Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mata merupakan organ yang peka dan penting dalam kehidupan terletak
dalam lingkaran bertulang yang berfungsi untuk memberikan perlindungan
maksimal dan sebagai pertahanan yang baik dan kokoh. Penyakit mata dapat dibagi
menjadi 4 yaitu: infeksi mata,iritasi mata,mata memar dan glaucoma. Mata
mempunyai perthanan terhadap infeksi karena secret mata mengandung enzim
lisozim yang menyebabkan lisis pada bakteri dan dapat membantu mengeliminasi
organisme dari mata. Obat mata dikenal terdiri atas beberapa bentuk sediaan dan
mempunyai mekanisme kerja tertentu. Obat mata dibuat khusus. Salah satu sediaan
mata adalah obat salep mata. Obat salep mata ini merupakan obat yang berupa
sediaan setengah padati steril yang digunakan secara lokal pada mata.
Obat mata digunakan untuk menghasilkan efek diagnostik dan terapetik
lokal, dan yang lain untuk merealisasikan kerja farmakologis, yang terjadi setelah
berlangsungnya penetrasi bahan obat, dalam jaringan yang umumnya disekitar
mata. Mata merupakan organ yang paling peka dari manusia, sehingga sediaan obat
mata mensyaratkan kualitas yang lebih tajam. Salep mata harus efektif dan
tersatukan secara fisiologis (bebas rasa nyeri, tidak merangsang) dan steril (Voigt,
1995). Karena mata merupakan organ yang paling peka dari manusia maka
pembuatan sediaan untuk obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal
toksisitas bahan obat.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses yang benar dalam melakukan sterilisasi dengan zat utama
Kloramfenikol?
2. Formulasi yang baik dalam membuat salep mata Kloramfenikol?
3. Apa saja evaluasi yang diperlukan pada pembuatan salep mata Kloramfenikol?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui proses sterilisasi dengan zat utama Kloramfenikol
2. Formulasi yang tepat dalam membuat salep mata Kloramfenikol
3. Mengetahui evaluasi pada salep mata Kloramfenikol

2
BAB II

ISI

2.1 Dasar Teori


Obat biasanya dipakai pada mata untuk maksud efek lokal pada pengobatan bagian
permukaan mata atau pada bagian dalamnya. Karena kapasitas mata untuk menahan
atau menyimpan cairan dan salep terbatas, pada umumnya obat mata diberikan dalam
volume kecil. Preparat cairan sering diberikan dalam bentuk sediaan tetes dan salep
dengan mengoleskan salep yang tipis pada pelupuk mata.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV yang dimaksud dengan salep mata adalah
salep yang digunakan pada mata, sedangkan menurut BP 1993, salep mata adalah
sediaan semisolida steril yang mempunyai penampilan homogen dan ditujukan untuk
pengobatan konjungtiva. Salep mata digunakan untuk tujuan terapeutik dan diagnostik,
dapat mengandung satu atau lebih zat aktif (kortikosteroid, antimikroba (antibakteri dan
antivirus), antiinflamasi nonsteroid dan midriatik) yang terlarut atau terdispersi dalam
basis yang sesuai. Salep mata dapat mengandung satu atau lebih zat aktif yang terlarut
atau terdispersi dalam basis yang sesuai. Basis yang umum digunakan adalah lanolin,
vaselin, dan parafin liquidum serta dapat mengandung bahan pembantu yang cocok
seperti anti oksidan, zat penstabil, dan pengawet.
Basis salep mata seperti Simple Eye Ointmen BP1988 dapat digunakan untuk
memberikan efek lubrikasi. Salep mata harus steril dan praktis bebas dari kontaminasi
partikel dan harus diperhatikan untuk memelihara stabilitas sediaan selama “shelf-life”-
nya dan sterilitas selama pemakaian. Penyiapan dari salep mata harus berlangsung
untuk menjamin kemurniaan secara mikrobiologis yang dibutuhkan di bawah
persyaratan aseptis (Voigt, 1994)
Berbeda dengan salep dermatologi, salep mata harus steril, dibuat dari bahan-bahan
yang sudah steril dalam keadaan bebas hama sepenuhnya atau disterilkan sesudah

3
pembuatan. Salep mata harus memenuhi uji sterilitas sebagaimana yang tertera pada
compendia resmi. Zat obat ditambahkan ke dalam dasar salep, baik dalam bentuk
larutan maupun dalam bentuk serbuk halus sekali sampai ukuran mikron. Pada
pembuatan salep mata harus diberikan perhatian khusus. Sediaan dibuat dari bahan
yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat serta memenuhi uji
sterilitas. Bila bahan tertentu yang digunakan dalam formulasi tidak dapat disterilkan
dengan cara biasa, maka dapat digunakan bahan yang memenuhi syarat uji sterilitas
dengan pembuatan secara aseptik. Salep mata harus mengandung bahan atau campuran
bahan yang sesuai untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang
mungkin masuk secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan;
kecuali dinyatakan lain dalam monografi atau formulanya sendiri sudah bersifat
bakteriostatik. Zat antimikroba yang dapat digunakan antara lain : klorbutanol dengan
konsentrasi 0,5 % , paraben dan benzalkonium klorida dengan konsentrasi 0,01 – 0,02
%. Bahan obat yang ditambahkan ke dalam dasar salep berbentuk larutan atau serbuk
halus. Salep mata harus bebas dari partikel kasar dan harus memenuhi syarat kebocoran
dan partikel logam pada uji salep mata (Depkes RI, 1995).
Pembuatan salep mata harus steril serta berisi zat antimicrobial preservative,
antioksidan, dan stabilizer. Menurut USP edisi XXV, salep berisi chlorobutanol sebagai
antimicrobial dan perlu bebas bahan partikel yang dapat membahayakan jaringan mata.
Sebaliknya, dari EP (2001) dan BP (2001) ada batasan ukuran partikel, yaitu setiap 10
mikrogram zat aktif tidak boleh mempunyai partikel > 90 nm, tidak boleh lebih dari 2
yang memiliki ukuran partikel > 50 nm, dan tidak boleh lebih dari 20,25 nm (Lukas,
2006).
Adapun sedian salep mata yang ideal adalah :
1. Sediaan yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh efek terapi yang
diinginkan dan sediaan ini dapat digunakan dengan nyaman oleh penderita.

4
2. Salep mata yang menggunakan semakin sedikit bahan dalam pembuatannya akan
memberikan keuntungan karena akan menurunkan kemungkinan interferensi
dengan metode analitik dan menurunkan bahaya reaksi alergi pada pasien yang
sensitif. (Lachman, 1994)
3. Tidak boleh mengandung bagian-bagian kasar.
4. Dasar salep tidak boleh merangsang mata dan harus memberi kemungkinan obat
tersebar dengan perantaraan air mata.
5. Obat harus tetap berkhasiat selama penyimpanan.
6. Salep mata harus steril dan disimpan dalam tube yang steril
Keuntungan utama suatu salep mata dibandingkan larutan untuk mata adalah waktu
kontak antara obat dengan mata yang lebih lama. Sediaan salep mata umumnya
dapat memberikan bioavailabilitas lebih besar daripada sediaan larutan dalam air
yang ekuivalen. Hal ini disebabkan karena waktu kontak yang lebih lama sehingga
jumlah obat yang diabsorbsi lebih tinggi. Satu kekurangan bagi pengguna salep
mata adalah kaburnya pandangan yang terjadi begitu dasar salep meleleh dan
menyebar melalui lensa mata (Ansel, 2008).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyediakan sediaan salep mata,
adalah:
1. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptik yang
ketat serta memenuhi syarat uji sterilitas. Bila bahan tertentu yang digunakan dalam
formulasi tidak dapat disterilkan dengan cara biasa, maka dapat digunakan bahan
yang memenuhi syarat uji sterilitas dengan pembuatan secara aseptik. Salep mata
harus memenuhi persyaratan uji sterilitas. Sterilitas akhir salep mata dalam tube
biasanya dilakukan dengan radiasi sinar γ. (Remingthon pharmauceutical hal. 1585).
2. Kemungkinan kontaminasi mikroba dapat dikurangi dengan melakukan pembuatan
uji dibawah LAF (Laminar Air Flow).

5
3. Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai untuk
mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk secara
tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan. Kecuali dinyatakan lain
dalam monografi atau formulanya sendiri sudah bersifat bakteriostatik (lihat bahan
tambahan seperti yang terdapat pada uji salep mata.
Zat anti mikroba yang dapat digunakan, antara lain :
 Klorbutanol dengan konsentrasi 0.5 % (Pharmaceutical Exipient, 2006)
 Paraben
 Benzalkonium klorida dengan konsentrasi 0,01 – 0,02 %
4. Wadah salep mata harus dalam keadaan steril pada waktu pengisian dan penutupan.
Wadah salep mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada
pemakaian pertama. Wadah salep mata kebanyakan menggunakan tube, tube
dengan rendahnya luas permukaan jalan keluarnya menjamin penekanan
kontaminasi selama pemakaiannya sampai tingkat yang minimum. Secara
bersamaan juga memberikan perlindungan yang baik tehadap cahaya. Pada tube
yang terbuat dari seng, sering terjadi beberapa peristiwa tak tersatukan. Sebagai
contoh dari peristiwa tak tersatukan telah dibuktikan oleh garam perak dan garam
air raksa, lidocain (korosi) dan sediaan skopolamoin yang mengandung air (warna
hitam). Oleh karena itu akan menguntungkan jika menggunakan tube yang sebagian
dalamnya dilapisi lak.
5. Pada pembuatan tube yang tidak tepat harus diperhitungkan adanya serpihan –
serpihan logam. Waktu penyimpanan tidak hanya tergantung dari stabilitas kimia
bahan obat yang digabungkan, tetapi juga dari kemungkinan terjadinya
pertumbuhan partikel dalam interval waktu tertentu mutlak diperlukan. Jadi dalam
setiap hal, selalu diutamakan pembuatan salep mata secara segar.
Dasar salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata, memungkinkan difusi
obat dalam cairan mata dan tetap mempertahankan aktivitas obat dalam jangka

6
waktu tertentu pada kondisi penyimpanan yang tepat (Depkes RI, 1995). Dasar
salep yang dimanfaatkan untuk salep mata harus memiliki titik lebur atau titik
melumer mendekati suhu tubuh, tidak menimbulkan alergi, serta tidak bersifat
hidrofilik sehingga tidak mudah tercuci oleh air mata. Dalam beberapa hal
campuran dari petrolatum dan cairan petrolatum (minyak mineral) digunakan
sebagai dasar salep mata (Ansel, 2008). Kadang-kadang zat yang bercampur dengan
air seperti lanolin ditambahkan kedalamnya. Hal ini memungkinkan air dan obat
yang tidak larut dalam air bartahan selama sistem penyampaian obat (Ansel,1989).
Basis salep mata seperti Simple Eye Ointmen BP1988 dapat digunakan untuk
memberikan efek lubrikasi. Basis yang umum digunakan adalah lanolin, vaselin,
dan paraffin liquidum. (Voight, 1994).
Basis atau bahan dasar salep mata sering mengandung vaselin, dasar
absorpsi atau dasar salep larut air. Vaselin merupakan dasar salep mata yang banyak
digunakan. Beberapa bahan dasar salep yang dapat menyerap air, bahan dasar yang
mudah dicuci dengan air dan bahan dasar larut dalam air dapat digunakan untuk
obat yang larut dalam air. Bahan dasar salep seperti ini memungkinkan dispersi obat
larut air yang lebih baik, tetapi tidak boleh menyebabkan iritasi pada mata (Depkes
RI, 1995). Semua bahan yang dipakai untuk salep mata harus halus, tidak enak
dalam mata. Salep mata terutama untuk mata yang luka, haruslah steril dan
diperlukan syarat-syarat yang lebih teliti.
Yang optimal adalah basis dengan batas mengalir 10-50 N.m-2 dan daerah
meleburnya 32-33ºC (suhu dari kornea atau konjungtiva). Dari sekian banyak basis
salep yang tersedia hanya sedikit yang dapat memenuhi tuntutan di atas. Gel
hidrokarbon dengan tambahan emulgator (misalnya kolesterol, malam, bulu domba)
setelah konsistensinya diatur dengan penambahan parafin cair (sampai 30%) dinilai
sangat cocok sebagai basis salep mata. Penggunaan polietilenglikol, media yang
mengandung gliserol dan glikol mengingat kerjanya yang merangsang mata karena

7
daya osmotiknya, tidak disarankan untuk digunakan. Basis pengemulsi jenis M/A
juga dinilai kurang cocok, karena menimbulkan perangsangan dan hambatan
penglihatan yang kuat, pada saat digunakan (Voight, 1994).
Berikut adalah tips cara penggunaan salep mata
1. Cucilah tangan anda.
2. Jangan menyentuh ujung tube salep.
3. Tengadahkan kepala sedikit miring ke belakang
4. Pegang tube salep dengan satu tangan dan tariklah pelupuk mata yang sakit
ke arah bawah dengan tangan yang lain sehingga akan membentuk
“kantung”.
5. Dekatkan ujung tube salep sedekat mungkin dengan “kantung” tanpa
menyentuhnya.
6. Bubuhkan salep sesuai dengan yang tertulis di etiket.
7. Pejamkan mata selama 2 menit.
8. Bersihkan salep yang berlebih dengan tissue.
9. Bersihkan ujung tube dengan tissue lain
Pembuatan salep mata harus berlangsung pada kondisi aseptik untuk menjamin
kemurnian mikrobiologi yang disyaratkan. Hal itu mensyaratkan, bahwa basis salep
yang digunakan sedapat mungkin dapat disterilkan. Disarankan untuk menggunakan
vaselin yang mengandung kolesterol, yang dapat disterilkan dengan menggunakan
udara panas tanpa mengurangi kualitasnya. Juga dimungkinkan dengan menggunakan
panyaringan tekan yang dapat dipanaskan.
Untuk menjamin pelepasan bahan obat yang baik, disarankan untuk membuat
salep suspensi. Dalam hal ini ukuran partikel bahan obat yang digabungkan menjadi
sangat penting artinya. Untuk mencegah rangsangan mekanik terhadap mata dan
untuk menjamin kerjanya, harus digunakan serbuk yang dimikronisasikan atau serbuk
dengan karakteristik ukuran butir yang sama. Penghancuran bahan secara ekstrim

8
seperti itu sangat menyulitkan. Dengan alat penggiling biasa seperti lumping dan
alunya, penghalusan beberapa bahan obat dapat menghasilkan ukuran partikel yang
diperlukan meskipun membutuhkan waktu dan kerja yang besar. Peracikan bahan
obat dalam bentuk larutan dalam air, artinya pembuatan salep emulsi pada prisipnya
adalah mungkin. Akan tetapi prosedur ini baru dapat digunakan, jika kelarutan bahan
obat di dalam air sangat baik, sehingga proses penghabluran tidak perlu
dikhawatirkan. Untuk membuat salep mata digunakan lumping dan alunya atau
lempeng salep kasar dengan porfirisator. Tingkat distribusi bahan obat dalam salep
suspensi dapat diperbaiki melalui penggiling salep (Voight, 1995).

2.2 Preformulasi Sediaan


1. Kloramfenikol  Zat Aktif
a. Struktur dan Berat Molekul
Rumus Struktur :

Gambar 1. Rumus Struktur Kloramfenikol


Berat Molekul : 323,13 g/mol
b. Kelarutan

Pelarut Kelarutan
Air Sukar larut (1:400)
Kloroform Sukar larut

9
Eter Sukar larut
Etanol Mudah larut (1: 2,5)
Propilen glikol Mudah larut (1: 7)
Aseton Mudah larut
Etil asetat Mudah larut

c. Stabilitas
Kloramfenikol dalam keadaan kering atau padat dapat bertahan hingga
waktu yang cukup lama dengan menempatkan sediaan pada kondisi yang
optimum selama penyimpanan. Sediaan salep mata akan lebih stabil apabila
basisnya mengandung lemak bulu domba atau adeps lanae dan setil alkohol.
1. Stabilitas terhadap cahaya :
Penyimpanan sediaan salep mata kloramfenikol diusahakan terlindung dari
cahaya atau sinar matahari (Reynolds, 1982).
2. Stabilitas terhadap suhu :
Sediaan ini bertambah stabil pada suhu 350C dengan penambahan sodium
metabisulfit dan disodium edetat. Umumnya stabilitas akan berkurang pada
suhu 250C (Lund, 1994). Menurut Reynolds (1982), sediaan kloramfenikol
stabil selama 2 tahun jika disimpan pada suhu 20o-25oC.
3. Stabilita terhadap pH :
pH stabil dari zat kloramfenikol berkisar antara 4,5 sampai 7,5 (Depkes RI,
1995 ; Lund, 1994). pKa 5,5 (McEvoy, 2002).
4. Stabilitas terhadap oksigen :
Sediaan ini tidak stabil dengan adanya oksigen (Lund, 1994).
d. Titik Lebur
Titik lebur kloramfenikol antara 149-1530C (Reynolds, 1982).
e. Inkompatibilitas

10
Kloramfenikol sodium suksinat dilaporkan inkompatibilitas dengan adanya
kandungan seperti aminofilin, ampisilin, asam askorbat, kalsium klorida,
chlorpromasin HCl, garam eritromisin, gentamisin sulfat, natrium hidrokortison
suksinat, natrium nitrofurantoin (Lund,1994).

2. Adeps Lanae  bahan eksipien


a. Definisi
USP 28 mendefinisikan lanolin sebagai lilin yang dimurnikan yang diperoleh
dari woll domba, Ovis aries Linné (Famili Bovidae), yang dibersihkan,
dihilangkan warna dan baunya. Lanolin mengandung tidak kurang dari 0,25%
b/b air dan mengandung hingga 0,02% b/b antioksidan (Sweetman, 2007).
b. Pemerian
Zat serupa lemak, liat ,lekat ; warna kuning muda atau kuning pucat ; agak
tembus cahaya ; bau lemah dan khas (Depkes RI, 1979).
c. Kelarutan
 Dalam air : tidak larut (tetapi tercampur tanpa pemisahan dengan
sekitar 2 kali berat air)
 Dalam alkohol : sedikit larut dalam alkohol dingin, lebih larut dalam
alkohol panas.
 Dalam kloroform : mudah larut
 Dalam eter : mudah larut
d. Stabilitas
Lanolin dapat mengalami proses autooksidasi, sehingga didalamnya
ditambahkan antioksidan yaitu butilated hidroksitoluena. Ekspose pemanasan
yang lama dapat menyebabkan warna lanolin menjadi gelap dan menimbulkan
bau yang tengik. Lanolin dapat disterilisasi dengan sterilisasi panas kering
pada suhu 150oC. Pada sediaan salep mata yang mengandung lanolin, dapat

11
menggunakan sterilisasi filtrasi atau dengan radiasi sinar gamma (Rowe, et
al., 2004).
e. Penyimpanan
Disimpan pada tempat yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya, dan pada
temperature 15 – 30oC (Sweetman, 2007).
f. Titik lebur : 38 – 44o C (Sweetman, 2007).
g. Penggunaan
Sebagai agen pengemulsi, basis salep (Rowe, et al., 2004).
h. Aplikasi dalam bidang farmasi dan teknologi
Lanolin (adeps lanae) secara luas digunakan dalam bidang formulasi sediaan
farmasi dan kosmetik. Lanolin dapat digunakan sebagai pembawa hidrofobik
dan pada preparasi air dalam minyak pada krim dan salep. Jika dicampurkan
dengan minyak sayur yang sesuai atau dengan paraffin, dapat memproduksi
krim emolien (pelembab) yang memfasilitasi penetrasi bahan obat ke dalam
kulit (Rowe, et al., 2004).
i. Inkompatibilitas
Lanolin mengandung prooksidan, yang mungkin dapat mempengaruhi
stabilitas obat tertentu (Rowe, et al., 2004).

3. Vaselin Kuning  bahan eksipien


a. Definisi
Vaselin kuning adalah campuran hidrokarbon setengah padat, yang diperoleh
dari minyak mineral (Depkes RI, 1979).
b. Pemerian
Massa lunak, lengket, bening, kuning muda sampai kuning, sifat ini tetap
setelah zat dileburkan atau dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk.

12
Berflouresensi lemah, juga jika dicairkan ; tidak berbau, hampir tidak berasa
(Depkes RI, 1979).
c. Kelarutan
 Dalam air : praktis tidak larut
 Dalam etanol : praktis tidak larut
 Dalam kloroform : larut
 Dalam eter : larut
 Dalam eter minyak tanah : larut
Larutan kadang-kadang beropalesensi lemah (Depkes RI, 1979).
d. Stabilitas dan penyimpanan
Vaselin harus disimpan pada tempat yang tertutup baik dan terlindung dari
cahaya (Sweetman, 2007).
e. Titik lebur : 38-60oC (Sweetman, 2007).
f. Penggunaan
Vaselin digunakan sebagai basis salep dan emolien pada pengobatan penyait
kulit (Sweetman, 2007).
g. Aplikasi dalam bidang farmasi dan teknologi
Vaselin banyak digunakan pada sediaan farmasi sebagai komponen krim dan
salep. Pada sediaan steril yang mengandung vaselin digunakan untuk
membalut komponen lain. Vaselin juga umum digunakan sebagai lubrikan
sediaan mata pada pengobatan mata yang kering (Sweetman, 2007).
4. Paraffin Liquid  bahan eksipien
a. Definisi
Parafin Liquid adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak
mineral, sebagai zat pemantap dapat ditambahkan tokoferol atau
butilhidroksitoluena tidak lebih dari 10 bpj (Depkes RI, 1979).

13
b. Pemerian
Cairan kental, transparan, tidak berflouresensi, tidak berwarna, hampir tidak
berbau, tidak mempunyai rasa (Depkes RI, 1979).
c. Kelarutan
 Dalam air : tidak larut
 Dalam alkohol : sedikit larut alkohol
 Dalam minyak menguap : larut
 Dapat dicampur dengan hidrokarbon, dan minyak tertentu (kecuali
minyak jarak) (Sweetman, 2007).
d. Stabilitas dan Penyimpanan
Parafin merupakan zat yang stabil, kecuali dengan pemanasan dan
pembekuan yang berulang dapat mengubah komponen fisiknya. Parafin harus
disimpan pada tempat yang tertutup rapat, dengan temperature tidak kurang dari
40oC (Rowe, et al., 2004).
e. Penggunaan
Sebagai basis salep, emolien dan pembersih pada kondisi kulit tertentu, dan
sebagai lubrikan dalam sediaan mata pada pengobatan mata yang kering
(Sweetman, 2007).
f. Aplikasi dalam bidang farmasi dan teknologi
Parafin banyak digunakan pada sediaan farmasi sebagai komponen krim dan
salep. Pada salep, dapat digunakan untuk menurunkan suhu lebur formulasi.
Parafin juga sering digunakan sebagai coating agent pada kapsul dan tablet
(Rowe, et al., 2004).
5. Setil Alkohol  bahan eksipien
a. Pemerian
Bahan dari lilin , serpihan putih, sedikit bau, bentuk sedikit lunak
b. Kelarutan

14
Mudah larut dalam etanol (95%) dan eter, dapat meningkatkan
kelarutan dengan peningkatan suhu, praktis tidak larut dalam air.
c. Stabilitas
Stabil dengan adanya asam,alkali,cahaya,udara, tidak menjadi
tengik,harus disimpan ditempat yang sejuk dan kering.
d. Inkompatibilitas
Dengan oksidator kuat,menurunkan titik leleh ibuprofen,
e. Kegunaan
Coating agent,emulsfying agent,stiffening agent
Sumber : FI IV hal. 72
HOPE 5th hal.155
6. Klorobutanol  bahn eksipien
a. Pemerian
Serbuk hablur putih,mudah menyublim .Melebur pada suhu lebih
kurang780C. Lakukan penetepan tanpa dikeringkan terlebih dahulu.
b. Kelarutan
Sukar larut dalam air,mudah larut dalam 0,6 bagian etanol dan dalam eter, sangat
mudah larut dalam kloroform, larut dalam 85%.
c. Stabilitas
Klorobutanol mudah menguap dan menyublim stabil pada pH 3 tetapi
menjadi buruk pada peningkatan pH.
d. Inkompatibilitas
Inkompatibel dengan vial lastik, bentonit, magnesium trisilikat,polietilen
dan polihidrok dietilmetakrilat.
e. Kegunaan
Sebagai pengawet antimikroba( antibakteri dan antijamur) ,plasticzer

Sumber : HOPE 6th hal.166

15
BAB III
Pembahasan

3.1 Pembahasan
Kloramfenikol dalam sediaan salep mata berkhasiat untuk mengobati infeksi
superficial pada mata yang disebabkan bakteri, karena sangat sensitif, kesterilan dari
sediaan salep mata harus benar-benar terjaga. Salep mata yang baik harus memiliki
kehomogenan yang baik atau harus bebas dari partikel kasar yang dapat mengiritasi
mata serta salep mata mata harus memiliki daya serap yang bagus agar dapat
berpenetrasi dengan cepat pada cairan mata dan tentunya harus bebas dari mikroba.
Sediaan salep mata kloramfenikol merupakan sediaan steril yang tidak tahan
terhadap panas, sehingga tidak dapat dilakukan sterilisasi akhir terhadap sediaan ini.
Dengan demikian untuk menjamin sterilitas dari sediaan salep mata kloramfenikol,
maka selama proses produksi harus dilakukan secara aseptis, dimana semua alat-alat
dan bahan-bahan yang akan digunakan saat proses pembuatan salep mata harus
disterilisasi terlebih dahulu kemudian dalam pengerjaannya dijaga seminimal
mungkin dari kontaminasi mikroba. Basis salep yang terdiri dari adeps lanae, vaselin
flavum dan paraffin cair dapat disterilisasi sekaligus dilebur dengan cara melebur
basis salep dengan menggunakan oven selama 60 menit pada suhu 170oC. Mortir dan
stamper disterilisasi dengan cara pembakaran langsung dengan alkohol 96%. Zat
aktif kloramfenikol sendiri secara teoritis dapat disterilisasi dengan metode
radiasi,namun hal ini tidak dapat dilakukan karena keterbatasn alat dan bahaya dari
radiasi. Selain itu, tube salep sekaligus tutupnya yang akan digunakan juga perlu
disterilisasi dengan cara dioven pada suhu 170oC selama 30 menit. Metode sterilisasi
ini dilakukan untuk menjamin sterilitas sediaan salep mata kloramfenikol dan
mencegah kontaminasi mikroba dan pirogen.

16
Sediaan salep mata yang dibuat harus memiliki basis yang halus agar dalam
penggunaannya tidak mengiritasi mata dan mampu memberikan kenyamanan. Oleh
karena itu, untuk menghasilkan basis yang halus maka 10% dari basis vaselin flavum
dapat diganti dengan sejumlah sama paraffin cair yang berfungsi sebagai pelembut.
Karena kloramfenikol tidak larut air maka digunakan basis lemak yaitu adeps
lanae dan vaselin flavum. Selain sebagai basis salep, adeps lanae berfungsi sebagai
emulgator yang dapat menyerap air dan memiliki efek melembutkan sehingga
memudahkan untuk kontak dengan cairan mata. Vaselin flavum merupakan basis
salep petrolatum yang titik lebur atau titik melumernya mendekati suhu tubuh,
sehingga dengan demikian basis ini baik digunakan sebagai basis salep mata. Salep
mata membutuhkan peningkat viskositas agar kontak dengan mata lebih lama, dalam
hal ini digunakan Setil alkohol sebagai bahan peningkat viskositas.Setelah
penambahan emulgator, konsistensi salep mata dapat diatur dengan penambahan
paraffin cair hingga 10% sehingga didapat konsistensi salep yang lembut. Dasar
salep yang dimanfaatkan untuk salep mata harus bertitik lebur mendekati suhu tubuh.
Dalam beberapa hal, campuran dari petrolatum dan cairan petrolatum (minyak
mineral) dimanfaatkan sebagai dasar salep mata. Pengawet yang biasa digunakan
untuk salep mata ialah Klorobutanol dengan konsentrasi 0,5 %( Pharmaceutical
Exipients, 2006), karena Klorobutanol kompatibel dengan zat aktif dan eksipien lain.
Hal ini memungkinkan obat yang tidak larut dalam air bertahan selama sistem
penyimpanan.

3.2 Evaluasi
1. Uji homogenitas
Oleskan sediaan pada kaca objek tipis-tipis, dan amati homogenitas sediaan.
Untuk mendapatkan permukaan sediaan yang homogen, dilakukan dengan

17
menggeserkan sejumlah sediaan dari ujung kaca objek dengan bantuan batang
pengaduk sampai kaca objek yang lain.
2. Uji pH
Penetapan pH dilakukan dengan menggunakan pH meter atau kertas
indikator universa. Sebelum diuji ,salep terlebih dahulu dilarutkan untuk
mempermudah penetapan pH sediaan.

3. Uji Bobot Minimum


Salep yang dimasukan kedalam tube salep dikeluarkan lalu ditimbang
bobotnya sesuai tidak dengan yang tertera pada etiket.
Sumber : FI IV hal.1079

18
BAB IV

Kesimpulan

1. Salep mata kloramfenikol harus dibuat steril dikarenakan sediaan tersebut harus
kontak secara langsung dengan mata
2. Salep mata harus steril, dibuat dari bahan-bahan yang sudah steril dalam keadaan
bebas hama sepenuhnya atau disterilkan sesudah pembuatan.
3. Tujuan pengunaan wadah tube untuk sediaan sale mata kloramfenikol adalah
menjamin penekanan kontaminasi selama pemakaiannya sampai tingkat yang
minimum yang dikarenakan rendahnya luas permukaan jalan keluarnya sediaan.
4. Karena Kloramfenikol tidak dapat larut dengan air maka diperlukan basis lemak yaitu
adeps lanae dan vaselin flavum
5. Sediaan salep mata kloramfenikol tidak tahan pemanasan sehingga digunakan
sterilisasi metode radiasi
6. Salep mata membutuhkan peningkat viskositas agar kontak dengan mata lebih lama,
dalam hal ini digunakan Setil alkohol sebagai bahan peningkat viskositas
7. Pemilihan klorobutanol sebagai pengawet karena memiliki sifat kompetibel dengan
zat aktif maupun eksipien lain.
8. Evaluasi yang dapat dilakukan untuk sediaan ini ada 3:
a. Uji homogenitas
b. Uji Ph
c. Uji bobot minimum

19
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Ansel, H.C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta : UI Press.
BNF. 2007. British National Formulary 54. England : BMJ Publishing Group and RPS
Publishing.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Jenkins, Glenn L., Don E. Francke, Edward A. Brecht, Glen J. Sperandio. 1957. Scoville’s
The Art of Compounding. New York : McGraw-Hill Book Company.
Direction of the Council of The Pharmaceutical Society of Great Britain. 1982. Martindale
The Extra Pharmacopoeia Twenty eight Edition. London : The Pharmaceutical
Press.

Katzung, B. G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik buku 3 edisi 8. Jakarta : Salemba
Medika.
Lachman, L., H.A. Lieberman, dan J.L.Kanig. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri.
Jakarta : UI Press.
Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta : Andi.
Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex, Twelfth edition. London : The Pharmaceutical
Press.
McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information. United State of America : American
Society of Health System Pharmcists.
Reynolds, J. E. F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopea Twenty-eight Edition Book 1.
London : Pharmaceutical Press (PhP).

20
Rowe, R. C., Paul J. S., and Paul J. W. 2003. Hand Book of Pharmaceutical Excipients.
USA: Pharmaceutical Press and American Pharmaceutical Association.
Wade, Ainley and Paul J.Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients, Fifth
edition. London : The Pharmaceutical Press

21

Anda mungkin juga menyukai