LDL <70 mg/dL (1,8 mmol/L)
o Semua pasien diberikan terapi statin untuk menurunkan LDL sebesar 30-40%.
• Trigliserida < 150 mg/dL (1,7 mmol/L)
• HDL > 40 mg/dL (1,15 mmol/L) untuk pria dan >50 mg/dL untuk wanita
Setelah target LDL terpenuhi, jika trigliserida ≥ 150 mg/dL (1,7 mmol/L) atau HDL ≤ 40
mg/dL (1,15 mmol/L) dapat diberikan niasin atau fibrat
Apabila trigliserida ≥ 400 mg/dL (4,51 mmol/L) perlu segera diturunkan dengan terapi
farmakologis untuk mencegah timbulnya pankreatitis.
Terapi kombinasi statin dengan obat pengendali lemak yang lain mungkin diperlukan
untuk mencapai target terapi, dengan memperhatikan peningkatan risiko timbulnya efek
samping.
Niasin merupakan salah satu obat alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan
HDL, namun pada dosis besar dapat meningkatkan kadar glukosa darah
Pada wanita hamil penggunaan statin merupakan kontra indikasi
Pengelolaan:
Non-farmakologis: Modifikasi gaya hidup antara lain: menurunkan berat badan,
meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi
konsumsi garam
Farmakologis: Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat anti-hipertensi
(OAH):
22
Pengaruh OAH terhadap profil lipid
Pengaruh OAH terhadap metabolisme glukosa
Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin
Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung
Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan:
Penghambat ACE
Penyekat reseptor angiotensin II
Penyekat reseptor beta selektif, dosis rendah
Diuretik dosis rendah
Penghambat reseptor alfa
Antagonis kalsium
Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan diastolik
antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai 3 bulan. Bila
gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis
Pasien dengan tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan diastolik >90 mmHg,
dapat diberikan terapi farmakologis secara langsung
Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan monoterapi.
Catatan
- Penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II (ARB = angiotensin II receptor blocker)
dan antagonis kalsium golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki mikroalbuminuria.
- Penghambat ACE dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.
- Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti memperburuk toleransi glukosa.
- Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.
- Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkan dosis secara
bertahap.
- Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap.
23
Obesitas, terutama obesitas sentral secara bermakna berhubungan dengan sindrom
dismetabolik (dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi), yang didasari oleh resistensi
insulin
Resistensi insulin pada diabetes dengan obesitas membutuhkan pendekatan khusus
a. Tujuan Penatalaksanaan
Jangka pendek
Menghilangkan keluhan dan tanda diabetes, mempertahankan rasa nyaman,
dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
Jangka panjang
mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati dan neuropati.
24
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas diabetes.
c. Latihan jasmani
3 kali seminggu selama 30 menit disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani.
d. Farmakologis
apabila tidak berhasil dengan pengaturan makan dan olahraga.
Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan dalam bentuk suntikan.
1. Obat Hipoglikemik Oral 4,5,6
a. Pemicu sekresi insulin ( insulin secretagogue) : sulfonylurea dan glinid
Sulfonilurea
Memiliki efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas
dan merupakan pilihan utama pada pasien dengan berat badan normal dan
kurang.
Glinid
Golongan ini terdiri dari dua macam obat yaitu Repaglinid dan
nNateglinid. Obat ini diabsorpsi cepat setelah pemberian secara oral dan
25
dieksresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia
post prandial.
b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin ; metformin dan tiazolidindio
c. Penghambat gluconeogenesis : metformin
Memiliki efek utama mengurangi produksi glukosa hati (gluconeogenesis)dan
memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penerita diabetes
yang gemuk.
Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
( serum kreatinin > 1,5 mg/dl) dan hati., serta pasien dengan kecenderungan
hipoksemia.
Metformin memberikan efek samping mual. Sehingga untuk mengurangi
keluhan dapat diberikan saat atau sesudah makan.
26
2. Suntikan4,7
a. Insulin diperlukan pada keadaan :
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetic
Hiperglikemia hyperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dois optimal
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi atau alergi terhadap OHO
27
Tabel 2. Jenis Insulin berdasarkan durasi
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan
pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal
atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-
combination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang
28
mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat
pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan
insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana insulin tidak memungkinkan
untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan. Untuk kombinasi OHO
dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja
menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan
pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik
dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar
glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah
sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi
insulin. (PERKENI,2011)
Mengingat jumlah pasien yang akan membengkak dan besarnya biaya perawatan
diabetes yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya, maka upaya yang baik
adalah pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga
jenis, antara lain :
29
a) Pencegahan primer. Semua aktivitas yang digunakan untuk mencegah timbulnya
hiperglikemia pada inividu yang beresiko mengidap diabetes mellitus atau pada
populasi.
b) Pencegahan sekunder. Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya
dengan tes penyaringan. Dengan demikian pasien diabetes yang sebelumnya tidak
terdiagnosis dapat terjaring.
c) Pencegahan tersier. Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan
akibat komplikasi tersebut. Usaha ini meliputi :
mencegah timbulnya komplikasi
mencegah progresi dari komplikasi
mencegah kecacatan tubuh
Strategi pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan melalui pendekatan masyarakat
yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum dan pendekatan individu beresiko
tinggi yang dilakukan pada individu yang beresiko mengidap diabetes.
a) Pendekatan populasi/masyarakat
Bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum, antara lain mendidik masyarakat
agar menjalankan cara hidup sehat dan menghindari cara hidup beresiko. Upaya ini
ditujukan tidak hanya untuk mencegah diabetes tetapi untuk mencegah penyakit lain
sekaligus. Upaya ini sangat berat karena target populasinya sangat luas, oleh karena itu
harus dilakukan tidak hanya oleh profesi tetapi juga oleh seluruh lapisan masyarakat.
b) Pendekatan individu beresiko tinggi
Semua upaya pencegahan yang dilakukan pada individu yang beresiko mengidap diabetes
mellitus. Antara lain :
a. umur > 40 tahun
b. gemuk
c. hipertensi
d. riwayat keluarga DM
e. riwayat melahirkan bayi >4 kg
f. riwayat DM pada saat kehamilan
g. dislipidemia
Pencegahan primer adalah cara yang paling sulit karena yang menjadi sasaran adalah
orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat. Cakupannya menjadi sangat luas.
Yang bertanggung jawab bukan hanya profesi tetapi seluruh lapisan masyarakat. Pada
pencegahan sekunder, penyuluhan tentang perilaku sehat seperti pada pencegahan primer pun
30
harus dilakukan, ditambah dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat
pelayanan kesehatan mulai dari rumah
sakit sampai puskesmas. Pada tahun 1994, WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru
dengan cara skrining dimasukkan ke dalam upaya pencegahan sekunder agar supaya bila
diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, 2006).
2.10. Prognosis
Prognosis pada penderita diabetes tipe 2 bervariasi. Namun pada pasien diatas
prognosisnya dapat baik apabila pasien bisa memodifikasi (meminimalkan) risiko timbulnya
komplikasi dengan baik. Serangan jantung , stroke, dan kerusakan saraf dapat terjadi. Beberapa
orang dengan diabetes mellitus tipe 2 menjadi tergantung pada hemodialisa akibat kompilkasi
gagal ginjal. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko komplikasi :
· Makan makanan yang sehat / gizi seimbang (rendah lemak, rendah gula), perbanyak konsumsi
serat (buncis 150gr/hari, pepaya, kedondong, salak, tomat, semangka, dainjurkan pisang ambon
namun dalam jumlah terbatas)
· Gunakan minyak tak jenuh / PUFA (minyak jagung)
· Hindari konsumsi alcohol dan olahraga yang berlebihan
· Pertahankan berat badan ideal
· Kontrol ketat kadar gula darah, HbA1c, tekanan darah, profil lipid
· Konsumsi aspirin untuk cegah ateroskelrosis (pada orang dalam kategori prediabetes)
31
2.12. Kerangka Pengumpulan Data
32
BAB 3
33
METODE MINI PROJECT
Mini project ini dilakukan dengan pengumpulan data melalui data primer secara langsung
atau melakukan wawancara langsung kepada pasien yang berobat ke poli umum atau poli lansia
Populasi mini project adalah masyarakat umum dan penderita diabetes mellitus yang
berkunjung ke poli lansia dan poli umum puskesmas Selemadeg I
Subjek mini project adalah Pasien yang berkunjung ke poli lansia dan poli umum
puskesmas Selemadeg
BAB IV
HASIL MINI PROJECT
34
Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian dan pembahasan tentang Gambaran Tingkat
Pengetahuan Penderita Diabetes Mellitus di wilayah Kerja Puskesmas Selemadeg I dalam Upaya
A. Geografi
Selemadeg. Letak geografis wilayah kerja puskesmas adalah membujur dari daerah pantai
sampai pegunungan. Puskesmas Selemadeg yang terletak di jantung ibu kota kecamatan
memiliki luas wilayah kerja 52,05 Km2. Adapun batas wilayah kerja puskesmas :
35
PETA WILAYAH KECAMATAN SELEMADEG TAHUN 2018
Hutan Batukaru
Samudera Hindia
Wilayah kerja Puskesmas Selemadeg meliputi 10 desa dan 60 dusun. Semua wilayah
kerja dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Desa yang
terdekat dengan ibu kota kecamatan adalah Desa Bajera, sedangkan yang paling jauh adalah
B. Demografi
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg sebanyak 22.584 jiwa (6.818
KK) dengan kepadatan penduduk 434 jiwa/ km2. Desa yang paling tinggi kepadatan
penduduknya adalah Desa Bajera dengan kepadatan 1.455 jiwa/ km2, sedangkan yang paling
rendah tingkat kepadatannya adalah Desa Wanagiri sebesar 188 jiwa/ km2.
36
Berdasarkan hasil yang diperoleh didapatkan bahwa dari total 32 orang subjek yang
dilakukan wawancara terstruktur, didapatkan bahwa 14 orang diantaranya tidak mengetahui apa
itu diabetes mellitus/ kencing manis dan bagaimana gejalanya. Sementara itu, sejumlah 18 orang
mengerti apa itu diabetes mellitus/ kencing manis dan mengetahui gejala pernyertanya.
Seperti yang dibahas pada bab teori, disebutkan bahwa diabetes mellitus atau kencing
manis adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan metabolisme sehingga kadar gula darah
dalam tubuh melebihi normal. Diabetes mellirus memiliki gejala-gejala, diantaranya sering
buang air kecil terutama malam hari, sering haus, sering lapar, luka tidak sembuh-sembuh,
kesemutan, berat badan menurun meskipun nafsu makan meningkat, sering mengantuk/ lemas,
gatal-gatal terutama di daerah kemaluan, dan impoten. Dari 18 orang subjek yang mengetahui
gejala kencing manis, 10 orang menyebutkan gejalanya adalah sering buang air kecil ter
utama pada malam hari, 5 orang menyebutkan lemas/mengantuk, 3 orang menyebutkan keluhan
luka yang tidak sembuh-sembuh,
Menurut teori, banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya diabetes mellitus. Salah
satu faktor yang tidak dapat ubah adalah keturunan. Namun demikian, yang paling menentukan
seseorang mengidap diabetes mellitus atau tidak adalah faktor pola makan dan aktivitas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 32 orang subjek di atas, didapatkan pada 18 orang subjek
yang mengerti tentang penyakit diabetes mellitus terdapat 5 orang subjek yang memiliki riwayat
keluarga penderita diabetes mellitus. Untuk faktor pola makan, dari 32 orang subjek yang
diwawancara menyebutkan bahwa sebanyak 16 orang mengaku jarang olahraga bahkan tidak
pernah berolah raga (sedentary life style) dan 4 orang mengaku setiap hari setidaknya
mengkonsumsi gula 1 sendok makan, dan 4 orang diantaranya memiliki status gizi yang
berlebih/ gemuk.
37
BAB V
DISKUSI
38
mencegah penyakit diabetes mellitus. Dari total 32 orang subjek yang dilakukan wawancara,
didapatkan bahwa 14 orang diantaranya tidak mengetahui apa itu diabetes mellitus/ kencing
manis dan bagaimana gejalanya. Sementara itu, sejumlah 18 orang mengerti apa itu diabetes
mellitus/ kencing manis dan mengetahui gejala pernyertanya. Oleh karena itu, masih diperlukan
promosi kesehatan sebagai usaha pencegahan primer terhadap penyakit diabetes mellitus.
Mengingat jika promosi kesehatan dilakukan secara serentak dengan mengumpulkan kader atau
masyarakat di suatu ruangan kurang efektif, maka perlunya dilakukan promosi kesehatan secara
individual terutama bagi masyarakat yang saat diwawancara sama sekali tidak mengerti apa itu
diabetes mellitus.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 32 orang subjek di atas, didapatkan pada 18 orang subjek
yang mengerti tentang penyakit diabetes mellitus terdapat 5 orang subjek yang memiliki riwayat
keluarga penderita diabetes mellitus. Untuk faktor pola makan, dari 32 orang subjek yang
diwawancara menyebutkan bahwa sebanyak 16 orang mengaku jarang berolah raga bahkan tidak
pernah berolah raga (sedentary life style) dan 4 orang mengaku setiap hari setidaknya
mengkonsumsi gula 1 sendok makan, dan 4 orang diantaranya memiliki status gizi yang
berlebih/ gemuk. Jika melihat hasil wawancara ini, maka sebagian masyarakat di sekitar wilayah
kerja Puskesmas selemadeg I tidak memiliki faktor resiko diabetes mellitus. Oleh karena itu,
tetap penting jika dilakukan pencegahan primer agar penderita diabetes mellitus di Indonesia
tidak semakin meningkat.
Pendekatan populasi/masyarakat bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum,
antara lain mendidik masyarakat agar menjalankan cara hidup sehat dan menghindari cara hidup
beresiko. Upaya ini ditujukan tidak hanya untuk mencegah diabetes tetapi untuk mencegah
penyakit lain sekaligus oleh karena itu penulis menganggap pentingnya dilakukan pendekatan
individu, terutama pada individu yang beresiko tinggi, yang berarti semua upaya pencegahan
yang dilakukan pada individu yang beresiko mengidap diabetes mellitus, antara lain umur > 40
tahun, gemuk, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat melahirkan bayi >4 kg, riwayat DM
pada saat kehamilan, dan dislipidemia.
Tetapi mengingat keterbatasan waktu dan lokasi, serta jumlah pasien yang banyak penulis
melakukan pendekatan individu tanpa memandang seseorang itu beresiko atau tidak (dipilih
secara acak) dengan maksud sasaran pencegahan primer akan lebih sampai kepada setiap orang
yang belum mengerti mengenai apa itu diabetes mellitus dan bagaimana pencegahannya. Dengan
39
begitu, penulis dapat melakukan penyuluhan/ promosi secara individual tentang diabetes mellitus
dan mengedukasi jika menemukan keluarga/tetangga dengan gejala seperti itu segera
diperiksakan ke Puskesmas. Penulis melakukan promosi kesehatan dengan menggunakan
pamphlet bergambar agar lebih menarik dan memberikannya kepada subjek yang sudah
diedukasi. Dengan cara seperti ini diharapkan sasaran pencegahan primer dan sekunder akan
lebih berhasil karena menggunakan pendekatan individual.
40
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg terhadap diabetes
melitus cukup merata. Oleh karena itu, masih tetap diperlukan adanya promosi kesehatan
sebagai upaya pencegahan primer dan sekunder terhadap kejadian penyakit diabetes
mellitus, tidak hanya oleh petugas kesehatan melainkan juga masyarakat umum.
2. Pola aktivitas dan makan sebagian masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg
menjadi faktor resiko diabetes mellitus. Oleh karena itu, promosi kesehatan primer
nampaknya akan lebih bermanfaat jika dilakukan secara individual (seperti konseling)
dibandingkan jika dilakukan melalui pendekatan populasi.
6.2. Saran
• Petugas kesehatan di puskesmas selemadeg I perlu ditingkatkan lagi dan lebih banyak
melakukan tindakan promotif di wilayah sekitar Puskesmas Selemadeg sebagai upaya
pencegahan primer dan sekunder dalam masyarakat terhadap penyakit diabetes mellitus
upaya untuk menekan jumlah penderita diabetes mellitus yang baru dan pencegahan
terjadinya komplikasi diabetes mellitus dengan melibatkan berbagai pihak, tidak hanya
petugas kesehatan melainkan juga masyarakat umum.
• Petugas kesehatan di puskesmas Selemadeg I diharapkan mampu memahami pilar dasar
diabetes mellitus pada saat melakukan upaya promotif, preventif dan kuratif
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Jakarta : Penerbit FK UI.
2. Ikatan Dokter Indonesia, 2011. Indonesian D
3. octor’s Compendium. Jakarta : CV Matoari Citra Media.
4. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2000. Penatalaksanaan Kedaruratan di
Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Penerbit FK UI.
5. PERKENI. 2011. Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes mellitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta.
6. Soegondo, Sidartawan. Soewondo, Pradana. Subekti, Imam. 1995. Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu. Cetakan kelima, 2005. Jakarta:Balai Penerbit FKUI.
7. Fauci, Anthony S. Braunwald, Eugene. Kasper, Dennis L. Hauser, Stephen L. Harrison’s
Principle of Internal Medicine. 17th Edition. The McGraw-Hill Companies. 2008.
8. Boon, Nicholas A. Walker, Brian. Davidson’s Principles and Practice of
42
43