Anda di halaman 1dari 7

Pengertian Teori Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analisis dan empiris mempelajari
hubungan timbal balik antara hukum dan gejala sosial lainnya atau mempelajari masyarakat khususnya
gejala dalam masyarakat tersebut.

“Sosiologi hukum dapat didefinisikan sebagai ilmu


yang berdasarkan analisis teoritis dan penelitian empiris berusaha menetapkan dan menjelaskan
pengaruh proses kemasyarakatan dan perilaku orang terhadap pembentukan, penerapan, yurisprudensi
dan dampak kemasyarakatan aturan hukum dan sebaliknya pengaruh aturan hukum terhadap proses
kemasyarakatan dan perilaku orang”.

Akan tetapi Sudjono Dirdjosiswono mengemukakan bahwa sosiologi hukum yaitu:

“Ilmu pengetahuan hukum yang memerlukan studi dan analisis empiris tentang hubungan timbal balik
antara hukum dan gejala-gejala sosial lain”.

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sosiologi hukum merupakan bagian dari
ilmu hukum yang mengkaji hubungan timbal balik atau pengaruh timbal balik antara hukum dan gejala
sosial yang dilakukan secara analistis dan empiris. Jadi dalam konteks ini yang diartikan hukum adalah
suatu kompleksitas dari pada sikap tindak manusia yang bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam
pergaulan hidup.

B. Berbagai Pendapat Para Pakar Hukum tentang Teori Sosiologi Hukum


Sosiologi hukum sebagai bidang ilmu baru mengenai sejumlah tokoh atau pakar-pakar yang dapat
dikategorikan sebagai peletak dasar sosiologi hukum mereka itu antara lain: di Eropa yaitu Emile
Durkheim, Leon Duquit, Maurice Houriov, Max Weber dan Eugen Ehrlich. Sedangkan dinamika serikat
dikenal antara lain C.W. Holins, Roscoe Pond, Benjamin Cordoze juga beberapa nama lain seperti
Jhering, Talcott Persons.

1. Ajaran Emile Durkheim

Dari pemikirannya, Durkheim menyimpulkan bahwa penyebabnya adalah “social order the primary of
the social” akan tetapi yang terpokok dalam masyarakat adalah “the social”. Jadi, arti penting Emile
Durkheim adalah karena ia termasuk orang yang pertama memandang peranan hukum dalam
membentuk masyarakatnya, yang kini lazim disebut hukum dan pembangunan. Durkheim membedakan
masyarakat dengan solidaritas sosial serta jenis hukumnya ke dalam dua jenis. Pertama, bentuk
masyarakat sederhana dengan solidaritas mekanik dan hukumnya yang bersifat represif. Kedua,
masyarakat yang kompleks dengan solidaritas organik di mana hukumnya bersifat represif. Kedua,
masyarakat yang kompleks dengan solidaritas organik dimana hukumnya bersifat restitutif. Menurutnya
masyarakat sederhana mempunyai solidaritas mekanik yaitu bahwa diantara warga masyarakat terdapat
suatu keterikatan yang besar dan keterikatan tersebut menjadi dasar berdirinya masyarakat sederhana
itu. Inilah yang menyebabkan hubungan-hubungan di dalam masyarakat bersifat mekanis. Sedangkan
masyarakat kompleks adalah mengandalkan kebebasan dan kemerdekaan warga masyarakatnya, karena
dengan begitu, terjamin berdirinya masyarakat yang kompleks.

2. Ajaran Max Weber


Max Weber adalah seorang sosiologi Jerman dan juga pakar ekonomi analisis hukum dan pranata-
pranata hukum di dalamnya mencakup konteks historis, politik dan realitas sosial. Beliau melihat hukum
sebagai unsur dominan dalam perkembangan masyarakat. Beliau mengkaji perkembangan hukum dan
perkembangan masyarakatnya dimana konsep dasarnya memandang perkembangan hukum ataupun
perkembangan masyarakat selalu bergerak dari yang irasional ke rasional dan transisi dari “substantively
rational law” ke “Formally rational law”. Jadi Weber cenderung mengidentikkan hukum dengan
eksistensi hukum, yang dikonsepkan secara rasional sistematis. Karena Weber memperhatikan arti
penting dari “hukum rasional” dalam hubungan kausalnya dengan perkembangan kapitalisme.

3. Ajaran Jhering
Jhering adalah seorang Juris Jerman terkenal dengan gelarnya sebagai “the father of sociological
jurisprudence”. Doktrinnya yang sistematis didasarkan pada “social utilitarianism” yang berasal dari
prinsip “plain-pleasure”-nya Betham. Menurut Jhering esensi hukum itu adalah suatu kehendak nyata
untuk melindungi kepentingan kehidupan bersama dan kepentingan individu melalui koordinasi antara
kedua jenis kepentingan itu. Jhering menganggap bahwa dengan adanya koordinasi antara kepentingan
masyarakat di satu pihak dengan kepentingan individu di lain pihak maka kemungkinan terjadinya
konflik dapat diperkecil. Karena beliau yakin bahwa di bawah hukum kepentingan masyarakat harus
lebih didahulukan daripada kepentingan individu dalam hal terjadinya konflik antara kedua kepentingan
tersebut. Jadi konsep-konsep hukum Jhering terbukti didominir oleh ajaran tentang kebutuhan-
kebutuhan manusia di dalam masyarakat. menurutnya hukum adalah seperangkat kondisi-kondisi
kehidupan sosial dalam arti luas sekali, yang ditegakkan oleh kekuasaan negara melalui usaha paksaan
dari luas (external compulsion), jadi beliau menitikberatkan hakikat hukum pada jenis paksaan. Jadi
akhirnya teori sosiologis dari Jhering meneropong bahwa arah yang sebenarnya dari hukum adalah
realisasi dari suatu keseimbangan antara asas-asas (the principles) dan maksud/motivasi individu di satu
pihak dan asas-asas dan motivasi masyarakat di pihak lain. Dalam pandangannya hukum adalah
perwujudan dari persekutuan individu dan masyarakat.

4. Ajaran Talcott Persons


Talcott Persons memang bukan sosiologis hukum, namun salah satu teori sosialnya yang dinamai
“sibernetik” dapat diterapkan untuk menelaah kaitan hukum dan masyarakat. beliau memulai teori
sibernetiknya dari bagian-bagian tubuh manusia yang kemudian membentuk “grand theory”-nya.
Persons melihat manusia dari dua pandangan:

Manusia sebagai individu

Manusia sebagai masyarakat

Sebagai individu beliau membagi manusia ke dalam 4 sub sistem yaitu: cultural system, social system,
personality and behavioral organism. Kemudian sebagai warga masyarakat, beliau membedakan
kehidupan manusia ke dalam empat subsistem yaitu cultural system, social system, political system dan
economy system. Jadi teori sibernetik persons adalah melihat arus energi terbesar pada sub sistem
ekonomi dan makin ke bawah makin berkurang sebaliknya arus informasi terbanyak pada subsistem
budaya dan makin ke atas makin berkurang. Jadi letak hukum sebagian terletak pada subsistem budaya
dan sebagian lagi pada subsistem sosial, maka tidak heran lagi jika di dalam kenyataannya, kekuatan
ekonomi dan politik dapat mempengaruhi pelaksanaan hukum.

5. Ajaran Benjamin Cardozo


Benjamin Cardozo adalah seorang hakim Amerika yang berpandangan sosiologis-Cardozo
mengkonsentrasikan pembahasan sosiologi hubungan pada topik pengadilan. Beliau bertekad untuk
membuktikan bahwa ketidaktetapan yang semakin bertambah dari putusan pengadilan. Merupakan
manifestasi yang tak tercegah dari kenyataan bahwa proses pengadilan bukanlah suatu penemuan
melainkan penciptaan, penciptaan yang diperbuat diperhebat oleh situasi yang sesungguhnya dalam
kehidupan hukum. Menurutnya hukum dan ketaatan pada hukum adalah kenyataan-kenyataan yang
setiap saat berlaku secara empiris. Kita harus mencari suatu konsepsi hukum yang dapat dibenarkan
oleh kenyataan. Karena beliau hidup di alam sistem hukum yang menganut asas precedent.

6. Ajaran Roscoe Pond


Pandangan/topik yang utama dari pembahasan Roscoe Pond terhadap sosiologi hukum:

a. Melakukan analisis tentang akibat-akibat sosial yang aktual dari lembaga-lembaga hukum, serta
memandang hukum pada pelaksanaannya.

b. Menitikberatkan aspek sosiologis dari hukum dalam persiapan pembuatan perundang-undangan

c. Mengutamakan prioritas tujuan sosial yang ingin dicapai oleh pembuatan peraturan dan tak ada
sanksinya.

d. Membahas tentang sejarah sosiologis hukum, membela pelaksanaan hukum secara adil dan
mendesak agar ajaran-ajaran hukum dianggap sebagai pedoman ke arah yang adil bagi masyarakat.

e. Pengefektifan usaha untuk pencapaian tujuan hukum dan kegunaan sosiologi hukum bagi profesi
hakim dan legislator.

Dari pembahasan ini beliau menelorkan konsep yang kemudian sangat dikenal yaitu “Law is a tool of
social engineering” yaitu hukum sebagai alat rekayasa sosial atau masyarakatnya.

Anda mungkin juga menyukai