Arsitektur
Arsitektur
“Finding The Fifth Element… After Water, Earth, Wind, and Fire”
Local Wisdom and Cultural Sustainability
ABSTRAK
Citra kota dibentuk dari beberapa elemen menurut Kevin Lynch yakni: Landmarks, edges,
pathways, nodes, dan districts. Bangunan sebagai ruang yang dibentuk untuk mewadahi aktifitas
warga kota dapat menjadi salahsatu elemen pembentuk citra kota. Bangunan-bangunan yang
memiliki nilai arsitektural tinggi seringkali diidentikkan dengan citra sebuah kota. Misalnya
bangunan Operahouse yang identik dengan kota Sydney, bangunan Whitehouse di Washinton
D.C, dan lain-lain. Bangunan-bangunan yang memiliki nilai keberadaan yang tinggi dalam kurun
waktu tertentu dapat menjadi bangunan cagar budaya. Akan tetapi seharusnya kriteria klasifikasi
bangunan cagar budaya tidak semata-mata ditentukan oleh dimensi waktu usia bangunan.
Komunitas yang mempunyai kewenangan untuk menilai keberadaan sebuah bangunan terhadap
citra kota dan cagar budayanya perlu memiliki kearifan lokal yang terkait dengan arsitektur dan tata
ruang. Penelitian dilakukan untuk menguji citra kota terkait rekognisi terhadap bangunan yang ada
di dalamnya. Penelitian dilakukan dengan mengambil informan yang dipandang memiliki
kompetensi terkait arsitektur dan penataan ruang. Kota yang menjadi lokasi sampel penelitian
dipilih dengan pertimbangan telah dikenal secara umum dan banyak memiliki bangunan cagar
budaya yaitu: Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, dan Surakarta. Hasil penelitian diharapkan menjadi
masukan dalam menentukan kriteria bangunan cagar budaya dan pengembangannya
Kata kunci : bangunan cagar budaya, arsitektur, citra kota.
1. PENDAHULUAN
Kota adalah tempat bertemunya berbagai macam entitas yang terbentuk dari berbagai macam
budaya dan bersifat dinamis. Jaringan pembentuk kota sangat beragam. Kevin Lynch (1960)
dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kota terdiri atas beberapa elemen yakni path (jalur),
edges (tepian), district (kawasan), nodes (simpul), danlandmark (tetenger).
Landmark dapat diartikan sebagai penanda sebuah kota. Keberadaan sebuah landmark dapat
membantu seseorang untuk mengenali suatu daerah. Landmark dapat membentuk identitas dan
citra suatu kota. Landmark merupakan bentuk visual yang menonjol dari sebuah kota, baik berupa
bentuk alam maupun buatan (gedung, monument, patung, dan lain-lain. Didalam buku
Perancangan Kota Secara Terpadu (Markus Zahnd, 2006), landmark adalah titik referensi seperti
elemen node, tetapi orang tidak masuk ke dalamnya karena bisa dilihat dari luar letaknya.
Landmark adalah elemen eksternal dan merupakan bentuk visual yang menonjol dari kota.
Keberadaan landmark akan memperkaya wajah kota melalui gaya bangunan dan tata kota.
Di era globalisasi ini, kota-kota di dunia dihadapkan pada dinamisnya kehidupan sosial
masyarakatnya. Kota-kota terus berkembang mengikuti perubahan jaman. Perkembangan
kawasan kota salah satunya akan lebih banyak bergerak pada dimensi ekonomi dimana
peningkatan daya tarik kota dan daya saing secara global (urban competitiveness) (Astuti, 2014).
Untuk menghadapi persaingan ekonomi global, kota harus memiliki identitas dan citra yang
menonjol. Alat dan strategi yang dipakai adalah melalui proses marketing dan branding. Aspek
yang menunjang branding adalah citra kota yang merupakan gambaran identitas yang melekat
pada kota dan dapat menciptakan representasi kota bagi penduduk maupun pengunjungnya.Lynch
(dalam Purwanto, 2013) mengungkapkan bahwa persoalan yang menyebabkan kurangnya kualitas
lingkungan kota adalah tidak adanya identitas dan kemudahan lingkungan untuk dikenali.
259 FINDING THE FIFTH ELEMENT… AFTER WATER, EARTH, WIND, AND FIRE
SEMINAR NASIONAL SCAN#6:2015
“Finding The Fifth Element… After Water, Earth, Wind, and Fire”
Local Wisdom and Cultural Sustainability
Kuatnya citra sebuah kota akan membantu kota tersebut dalam menghadapi persaingan global.
Bangunan atau gedung sebagai salah satu elemen pembentuk citra kota seharusnya dapat
memegang peranan penting dalam menghadapi urban competitiveness. Namun sayangnya,
banyak bangunan atau gedung cagar budaya yang menjadi pusaka perkotaan menjadi korban arus
globalisasi dengan menjamurnya bangunan modern.
Keberadaan bangunan cagar budaya sebagai bagian dari pusaka perkotaan mempunyai
peranan penting dalam membentuk citra kota. Kawasan atau zona yang telah dibangun dari mas
lalu yang tetap bertahan hingga jaman modern ini menjadi ikon atau identitas kota yang
menggambarkan perkembangan kota dari masa ke masa. Pusaka perkotaan menjawab tantangan
perkembangan zaman dimana kota-kota perlu memiliki kekhasan ditengah keseragaman agar
dapat bersaing dan berkompotesi dengan kota-kota lain (Astuti, 2014). Dari penjabaran diatas,
maka pertanyaan penelitian ini adalah: Sejauhmana efektivitas keberadaan landmark
bangunan/gedung untuk membentuk citra sebuah kota?
2. KAJIAN PUSTAKA
Teori citra kota diformulasikan oleh Kevin Lynch seorang tokoh peneliti kota. Menurutnya, citra
mental sangat penting untuk masyarakat karena membantu kemampuan berorientasi dengan
mudah agar tidak tersesat, identitas yang kuat terhadap suatu tempat, dan keselarasan hubungan
dengan tempat-tempat yang lain. Menurut Lynch, elemen citra kota terdiri dari path (jalur), edge
(tepian), district (kawasan), nodes(simpul), serta landmark (tengeran). Interaksi kelima elemen
tersebut sangat berkaitan, dan tidak dapat dipisahkan.
Landmark merupakan titik referensi, atau elemen eksternal dan merupakan bentuk visual yang
paling menonjol dari sebuah kota. Landmark adalah elemen penting dari bentuk kota karena
membantu orang untuk mengorientasikan diri di dalam kota dan membantu orang mengenali suatu
daerah. Landmark mempunyai identitas yang lebih baik jika bentuknya jelas dan unik dalam
lingkungannya, ada sekuens dari beberapa landmark (merasa nyaman dalam orientasi) serta ada
perbedaan skala.
260 FINDING THE FIFTH ELEMENT… AFTER WATER, EARTH, WIND, AND FIRE
SEMINAR NASIONAL SCAN#6:2015
“Finding The Fifth Element… After Water, Earth, Wind, and Fire”
Local Wisdom and Cultural Sustainability
5. Nilai kekhasan dan keunikan setempat; baik dalam kegiatan sosial ekonomi maupun sosial
budaya
6. Nilai keselarasanantara lingkungan buatan dengan potensi alam yang dimiliki.
Nilai kesejarahan dalam sebuah kota dapat direpresentasikan melalui keberadaan bangunan
cagar budaya. Menurut Peraturan Menteri PU dan Perumahan Rakyat nomor 01/PRT/M/2015
tentang Bangunan Cagar Budaya yang Dilestarikan, bangunan gedung cagar budaya adalah
bangunan gedung yang sudah ditetapkan statusnya sebagai bangunan cagar budaya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang cagar budaya. Peraturan ini bertujuan
agar bangunan gedung cagar budaya yang dilestarikan memenuhi persyaratan bangunan gedung,
persyaratan pelestarian, dan tertib penyelenggaraan. Bangunan gedung cagar budaya yang
dilestarikan harus memperhatikan persyaratan teknis bangunan gedung dan persyaratan
pelestarian
Untuk memahami citra kota, faktor imagibilitas dan legabilitas merupakan faktor penting karena
menentukan seberapa besar sebuah kota dapat dipahami, dibayangkan, dan dikenali oleh
pengamatnya. Kota memerlukan karakter, bentuk, struktur kota yang jelas, elemen fisik kota yang
juga berfungsi sebagai identitas kota untuk menciptakan citra kota yang kuat.
Pembentukan Peta Mental dan Rekognisi
Arti rekognisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hal atau keadaan yg diakui;
pengakuan; (2) pengenalan; (3) penghargaan. Rekognisi sebagai bagian upaya pemahaman citra
kota bertujuan untuk dapat mengetahui dimana manusia berada, apa yang tengah terjadi, dan
untuk mengenali obyek umum yang ada di sekitarnya kerja (Sudrajat, 1984 dalam Purwanto 2001).
Salah satu cara untuk mengidentifikasi citra kota adalah melalui peta mental, yaitu dengan
mendeskripsikan bagian atau tempat yang paling mudah dikenali atau memiliki ciri khas tersendiri.
Setiap orang memiliki peta mental yang berbeda-beda. Faktor-faktor yang menyebabkan hal
tersebut adalah sebagai berikut: (Wulandari, 2009)
a) gaya hidup seseorang yang mempengaruhi peta mental yang dimilikinya. Pengaruhnya
terhadap tempat-tempat yang pernah diketahui atau didatanginya
b) keakraban dengan lingkungan. Jika seseorang mengenal lingkungan sekitarnya dengan
baik, maka akan semakin luas dan semakin rinci peta mentalnya
c) keakraban sosial. Semakin banyak seseorang bergaul dan mengunjungi tempat-tempat baru
yang dikunjunginya maka orang tersebut akan semakin mengenal wilayah-wilayah di luar
lingkungannya
Kevin Lynch menggunakan peta mental sebagai salah satu teknik untuk mengidentifikasi
elemen-elemen perkotaan pada tiga kota di Amerika. Peta mental adalah visualisasi peta di
lingkungan tertentu oleh responden. Peta mental diharapkan mampu menangkap elemen-elemen
dominan di lingkungan tersebut. Kemampuan tiap orang dalam mengidentifikasi elemen fisik di
lingkungannya berlainan dan dipengaruhi oleh banyak factor. Keberlainan ini terdapat elemen-
elemn yang sama dan menjadi kesepakatan public inilah yang dianggap elemen terkuat dari
lingkungan tersebut. (Damayanti, 2011)
Pemahaman citra kota (Purwanto, 2011) sebagai upaya pemenuhan kebutuhan,
kelangsungan, dan kesejahteraanhidup manusia Mempunyai empat tujuan utama, yaitu:
1. Rekognisi, untuk mengetahui dimana manusia berada, apa yang tengah terjadi, dan untuk
mengenali obyek umum yang ada di sekitarnya
2. Prediksi untuk dapat meramalkan apa yang mungkin atau akan terjadi
3. Evaluasi, untuk dapat menilai kualitas, kondisi, situasi, dan prospek keluaran
4. Tindakan, untuk dapat menyusun alternatif tindakan dan memutuskan apa yang akan atau
harus dilakukan.
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian
deskriptif adalahsuatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-
fenomena yangada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia.
Penggunaan metode deskriptif dilakukan dengan pertimbangan adanya kemampuan spesifik
tiap individu untuk memahami sebuah kota melalui bangunan atau gedung yang
merepresentasikan identitas atau citra kota.
261 FINDING THE FIFTH ELEMENT… AFTER WATER, EARTH, WIND, AND FIRE
SEMINAR NASIONAL SCAN#6:2015
“Finding The Fifth Element… After Water, Earth, Wind, and Fire”
Local Wisdom and Cultural Sustainability
Penelitian dilakukan dengan menggunakan alat survey berupa kuesioner yang didesain untuk
menggali pengenalan atau rekognisi responden terhadap sebuah kota melalui bangunan yang
terdapat didalam kota tersebut. Kota-kota yang dijadikan studi kasus penelitian yaitu Jakarta,
Surabaya, Yogyakarta, dan Surakarta dengan pertimbangan bahwa kota tersebut merupakan kota
besar di pulau Jawa sehingga banyak dikenal dan dikunjungi serta banyak memiliki bangunan
cagar budaya.
Responden yang dipilih merupakan anggota Ikatan Arsitektur Indonesia yang memiliki
kompetensi atau keilmuan terkait nilai arsitektural sebuah bangunan di sebuah wilayah tertentu.
Jumlah responden sebanyak 23 orang yang berasal dari daerah: Jakarta, Bandung, Batam,
Pontianak, Lampung, Medan, Kupang, Manado, Yogyakarta, Bengkulu, Bali, Malang, dan
Palembang.
Analisis data dilakukan dengan metode memilah data menurut kota kasus, kemudian
kategorisasi, dilanjutkan dengan mengkode bangunan sesuai jawaban responden, dan kemudian
dan memvisualisasikan dalam bentuk diagram batang dan menginterpretasi hasil kedalam kalimat
deskriptif menggunakan literatur pustaka.
Jakarta 81
Surabaya 44
Yogyakarta 60 Series1
Surakarta 26
0 20 40 60 80 100
262 FINDING THE FIFTH ELEMENT… AFTER WATER, EARTH, WIND, AND FIRE
S
SEMINAR N
NASIONAL L SCAN#6:2 2015
“Find
ding The Fifth Elemen
nt… After Water,
W Eartth, Wind, and Fire”
cal Wisdom
Loc m and Cultu
ural Sustain
nability
Jakarta
16%
be
nar
84%
2
263 FINDING THE FIIFTH ELEM
MENT… AFT
TER WATE
ER, EARTH
H, WIND, AN
ND FIRE
SEMINAR NASIONAL SCAN#6:2015
“Finding The Fifth Element… After Water, Earth, Wind, and Fire”
Local Wisdom and Cultural Sustainability
TMII 1
Grand Indonesia 1
stadion GBK 1
bundaran HI 1
sudirman palace 1
kelapa gading mall 1
stasiun kota 1
manggala wana bhakti 1
gereja katedral 1
permukiman muara angke 1
gedung atmajaya 1
Gedung da vinci 1
Teater Keong Mas 1
gedung MK 1
menara bakrie 1
ancol 1 Series1
kota tua batavia 1
stasiun gambir 1
gedung arsip 2
istana merdeka 2
kementerian PU 2
wisma darmala 2
museum fatahillah 3
hotel indonesia 4
istana negara 4
masjid istiqlal 4
gedung DPR MPR 5
bandara soetta 5
menara bni 6
monas 14
0 10 20
264 FINDING THE FIFTH ELEMENT… AFTER WATER, EARTH, WIND, AND FIRE
S
SEMINAR N
NASIONAL L SCAN#6:2 2015
“Find
ding The Fifth Elemen
nt… After Water,
W Eartth, Wind, and Fire”
cal Wisdom
Loc m and Cultu
ural Sustain
nability
Ga
ambar 2. Landmark Kota
a Jakarta verrsi Responde
en
Untuk kota Yogyakarta a, sebanyak 18 orang g respondeen menjawa ab bangun nan atau
geduung yang menjadi
m landmark kota a adalah ke eraton Yogyakarta, disusul Malio oboro (7
respoonden), ben
nteng Vredeeburg (5 ressponden), Gedung
G Kantor Pos Be esar (4 resp
ponden),
dan sisanya me enjawab laiin-lain (lihat tabel 4). Ini menunjukkan bahw wa untuk la andmark
kota Yogyakartta, banguna an atau ge edung terku uat yang muncul
m di memori res sponden
adalaah landmarrk yang me engacu pad da banguna an yang me emiliki nilai--nilai buday
ya/tradisi
dan sejarah.
s Keeraton Yogyyakarta diannggap memiliki peran penting
p untu uk memben ntuk citra
kota Yogyakartta. Kawasa an Maliobo oro sebaga ai salahsatu
u landmarkk kota Yog gyakarta
meskkipun signifikan namu un tidak re elevan ses suai kontekks pertanya aan yang diajukan
kepaada respndeen.
Tabel 4. Jawab
ban Landmarrk Kota Yogyyakarta
2
265 FINDING THE FIIFTH ELEM
MENT… AFT
TER WATE
ER, EARTH
H, WIND, AN
ND FIRE
SEMINAR NASIONAL SCAN#6:2015
“Finding The Fifth Element… After Water, Earth, Wind, and Fire”
Local Wisdom and Cultural Sustainability
266 FINDING THE FIFTH ELEMENT… AFTER WATER, EARTH, WIND, AND FIRE
S
SEMINAR N
NASIONAL L SCAN#6:2 2015
“Find
ding The Fifth Elemen
nt… After Water,
W Eartth, Wind, and Fire”
cal Wisdom
Loc m and Cultu
ural Sustain
nability
Ga
ambar 4. Lan
ndmark Sura
abaya versi responden
r
Untuk beberaapa jawaban yang dib berikan olehh respondenn, ada beb berapa landmmarkkota
Surabbaya yang tidak relevann dengan peertanyaan yaang diajukan. Misalnya rresponden menjawab
m
Tugu Pahlawan, Patung Sura a dan Baya, Kawasan Je embatan Merah, Tugu Perjuangan, Jembatan
J
Surammadu, dan Darmo. Ada a sekitar 41
1% respond den yang menjawab
m sa
alah, dan 59
9% yang
menjaawab benar. Hal ini menunjukkan bahwa
b respo
onden kurang g teliti dalam
m membaca petunjuk
perta
anyaan yang diminta, yakkni landmark yang ditanya
akan khususs bangunan a atau gedung.
Tabel 5. Pro
osentase Ke
etepatan Jaw
waban Respo
onden untuk Bangunan P
Pembentuk Citra
C
Surabayya
41%
59%
benar
Salah
Ta
abel 6. Jawa
aban Landma
ark Kota Sura
abaya
2
267 FINDING THE FIIFTH ELEM
MENT… AFT
TER WATE
ER, EARTH
H, WIND, AN
ND FIRE
SEMINAR NASIONAL SCAN#6:2015
“Finding The Fifth Element… After Water, Earth, Wind, and Fire”
Local Wisdom and Cultural Sustainability
0 1 2 3 4 5 6 7
Sedangkan untuk kota Surakarta (lihatgambar 5), bangunan landmark yang menjadi citra kota
adalah Keraton (9 responden), Gedung BI Solo (3 responden), Masjid Agung Solo, Balai Kota,
PasarGede (Masing-masing 2 responden), Stasiun Kereta Balapan, Hotel Novotel, Taman
Sriwedari, Museum, dan Stasiun Jebres (masing-masing 1 responden). Ini menunjukkan bahwa
bangunan atau gedung yang menjadi landmark kota Surakarta adalah bangunan yang memiliki
nilai budaya/tradisi dan historis. Dari jawaban responden diketahui bahwa kota Surakarta dan kota
Yogyakarta memiliki persamaan landmark Keraton yang menjadi citra kedua kota tersebut. Selain
itu responden memiliki keterbatasan dalam memberikan jawaban untuk kota Surakarta, hal
inidiketahui dari sedikitnya jawaban yang mereka berikan. Meskipun begitu, jawaban yang tidak
sesuai konteks lebih minim dibandingkan kota-kota lain. Untuk jawaban yang tidak relevan
contohnya adalah Taman Sriwedari, dan museum yang tidak spesifik disebutkan.
Tabel 7. Jawaban Landmark Kota Surakarta
stasiun jebres 1
museum 1
taman sriwedari 1
hotel novotel 1
stasiun kereta/solo balapan 1
pasar gede 2 Series1
balai kota 2
masjid agung solo 2
BI solo 3
keraton solo 9
0 2 4 6 8 10
268 FINDING THE FIFTH ELEMENT… AFTER WATER, EARTH, WIND, AND FIRE
SEMINAR NASIONAL SCAN#6:2015
“Finding The Fifth Element… After Water, Earth, Wind, and Fire”
Local Wisdom and Cultural Sustainability
5. KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bangunan atau gedung yang menjadi landmark dan pembentuk citra kota memiliki
perbedaan di tiap-tiap kota sesuai dengan tipologi kota dan branding city yang diusung.
Misalnya kota Surabaya sebagai kota Pahlawan maka bangunan atau gedung yang di recall
dalam mental responden adalah bangunan yang memiliki nilai-nilai sejarah dan historis
bernuansa kolonial. Sedangkan Jakarta yang identik dengan kota metropolitan dan ibukota
negara maka bangunan atau gedung yang di recall oleh sebagian besar responden adalah
bangunan-bangunan modern. Untuk kota Yogyakarta dan Surakarta, landmark yang paing
banyak di recall oleh responden adalah bangunan yang memiliki nilai-nilai tradisi dan
budaya yang diwakili oleh bangunan keraton.
2. Bangunan bangunan yang memiliki frekuensi tinggi didalam kognisi pelaku perkotaan perlu
untuk dipertahankan keberadaannya dengan cara mengklasifikasinya sebagai bangunan
cagar budaya. Penentuan bangunan cagar budaya ini menunjukkan kebijakan partisipatif
tidak hanya dari penguasa kota semata. Sehingga citra kota yang terbentuk pada saat ini
akan sama atau bertahan pada kemudian hari di masa depan.
7. DAFTAR PUSTAKA
1. Zahnd, Markus. 2008. Model Baru Perancangan Kota Yang Kontekstual. Yogyakarta: Kanisius
2. Husein, Sarkawi B. 2010. Negara Di Tengah Kota: Politik Representasi dan Simbolisme
Perkotaan (Surabaya 1930-1960). Jakarta: LIPI Press
269 FINDING THE FIFTH ELEMENT… AFTER WATER, EARTH, WIND, AND FIRE
SEMINAR NASIONAL SCAN#6:2015
“Finding The Fifth Element… After Water, Earth, Wind, and Fire”
Local Wisdom and Cultural Sustainability
3. Astuti, Nanda Ratna. 2011. Identifikasi Peran Pusaka Perkotaan Dalam Pembentukan Citra
Kota Surakarta. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan
Pengembangan Kebijakan ITB V1N1
4. Purwanto, Edi. 2001. Pendekatan Pemahaman Citra Lingkungan Perkotaan (melalui
kemampuan peta mental pengamat). Dimensi Teknik Arsitektur Vol.29 No 1. Jurusan Teknik
Arsitektur, Fakultas Teknis Sipil dan Perencanaaan Universitas Kristen Petra
5. Sihombing, Anthony, 2004. The Transformation of Kampung Kota : Symbiosis of Kampung and
Kota (A case study From Jakarta). Department of Architecure University of Indonesia
6. Supriyadi, Bambang. 2004.Tugu Monumen Nasional Sebagai Landmark Kawasan Silang
Monas. Jurnal Jurusan Arsitektur Undip
7. Wulandari, Sri. 2009. Peta Mental Kota Palu.
http://www.academia.edu/9906440/Peta_Mental_Kota_Palu
270 FINDING THE FIFTH ELEMENT… AFTER WATER, EARTH, WIND, AND FIRE