Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


TB Paru merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dengan angka
mortalitas dan morbiditas yang terus meningkat. Penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, tempat kumuh, perumahan dibawah
standar, dan perawatan kesehatan yang tidak adekuat. Mikobakterium
tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia.
Pada tahun 1993 WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC,
karena pada sebagian besar negara di dunia penyakit TBC tidak terkendali. Ini
disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan terutama
penderita menular (BTA positif). Pada tahun 1995 diperkirakan setiap tahun
terjadi sekitar 9 juta penderita baru TBC dengan kematian 3 juta orang (WHO,
Treatment of Tuberculosis, Guidelines for National Programmes,1997). Di
Negara-negara berkembang kematian TBC merupakan 25 % dari seluruh
kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TBC ada
di negara berkembang, 75% adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun).
Munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia, diperkirakan akan memicu peningkatan
jumlah penderita TBC.
Di Indonesia TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa
penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan dan nomor satu dari golongan
penyakit infeksi. Pada tahun 1999 WHO memperkirakan di Indonesia setiap
tahunnya terjadi 583.000 kasus baru TBC dengan kematian sekitar 140.000.
Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 kasus
baru TBC Paru BTA positif.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Diharapkan perawat dan penulis dapat lebih memahami tentang TB
paru yang sampai dengan cara mengkaji pasien TB paru?
1.2.2 Tujuan khusus
1. Pembaca dapat memahami tentang penyebaran TB paru?
2. Mengetahui tentang proses terjangkitnya bakteri TB paru kedapa
orang ?
3. Menegtahu dampak-dampak yang ditimbulkan saat sesorang
didiagnosa TB paru?
4. Mengetahui proses pengkajian keprawatan pada penderita TB paru?
5. Mengetahu diagnosa tentang TB paru ?
6. Mengetahu tentang implentasi dan evaluasi tentang TB?

1.3 Manfaat
1.3.1 Teoritis
Diharapkan penulis dan perawat dapat mengetahui tentang konsep
teoritis tentang TB paru
1.3.2 Praktis
Diharapkan pembaca, perawat dan penulis agar menjadikan report
case ini menjadi reverensi untuk memehami tentang TB paru dan cara
mencegahnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Definisi

Tuberkulosis (TB) merupakan contoh lain infeksi saluran napas bawah.


Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis
yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu
individu ke individu lainya, dan membentuk kolonisasi di bronkioulus atau
alveolus. Kuman juga dapat masuk ke tubuh melalui saluran cerna, melalui
ingesti susu tercemar yang tidak dipasteurisasi, atau kadang – kadang melalui
lesi kulit. Apabila bakteri tuberkulin dalam jumlah yang bermakna berhasil
menembus mekanisme pertahanan sistem pernapasan dan berhasil menempati
saluran napas bawah, pejamu akan melakukan respons imun dan inflamasi
yang kuat. Karena respons yang hebat ini, terutama yang diperantarai sel-T
hanya sekitar 5% orang yang terpajan basil tersebut akan menderita
tuberkulosis aktif. Hanya individu yang mengidap infeksi tuberkulosis aktif
yang menularkan penyakit ke individu lain dan hanya selama masa infeksi
aktif. (Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta:Buku
Kedokteran EGC)

Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infektius yang terutama menyerang


parenkim paru. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis yang merupakan salah satu
penyakit saluran pernapasan bagian bawah yang sebagian besar basil
tuberkulosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan
selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon
(Hood Alsagaff, 1995: 73) (Wijaya, Andra Saferi, Skep dan Yessie Mariza
Putri, Skep.2013.Keperawatan Medikal Bedah Jilid I.Yogyakarta:Nuha
Medika)

2.1.2 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um.
Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae complex adalah :
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.

Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut
bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan
fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena
kuman bersifat dormant, tertidur lama selama bertahun-tahun dan dapat
bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman
hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag
yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak
mengandung lipid (Asril Bahar,2001).

Cara penularan TB (Depkes, 2006)

1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.


2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan
dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

2.1.3 Klasifikasi
Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang
berlum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB
terhirup dari udara melalui saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau
bagian terminal saluran pernapasan, maka bakteri akan ditangkap dan
dihancurkan oleh makrofag yang berada di alveoli. Jika pada proses ini ,
bakteri ditangkap oleh makrofag yang lemah, maka bakteri akan
berkembang biak dalam tubuh makrofag yang lemah itu dan
menghancurkan makrofag itu. Dari proses ini, dihasilkan bahan kemotaksik
yang menarik monosit atau makrofag dari aliran darah membentuk tuberkel.
Sebelum menghancurkan bakteri, makrofag harus diaktifkan terlebih dahulu
oleh limfokin yang dihasilkan limfosit T.

Tidak semua makrofag pada granula TB mempunyai fungsi yang sama.


Ada makrofag yang berfungsi sebagai pembunuh, pencerna bakteri, dan
perangsang limfosit. Beberapa makrofag menghasilkan protease, elastase,
koleganase, setra coloni stimulating factor untuk merangsang produksi
monosit dan granulosit pada sumsum tulang. Bakteri TB menyebar melalui
saluran pernapasan ke kelenjar getah bening regional (hilus) membentuk
epiteloid granuloma. Granuloma mengalami nekrosis sentral sebagai akibat
timbulnya hipersensitivitas seluler (delayed hipersensitivity) terhadap
bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2 sampai 4 minggu dan akan terlihat pada
tes tuberkulin. Hipersensitivitas seluler terlihat sebagai akumulasi lokal dari
limfosit dan makrofag.

Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentuk lokus lokal (fokus


ghon), sedangkan fokus inisial bersama – sama dengan limfadenopati
bertempat di hilus dan disebut juga dengan TB primer. Fokus primer paru
biasanya bersifat unilateral dengan subpleura terletak diatas atau di bawah
fisura interlobaris, tau dibagian basal dari lobus inferior. Bakteri menyebar
lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah dan akan tersangkut pada
berbagai organ. Jadi, TB primer merupakan infeksi yang bersifat sistematis.

Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak


berkembang lebih jauh dan bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak
lebih lanjut dan menjadi dorman atau tidur. Ketika suatu saat kondisi inang
melemah akibat sakit lama/keras atau memakai obat yang melemahkan daya
tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberkulosis yang dorman dapat aktif
kembali. Inilah yang disebut reaktivasi infeksi primer atau infeksi pasca
primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer
terjadi.

Tuberkulosis Sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB
masih hidup dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90%
diantaranya tidak mengalami kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB terjadi
apabila daya tahan tubuh menurun, alkoholisme, keganasan, silikosis,
diabetes melitus, AIDS.

Berbeda dengan TB primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional


dan organ lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi
imunologis terjadi dengan adanya pembentukan granuloma, mirip dengan
yang terjadi pada TB primer. Tetapi, nekrosis jaringan lebih mencolok dan
menghasilkan lesi kaseosa (perkijuan) yang luas dan disebut tuberkuloma.
Protease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif akan menyebabkan
pelunakan bahan kaseosa. Secara umum, dapat dikatakan bahwa
terbentuknya kavitas dan manifestasi lainnya dari TB sekunder adalah
akibat dari reaksi nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas seluler.

TB paru pascaprimer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari


seumber eksogen, terutama pada usia tua dengan riwayat semasa muda
pernah terinfeksi bakteri TB. Biasanya hal ini terjadi pada daerah apikal atau
segmen posterior lobus superior (fokus simon), 10-20 mm dari pleura dan
segmen apikal lobus inferior. Hal ini mungkin disebabkan oleh kadar
oksigen yang tinggi di daerah ini sehingga menguntungkan untuk
pertumbuhan bakteri TB.

Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru,. Kerusakan paru


diakibatkan oleh produksi sitokin yang berlebihan. Kavitas yang terjadi
diliputi oleh produksi yang tebal berisi pembuluh darah pulmonal. Kavita
yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal. Masalah lainnya pada
kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur seperti aspergillus yang
menumbuhkan mycetoma. (Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Jakarta:Salemba
Medika)

2.1.4 Patofisiologi

Tempat masuknya kuman tuberkulosis adalah saluran pernapasan,


pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Namun kebanyakan infeksi terjadi
melalui udara yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman
basil tuberkel dari orang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai permukaan
alveolus biasanya berada di bagian bawah lobus atas paru-paru atau di bagian
atas lobus bawah dan membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear (PMN) memfagosit bakteri namun tidak membunuhnya.
Selanjutnya leukosit diganti oleh makrofag, alveoli yang terserang mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Gejala ini dapat sembuh dengan
sendirinya.

Proses dapat terus berlanjut dan bakteri terus difagosit dan berkembangbiak
di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Lesi
berkembang dan terbentuk jaringan parut yang mengelilingi tuberkel yang
disebut fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe regional dengan
fokus ghon disebut kompleks ghon. Fokus ghon dapat menjadi nekrotik dan
membentuk masa seperti keju, dapat mengalami kalsifiksi membentuk lapisan
protektif sehingga kuman menjadi dorman.

Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit


aktif karena gangguan atau respons inadekuat dari sistem imun. Penyakit aktif
dapat juga terjadi akibat infeksi ulang atau aktivasi bakteri dorman. Hanya
sekitar 10% yang awalnya terinfeksi yang mengalami penyakit aktif. Basil TB
dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman. Penyakit dapat juga
menyebar melalui kelenjar limfe dan pembuluh darah yang dikenal denga
penyebaran limfohematogen ke berbagai organ lain seperti usus, ginjal, selaput
otak, kulit dan lain-lain.
2.1.5 Pathway
2.1.6 Manifestasi Klinis

Pada banyak individu yang terinfeksi tuberkulosis adalah asimptomatis.


Pada individu lainya, gejala berkembang secara bertahap sehingga gejala
tersebut tidak dikenali sampai penyakit telah masuk tahap lanjut.
Bagaimanapun, gejala dapat timbul pada individu yang mengalami
imunosupresif dalam beberapa minggu setelah terpajan oleh basil.
Manifestasi klinis yang umum termasuk keletihan, penurunan berat badan,
letargi, anoreksia (kehilangan napsu makan), dan demam ringan yang
biasanya terjadi pada siang hari. “berkeringat malam” dan ansietas umum
sering tampak. Dipsnea, nyeri dada, dan hemoptisis adalah juga temuan yang
umum. (Asih, Niluh Gede Yasmin, S.Kp dan Christantie Effendy,
S.Kp.2004.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:Buku Kedokteran EGC)

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Ziehl Neelsen
(pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif
untuk basil asam cepat.

2. Kultur sputum
Positif untuk mycobakterium pada tahap aktif penyakit.

3. Tes Kulit Mantoux (PPD, OT)


Reaksi yang signifikan pada individu yang sehat biasanya menunjukan TB
Dorman atau infeksi yang disebabkan oleh mikrobakterium yang berbeda.

4. Rontgen Dada
Menunjukan infiltrasi kecil lesi dini pada bidang atas paru, deposit
kalsium dari lesi primer yang telah menyembuh, atau cairan dari suatu
efusi. Perubahan yang menandakan TB lebih lanjut mencakup kavitasi,
area fibrosa.

5. Biopsi Jarum Jaringan Paru


Positif untuk granuloma TB. Adanya sel – sel raksasa menunjukan
nekrosis.

6. AGD
Mungkin abnormal bergantung pada letak, keparahan, dan kerusakan paru
residual.
7. Pemeriksaan Fungsi Pulmonal
Penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang rugi, peningkatan rasio udara
residual terhadap kapasitas paru total, dan penurunan saturasi oksigen
sekunder akibat infiltrasi atau fibrosis parenkim.

(Asih, Niluh Gede Yasmin, S.Kp dan Christantie Effendy,


S.Kp.2004.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:Buku Kedokteran EGC)

2.1.8 Penatalaksanaan

Pengobatan untuk individu dengan tuberkulosis aktif memerlukan waktu


lama karena basil resisten terhadap sebagian besar antibiotik dan cepat
bermutasi apabila terpajan antibiotik yang masih sensitif. Saat ini, terapi untuk
individu pengidap infeksi aktif adalah kombinasi empat obat dan setidaknya
selama sembilan bulan atau lebih lama. Apabila pasien tidak berespon terhadap
obat – obatan tersebut, obat dan protokol pengobatan lain akan diupayakan.

Individu yang memperlihatkan uji kulit tuberkulin positif setelah


sebelumnya negatif, bahkan jika individu tidak memperlihatkan adanya gejala
aktif, biasanya mendapat antibiotik selama 6-9 bulan untuk membantu respons
imunnya dan meningkatkan kemungkinan eradikasi basis total.

Jika tuberkulosis resisten obat muncul, obat yang lebih toksik akan
diprogramkan. Pasien mungkin tetap menginap di rumah sakit atau di bawah
pengawasan sejenis karantina jika tingkat kepatuhan terhadap terapi medis
cenderung rendah. (Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku
Patofisiologi.Jakarta:Buku Kedokteran EGC)

2.1.9 Komplikasi

Penyakit yang parah dapat menyebabkan sepsis yang hebat, gagal napas,
dan kematian. TB yang resisten terhadap obat dapat terjadi. Kemungkinan
galur lain yang resisten obat dapat terjadi.

(Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta:Buku


Kedokteran EGC)

Penyakit TBC bisa menimbulkan komplikasi, yaitu menyerang beberapa


organ vital tubuh, di antaranya:

1. TULANG
TBC tulang ini bisa disebabkan oleh bakteri TBC yang mengendap di
paru-paru, lalu terjadi komplikasi dan masuk ke tulang. Atau bisa juga
bakteri TBC langsung masuk ke tulang lewat aliran darah dari paru-paru.
Waktu yang dibutuhkan bakteri untuk masuk dan merusak tulang
bervariasi. Ada yang singkat, tapi ada pula yang lama hingga bertahun-
tahun. Bakteri TBC biasanya akan berkembang biak dengan pesat saat
kondisi tubuh sedang lemah, misalnya selagi anak terkena penyakit berat.
Saat itu kekebalan tubuhnya menurun, sehingga bakteri pun leluasa
menjalankan aksinya.

Bagian tulang yang biasa diserang bakteri TBC adalah sendi panggul,
panggul dan tulang belakang. Gangguan tulang belakang bisa terlihat dari
bentuk tulang belakang penderita. Biasanya tidak bisa tegak, bisa miring
ke kiri, ke kanan, atau ke depan. Sendi panggul yang rusak pun membuat
penderita tidak bisa berjalan dengan normal. Sedangkan pada ibu hamil,
kelainan panggul membuatnya tidak bisa melahirkan secara normal. Jika
kelainannya masih ringan, upaya pemberian obat-obatan dan operasi bisa
dilakukan. Lain halnya jika berat, tindakan operasi tidak bisa menolong
karena sendi atau tulang sudah hancur. Penderita bisa cacat seumur hidup.

2. USUS
Selain karena komplikasi, TBC usus ini bisa timbul karena penderita
mengonsumsi makanan/minuman yang tercemar bakteri TBC. Bakteri ini
bisa menyebabkan gangguan seperti penyumbatan, penyempitan, bahkan
membusuknya usus. Ciri penderita TBC usus antara lain anak sering
muntah akibat penyempitan usus hingga menyumbat saluran cerna.
Mendiagnosis TBC usus tidaklah mudah karena gejalanya hampir sama
dengan penyakit lain. Ciri lainnya tergantung bagian mana dan seberapa
luas bakteri itu merusak usus. Demikian juga dengan pengobatannya. Jika
ada bagian usus yang membusuk, dokter akan membuang bagian usus itu
lalu menyambungnya dengan bagian usus lain.

3. OTAK
Bakteri TBC juga bisa menyerang otak. Gejalanya hampir sama dengan
orang yang terkena radang selaput otak, seperti panas tinggi, gangguan
kesadaran, kejang-kejang, juga penyempitan sel-sel saraf di otak. Kalau
sampai menyerang selaput otak, penderita harus menjalani perawatan yang
lama. Sayangnya, gara-gara sel-sel sarafnya rusak, penderita tidak bisa
kembali ke kondisi normal.
4. GINJAL
Bakteri TBC pun bisa merusak fungsi ginjal. Akibatnya, proses
pembuangan racun tubuh akan terganggu. Selanjutnya bukan tidak
mungkin bakal mengalami gagal ginjal. Gejala yang biasa terjadi antara
lain mual-muntah, nafsu makan menurun, sakit kepala, lemah, dan
sejenisnya. Gagal ginjal akut bisa sembuh sempurna dengan perawatan dan
pengobatan yang tepat. Sedangkan gagal ginjal kronik sudah tidak dapat
disembuhkan. Beberapa di antaranya harus menjalani cangkok ginjal.
(http://nerssaputra.blogspot.com/2011/01/konsep-dasar-asuhan-
keperawatan-pada.html)

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

1. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik


Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang
perlu dikaji adalah :
1) Aktivitas/istirahat:
Gejala :
a. Kelelelahan umum dan kelemahan
b. Dispnea saat kerja maupun istirahat
c. Kesulitan tidur pada malam hari atau demam pada malam hari,
menggigil dan atau berkeringat
d. Mimpi buruk
Tanda :
a. Takikardia, takipnea/dispnea pada saat kerja
b. Kelelahan otot, nyeri, sesak (tahap lanjut)
2) Sirkulasi
Gejala :
a. Palpitasi
Tanda:
a. Takikardia, disritmia
b. Adanya S3 dan S4, bunyi gallop (gagal jantung akibat effusi)
c. Nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan
mediastinal
d. Tanda Homman (bunyi rendah denyut jantung akibat adanya udara
dalam mediatinum)
e. TD: hipertensi/hipotensi
f. Distensi vena jugularis
3) Integritas ego:
Gejala :
Gejala-gejala stres yang berhubungan lamanya perjalanan penyakit,
masalah keuangan, perasaan tidak berdaya/putus asa, menurunnya
produktivitas.
Tanda :
a. Menyangkal (khususnya pada tahap dini)
b. Ansietas, ketakutan, gelisah, iritabel.
c. Perhatian menurun, perubahan mental (tahap lanjut)
4) Makanan dan cairan:
Gejala :
a. Kehilangan napsu makan
b. Penurunan berat badan
Tanda :
a. Turgor kulit buruk, kering, bersisik
b. Kehilangan massa otot, kehilangan lemak subkutan
5) Nyeri dan Kenyamanan:
Gejala :
a. Nyeri dada meningkat karena pernapsan, batuk berulang
b. Nyeri tajam/menusuk diperberat oleh napas dalam, mungkin
menyebar ke bahu, leher atau abdomen.
Tanda :
a. Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
6) Pernapasan
Gejala :
a. Batuk (produktif atau tidak produktif)
b. Napas pendek
c. Riwayat terpajan tuberkulosis dengan individu terinfeksi
Tanda:
a. Peningkatan frekuensi pernapasan
b. Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada
dada, leher, retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat
c. Pengembangan dada tidak simetris
d. Perkusi pekak dan penurunan fremitus, pada pneumothorax perkusi
hiperresonan di atas area yang telibat.
e. Bunyi napas menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral
f. Bunyi napas tubuler atau pektoral di atas lesi
g. Crackles di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk
pendek (crackels posttussive)
h. Karakteristik sputum hijau purulen, mukoid kuning atau bercak
darah
i. Deviasi trakeal
7) Keamanan:
Gejala :
Kondisi penurunan imunitas secara umum memudahkan infeksi
sekunder.
Tanda:
a. Demam ringan atau demam akut.
8) Interaksi Sosial:
Gejala :
a. Perasaan terisolasi/penolakan karena penyakit menular
b. Perubahan aktivitas sehari-hari karena perubahan kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran.
9) Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala :
a. Riwayat keluarga TB
b. Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk
c. Gagal untuk membaik/kambuhnya TB
d. Tidak berpartisipasi dalam terapi.

2.2.2 Diagnosa

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubngan dengan sekresi


mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema
trakheal/faringeal.
2. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga
pleura.
3. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar-kapiler.
4. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan keletihan, anoreksia, dipsnea, peningkatan metabolisme tubuh.
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan tidur yang berhubungan dengan adanya
batuk, sesak napas, dan nyeri dada.
6. Ketidakmampuan melakukan atktivitas sehari – hari (ADL) yang
berhubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah).
7. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan bernapas) dan prognosis penyakit yang
belum jelas.
8. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan yang
berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan
penatalaksanaan perwatan dirumah.
9. Risiko terhadap transmisi infeksi yang berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang risiko patogen.

2.2.3 Intervensi

Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubngan dengan sekresi


mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan, upaya batuk buruk, dan
edema trakheal/faringeal.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan
napas kembali efektif.

Kriteria Evaluasi :
 Klien mampu melakukan batuk efektif
 Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa da penggunaan otot
bantu napas. Bunyi napas normal, Rh -/- dan pergerakan pernapasan
normal
Rencana Intervensi Rasional
Penurunan bunyi napas menunjukan
atelektasis, ronkhi menunjukan
Mandiri
akumulasi sekret dan ketidakefektifan
Kaji fungsi pernapasan ( bunyi napas,
pengeluaran sekresi yang selanjutnya
kecepatan, irama, kedalaman, dan
menimbulkan penggunaan otot bantu
penggunaan otot bantu napas)
napas dan peningkatan kerja
pernapasan.
Pengeluaran akan sulit bila sekret
sangat kental ( efek infeksi dan
Kaji kemampuan mengeluarkan
hidrasi yang tida adekuat). Sputum
sekresi, catat karakter, volume
berdarah apabila ada kerusakan
sputum, dan adanya hemoptisis.
(kavitas) paru atau luka bronkhial dan
memerlukan intervensi lebih lanjut.
Posisi fowler memaksimalkan
ekspansi paru dan menurunkan upaya
Berikan posisi fowler/semi fowler
napas. Ventilasi maksimal membuka
tinggi dan bantu klien berlatih napas
area atelektasis dan meningkatan
dalam dan batuk efektif.
gerakan sekret ke jalan napas besar
untuk dikeluarkan.
Hidrasi yang adekuat membantu
Pertahankan intake cairan sedikitnya
mengencerkan sekret dan
2500ml/hari kecuali tidak
mengefektifkan pembersihan jalan
diindikasikan.
napas.
Bersihkan sekret dari mulut dan Mencegah obstruksi dan aspirasi.
trekhea bila perlu melakukan Pengisapan diperlukan bila klien tidak
pengisapan (suction). mampu mengeluarkan sekret.
Pengobatan tuberkulosis terbagi
menjadi 2 yaitu, fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan).
Kolaborasi pemberian obat sesuai Paduan obat yang digunakan terdiri
dengan indikasi OAT atas obat utama dan obat tambahan.
Jenis obat utama yang digunakan
sesuai dengan rekomendasi WHO
adalah Rifampsin, INH, Pirazinamid,
Streptomisin, dan Etambutol.
Agen mukolitik menurunkan
kekentalan dan perlengketan sekret
Agen mukolitik
paru untuk memudahkan
pembersihan.
Bronkodilator meningkatkan diameter
lumen percabangan trakeobronkhial
Bronkodilator
sehingga menurunkan tahanan
terhadap aliran udara.
Kortikosteroid berguna dengan
keterlibatan luas pada hipoksemia dan
Kortikosteroid
bila reaksi inflamasi mengancam
kehidupan.

Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunya


ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga
pleura.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi pola napas
kembali efektif

Kriteria Evaluasi :
 Klien mampu melakukan batuk efektif
 Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada pada batas normal,
pada pemeriksaan rontgen dada tidak ditemukan adanya akumulasi
cairan, dan bunyi napas terdengar jelas
Rencana Intervensi Rasional
Dengan mengidentifikasi penyebab,
kita dapat menentukan jenis efusi
Identifikasi faktor penyebab
pleura sehingga dapat mengambil
tindakan yang tepat.
Distres pernapasan dan perubahan
Kaji fungsi pernapasan, catat tanda vital dapat terjadi sebagai
pernapasan, dispnea, sianosis, dan akibat stress fisiologi dan nyeri atau
perubahan tanda vital dapat menunjukan terjadinya syok
akibat hipoksia.
Posisi fowler memaksimalkan
Berikan posisi fowler/semi fowler ekspansi paru dan menurunkan upaya
tinggi dan miring pada sisi yang sakit, napas. Ventilasi maksimal membuka
bantu klien latihan napas dalam dan area atelektasis dan meningkatkan
batuk efektif gerakan sekret ke jalan napas besar
untuk dikeluarkan.
Bunyi napas dapat menurun/tak ada
pada area kolaps yang meliputi satu
Auskultasi bunyi napas
lobus, segmen paru, atau seluruh area
paru (unilateral).
Ekspansi paru menurun pada area
Kaji pengembangan dada dan posisi kolaps. Deviasi trakhea ke arah sisi
trakhea yang sehat pada tension
pneumothoraks.
Bertujuan sebagai evakuasi cairan
Kolaborasi untuk tindakan
atau udara dan memudahkan ekspansi
thorakosentesis atau kalau perlu WSD
paru secara maksimal.
Bila dipasang WSD : periksa Memperthankan tekanan negatif
pengontrol pengisap dan jumlah intrapleural yang meningkatkan
isapan yang benar ekspansi paru optimum.
Periksa batas cairan pada botol Air dalam botol penampung berfungsi
pengisap dan pertahankan pada batas sebagai sekat yang mencegah udara
yang ditentukan atmosfer masuk ke dalam pleura.
Gelembung udara selama ekspirasi
menunjukan keluarnya udara dari
pleura sesuai dengan yang
diharapkan. Gelembung biasanya
Observasi gelembung udara dalam menurun seiring dengan
botol penampung bertambahnya ekspansi paru. Tidak
danya gelembung udara dapat
menujukan bahwa ekspansi paru
sudah optimal atau tersumbatnya
selang drainase.
Setelah WSD dilepas, tutup sisi
lubang masuk dengan kassa steril dan
Deteksi dini terjadinya komplikasi
observasi tanda yang dapat
penting seperti berulangnya
menunjukan berulangnya
pneumothoraks.
pneumothoraks seperti napas pendek,
keluhan nyeri

Risiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan


penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan membran
alveolar-kapiler.

Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan gangguan petukaran gas
tidak terjadi.

Kriteria Evaluasi :
 Melaporkan tak adanya/penurunan dispnea
 Klien menunjukan tidak ada gejala distress pernapasan
 Menunjukan perbaikan ventilasi dan kadar oksigen jaringan adekuat
dengan gas darah arteri dalam rentang normal
Rencana Intervensi Rasional
TB paru mengakibatkan efek luas
pada paru dari bagian kecil
Mandiri bronkhopneumonia sampai inflamasi
Kaji dispnea, takipnea, bunyi napas, difus yang luas, nekrosis, efusi pleura,
peningkatan upaya pernapasan, dan fibrosis yang luas. Efeknya
ekspansi thoraks, dan kelemahan terhadap pernapasan bervariasi dari
gejala ringan,dispnea berat, sampai
distress pernapasan.
Evaluasi perubahan tingkat Akumulasi sekret dan berkurangnya
kesadaran, catat sianosis, dan jaringan paru yang sehat dapat
perubahan warna kulit, termasuk mengganggu oksigenasi organ vita
membran mukosa dan kuku dan jaringan tubuh.
Membuat tahanan melawan udara luar
Tunjukkan dan dukung pernapasan
untuk mencegah kolaps/penyempitan
bibir selama ekspirasi khususnya
jalan napas sehingga membantu
untuk klien dengan fibrosis dan
menyebarkan udara melalui paru dan
kerusakan parenkim paru
mengurangi napas pendek.
Tingkatkan tirah baring, batasi Menurunkan konsumsi oksigen
aktivitas, dan bantu kebutuhan selama periode penurunan pernapasan
perawatan diri sehari – hari sesuai dan dapat menurunkan beratnya
keadaan klien gejala.
Penurunan kadar O2 (PO2) dan atau
Kolaborasi situasi dan peningkatan PCO2
Pemeriksaan AGD menunjukan kebutuhan untuk
intervensi/ perubahan program terapi.
Terapi oksigen dapat mengoreksi
Pemberian oksigen sesuai kebutuhan hipoksemia yang terjadi akibat
tambahan penurunan ventilasi/menurunnya
permukaan alveolar paru.
Kortikosteroid berguna dengan
keterlibatan luas pada hipoksia dan
Kortikosteroid
bila reaksi inflamasi mengancam
kehidupan.

Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan


dengan keletihan, anoreksia, dipsnea, peningkatan metabolisme tubuh.

Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan keperawataan,


intake nutrisi klien terpenuhi

Kriteria Evaluasi :
 Klien dapat mempertahankan status gizinya dari yang semula kurang
menjadi adekuat
 Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya
Rencana Intervensi Rasional
Kaji status nutrisi klien, turgor kulit,
berat badan, derajat penurunan berat Memvalidasi dan menetapkan derajat
badan, integritas mukosa oral, masalah untuk menetapkan pilihan
kemampuan menelan, riwayat intervensi yang tepat.
mual/muntah, dan diare
Fasilitasi klien untuk memperoleh
Memperhitungkan keinginan individu
diet biasa yang disukai klien (sesuai
dapat memperbaiki intake gizi.
indikasi)
Pantau intake dan output, timbang
Berguna dalam mengukur keefektifan
berat badan secara periodik (sekali
intake gizi dan dukungan cairan.
seminggu)
Lakukan dan ajarkan perawatan mulut Menurunkan rasa tak enak karena sisa
sebelum dan sesudah makan serta makanan, sisa sputum, atau obat pada
sebelum dan sesudah pengobatan sistem pernapasan yang
intervensi/pemeriksaan oral dapat merangsang pusat muntah.
Memaksimalkan intake nutrisi tanpa
Fasilitasi pemberian diet TKTP,
kelelahan dan energi besar serta
berikan dalam porsi kecil tapi sering
menurunkan iritasi saluran cerna.
Merencanakan diet dengan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk kandungan gizi yang cukup untuk
menetapkan komposisi dan jenis diet memenuhi peningkatan kebutuhan
yang tepat energi dan kalori sehubungan dengan
status hipermetabolik klien.
Kolaborasi untuk pemeriksaan Menilai kemajuan terapi diet dan
laboratorium khususnya BUN, protein membantu perencanaan intervensi
serum, dan albumin selanjutnya.
Multivitamin bertujuan untuk
Kolaborasi untuk pemberian memenuhi kebutuhan vitamin yang
multivitamin tinggi sekunder dari peningkatan laju
metabolisme umum.

Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang


dibayangkan (ketidakmampuan bernapas) dan prognosis penyakit yang
belum jelas.

Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam klien mampu memahami dan menerima
keadaanya sehingga tidak terjadi kecemasan

Kriteria Evaluasi :

 Klien terlihat mampu bernapas secara normal dan mampu beradaptasi


dengan keadaanya. Respon nonverbal klien tampak lebih rileks dan
santai

Rencana Intervensi Rasional

Pemanfaatan sumber koping yang ada


Bantu dalam mengidentifikasi
secara konstruktif sangat bermanfaat
sumber koping yang ada
dalam mengatasi stress.

Mengurangi ketegangan otot dan


Ajarkan teknik relaksasi
kecemasan.

Pertahankan hubungan saling percaya Hubungan saling percaya membantu


antara perawat dan klien memperlancar proses terapeutik.

Tindakan yang tepat perlu diberikan


dalam mengatasi masalah yang
Kaji faktor yang menyebabkan
dihadapi klien dan membangun
timbulnya rasa cemas
kepercayaan dalam mengurangi
kecemasan.

Rasa cemas merupakan efek emosi


Bantu klien mengenali dan mengakui sehingga apabila sudah teridentifikasi
rasa cemasnya dengan baik, maka perasaan yang
mengganggu dapat diketahui.

Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan yang


berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan
penatalaksanaan perwatan dirumah.

Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam klien mampu melaksanakan apa yang telah
diinformasikan

Kriteria Evaluasi :

 Klien terlihat mengalami penurunan potensi menularkan penyakit


yang ditunjukan oleh kegagalan kontak klien

Rencana Intervensi Rasional

Kaji kemampuan klien untuk


Keberhasilan proses pembelajaran
mengikuti pembelajaran (tingkat
dipengaruhi oleh kesiapan fisik,
kecemasan, kelelahan umum,
emosional, dan lingkungan yang
pengetahuan klien sebelumnya, dan
kondusif.
suasana yang tepat)

Jelaskan tentang dosis obat, Meningkatkan partisipasi klien dalam


frekuensi pemberian, kerja yang program pengobatan dan mencegah
diharapkan, dan alasan mengapa putus obat karena membaiknya kondisi
pengobatan TB berlangsung pada fisik klien sebelum jadwal terapi
waktu lama selesai.

Ajarkan dan nilai kemampuan klien


untuk mengidentifikasi gejala/tanda
Dapat menunjukan pengaktifan ulang
reaktivasi penyakit (hemoptisis,
proses penyakit dan efek obat yang
demam, nyeri dada, kesulitan
memerlukan evaluasi lanjut.
bernapas, kehilangan pendengaran,
dan vertigo)

Diet TKTP dan cairan yang adekuat


Tekankan pentingnya
memenuhi peningkatan kebutuhan
mempertahankan intake nutrisi
metabolik tubuh. Pendidikan kesehatan
yang mengandung protein dan
tentang hal itu akan meningkatkan
kalori yang tinggi serta intake
kemansirian klien dalam perawatan
cairan yang cukup setiap hari
penyakitnya.

Risiko terhadap transmisi infeksi yang berhubungan dengan kurangnya


pengetahuan tentang risiko patogen

Tujuan :
 Klien dapat memperlihatkan perilaku sehat ( menutup mulut ketika
batuk, bersin )
 Tidak muncul tanda – tanda infeksi lanjutan
 Tidak ada anggota keluarga/orang terdekat yang tertular TB
Kriteria Evaluasi :
 Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan risiko
penyebaran infeksi
 Menunjukan teknik/melakukan perubahan pola hidup untuk
meningkatkan lingkungan yang aman
Rencana Intervensi Rasional

Mandiri
Kaji patologi penyakit (fase aktif/ tak Untuk mengetahui kondisi nyata dari
aktif) dan potensial penyebaran masalah klien walaupun fase tak aktif,
infeksi melalui droplet udara selama tidak berarti tubuh klien sudah
batuk, bersin, meludah, bicara, terbebas dari kuman tuberkulosis.
tertawa, dan lain-lain.
Identifikasi orang lain yang berisiko, Orang-orang yang terpajan ini perlu
contohnya anggota keluarga, teman, program terapi obat untuk mencegah
kerabat. penyebaran / terjadinya infeksi.
Anjurkan pasien untuk batuk/bersin
dan mengeluarkan pada tissue dan
Perilaku yang diberikan untuk
menghindari meludah. Kaji
mencegah penyebaran infeksi.
pembuangan tissue sekali pakai dan
teknik mencuci tangan yang tepat.
Dapat membantu menurunkan rasa
Kaji tindakan kontrol infeksi
terisolasi pasien dan membuang
sementara, contoh masker atau isolasi
stigma sosial sehubungan dengan
pernapasan.
penyakit menular.

Reaksi demam indikator adanya


Awasi suhu sesuai indikasi
infeksi lanjut.

Identifikasi faktor risiko individu


terhadap pengaktifan berulang Pengetahuan tentang faktor ini
tuberkulosis, contoh tahanan bawah membantu pasien untuk mengubah
(alkoholisme, malnutrisi/bedah pola hidup dan
bypass inetstinal). Gunakan obat menghindari/menurunkan insiden
penekan imun/kortikosteroid adanya eksaserbasi.
diabetes melitus, kanker, kalium.
Periode singkat berakhir 2-3 hari
setelah kemoterapi awal tetapi pada
Tekankan pentingnya tidak
adanya rongga atau penyakit luas
menghentikan terapi obat.
sedang, risiko penyebaran infeksi
dapat berlanjut sampai 3 bulan.
Adanya anoreksia dan atau malnutrisi
Dorong memilih/mencerna makanan
sebelumnya merendahkan tahanan
seimbang. Berikan makan sering tapi
terhadap proses infeksi dan
kecil makanan kecil pada jumlah
mengganggu penyembuhan. Makanan
makanan besar yang tepat.
kecil dapat meningkatkan masukan.
Kolaborasi
Berikan agen anti infeksi, misal :
 Obat primer, Isoniazid (INH),
Ethambutol (EMB), Rifampin Berfungsi untuk menonaktifkan atau
(RMP) mematikan virulensi dari bakteri.
 Pyrazinamide (PZA), Para-
amino Salicilic (PAS),
Sterptomycin.

Monitor pemeriksaan laboratorium Sebagai data untuk melihat efektivitas


(sputum). dari terapi.
BAB III

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan

I. PENGKAJIAN
A. Tanggal Masuk : 02 November 2019
B. Jam masuk : 20.41 WIB
C. Tanggal Pengkajian : 10 November 2019
D. Jam Pengkajian : 15.00 WIB
E. No.RM : 11427xxx
F. Identitas
1. Identitas pasien
a. Nama : Ny. “O”
b. Umur : 34 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Pendidikan : SMU
f. Pekerjaan : Wiraswasta
g. Alamat : Parerejo Purwodadi Pasuruan
h. Status Pernikahan : Janda
2. Penanggung Jawab Pasien
a. Nama : Ny. “E”
b. Umur : 30 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Pendidikan : SMA
f. PekerjaanAlamat : Parerejo Purwodadi Pasuruan
g. Hub. Dengan PX : Saudara

G. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak dan sulit untuk bernafas.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien dibawa ke kerumah sakit pada tanggal 3 November 2019 karena
mengalami penurunan kesadaran bertahap sejak 10 hari yang lalu tetapi
membuka mata jika dipanggil. Bicara melantur sejak ± 1 bulan yang lalu
(hilang timbul). Mulai malas bicara dan lebih banyak tidur ± 1 minggu
terakhir. Pasien menderita Tb Paru sejak Februari 2019. Pasien rutin
mengkonsumsi OAT saat ini efambutol 1 x 100 mg, INH 3 x 300 mg.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien menderita epilepsi sejak usia 2 tahun dan rutin berobat ke RSJ
Pasuruan. Pasien rutin mengkonsumsi obat depakote, fenitoine, rispendone.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
H. Pola Fungsi Kesehatan
1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
a. Merokok: Jumlah : Tidak merokok
Jenis : -
Ketergantungan : -
b. Alkohol : Jumlah : Tidak mengkonsumsi alkohol
Jenis: : -
Ketergantungan : -
c. Obat-obatan : Jumlah : 2 obat
Jenis : efambutol dan INH
Ketergantungan : -
d. Alergi : Tidak ada alergi
e. Harapan dirawat di RS : Pasien dan keluarga berharap pasien cepat
sembuh dan bisa beraktivitas seperti semula
f. Pengetahuan tentang penyakit : Pasien kurang mengetahui penyakit yang
diderita
g. Pengetahuan tentang keamanan dan keselamatan : Kurang, kadang pagar
tempat tidur tidak dinaikan ketika pasien tidur
h. Data lain :
2. Nutrisi dan Metabolik
a. Jenis diet :
Di RS : Diet Cair 1C
Di rumah : Makanan biasa (nasi, lauk dan sayur)
b. Diet/Pantangan : Makanan yang keras dan kasar
c. Jumlah porsi :
Di RS : 6 x 200 cc
Di rumah : 2 – 3 kali (1 porsi lengkap dengan lauk pauk)
d. Nafsu makan :
Di RS : Turun
Di rumah : Cukup
e. Kesulitan menelan :
Di RS : Ada
Di rumah : Tidak ada
f. Jumlah cairan/minum :
Di RS : 3000 cc/24 jam
Di rumah : 2500 cc/24 jam
g. Jenis cairan :
Di RS : Infus, air putih, dan diet cair dari RS (susu)
Di rumah : Air putih, teh, dan susu
h. Data lain :
3. Aktivitas dan Latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
Mobilisasi di tempat tidur & ambulasi ROM
0: Mandiri 2: Dibantu orang 4: Tergantung total
1: Menggunakan alat bantu 3: Dibantu orang lain dan alat
a. Alat bantu :
b. Data lain :
4. Tidur dan Istirahat
a. Kebiasaan tidur :
Di Rs : normal
Di rumah : normal
b. Lama tidur :
Di RS : 10 – 12 jam/hari
Di rumah : 9 – 10 jam/hari
c. Masalah tidur :
Di RS : tidak ada
Di rumah : tidak ada
d. Data lain :
5. Eliminasi
a. Kebiasaan defekasi :
Di RS : 1 kali/hari
Di rumah : 1 kali/hari
b. Pola defekasi :
Di RS : normal
Di rumah : normal
c. Warna feses :
Di RS : kuning
Di rumah : kuning
d. Kolostomi : Tidak ada
e. Kebiasaan miksi :
Di RS : terpasang kateter
Di rumah : 5 – 6 kali/24 jam
f. Pola miksi :
Di RS : normal
Di rumah : normal
g. Warna urine :
Di RS : kuning pekat
Di rumah : kuning
h. Jumlah urine :
Di RS : 2500 cc/24 jam
Di rumah : 2100 cc/24 jam
i. Data lain :
6. Pola Persepsi Diri (Konsep Diri)
a. Harga diri : harga diri pasien menurun
b. Peran : peran pasien terganggu selama di rawat di RS
c. Identitas diri : pasien tidak mengenal dirinya sendiri
d. Ideal diri :
e. Penampilan : penampilan pasien sedikit berantakan, kurang rapi (rambut
tidak disisir dan bajunya tidak dikancingkan)
f. Koping :
g. Data lain :
7. Peran dan Hubungan Sosial
a. Peran saat ini : terganggu selama sakit dan menjalani pengobatan
b. Penampilan peran : terganggu selama dirawat di RS
c. Sistem pendukung : keluarga mendukung sepenuhnya pengobatan pasien
d. Interaksi dengan orang lain : terganggu, pasien sulit diajak komunikasi
e. Data lain :
8. Seksual dan Reproduksi
a. Frekuensi hubungan seksual : tidak berhubungan seksual
b. Hambatan hubungan seksual : pasien adalah janda
c. Periode menstruasi : normal
d. Masalah menstruasi : tidak ada
e. Data lain :
9. Kognitif Perseptual
a. Keadaan mental : terganggu
b. Berbicara : sulit untuk diajak berkomunikasi
c. Kemampuan memahami : kurang (pasien kurang memahami mengenai
apa yang dijelaskan)
d. Ansietas : ada
e. Pendengaran : normal (pasien dapat mendengar dengan jelas)
f. Penglihatan : normal (pasien dapat melihat dengan jelas)
g. Nyeri : tidak ada
h. Data lain :
10. Nilai dan Keyakinan
a. Agama yang dianut : Islam
b. Nilai/keyakinan terhadap penyakit : pasien yakin penyakitnya bisa
sembuh walaupun tidak bisa sembuh seperti dulu
c. Data lain :
I. Pengkajian
a. Vital Sign
Tekanan Darah : 130/80 mmHg Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,6 ºC RR : 25x/menit
b. Kesadaran : Compos mentis
GCS :436
c. Keadaan Umum
a. Status gizi : Gemuk Normal Kurus
Berat Badan : 50 kg Tinggi Badan : 155 cm
b. Sikap : Tenang Gelisah Menahan nyeri
d. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
a. Warna rambut : hitam
b. Kuantitas rambut : lebat
c. Tekstur rambut : lepek
d. Kulit kepala : bersih tidak ada ketombe, tidak ada benjolan, dan tidak
ada luka
e. Bentuk kepala : normal
f. Data lain :
2) Mata
a. Konjungtiva : anemis
b. Sclera : putih
c. Reflek pupil : isokor
d. Bola mata : bulat
e. Data lain :
3) Telinga
a. Bentuk telinga : normal simetris kanan kiri
b. Kesimetrisan : simetris kanan kiri
c. Pengeluaran cairan : tidak ada
d. Data lain :
4) Hidung dan Sinus
a. Bentuk hidung : normal simetris kanan kiri
b. Warna : sawo matang
c. Data lain :
5) Mulut dan tenggorokan
Bibir : merah muda dan lembab
Mukosa : lembab
Gigi : kotor
Lidah : kotor
Palatum : merah muda
Faring : merah muda
Data lain :
6) Leher
Bentuk : normal
Warna : sawo matang
Posisi trakea : di tengah tidak ada pergeseran
Pembesaran tiroid : tidak ada
JVP : tidak ada
Data lain :
7) Thorax
 Paru-Paru
a. Bentuk dada : normal chest
b. Frekuensi nafas : 25 x/menit
c. Kedalaman nafas : dangkal
d. Jenis pernafasan : pernafasan dada
e. Pola nafas : abnormal
f. Retraksi dada : ada
g. Irama nafas : irreguler
h. Ekspansi paru :
i. Vocal fremitus : normal
j. Nyeri : tidak ada
k. Batas paru : tidak terkaji
l. Suara nafas : vesikuler
m. Suara tambahan : tidak ada
n. Data lain :
 Jantung
a. Ictus cordis : tidak teraba
b. Nyeri : tidak ada
c. Batas jantung : tidak terkaji
d. Bunyi jantung : S1 S2 tunggal
e. Suara tambahan : tidak ada
f. Data lain :
8) Abdomen
a. Bentuk perut : normal
b. Warna kulit : sawo matang
c. Lingkar perut : 80 cm
d. Bising usus : 25 x/menit
e. Massa : tidak ada
f. Acites : tidak ada
g. Nyeri : tidak ada
h. Data lain :
9) Genetalia :
a. Kondisi meatus : -
b. Kelainan skrotum : -
c. Odem vulva : tidak ada
d. Kelainan : tidak ada
e. Data lain :
10) Ekstremitas
a. Kekuatan otot :
55
5 5
455 4

b. Turgor : bagus
c. Odem : tidak ada
d. Nyeri : tidak ada
e. Warna kulit : sawo matang
f. Akral : hangat
g. Sianosis : tidak ada
h. Parese : tidak ada
i. Alat bantu : tidak ada
j. Data lain :
e. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Nama : Ny. “O” Tanggal : 10 November 2019
No. RM : 11427xxx Ruang : 24b
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Normal
Dewasa
Hematologi
Hemoglobin (HGB) 12,00 g/dL 13,0 – 15,1
Eritrosit (RBC) 4,21 4,0 – 5,0
Leukosit (WBC) 8,58 % 4,7 – 11,3
Hematokrit 37,70 38 - 42
Trombosit (PLT) 203 fL 142 – 424
MCV 89,50 pg 80 – 93
MCH 30,20 27 – 31
MCHC 33,70 g/dL 32 – 36
RDW 12,50 % 11,5 – 14,5
PDW 9,4 fL 9 – 13
MPV 9,2 fL 7,2 – 11,1
P-LCR 18,0 % 15,0 – 25,0
PCT 0,19 % 0,150 – 0,400
NRBC Absolute 0,01
NRBC Percent 0,1 %
Hitung Jenis
 Eosinofil 1,9 % 0–4
 Basofil 0,2 % 0–1
 Neutrofil 40,3 % 51 – 67
 Limfosit 43,5 % 25 – 33
 Monosit 14,1 % 2–5
 Eosinofil Absolute 0,16
 Basofil Absolute 0,02
 Neutrofil Absolute 3,46
 Limfosit Absolute 3,73
 Monosit Absolute 1,21 0, 16 – 1
 Immature Granulosit (%) 1,30
 Immature Granulosit 0,11 %
 Lain-lain
Kimia Klinik
Faal Hati
 Bilirubin total 0,35 mg/dL < 1,0
 Bilirubin direk 0,27 mg/dL < 0,25
 Bilirubin indirek 0,08 mg/dL < 0,75
 AST/SGOT 20 U/L 0 – 32
 ALT/SGPT 38 U/L 0 – 33
 Albumin 3,12 g/dL 3,5 – 5,5
Imunoserologi
Test lain
Procalcitonin 0,10 mg/dL < 0,5 resiko rendah untuk
terjadinya sepsis berat
atau syok septik
>2 resiko tinggi untuk
terjadinya sepsis berat
atau syok septik
Kimia Klinik
Analisa Gas Darah
 pH 7,37 7,35 – 7,45
 pCO2 44,0 mmHg 35 -45
 pO2 80,9 mmHg 80 – 100
 Bikarbonat (HCO3) 25,6 mmol/L 21 – 28
 Saturasi O2 94 mmol/L > 95
 Suhu 37
Asam Laktat 1,9 mmol/L Darah Vena : 0,5 – 2,2
Darah Arteri : 0,5 – 1,6
f. Terapi Medik
Tanggal 12 November 2019 :
1. O2 2 -4 lpm
2. IVFD DS ½ NS : 1500cc/24jam
3. Injeksi :
- Streptomisin 1 x 1 gr (IM)
- Flucanazole 1 x 200 mg (IV)
- Levofloxacine 1 x 750 mg (IV)
4. PO :
- Efambutol 1 x 100 mg
- INH 3 x 300 mg

Tanggal 13 November 2019 :


a. O2 2 -4 lpm
b. IVFD DS ½ NS : 1500cc/24jam
c. Injeksi :
- Streptomisin 1 x 1 gr (IM)
- Flucanazole 1 x 200 mg (IV)
- Levofloxacine 1 x 750 mg (IV)
d. PO :
- Efambutol 1 x 100 mg
- INH 3 x 300 mg

Tanggal 14 November 2019 :


a. O2 2 -4 lpm
b. IVFD DS ½ NS : 1500cc/24jam
c. Injeksi :
- Streptomisin 1 x 1 gr (IM)
- Flucanazole 1 x 200 mg (IV)
- Levofloxacine 1 x 750 mg (IV)
d. PO :
- Efambutol 1 x 100 mg
- INH 3 x 300 mg
3.2 Analisa Data

NO. DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS : Keletihan otot Ketidakefektifan
- Pasien mengatakan sesak dan sulit pernafasan pola nafas
bernafas

DO :
- Frekuensi pernafasan 25 kali/menit
- Terlihat penggunaan otot bantu
pernafasan
- Pernafasan dangkal

2. DS : Gangguan Gangguan
- Pasien mengatakan sesak neurologis pertukaran gas
DO :
- Keadaan umum : lemah
- Kesadaran : compos mentis
- TTV
TD : 130/80 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,6 ºC
RR : 25 x/menit
- Pasien terpasang O2 nasal canule
4 lpm
- Pasien duduk dengan posisi
semifowler
- Retraksi dindingi dada : ada
- BGA :
- pH : 7,37
- pCO2 : 44,0 mmHg
- pO2 : 80,9 mmHg
- bikarbonat (HCO3) : 25,6
mmol/L
- kelebihan basa (BE) : 0,1
mmol/L
- Saturasi O2 : 94 %
3. DS : Ketidakmampua Ketidakseimbang
n untuk an nutrisi
- Keluarga mengatakan pasien tidak
memasukkan kurang dari
mau makan atau mencerna kebutuhan
nutrisi tubuh

DO :
- Kondisi umum : lemah
- Terpasang NGT
- BB awal : 60 kg
- BB sekarang : 55 kg
- Diet cair
- TTV :
TD : 130/80 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,6 ºC
RR : 25 x/menit

3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan


2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi

3.4 Intervensi

NO. DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWA (SMART)
TAN
1. Ketidakefektif NOC: NIC:
an pola nafas - Respiratory status : 1. Posisikan pasien untuk
berhubungan Ventilation memaksimalkan ventilasi
dengan - Respiratory status : 2. Lakukan fisioterapi dada jika
Airway patency perlu
- Vital sign Status 3. Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
Setelah dilakukan 4. Auskultasi suara nafas, catat
tindakan keperawatan adanya suara tambahan
selama 3 x 24 jam 5. Monitor respirasi dan status
pasien menunjukkan O2
keefektifan pola nafas, 6. Bersihkan mulut, hidung dan
dibuktikan dengan secret trakea
kriteria hasil : 7. Pertahankan jalan nafas yang
1. Mendemonstrasikan paten
batuk efektif dan 8. Observasi adanya tanda tanda
suara nafas yang hipoventilasi
bersih, tidak ada 9. Monitor adanya kecemasan
sianosis dan pasien terhadap oksigenasi
dyspneu (mampu 10. Monitor vital sign
mengeluarkan 11. Informasikan pada pasien dan
sputum, mampu keluarga tentang tehnik
bernafas dengan relaksasi untuk memperbaiki
mudah) pola nafas.
2. Menunjukkan jalan 12. Ajarkan bagaimana batuk
nafas yang paten efektif
(klien tidak merasa 13. Monitor pola nafas
tercekik, irama 14. Kolaborasi dengan tim medis
nafas, frekuensi lainnya (dokter) mengenai
pernafasan dalam pemberian terapi O2 dan
rentang normal, pengobatan
tidak ada suara
nafas abnormal)
3. Tanda Tanda vital
dalam rentang
normal (tekanan
darah, nadi,
pernafasan)
2. Gangguan NOC: NIC :
pertukaran gas 1. Respiratory Status : 1. Posisikan pasien untuk
berhubungan Gas exchange memaksimalkan ventilasi
dengan 2. Keseimbangan 2. Pasang mayo bila perlu
asam basa, 3. Lakukan fisioterapi dada jika
Elektrolit perlu
3. Respiratory Status : 4. Keluarkan sekret dengan batuk
ventilation atau suction
4. Vital Sign Status 5. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Setelah dilakukan 6. Atur intake untuk cairan
tindakan keperawatan mengoptimalkan
selama 3 x 24 jam keseimbangan.
Gangguan pertukaran 7. Monitor respirasi dan status
pasien teratasi dengan O2
kriteria hasil : 8. Catat pergerakan dada,amati
1. Mendemonstrasikan kesimetrisan, penggunaan otot
peningkatan tambahan, retraksi otot
ventilasi dan supraclavicular dan
oksigenasi yang intercostals
adekuat 9. Monitor suara nafas, seperti
2. Memelihara dengkur
kebersihan paru 10. Monitor pola nafas :
paru dan bebas dari bradipena, takipenia,
tanda-tanda distress kussmaul, hiperventilasi,
pernafasan cheyne stokes, biot
3. Mendemonstrasikan 11. Auskultasi suara nafas, catat
batuk efektif dan area penurunan / tidak adanya
suara nafas yang ventilasi dan suara tambahan
bersih, tidak ada 12. Monitor TTV, AGD, elektrolit
sianosis dan dan ststus mental
dyspneu (mampu 13. Observasi sianosis khususnya
mengeluarkan membrane mukosa
sputum, mampu 14. Jelaskan pada pasien dan
bernafas dengan keluarga tentang persiapan
mudah, tidak ada tindakan dan tujuan
pursed lips) penggunaan alat tambahan
4. Tanda tanda vital (O2, Suction, Inhalasi)
dalam rentang 15. Auskultasi bunyi jantung,
normal jumlah, irama dan denyut
5. AGD dalam batas jantung
normal 16. Kolaborasi pemberian
bronkodilator :

3. Ketidakseimba NOC: NIC :


ngan nutrisi 1. Nutritional status: 1. Kaji adanya alergi makanan
kurang dari Adequacy of 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan nutrient untuk menentukan jumlah
tubuh 2. Nutritional Status : kalori dan nutrisi yang
berhubungan food and Fluid dibutuhkan pasien
Intake 3. Yakinkan diet yang dimakan
dengan
3. Weight Control mengandung tinggi serat untuk
ketidakmampu mencegah konstipasi
an untuk Setelah dilakukan 4. Ajarkan pasien bagaimana
memasukkan tindakan keperawatan membuat catatan makanan
atau mencerna Selama 3 x 24 jam harian.
nutrisi nutrisi kurang teratasi 5. Monitor adanya penurunan BB
dengan indikator: dan gula darah
1. Albumin dalam 6. Monitor lingkungan selama
kadar normal makan
2. Hematokrit dalam 7. Jadwalkan pengobatan dan
kadar normal tindakan tidak selama jam
3. Hemoglobin dalam makan
kadar normal 8. Monitor turgor kulit
4. Jumlah limfosit 9. Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
12. Monitor intake nuntrisi
13. Informasikan pada klien dan
keluargam tentang manfaat
nutrisi
14. Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
15. Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
16. Anjurkan banyak minum
17. Pertahankan terapi IV line
18. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oval

3.5 Implementasi dan Evaluasi

NO. HARI/ JAM TINDAKAN KEPERAWATAN PARAF


DX TGL
1 Selasa/ NIC:
1. Memposisikan pasien untuk
12
memaksimalkan ventilasi
Novem 2. Melakukan fisioterapi dada jika perlu
3. Mengeluarkan sekret dengan batuk atau
ber
suction
2019 4. Mengauskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
5. Memonitor respirasi dan status O2
6. Membersihkan mulut, hidung dan secret
trakea
7. Mempertahankan jalan nafas yang paten
8. Mengobservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
9. Memonitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
10. Memonitor vital sign
11. Menginformasikan pada pasien dan
keluarga tentang tehnik relaksasi untuk
memperbaiki pola nafas.
12. Mengajarkan bagaimana batuk efektif
13. Memonitor pola nafas
14. Berkolaborasi dengan tim medis lainnya
(dokter) mengenai pemberian terapi O2
dan pengobatan
2 Selasa/ NIC :
1. Memposisikan pasien untuk
12
memaksimalkan ventilasi
Novem 2. Memasang mayo bila perlu
3. Melakukan fisioterapi dada jika perlu
ber
4. Mengeluarkan sekret dengan batuk atau
2019 suction
5. Mengauskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
6. Mengatur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
7. Memonitor respirasi dan status O2
8. Mencatat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular dan
intercostals
9. Memonitor suara nafas, seperti dengkur
10. Memonitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
11. Mengauskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
12. Memonitor TTV, AGD, elektrolit dan
ststus mental
13. Mengobservasi sianosis khususnya
membrane mukosa
14. Menjelaskan pada pasien dan keluarga
tentang persiapan tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan (O2, Suction,
Inhalasi)
15. Mengauskultasi bunyi jantung, jumlah,
irama dan denyut jantung
16. Berkolaborasi pemberian bronkodilator :

3 Selasa/ NIC :
1. Mengkaji adanya alergi makanan
12
2. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk
Novem menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
ber
3. Meyakinkan diet yang dimakan
2019 mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
4. Mengajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
5. Memonitor adanya penurunan BB dan
gula darah
6. Memonitor lingkungan selama makan
7. Menjadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
8. Memonitor turgor kulit
9. Memonitor kekeringan, rambut kusam,
total protein, Hb dan kadar Ht
10. Memonitor mual dan muntah
11. Memonitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
12. Memonitor intake nuntrisi
13. Menginformasikan pada klien dan
keluargam tentang manfaat nutrisi
14. Berkolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
15. Mengatur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
16. Menganjurkan banyak minum
17. Mempertahankan terapi IV line
18. Mencatat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oval

1 Rabu/ NIC:
1. Memposisikan pasien untuk
13
memaksimalkan ventilasi
Novem 2. Melakukan fisioterapi dada jika perlu
3. Mengeluarkan 38ecret dengan batuk atau
ber
suction
2019 4. Mengauskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
5. Memonitor respirasi dan status O2
6. Membersihkan mulut, hidung dan secret
trakea
7. Mempertahankan jalan nafas yang paten
8. Mengobservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
9. Memonitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
10. Memonitor vital sign
11. Menginformasikan pada pasien dan
keluarga tentang tehnik relaksasi untuk
memperbaiki pola nafas.
12. Mengajarkan bagaimana batuk efektif
13. Memonitor pola nafas
14. Berkolaborasi dengan tim medis lainnya
(dokter) mengenai pemberian terapi O2
dan pengobatan
Rabu/ NIC :
1. Memposisikan pasien untuk
13
memaksimalkan ventilasi
Novem 2. Memasang mayo bila perlu
3. Melakukan fisioterapi dada jika perlu
ber
4. Mengeluarkan sekret dengan batuk atau
2019 suction
5. Mengauskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
6. Mengatur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
7. Memonitor respirasi dan status O2
8. Mencatat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular dan
intercostals
9. Memonitor suara nafas, seperti dengkur
10. Memonitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
11. Mengauskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
12. Memonitor TTV, AGD, elektrolit dan
ststus mental
13. Mengobservasi sianosis khususnya
membrane mukosa
14. Menjelaskan pada pasien dan keluarga
tentang persiapan tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan (O2, Suction,
Inhalasi)
15. Mengauskultasi bunyi jantung, jumlah,
irama dan denyut jantung
16. Berkolaborasi pemberian bronkodilator :
3 Rabu/ NIC :
1. Mengkaji adanya alergi makanan
13
2. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk
Novem menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
ber
3. Meyakinkan diet yang dimakan
2019 mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
4. Mengajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
5. Memonitor adanya penurunan BB dan
gula darah
6. Memonitor lingkungan selama makan
7. Menjadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
8. Memonitor turgor kulit
9. Memonitor kekeringan, rambut kusam,
total protein, Hb dan kadar Ht
10. Memonitor mual dan muntah
11. Memonitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
12. Memonitor intake nuntrisi
13. Menginformasikan pada klien dan
keluargam tentang manfaat nutrisi
14. Berkolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
15. Mengatur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
16. Menganjurkan banyak minum
17. Mempertahankan terapi IV line
18. Mencatat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oval

1 Kamis/ NIC:
1. Memposisikan pasien untuk
14
memaksimalkan ventilasi
Novem 2. Melakukan fisioterapi dada jika perlu
3. Mengeluarkan sekret dengan batuk atau
ber
suction
2019 4. Mengauskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
5. Memonitor respirasi dan status O2
6. Membersihkan mulut, hidung dan secret
trakea
7. Mempertahankan jalan nafas yang paten
8. Mengobservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
9. Memonitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
10. Memonitor vital sign
11. Menginformasikan pada pasien dan
keluarga tentang tehnik relaksasi untuk
memperbaiki pola nafas.
12. Mengajarkan bagaimana batuk efektif
13. Memonitor pola nafas
14. Berkolaborasi dengan tim medis lainnya
(dokter) mengenai pemberian terapi O2
dan pengobatan
2 Kamis/ NIC :
1. Memposisikan pasien untuk
14
memaksimalkan ventilasi
Novem 2. Memasang mayo bila perlu
3. Melakukan fisioterapi dada jika perlu
ber
4. Mengeluarkan sekret dengan batuk atau
2019 suction
5. Mengauskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
6. Mengatur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
7. Memonitor respirasi dan status O2
8. Mencatat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular dan
intercostals
9. Memonitor suara nafas, seperti dengkur
10. Memonitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
11. Mengauskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
12. Memonitor TTV, AGD, elektrolit dan
ststus mental
13. Mengobservasi sianosis khususnya
membrane mukosa
14. Menjelaskan pada pasien dan keluarga
tentang persiapan tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan (O2, Suction,
Inhalasi)
15. Mengauskultasi bunyi jantung, jumlah,
irama dan denyut jantung
16. Berkolaborasi pemberian bronkodilator :

3 Kamis/ NIC :
1. Mengkaji adanya alergi makanan
14
2. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk
Novem menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
ber
3. Meyakinkan diet yang dimakan
2019 mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
4. Mengajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
5. Memonitor adanya penurunan BB dan
gula darah
6. Memonitor lingkungan selama makan
7. Menjadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
8. Memonitor turgor kulit
9. Memonitor kekeringan, rambut kusam,
total protein, Hb dan kadar Ht
10. Memonitor mual dan muntah
11. Memonitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
12. Memonitor intake nuntrisi
13. Menginformasikan pada klien dan
keluargam tentang manfaat nutrisi
14. Berkolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
15. Mengatur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
16. Menganjurkan banyak minum
17. Mempertahankan terapi IV line
18. Mencatat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oval

NO. NO. DX HARI/ JAM EVALUASI PARAF


TGL
1 1 Selasa/ S : Pasien mengatakan sesak dan sulit untuk
12 bernafas
Novem O:
ber - TTV
2019 TD : 130/80 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,6 ºC
RR : 25 x/menit
- Terlihat penggunaan otot bantu pernafasan
- Pernafasan dangkal
A : Masalah Belum Teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
2 2 Selasa/ S : Pasien mengatakan sesak
12 O:
Novem - Keadaan umum : lemah
ber - Kesadaran : compos mentis
2019 - TTV
TD : 130/80 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,6 ºC
RR : 25 x/menit
- Pasien terpasang O2 nasal canule 4 lpm
- Pasien duduk dengan posisi semifowler
- Retraksi dinding dada : tidak terlihat
- BGA :
- pH : 7,37
- pCO2 : 44,0 mmHg
- pO2 : 80,9 mmHg
- bikarbonat (HCO3) : 25,6 mmol/L
- kelebihan basa (BE) : 0,1 mmol/L
- Saturasi O2 : 94 %
A : Masalah Belum Teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
3 3 Selasa/ S : Keluarga mengatakan pasien tidak mau makan
12 O:
Novem - Kondisi umum : lemah
ber - Terpasang NGT
2019 - BB awal : 60 kg
- BB sekarang : 55 kg
- Diet cair
- TTV :
TD : 130/80 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,6 ºC
RR : 25 x/menit
A : Masalah Belum Teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
4 1 Rabu/ S : Pasien mengatakan sesak dan sulit untuk
13 bernafas berkurang
Novem O:
ber - TTV
2019 TD : 120/80 mmHg
N : 86 x/menit
S : 36.5ºC
RR : 23 x/menit
- Terlihat penggunaan otot bantu pernafasan
- Pernafasan dangkal
A : Masalah Teratasi Sebagian
P : Lanjutkan Intervensi

5 2 Rabu/ S:
13 - Pasien mengatakan sesak berkurang
Novem O:
ber - Keadaan umum : lemah
2019 - Kesadaran : compos mentis
- TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 86 x/menit
S : 36.5ºC
RR : 23 x/menit
- Pasien terpasang O2 nasal canule 4 lpm
- Pasien duduk dengan posisi semifowler
- Retraksi didi dada : tidak terlihat
- BGA :
- pH : 7,37
- pCO2 : 44,0 mmHg
- pO2 : 80,9 mmHg
- bikarbonat (HCO3) : 25,6 mmol/L
- kelebihan basa (BE) : 0,1 mmol/L
- Saturasi O2 : 94 %
A : Masalah Teratasi Sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
6 3 Rabu/ S : Keluarga mengatakan pasien tidak mau makan
13 O:
Novem - Kondisi umum : lemah
ber - Terpasang NGT
2019 - BB awal : 60 kg
- BB sekarang : 55 kg
- Diet cair
- TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 86 x/menit
S : 36.5ºC
RR : 23 x/menit
A : Masalah Belum Teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
7 1 Kamis/ S : Pasien mengatakan sesak dan sulit untuk
14 bernafas berkurang
Novem O:
ber - Frekuensi pernafasan 22 kali/menit
2019 - Terlihat penggunaan otot bantu pernafasan
- Pernafasan dangkal
A : Masalah Teratasi Sebagian
P : Lanjutkan Intervensi

8 2 Kamis/ S:
14 - Pasien mengatakan sesak berkurang
Novem O:
ber - Keadaan umum : lemah
2019 - Kesadaran : compos mentis
- TTV
TD : 130/90 mmHg
N : 90 x/menit
S : 36,9 ºC
RR : 22 x/menit
- Pasien terpasang O2 nasal canule 4 lpm
- Pasien duduk dengan posisi semifowler
- Retraksi didi dada : tidak terlihat
- BGA :
- pH : 7,37
- pCO2 : 44,0 mmHg
- pO2 : 80,9 mmHg
- bikarbonat (HCO3) : 25,6 mmol/L
- kelebihan basa (BE) : 0,1 mmol/L
- Saturasi O2 : 94 %
A : Masalah Teratasi Sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
9 3 Kamis/ S : Keluarga mengatakan pasien sudah mau makan
14 sedikit
Novem O:
ber - Kondisi umum : lemah
2019 - Terpasang NGT
- BB awal : 60 kg
- BB sekarang : 55 kg
- Diet cair
- TTV
TD : 130/90 mmHg
N : 90 x/menit
S : 36,9 ºC
RR : 22 x/menit
A : Masalah Teratasi Sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
BAB IV

PEMBAHASAN

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien Ny. O saat masuk rumahsakit tanggal 3-11-2019 saat pengkajian didapat
pasien mengalami penurunan kesadaran, akan tetapi saat pasien di panggil dapat
dapat membuka mata. Tanggal 10 November 2019 didpatkan pasien mengeluhkan
sesak nafas kondisi pasien lemas, tidak koperatif, aktivity daily living pasien dibantu
oleh orang tua diet makanan berbentuk cair dan pasien terpasang NGT, terpasang
oksigen nasal, pasien terpasang kateter.pada hari pertama tanggal 10 November 2019
didapat pasien menegeluhkan sesak nafas dengan data objektif respirasi : 25 x/menit,
penggunaan otot bantu nafas, nafas dangkal, dengan terapi medis terpasang oksigen 4
tpm, IVFDD5 ½ NS : 1500cc/24jam injeksi streptomisin 1 x 1 gram, flucanzole 1 x
200mg, levofloxacine 1 x 75 mg , pemberian obat oral : efambutol 1 x 100 mg, INH
3 x 300 mg, didapat diagnose ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan
keletihan otot pernafasan data subjektif pasien mengatakan sesak dan sulit bernafas
dan data objektif frekuensi pernafasan 25 kali/menit, terlihat penggunaan otot bantu
pernafasan, dan pernafasan dangkal. Hari yang sama dapat pula di tegak kan
diagnose yang kedua dengan gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
gangguan neurologis didapat hasil data subjektif pasien mengatakan sesak dan sulit
bernafas, dengan data objektif yang mendukung keadaan umum : lemah, kesadaran :
compos mentis, TTV : TD : 130/80 mmHg N : 80 x/menit S : 36,6 ºC RR : 25
x/menit, pasien terpasang O2 nasal canule 4 lpm, pasien duduk dengan posisi
semifowler, retraksi dindingi dada : ada, BGA : pH : 7,37, pCO2 : 44,0 mmHg, pO2 :
80,9 mmHg, bikarbonat (HCO3) : 25,6 mmol/L, kelebihan basa (BE) : 0,1 mmol/L,
saturasi O2 : 94%. Diagnosa ketiga didapatkan pasien ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan untyk menelan
makanan, didapatkan data subjektif: pasien tidak nafsu makan , dengan data objektif
yang mendukung pasien terlihat terpsag NGT, makanan pasien berbentuk cair pasien
mengalami penurunan berat bada sebelum MRS berat badan pasien 75 kg setelah
MRS berat badan pasien 50 kg. pegkajian ini dilakukan selama 3 hari dengan dilihat
perkembagan setiap hari pasien sampai dengan berhasilnya intervensi yang dilakukan
kedapa pasien
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

TB Paru merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dengan angka


mortalitas dan morbiditas yang terus meningkat. Penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, tempat kumuh, perumahan dibawah
standar, dan perawatan kesehatan yang tidak adekuat. Mikobakterium
tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, Di Indonesia TBC
merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Hasil Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa penyakit TBC merupakan
penyebab kematian nomor tiga (3) setelah kardiovaskuler dan penyakit saluran
pernapasan dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Akan tetapi di repots
case ini di jelaskan pula tentang tanda dan gejala, manifestasi klinis, pato
fisiologikomplikasi yang ditimbulkan, penatalksanaan medis dan keperawatan ,
serta dilengkapi dengan pengakijain keperawatan terdapa pasien TB paru di
rumahsakit DR. SAIFUL ANWAR MALANG.

5.2 Saran

1. Keluarga pasien
Diharapkan keluarga pasien agar dapat mengetahu tentang TB paru dan
ciri-ciri TB paru serta dan dan gejala dan penyebabnya dengan begitu
anggota keluarga yang sudah tibul ciri-ciri terkena penyakit TB paru
dapat segera diobati.
2. Perawat
Diharapkan report case ini dijadikan reverensi untuk terus memberikan
healt education terhadap keluarga dan pasien yang menderita TB paru
3. Peneliti
Diharapkan repot case ini dapat dijadikan reverensi untuk lebih mengikuti
perjalanan pegobatan pasien sampai di nyatakan sembuh total.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta:Buku Kedokteran EGC

Doenges, Marilynn E.Mary Frances Moorhouse,Alice C. Geissler.2000.Rencana


Asuhan Keperawatan.Jakarta:Buku Kedokteran EGC

Asih, Niluh Gede Yasmin, S.Kep dan Christantie Effendy, S.Kep.2004.Keperawatan


Medikal Bedah.Jakarta:Buku Kedokteran EGC

Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan.Jakarta:Salemba Medika

Wijaya, Andra Saferi, Skep dan Yessie Mariza Putri, Skep.2013.Keperawatan


Medikal Bedah Jilid I.Yogyakarta:Nuha Medika

http://nerssaputra.blogspot.com/2011/01/konsep-dasar-asuhan-keperawatan-
pada.html

Anda mungkin juga menyukai