DASAR TEORI
Aspal adalah material termoplastik yang akan menjadi keras atau lebih kental
jika temperature berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperature
bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperature, yang
dipengaruhi oleh komposisi kimiawi aspal walaupun mungkin mempunyai nilai
penetrasi atau viskositas yang sama pada temperature tertentu. Aspal yang
mengandung lilin lebih peka terhadap temperature dibandingkan dengan aspal yang
tidak mengandung lilin. Hal ini terlihat pada aspal yang mempunyai viskositas yang
sama pada temperature tinggi tetapi sangat berbeda viskositas pada temperature
rendah. Kepekaan terhadap temperature akan menjadi dasar perbedaan umur aspal
untuk menjadi retak ataupun mengeras. Bersama dengan agregat, aspal merupakan
material pembentuk campuran perkerasan jalan (Sukirman, 2003 dalam skripsi L.A.
Nasution).
a. Lapisan aus (wearing course) yang memberikan cukup kekesatan, tahan gesek, dan
penutup kedap air atau drainase air permukaan.
b. Lapisan perkerasan terikat atau tersementasi yang memberikan daya dukung yang
cukup, sekaligus sebagai penghalang air yang masuk ke dalam material tak terlihat
dibawahnya.
c. Lapis pondasi (base course) dan Pondasi bawah (subbase course) tak terikat yang
memberikan tambahan kekuatan, dan ketahanan terhadap pengaruh air yang merusak
struktur perkerasan serta pengaruh degradasi yang lain. (erosi dan intrusi butiran
halus).
d. Tanah dasar (subgrade) yang memberikan cukup kekakuan, kekuatan yang seragam
dan merupakan landasan yang stabil bagi lapisan material perkerasan diatasnya.
e. Sistem drainase yang dapat membuang air dengan cepat dari sistem perkerasan,
sebelum air menurunkan kualitas lapisan material granuler tak terikat dan tanah dasar.
Campuran untuk lapis beton aspal pada dasarnya terdiri dari agregat kasar,
agregat halus, bahan pengisi dan aspal. Masing-masing fraksi agregat terlebih dahulu
harus diperiksa gradasinya dan selanjutnya digabungkan menurut perbandingan yang
menghasilkan agregat campuran yang memenuhi spesifikasi gradasi.
Proporsi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi (filler) didasarkan
pada spesifikasi dan gradai yang tersedia. Jumlah agregat di dalam campuran aspal
biasanya 90-95%, atau 75-85% dari volume. Dengan pemilihan agregat yang tepat
dan memnuhi syarat akan sangat menentukan keberhasilan pembangunan jalan.
1) Agregat kasar
Agregat kasar adalah material yang tertahan pada saringan no.8 (2,36
mm). agregat kasar untuk campuran aspal harus terdiri dari batu pecah yang
bersih, kuat, kering , awet, bersudut, bebas dari kotoran lempung dan material
asing lainnya serta mempunyai tekstur permukaan yang kasar dan tidak bulat
agar dapat memberikan sifat interblocking yang baik dengan material yang
lain.
Agregat kasar pada umumnya harus memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan dalam tabel 1 berikut.
2) Agregat halus
Agregat halus adalah material yang lolos saringan no.8 (2,36 mm) dan
tertahan saringan no.200 (0,075 mm). agregat halus pada umumnya harus
memnuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam tabel.2 berikut.
Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya, ukuran agregat dapat
diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan. Satu set saringan umumnya terdiri
dari saringan berukuran ¾”, ½”, 3/8”, no.4, no.8, no.16, no.30, no.50, no.100, no.200.
gradasi agregat dinyatakan dalam presentase lolos atau persentase tertahan yang
dihitung berdasarkan berat agregat.
% Berat Lolos
Ukuran Saringan Saringan AC
(mm) Campuran No. V
Standart Bina Marga
1" (25,4 mm) 100
3/4" (19,1 mm) 80 - 100
1/2" (12,7 mm) -
3/8" (9,25 mm) 60 - 80
no. 4 (4,76 mm) 48 - 65
no. 8 (2,38 mm) 35 - 50
no. 30 (0,59 mm) 19 - 30
no. 50 (0,27 mm) 13 - 23
no. 100 (0,149 mm) 14 - 15
no. 200 (0,074 mm) 1-8
Tabel 3. Spesifikasi Gradasi Agregat
Menurut Silvia Sukirman (2003) bahwa campuran dari aspal dan agregat yang
direncanakan harus dapat memnuhi karakteristik tertentu agar dapat bertahan pada
kondisi beban lalulintas dan iklim sehingga dapat menghasilkan suatu perkerasan
yang kuat, aman, dan nyaman. Maka setiap campuran beton aspal harus memliki
karakteristik sebagai berikut :
1) Stabilitas
Kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi
perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bleeding. Kebutuhan akan
stabilitas sebanding dengan fungsi jalan dan beban lalu lintas yang akan
dilayani.
2) Keawetan (durabilitas)
Kemampuan beton aspal menerima repetisi beban lalu lintas seperti berat
kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan, serta
menahan keausan akibat pengaruh iklim seperti udara, air, atau perubahan
temperature.
3) Kelenturan (fleksibilitas)
Kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan diri akibat penurunan
(konsolidasi/settlement) dan pergerakan dari pondasi atau tanah dasar tanpa
terjadi retak.
4) Ketahanan terhadap kelelahan (fatique resistance)
Ketahanan terhadap kelelahan adalah kemampuan beton aspal menerima
lendutan berulang akibat repitisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur
dan retak.
5) Kekesatan / tahanan geser (skid resistance)
Kemampuan permukaan beton aspal terutama pada kondisi basah,
memberikan gaya gesek pada roda kendaraan sehingga kendaraan tidak
tergelincir ataupu selip.
6) Kedap air (impermeabilitas)
Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air atau
udara ke dalam lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan
percepatan proses penuaan aspal dan pengelupasan film/selimut aspal dari
permukaan agregat.
7) Kemudahan pelaksanaan (workability)
Mudah dilaksanakan adalah kemampuan campuran beton aspal untuk mudah
dihamparkan dan dipadatkan. Tingkat kemudahan dalam pelaksanaan,
menentukan tingkat efisiensi pekerjaan. Revisi atau koreksi terhadap
rancangan campuran dapat dilakukan jika ditemukan kesukaran dalam
pelaksanaan.