Anda di halaman 1dari 33

Definisi Akut abdomen adalah suatu keadaan perut yang dapat membahayakan penderita

dalam waktu singkat jika tidak dilakukan tindakan yang cepat dan tepat.

Causa Akut Abdomen 1. Radang Akut - Divertikulitis - Appendicitis Akut -


Kholesistitis Akut - Salpingitis Akut - Pancreatitis Akut - Peritonitis Akut 2.
Trauma pada perut - Trauma Tumpul : perdarahan dalam perut Rupture lien, hepar, ren
Perforasi usus - Trauna Tajam : luka tusuk, luka tembak 3. Tumor intraabdomen 4.
Obstruksi - Hernia incaserata - Kholelitiasis - Sumbatan vasa mesenterica - Ileus
mekanik ec. Invaginasi, volvulus, streng ileus 5. Perforasi - Ulkus ventrikuli
perforate - Typhus abdominalis perforasi 6. Torsi - torsi vesica fellea - torsi
kista ovarii bertangkai - torsi testis - torsi omentum 7. Kelainan Kongenital -
atresia ani letak rendah / tinggi Diagnosa Akut Abdomen 1. Anamnesa Sakit/nyerii
Abdominal pain merupakan keluhan utama. Abdominal pain ada 2 : a. visceral pain
Nyeri yang disebabkan karena terdapat rangsangan pada organ atau struktur dalam
rongga perut. Rasa sakitnya bersifat kolik atau intermitten. Letak dari nyeri
visceral ini tidak dapat ditunjukkan secara tepat. Saluran cerna yang berasal dari
usus depan (foregut) yaitu lambung, duodenum, system hepatobilier, dan pancreas
menyebabkan nyeri di epigastrium. Saluran cerna yang berasal dari usus tengah
(midgut) yaitu usus halus sampai pertengahan colon tranversum menyebabkan nyeri
disekitar umbilicus. Saluran cerna yang berasal dari usus belakang (hindgut) yaitu
dari pertengahan colon sampai sigmoid menimbulkan nyeri di perut bagian bawah. b.
somatic pain
Nyeri yang disebabkan karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi oleh saraf
tepi. Pasien dapat menunjukkan dengan tepat lokasi nyerinya. Nyeri bersifat terus
menerus (continous). Yang perlu diperhatikan adalah : - sifat rasa sakit -
penjalaran rasa sakit - letak rasa sakit - waktu atau sebab timbulnya rasa sakit
Obstipasi/Konstipasi/Diarei Obstipasi : gangguan evakuasi feses dan isinya
(termasuk udara) Konstipasi : terhambatnya defekasi dari kebiasaan defekasi normal
(jarang, jumlah feses berkurang, feses keras dan kering). Kembungi Kembung atau
distended adalah keadaan dimana dinding perut lebih tinggi dari pada xypopubic
line. Muntahi Keluarnya kembali makanan yang sudah menyentuh dinding lambung.
Terjadin karena adanya rangsangan pada peritoneum. Pada peradangan intraabdominal
yang awal, terjadi muntah tanpa disertai oleh mual. Pada proses lanjut timbul rasa
mual. Yang harus diperhatikan pada muntah : - Cepat tidaknya timbul muntah - Banyak
sedikitnya muntah - Macam muntah yang dikeluarkan - Bau muntahan Selain hal-hal
diatas perlu diperhatikan : - adanya darah pada feses, kemungkinan : invaginasi,
divertikulitis, tumor ganas, colitis ulserativ. - Riwayat laparatomi, SC 2.
Pemeriksaan Fisik Abdominal sign Inspeksii - meteorismus - darm counter - darm
steifung - tumor - dilatasi vena - benjolan Auskultasii - dengarkan gerakan
peristaltic usus - bila suara usus tidak terdengar (silent abdomen) menandakan
terjadinya peritonitis atau ileus paralitik - bila terdengan suara usus seperti
borborygmi dan metallic sound sebagai tanda ileus mekanik Perkusii - untuk
mengetahui adanya massa atau cairan intra abdominal Palpasii - perhatikan adanya
distensi, defans muscular, nyeri tekan, adanya massa, hernia Rectal Toucheri
- untuk mengetahui causa ileus mekanik, invaginasi, tumor, appendikuler infiltrate
- dilakukan dengan cara bimanual 3. Pemeriksaan laboratorium dan foto rontgen
Pemeriksaan darah :i - darah lengkap - hematokrit - protrombin time - kadar ureum
darah - kadar gula darah - elektrolit (Na,K) Pemeriksaan urine :i - ketonuria pada
asidosis Pemeriksaan Rontgen abdomen 3 posisi :i - untuk mengetahui adanya sumbatan
dan letaknya Penanganan Akut Abdomen Keberhasilan tergantung dari dokter pemeriksa
pertama. Dokter harus dapat menegakkan diagnosa secepat mungkin dengan tepat
sehingga dapat ditentukan langkah selanjutnya : - perlukah tindakan operasi -
waspada kemungkinan dilakukan operasi - tentukan seawall mungkin - konsultasi pada
ahli yang berwenang melakukan operasi - persiapkan penderita untuk operasi dengan
cara : - perbaiki K.U. - mengatasi shock - menyediakan darah - tidak memberikan
terapi untuk gejala akut abdomen yang akan mempersulit penanganan selanjutnya -
bila diperlukan tindakan operasi jangan lupa buat infprm consent dengan keluarga
pasien Penanganan Awal : Koreksi cairan dan elektrolit Koreksi asam basa Koreksi
temperature atau suhu 1. Oksigenasi dengan pemberian O2 3-4 lt/mnt 2. Pasang
infuse, berikan terapi cairan. 3. Pasang DC untuk mengetahui urin outputnya 4. Bila
didapat tanda-tanda syok seperti : nadi > 100x/mnt, P sistolik < 100mmHg, akral
dingin, berikan cairan infuse kristaloid 1000 ± 2000 ml/jam. Syok teratasi bila
nadi < 100 x/mnt, P sistolik > 100mmHg, akral hangat dan urine output > 0,5
ml/kgBB/jam. 5. Koreksi asam basa 6. Bila dicurigai ileus lakukan dekompresi dengan
pasang NGT atau lavement, puasakan pasien, beri antibiotic broadspektrum.
Peritonitis Gejala Peritonitis :i - Demam - Mual - Muntah - Kembung - Cegukan -
Nyeri perut - BAB dan Flatus (-) Px Fisik :i - Inspeksi : facies hipocrates (tulang
pipi menonjol, pipi cekung, mata cekung), lidah kotor dan kering, nafas cepat dan
dangkal, perut distensi. - Auskultasi : suara usus tidak ada, peristaltic (-),
silent abdomen - Palpasi : nyeri tekan difus, defans muscular - Perkusi : nyeri
ketok, hipertimpani, redup hepar menghilang Px radiologis :i Terdapat gambaran air
fluid level Penanganan :i - koreksi cairan dan elektrolit - oksigenasi - koreksi
asam basa - Antibiotik massif - Koreksi suhu - Bila peritonitis sekunder terapi
causa dasarnya.

ILEUS Definisi Gangguan pasase makanan di dalam usus yang menyebabkan makanan tidak
dapat bergerak di dalam usus. Macam Ileus 1. Gangguan Mekanis : Ileus Mekanik
Disebabkan karena gangguan mekanik berupa sumbatan sehingga terjadi obstruksi. Ada
3 stadium : - Partial Ileus : obstruksi terjadi sebagian sehingga makanan masih
bisa lewat, dapat flatus/ defekasi sedikit. - Simple Ileus : terjadi sumbatan total
tapi belum terjadi gangguan vaskularisasi dinding usus. - Ileus Strangulasi : ileus
disertai distensi usus dibagian proksimal sumbatan dan vaskularisasi dinding usus
terjepit (strangulasi) 2. Gangguan Persyarafan : Ileus Neurogenik Gangguan pada
saraf parasimpatis S2-S4. ada 2 ; - Adinamik/Ileus paralitik (proses radang
kelelahan)
- Dinamik/Ileus Spastika : karena kontraksi yang terlalu kuat dan terjadi secara
bersamaan. Penyebabnya : rangsangan saraf yang berlebihan, keracunan, neurasteni,
histeri 3. Gangguan Vaskularisasi : Ileus Vaskuler Ileus ini berhubungan dengan
penyakit jantung sehingga vaskularisasi dari jantung menurun dan didaerah arteri
mesenterica superior ada sumbatan sehingga bagian distal arteri mesenterika
tersebut terjadi iskemik. Karena adanya thrombus/embolus pada vasa sehingga timbul
iskemik, gangrene, nekrosis, bisa juga perforasi.

Ileus Mekanik / Ileus Obstruktif Disebabkan karena gangguan mekanik berupa sumbatan
sehingga terjadi obstruksi. Causa 1. Hernia Incaserata 2. Non Hernia Incaserata :
a. Penyempitan lumen usus Scibala, fekalith, keganasan, radang, tumor mesenterium
b. Adhesi Radang, trauma, post laparatomi c. Invaginasi Hiperperistaltik usus yang
menyebabkan bagian oral lebih mobil sehingga masuk ke yang anal. Bagian anal
berkontraksi sehingga terjadi oedema kemudian perlengketan dan kahirnya terjadi
invaginasi. Ciri kahasnya : ada lendir darah peranus Causanya : hiperperistaltik
akibat obat-obatan, lesi organ (polipoid tumor Ca colon), factor mobilitas (bagian
proximal mobil dan distal terfixir). Gejalanya : perut kembung, flatus (-),
defekasi (-), muntah-muntah, lendir darah, pada RT teraba portio Geruis. d.
Volvulus Faktor terjadinya : segmen usus yang bergerak leluasa dan ada titik
fiksasi pada segmen usus sebagai focus volvulus. Causa : alat penggantung usus
terlalu panjang, terlalu banyak divertikulum, peradangan / trauma, makanan tinggi
selulose, orang tua dengan retardasi mental. e. Malformasi usus Pada waktu
perputaran usus (minggu ke 10) terjadi pemuntiran sehingga terjadi penjepitan yang
akan menyebabkan terjadinya ileus mekanik. Diagnosis 1. Anamnesa Keluhan : flatus
(-), BAB (-), perut kembung, muntah-muntah, sakit perut intermitten.
Bila ada keluhan benjolan di lipat paha curiga hernia incaserata Keluhan BAB dengan
lendir darah curiga invaginasi Bila timbul tak mendadak : streng ileus, radang,
adhesi Timbul mendadak : invaginasi, volvulus 2. Inspeksi Kondisi umum : lemah,
dehidrasi Meteorismus : distensi usus proksimal Ileus letak tinggi : sumbatan di
suodenum sehingga yang kembung bagian proksimalnya Ileus letak tengah : sumbatan di
ileum Ileus letak rendah : sumbatan di colon Darm contour Darm steifung 3.
Auskultasi Suara usus hiperperistalti Borborygmi Suara metalik 4. Palpasi Distensi
perut Tak sakit tekan (kecuali saat hiperperistaltik) Tak ada defans muscular
(kecuali pada peritonitis) 5. Perkusi Timpani di seluruh perut terutama di sub
diafragma 6. Rectal toucher Untuk menduga causa selain hernia, contohnya
invaginasi. 7. Rontgen Foto Foto polos abdomen 3 posisi : terlihat udara bebas sub
difragma (ladder symptom) 8. Pemeriksaan laboratorium Darah : Hb dan Hmt relative
meningkat karena dehidrasi, AL meningkat. Kimia : elektrolir menurun, Na, K, Cl
menurun Penanganan konservatif lakukan rehidrasi untuk mengoreksi dehidrasii atasi
masalah asidosis, alkalosis, uremiai oksigenasii dekompresi untuk mengatasi
distensi usus. Tujuan dekompresi :i - menurunkan tegangan dinding usus -
memperbaiki sirkulasi dinding usus - memperbaiki peristaltic - memperbaiki
reabsorbsi Macam dekompresi konservatif : - oral : NGT - anal : lavement i lakukan
desinvaginasi untuk kasus invaginasi dengan memompa Barium in loop melalui anus
sampai caecum untuk mencoba melepaskan intususeptum yang belum lama (belum ada
perlekatan) konservatif terhadapi volvulus : dengan memasukkan salin 5% dengan BA
in loop pada sigmoid, dengan proctotube yang demasukkan dari anus.
Bila tindakan konservatif gagal segera lakukan laparatomi untuk mengatasi causanya
sehingga keadaan menjadi lebih baik.i

Ileus Neurogenik Ileus Paralitik 1. Anamnesa : Gejala : kondisi umum lemah


Dehidrasi Flatus (-) BAB (-) Muntah-muntah Perut kembung Riwayat sakit thypus 2.
Inspeksi : Terlihat adanya tanda-tanda dehidrasi Meteorismus (perut kembung) 3.
Auskultasi : Silent abdomen Peristaltic (-) 4. Palpasi : Distensi dinding perut
Nyeri tekan (-) Defans muscular (-) kecuali terjadi peritonitis 5. Perkusi :
Hipertimpani 6. Foto roentgen : Udara di seluruh usus 7. Causa : Terbanyak adalah
thypus abdominalis perforasi Peritonel irritation Ekstra peritoneal irritation
(trauma abdomen) Systemic metabolic imbalance (gangguan elektrolit hypokalemi,
shock, uremia, DM) Neurogenik (lesi syaraf pd fraktur vertebra, fracture kosta
bagian bawah) Lain-lain : ileus mekanik, ileus vascular, obat-obatan
(antihipertensi) 8. Komplikasi : Dehidrasi Iskemi sehingga bisa menyebabkan necrose
usus Jepitan vasa 9. Penanganan :
Konservatif : rehidrasi Koreksi gangguan elektrolit Koreksi asam basa Antibiotic
massif Obat-obatan spasmodic untuk memacu peristaltic (pilokarpin, acetil kolin,
fisostigmin) Sesuai dengan causanya Hindari komplikasi Tidak boleh melakukan
lavement Penanganan operatif bila konservatif gagal. Ileus Spastik 1. Proses :
Terjadi kontraksi spastic yang kuat pada beberapa tempat di dinding usus secara
bersamaan sehingga makanan tidak bisa lewat. Biasanya pada colon. 2. Gejala : -
perut distensi/kaku/keras (tapi bukan defans muscular) - suara usus kuat (+) -
peristaltic (-) - perut sakit pada saat spasme 3. Causa : - neurogenik (rangsangan
kuat parasimpatis S2-4) - keracunan Pb - neurasteni - trauma - kolik ginjal -
corpus alienum 4. Penanganan : Hilangkan causanya : - keracunan Pb berikan anti
dotumnya - histeri berikan sedative - kolik berikan spasmolitik

Ileus Vaskular Causa - akibat adanya sumbatan pada cabang-cabang mesenterica


superior ataupun inferior. - Mempunyai hubungan dengan penderita jantung (miokar
infark, atrium fibrilasi, thrombus dan embolus) Komplikasi - perdarahan karena
thrombus yang emnyebabkan vasa yang tersumbat pecah - keluarnya lendir darah
peranus Penanganan - atasi shock - tindakan operatif dengan reseksi segmen usus dan
mesenteriumnya. Tidak perlu mengambil trombusnya
Akut abdomen merupakan sebuah terminologi yang menunjukkan adanya keadaan darurat
dalam abdomen yang dapat berakhir dengan kematian bila tidak ditanggulangi dengan
pembedahan. Keadaan darurat dalam abdomen dapat disebabkan karena perdarahan,
peradangan, perforasi atau obstruksi pada alat pencemaan. Peradangan bisa primer
karena peradangan alat pencernaan seperti pada appendisitis atau sekunder melalui
suatu pencemaran peritoneum karena perforasi tukak lambung, perforasi dari Payer¶s
patch,pada typhus abdominalis atau perforasi akibat trauma. Pada akut abdomen,
apapun penyebabnya, gejala utama yang menonjol adalah nyeri akut pada daerah
abdomen. Kadang-kadang penyebab utama sudah jelas seperti pada trauma abdomen
berupa vulnus abdominis penetrans namun kadang-kadang diagnosis akut abdomen baru
dapat ditegakkan setelah pemeriksaan fisik serta pemeriksaan tambahan berupa
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan radiologi yang lengkap dan masa
observasi yang ketat. Nyeri abdomen dan perdarahan merupakan suatu malapetaka yang
sangat besar bagi seorang penderita yang menderita akut abdomen alat pencernaan
pada orang dewasa. Oleh karena itu dokter yang memberikan pertolongan pertama harus
memastikan dengan segera 1. diagnosis kerja sementara 2. mengambil langkah-langkah
untuk membuktikan kebenaran diagnosis dan 3. mengambil langkah-langkah
penanggulangan yang tepat selama pembuktian kebenaran diagnosis. Untuk penegakan
diagnosis diperlukan pengumpulan data dengan mengadakan penelitian terhadap
penderita melalui pemeriksaan fisik penderita secara sistematis yang dimulai dengan
anamnesis penderita ditambah dengan pemeriksaan tambahan dan khusus. Bila penderita
tidak sadar atau terlalu sakit bisa dilakukan anamnesa keluarga (allo-anamnesa)
Pada suatu penyakit bedah darurat anamnesis merupakan pemeriksaan yang sangat
panting. Bahan-bahan utama yang dapat diperoleh melalui anamnesis yang memberikan
informasi Sangat berharga pads proses penegakan diagnosis adalah :
y y

Lokasi nyeri. Radiasi perasaan nyeri, Kadang-kadang informasi mengenai cara


penyebaran rasa nyeri (radiasi perasaan nyeri) dapat memberikan petunjuk mengenai
asal-usul atau lokasi penyebab nyeri itu. Nyeri yang berasal dari saluran empedu
menjalar ke sam ping sampai bagian bawah scapula kanan. Nyeri karena appendicitis
dapat mulai dari daerah epigastrium untuk ketnudian berpindah ke kwadran kanan
bawah. Nyeri dari daerah rektum dapat menetap di daerah punggung bawah. Bentuk rasa
nyeri, Nyeri pada akut abdomen dapat berbentuk nyeri terusmenerus atau berupa kolik

Perubahan fisiologi alat pencernaan


1. Nafsu makan, mual, muntah 2. Defekasi teratur, mencret, obstipasi 3. Perut
kembung, serangan kolik 4. Sudah berapa lama semua perubahan ini berlangsung
Perubahan anatomi 1. Adanya benjolan di perut 2. Adanya luka akibat trauma 3.
Adanya bekas operasi Pemeriksaan fisik dilaksanakan dengan memeriksa dulu keadaan
umum penderita (status generalis) untuk evaluasi keadaan sistim pemafasan, sistim
kardiovaskuler dan sistim saraf yang merupakan sistim vital untuk kelangsungan
kehidupan. Pemeriksaan keadaan lokal (status lokalis abdomen) pada penderita
dilaksapakan secara sistematis dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Tanda-tanda khusus pada akut abdomen tergantung pada penyebabnya seperti trauma,
peradangan, perforasi atau obstruksi. Inspeksi ‡ Tanda-tanda khusus pada trauma
daerah abdomen adalah : ‡ Penderita kesakitan. Pernafasan dangkal karena nyeri
didaerah abdomen. ‡ Penderita pucat, keringat dingin. ‡ Bekas-bekas trauma pads
dinding abdomen, memar, luka,prolaps omentum atau usus. ‡ Kadang-kadang pada trauma
tumpul abdomen sukar ditemukan tanda-tanda khusus, maka harus dilakukan pemeriksaan
berulang oleh dokter yang sama untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya perubahan
pada pemeriksaan fisik. ‡ Pada ileus obstruksi terlihat distensi abdomen bila
obstruksinya letak rendah, dan bila orangnya kurus kadang-kadang terlihat
peristalsis usus (Darm-steifung). ‡ Keadaan nutrisi penderita. B. Palpasi a) Akut
abdomen memberikan rangsangan pads peritoneum melalui peradangan atau iritasi
peritoneum secara lokal atau umum tergantung dari luasnya daerah yang terkena
iritasi. b) Palpasi akan menunjukkan 2 gejala : 1. Perasaan nyeri
2. Kejang otot (muscular rigidity, defense musculaire) 1.Perasaan nyeri Perasaan
nyeri yang memang sudah ada terus menerus akan bertambah pads waktu palpasi
sehingga dikenal gejala nyeri tekan dan nyeri lepas. Pada peitonitis lokal akan
timbul rasa nyeri di daerah peradangan pads penekanan dinding abdomen di daerah
lain. 2. Kejang otot (defense musculaire, muscular rigidity) Kejang otot
ditimbulkan karena rasa nyeri pads peritonitis diffusa yang karena rangsangan
palpasi bertambah sehingga secara refleks terjadi kejang otot. C. Perkusi Perkusi
pads akut abdomen dapat menunjukkan 2 hal. 1) Perasaan nyeri oleh ketokan pads
jari. Ini disebut sebagai nyeri ketok. 2) Bunyi timpani karena meteorismus
disebabkan distensi usus yang berisikan gas pads ileus obstruksi rendah. D.
Auskultasi Auskultasi tidak memberikan gejala karena pada akut abdomen terjadi
perangsangan peritoneum yang secara refleks akan mengakibatkan ileus paralitik. E.
Pemeriksaan rectal toucher atau perabaan rektum dengan jari telunjuk juga merupakan
pemeriksaan rutin untuk mendeteksi adanya trauma pads rektum atau keadaan ampulla
recti apakah berisi faeces atau teraba tumor. Setelah data-data pemeriksaan fisik
terkumpul diperlukan juga pemeriksaan tambahan berupa : 1. Pemeriksaan laboratorium
A) Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila
terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan
adanya perdarahan cukup banyak terutama pada kemungkinan ruptura lienalis. Serum
amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi
usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pads hepar.
B) Pemeriksaan urine rutin Menunjukkan adanya trauma pads saluran kemih bila
dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada
saluran urogenital. 2. Pemeriksaan radiologi A) Foto thoraks Selalu harus
diusahakan pembuatan foto thoraks dalam posisi tegak untuk menyingkirkan adanya
kelainan pada thoraks atau trauma pads thoraks. Harus juga diperhatikan adanya
udara bebas di bawah diafragma atau adanya gambaran usus dalam rongga thoraks pada
hernia diafragmatika. B) Plain abdomen foto tegak Akan memperlihatkan udara bebas
dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperitoneal dekat duodenum, corpus
alienum, perubahan gambaran usus. C) IVP (Intravenous Pyelogram) Karena alasan
biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal. D)
Pemeriksaan Ultrasonografi dan CT-scan Bereuna sebagai pemeriksaan tambahan pada
penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan
retroperitoneum. 3.Pemeriksaan khusus A) Abdominal paracentesis Merupalcan
pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam
rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar
dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100±200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5
menit, merupakan indikasi untuk laparotomi. B) Pemeriksaan laparoskopi Dilaksanakan
bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya. C) Bila
dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rektosigmoidoskopi. D) Pemasangan
nasogastric tube (NGT)
untuk memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen. Dari data yang
diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan tambahan dan
pemeriksaan khusus dapat diadakan analisis data untuk memperoleh diagnosis kerja
dan masalah-masalah sampingan yang perlu diperhatikan. Dengan demikian dapat
ditentukan tujuan pengobatan bagi penderita dan langkah-langkah yang diperlukan
untuk mencapai tujuan pengobatan. TUJUAN PENGOBATAN Dapat dibagi dua : 1)
Penyelamatan jiwa penderita 2) Meminimalisasi kemungkinanterjadinyacacaddalam
fungsi fisiologis alat pencemaan penderita. Biasanya langkah-langkah itu terdiri
dari : 1) Tindakan penanggulangan darurat A) Berupa tindakan resusitasi untuk
memperbaiki sistim pernafasan dan kardiovaskuler yang merupakan tindakan
penyelamatan jiwa penderita. Bila sistim vital penderita sudah stabil dilakukan
tindakan lanjutan berupa (B) dan (C). B) Restorasi keseimbangan cairan dan
elektrolit. C) Pencegahan infeksi dengan pemberian antibiotika. 2)Tindakan
penanggulangan definitif Tujuan pengobatan di sini adalah : 1) Penyelamatan jiwa
penderita dengan menghentikan sumber perdarahan. 2) Meminimalisasi cacad yang
mungkin terjadi dengan cara : a. menghilangkan sumber kontaminasi. b.
meminimalisasi kontaminasi yang telah terjadi dengan membersihkan rongga
peritoneum. c. mengembalikan kontinuitaspassage usus dan menyelamatkan sebanyak
mungkin usus yang sehat untuk meminimalisasi cacat fisiologis. Tindakan untuk
mencapai tujuan ini berupa operasi dengan membuka rongga abdomen yang dinamakan
laparotomi.
Laparotomi eksplorasi darurat A) Tindakan sebelum operasi 1. Keadaan umum sebelum
operasi setelah resusitasi sedapat mungkin harus stabil. Bila ini tidak mungkin
tercapai karena perdarahan yang sangat besar, dilaksanakan operasi langsung untuk
menghentikan sumber perdarahan. 2. Pemasangan NGT (nasogastric tube) 3. Pemasangan
dauer-katheter 4. Pemberian antibiotika secara parenteral pads penderita dengan
persangkaan perforasi usus, shock berat atau trauma multipel. 5. Pemasangan thorax-
drain pads penderita dengan fraktur iga, haemothoraks atau pneumothoraks. B) Insisi
laparotomi untuk eksplorasi sebaiknya insisi median atau para median panjang. C)
Langkah-langkah pada laparotomi darurat adalah : 1. Segera mengadakan eksplorasi
untuk menemukan sumber perdarahan. 2. Usaha menghentikan perdarahan secepat mungkin
3. Bila perdarahan berasal dari organ padat penghentian perdarahan dicapai dengan
tampon abdomen untuk sementara. 4. Perdarahan dari arteri besar hams dihentikan
dengan penggunaan klem vaskuler. 5. Perdarahan dari vena besar dihentikan dengan
penekanan langsung. 6. Setelah perdarahan berhenti dengan tindakan darurat
diberikan kesempatan pads anestesi untuk memperbaiki volume darah. 7. Bila terdapat
perforasi atau laserasi usus diadakan penutupan lubang perforasi atau reseksi usus
dengan anastomosis. 8. Diadakan pembersihan rongga peritoneum dengan irigasi
larutan NaCl fisiologik. 9. Sebelum rongga peritoneum ditutup harus diadakan
eksplorasi sistematis dari seluruh organ dalam abdomen mulai dari kanan atas sampai
kiri bawah dengan memperhatikan daerah retroperitoneal duodenum dan bursa
omentalis. 10. Bila sudah ada kontaminasi rongga peritoneum digunakan drain dan
subkutis serta kutis dibiarkan terbuka.

adalah infeksi bacterial pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut adalah keadaan
akut abdomen yang memerlukan pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih
buruk
Jika telah terjadi perforasi, maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis
umum, terjadinya abses, dan komplikasi pascaoperasi seperti fistula dan infeksi
luka operasi. Di Amerika Serikat ada penurunan jumlah kasus dari 100 kasus menjadi
52 kasus setiap 100 ribu penduduk dari tahun 1975 ± 1991. Terdapat 15 ± 30 persen
(30 ± 45 persen pada wanita) gambaran histopatologi yang normal pada hasil
apendektomi. Keadaan ini menambah komplikasi pascaoperasi, seperti adhesi,
konsekuensi beban sosial-ekonomi, kehilangan jumlah hari kerja, dan produktivitas.
Tingkat akurasi diagnosis apendisitis akut berkisar 76 ± 92 persen. Pemakaian
laparoskopi, ultrasonografi, dan Computed Tomography Scanning (CT-scan), adalah
dalam usaha meningkatkan akurasi diagnosis apendisitis akut. Beberapa pemeriksaan
laboratorium dasar masih banyak digunakan dalam diagnosis penunjang apendisitis
akut. C-rective protein (CRP), jumlah sel leukosit, dan hitung jenis se neutrofil
(differential count) adalah petanda yang sensitif proses inflamasi. Pemeriksaan ini
sangat mudah, cepat, dan murah untuk Rumah Sakit di daerah. CRP adalah salah satu
komponen protein fase akut yang akan meningkat 4 ± 6 jam setelah terjadinya proses
inflamasi, yang dapat dilihat dengan melalui proses elektroforesis serum protein.
Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80 ± 90% dan lebih dari 90%.
Pemeriksaan CRP mudah untuk setiap Rumah Sakit didaerah, tidak memerlukan waktu
yang lama (5 -10 menit), dan murah. Nyeri abdomen akut di luar sebab trauma
memberikan banyak kemungkinan diagnosis. Untuk menetapkan diagnosisnya kadangkala
sangat sulit sehingga berdampak pada morbiditas penderita. Dombal (1990)
mengemukakan bahwa akurasi diagnosis pada nyeri abdomen akut hanyalah 4565%.
Penderita abdomen akut umumnya terlambat masuk ke Rumah Sakit, sehingga biasanya
sudah disertai macam-macam penyulit yang perlu diatasi lebih dahulu dan memerlukan
penanganan yang lebih kompleks. Keterlambatan dapat disebabkan oleh ketidaktahuan
atau penderita tidak mengerti, atau keterlambatan disebabkan oleh dokter yang tidak
melakukan diagnosis atau bahkan membuat diagnosis yang salah, atau keterlambatan
disebabkan oleh penanggulangan yang terlambat di Rumah Sakit Nyeri abdomen pada
anak disebabkan oleh kecerobohan diet atau infeksi saluran pencernaan, namun dokter
harus selalu mempertimbangkan adanya apendisitis akut karena hal tersebut merupakan
kasus abdomen akut yang paling penting dan paling banyak pada anak Apendisitis akut
dapat terjadi pada semua umur. Pada anak sering terjadi sekitar umur 6-10 tahun.
Diagnosis apendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya berdasarkan
gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi antara anak, orang tua dan
dokter. Sebagian besar anak belum mampu untuk mendiskripsikan keluhan yang dialami,
suatu hal yang relatif lebih mudah pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka
apendektomi negatif sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30% (Ramachandran,
1996). Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan medis ialah
membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan
insidensi apendektomi negatif,
salah satunya adalah dengan instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem
skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang invasif .
Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala ,
tiga tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan
praoperasi dan untuk menilai derajat keparahan apendisitis (Alvarado, 1986; Rice,
1999). Instrumen lain yang sering dipakai pada apendisitis akut anak adalah
klasifikasi klinikopatologi dari Cloud. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan
gejala klinis dan temuan durante operasi (Cloud, 1993). Morbiditas dan mortalitas
apendisitis akut anak masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan keterlambatan
diagnosis dan penanganan pembedahan, pembedahan yang terlambat mungkin tetap
berhubungan dengan perforasi. Sebagian besar penderita dengan risiko apendisitis
perforasi mempunyai skor Alvarado yang tinggi Epidemiologi Sejarah apendisitis
dimulai pada tahun 1827 oleh Melier yang pertama kali menyebutkan proses inflamasi
di sekum dengan typhlitis atau perityphlitis. Sebelumnya pada tahun 1735, Claudius
Amyant melakukan apendektomi pertama kali pada saat operasi hernia inguinal.
Kemudian Reginald H dan Fitz adalah orang pertama yang memeriksa apendiks secara
histopatologi dari hasil operasi. Sejarah modern apendisitis dimulai dari tulisan
klasik Charles McBurney tahun 1889, yang dipublikasikan dalam New York Surgical
Society on Nov 13,1889. McBurney mendiskripsikan inflamasi akut di kuadran kanan
bawah biasanya disebabkan oleh apendisitis, yang sebelumnya disebut oleh Melier
dengan typhlitis atau perityphlitis Angka mortalitas yang tinggi dari apendisitis
akut mengalami penurunan dalam beberapa dekade. Hawk et al, membandingkan kasus
apendisitis akut pada periode 1933 ± 1937 dengan 1943 ± 1948. Angka mortalitas
pasien apendisitis akut dengan peritonitis local menurun dari 5% menjadi 0%. Angka
mortalitas pasien apendisitis akut dengan peritonitis umum menurun dari 40,6%
menjadi 7,5%. Pada tahun 1930, 15 kasus meninggal karena apendisitis dari 100 ribu
populasi, sedangkan 30 tahun kemudian hanya 1 kasus meninggal dari 100 ribu
polpulasi. Pada tahun 1977, mortalitas pasien dengan apendisitis akut tanpa
perforasi 0,1% ± 0,6% dan dengan perforasi 5% Apendiks Vermiformis Apendiks sebagai
bagian dari sistem pencernaan mulai diterangkan secara tersendiri pada awal abad
16. Adalah seorang pelukis Italia terkenal yang bernama Leonardo da Vinci yang
pertamakali menggambarkan apendiks sebagai organ tersendiri. Pada waktu itu
disebutnya orecchio yang berarti telinga. Sebelumnya apendisitis hanya dapat
dibuktikan dengan dilakukannya bedah jenasah. Pada tahun 1736 oleh Amyand, seorang
dokter bedah Inggris, berhasil dilakukan operasi pengangkatan apendiks pada saat
melakukan operasi hernia pada anak laki-laki. Dialah yang dikenal sebagai orang
yang pertamakali melakukan operasi apendektomi . Istilah apendisitis pertamakali
digunakan oleh Reginal Fitz, 1886, seorang profesor patologi anatomi dari Harvard,
untuk menyebut proses peradangan yang biasanya disertai ulserasi dan perforasi pada
apendiks. Tiga tahun kemudian (1889), Charles Mc Burney seorang profesor bedah dari
universitas Columbia menemukan titik nyeri tekan maksimal dengan melakukan
penekanan pada satu jari yaitu tepat di 1,5-2 inchi dari spina iliaca anterior
superior (SIAS) yang ditarik garis lurus dari SIAS tersebut ke umbilikus. Titik
tersebut kemudian dikenal sebagai titik Mc Burney Anatomi dan Embriologi Sistem
digestif yang secara embriologi berasal dari midgut meliputi duodenum distal muara
duktus koledukus, usus halus, sekum dan apendiks, kolon asendens, dan ½ sampai ¾
bagian oral kolon transversum. Premordium sekum dan apendiks Vermiformis (cecal
diverticulum) mulai tumbuh pada umur 6 minggu kehamilan, yaitu penonjolan dari tepi
antimesenterium lengkung midgut bagian kaudal. Selama perkembangan antenatal dan
postnatal, kecepatan pertumbuhan sekum melebihi kecepatan pertumbuhan apendiks,
sehingga menggeser apendiks ke arah medial di depan katup ileosekal. Apendiks
mengalami pertumbuhan memanjang dari distal sekum selama kehamilan. Selama masa
pertumbuhan bayi, terjadi juga pertumbuhan bagian kanandepan sekum, akibatnya
apendiks mengalami rotasi kearah postero-medial dan menetap pada posisi tersebut
yaitu 2,5 cm dibawah katup ileosekal, sehingga pangkal apendiks di sisi medial.
Organ ini merupakan organ yang tidak mempunyai kedudukan yang menetap didalam
rongga abdomen. Hubungan pangkal apendiks ke sekum relatif konstan, sedangkan ujung
dari apendiks bisa ditemukan pada posisi retrosekal, pelvikal, subsekal, preileal
atau parakolika kanan. Posisi apendiks retrosekal paling banyak ditemukan yaitu 64%
kasus. Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar
submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan
pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina
serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks.
Bila letak apendiks retrosekal maka tidak tertutup oleh peritoneum viscerale
(Soybel, 2001). Menurut Wakeley (1997) lokasi apendiks adalah sebagai berikut:
retrosekal (65,28%), pelvikal (31,01%), subsekal (2,26%), preileal (1%) dan
postileal serta parakolika kanan (0,4%) (Schwartz, 1990). Pada 65% kasus apendiks
terletak intraperitoneal. Kedudukan apendiks memungkinkan bergerak dalam ruang
geraknya tergantung pada panjangnya mesoapendiks. Pada kasus selebihnya apendiks
terletak retroperitoneal yaitu di belakang sekum, dibelakang kolon askenden atau
tepi lateral kolon askenden. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak dari
apendiks. Pada posisi retrosekal, kadang-kadang appendiks menjulang kekranial ke
arah ren dekster, sehingga keluhan penderita adalah nyeri di regio flank kanan. Dan
kadang diperlukan palpasi yang agak dalam pada keadaan tertentu karena appendiks
yang mengalami inflamasi ini secara kebetulan terlindungi oleh sekum yang biasanya
mengalami sedikit dilatasi Letak appendik mungkin juga bisa di regio kiri bawah hal
ini dipakai untuk penanda kemungkinan adanya dekstrokardia. Kadang pula panjang
appendiks sampai melintasi linea mediana abdomen, sehingga bila organ ini meradang
mengakibatkan nyeri perut kiri bawah. Juga pada kasus-kasus malrotasi usus kadang
appendiks bisa sampai diregio epigastrum, berdekatan dengan gaster atau hepar lobus
kanan. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya bervariasi berkisar
antara 2-22 cm. Letak basis apendiks berada pada posteromedial sekum pada pertemuan
ketiga taenia koli, kirakira 1-2 cm di bawah ileum. Dari ketiga taenia tersebut
terutama taenia anterior yang digunakan
sebagai penanda untuk mencari basis apendiks. Basis apendiks terletak di fossa
iliaka kanan, bila diproyeksikan ke dinding abdomen terletak di kuadran kanan bawah
yang disebut dengan titik Mc Burney. Kira-kira 5% penderita mempunyai apendiks yang
melingkar ke belakang sekum dan naik (ke arah kranial) pada posisi retroperitoneal
di belakang kolon askenden. Apabila sekum gagal mengalami rotasi normal mungkin
apendiks bisa terletak di mana saja di dalam kavum abdomen. Pada anak-anak apendiks
lebih panjang dan lebih tipis daripada dewasa oleh karena itu pada peradangan akan
lebih mudah mengalami perforasi. Sampai umur kurang lebih 10 tahun, omentum mayus
masih tipis, pendek dan lembut serta belum mampu membentuk pertahanan atau
pendindingan (walling off) pada perforasi, sehingga peritonitis umum karena
apendisitis akut lebih umum terjadi pada anak-anak daripada dewasa (Raffensperger.
Apendiks kekurangan sakulasi dan mempunyai lapisan otot longitudinal, mukosanya
diinfiltrasi jaringan limfoid. Pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit ke arah ujung. Keadaan ini memungkinkan menjadi sebab
rendahnya kasus apendisitis pada umur tersebut , 1990). Apendiks mempunyai lumen
yang sempit, bentuknya seperti cacing, dan apeksnya menempel pada sekum. Apendiks
pada bayi berbentuk konikal. Panjang apendiks bervariasi dari 2 ± 20 cm dengan
panjang rata-rata 6 ± 9 cm. Diameter masuk lumen apendiks antara 0,5 ± 15 mm.
Lapisan epitel lumen apendiks seperti pada epitel kolon tetapi kelenjar
intestinalnya lebih kecil daripada kolon. Apendiks mempunyai lapisan muskulus dua
lapis. Lapisan dalam berbentuk sirkuler yang merupakan kelanjutan dari lapisan
muskulus sekum, sedangkan lapisan luar berbentuk muskulus longitudinal yang
dibentuk oleh fusi dari 3 tenia koli diperbatasan antara sekum dan apendiks. Pada
masa bayi folikel kelenjar limfe submukosa masih ada. Folikel ini jumlahnya terus
meningkat sampai puncaknya berjumlah sekitar 200 pada usia 12 ± 20 tahun. Setelah
usia 30 tahun ada pengurangan jumlah folikel sampai setengahnya, dan berangsur
menghilang pada usia 60 tahun. Mesoapendiks terletak dibelakang ileum terminal yang
bergabung dengan mesenterium intestinal. Vaskularisasi appendiks mendapatkan darah
dari cabang a. ileokolika berupa appendiksularis yang merupakan satu-satunya
feeding arteri untuk appendiks, sehingga apabila terjadi trombus pada appendiksitis
akuta akan berakibat berbentuk gangren, dan bahkan perforasi dari appendiks
tersebut. Arteri apendikuler adalah cabang terminal dari arteri ileokolika dan
berjalan pada ujung bebas mesoapendiks. Kadang-kadang pada mesenterium yang
inkomplet, arteri ini terletak panda dinding sekum. Pada mesoapendiks yang pendek
dapat berakibat apendiks yang terfiksir (immobile). Kadang-kadang arteri
apendikularis berjumlah dua. . Namun demikian pangkal appendik ternyata mendapatkan
vaskularisasi tambahan dari cabang-cabang kecil arteri sekalis anterior dan
posterior . Vena appendiks bermuara di vena ileokalika yang melanjutkan diri ke
vena mesenterika superior. Sedangkan sistim limfatiknya mengalir ke lymfonodi
ileosekal Pembuluh limfe mengalirkan cairan limfe ke satu atau dua noduli limfatisi
yang terletak pada mesoapendiks. Dari sini cairan limfe berjalan melalui sejumlah
noduli limfatisi mesenterika untuk mencapai noduli limfatisi mesenterika superior.
Syaraf apendiks berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari
pleksus mesenterika superior. Serabut syaraf aferen yang menghantarkan
rasa nyeri visceral dari apendiks berjalan bersama saraf simpatis dan masuk ke
medulla spinalis setinggi segmen torakal X karena itu nyeri visceral pada apendiks
bermula disekitar umbilikus. Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir
itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dicurahkan ke sekum
Menurut Tranggono (1989) mempelajari posisi anatomi apendiks vermiformis meliputi
pembahasan secara topografi yaitu : 1. Holotopi Holotopi adalah posisi yang
sebenarnya dari suatu organ pada tubuh manusia. Apendiks vermiformis terletak di
kwadran kanan bawah dan di region iliaka kanan. 2.Skeletopi Skeletopi adalah posisi
organ manusia menunjuk pada kerangka atau tulang. Pangkal apendiks vermiformis
terletak pada perpotongan garis interspinal dengan garis lateral vertikal dari
titik pertengahan ligamentum inguinale dan ventral fossa iliaka kanan 3. Sintopi.
Sintopi adalah posisi organ terhadap organ-organ disekitarnya, Apendiks vermiformis
di sebelah bawah sekum di ventral ureter kanan, a. testikularis kanan, bisa di
depan ileum atau dibelakang ileum. Malrotasi atau maldesesnsus dari sekum akan
mengakibatkan kelainan letak dari apendiks sehingga mungkin saja terletak
disepanjang daerah fossa iliaka kanan dan area infrasplenik kiri. Dalam hal
terdapat transposisi dari visera maka apendiks dapat terletak di kwadran kiri
bawah. Mengingat akan kemungkinan-kemungkinan kelainan posisi atau letak sekum ini
sangat penting, karena hal ini sering mendatangkan kesulitan dalam menegakkan
diagnosis bila terjadi peradangan pada apendiks tersebut. Suatu anomaly yang sangat
jarang terjadi adalah duplikasi apendiks seperti dikemukakan oleh Green. Sementara
menurut Waugh duplikasi apendiks ini tidak ada hubungannya dengan duplikasi sekum.
Kedua apendiks mungkin terbungkus dalam sarung fibrous dan dikelilingi oleh satu
lapisan otot dan rongganya mungkin berhubungan sebagian atau seluruhnya atau
mungkin berasal secara terpisah dari sekum. Ada yang berpendapat bahwa apendiks
yang kedua merupakan suatu divertikel sekum yang kongenital. Karena apendiks
merupakan suatu kantong yang buntu dengan lumen yang sempit dan seperti traktus
intestinalis lainnya secara normal berisi bakteri, resiko stagnasi dari isi
apendiks yang terinfeksi selalu ada. Resiko ini akan bertambah hebat dengan adanya
suatu mekanisme valvula pada pangkal apendiks yang dikenal dengan valvula Gerlach .
Dengan adanya benda-benda asing yang terperangkap dalam lumen apendiks, posisinya
yang mobil, dan adanya kinking, bands, adhesi dan lain-lain keadaan yang
menyebabkan angulasi dari apendiks, maka keadaan akan semakin diperburuk. Banyaknya
jaringan limfoid pada dindingnya juga akan mempermudah terjadinya infeksi pada
apendiks.
Organ lain di luar apendiks yang mempunyai peranan besar apabila terjadi peradangan
apendiks adalah omentum. Ini merupakan salah satu alat pertahanan tubuh apabila
terjadi suatu proses intraabdominal termasuk apendiks. Pada umur dibawah 10 tahun
pertumbuhan omentum ini pada umumnya belum sempurna, masih tipis dan pendek,
sehingga belum dapat mencapai apensdiks apabila terjadi peradangan apendiks. Hal
inilah yang merupakan salah satu sebab lebih mudah terjadi perforasi dan
peritonitis umum pada apendisitis anak. Appendiks vermiformis (umbai cacing)
terletak pada puncak caecum , pada pertemuan ke-3 tinea coli yaitu :
y y y

Taenia libra Taenia omentalis Taenia mesocolica

Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat


Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula
appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Lumen bagian
proksimal menyempit , bagian distal melebar. Hal ini berlawanan pada bayi, sehingga
menyebabkan rendahnya insidensi appendisitis pada usia tersebut. Secara histologis
mempunyai 4 lapisan yaitu tunika : - Mukosa - Sub mukosa , banyak terdapat limfoid
- Muskularis Terdapat Stratum circulare(dalam) dan stratum longitudinale (luar),
stratum longitunale merupakan gabungan dari ke-3 taenia coli. - Serosa, hanya pada
appendiks letak intraperitoneal Posisi appendik : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Ileocecal
Antecaecal , di depan caecum Retrocaecal , Intra dan Retro peritoneal Anteileal
RetroIleal Pelvical
Appendiks mendapat vaskularisasi dari a.Appendicularis a.Iliocolica a. Mesenterica
superior. a. Appendicularis merupakan suatu arteri yang tidak memiliki kolateral
(endarteri) , sehingga jika tersumbat mengakibatkan ganggren. Darah dari appendiks
di drainage ke v. appendicularis v. Ileocolica. Innervasi appendiks dari cabang n.X
(parasimpatis), sehingga nyeri viseral pada appendisitis bermula disekitar
umbilikus. Grade Appendisitis pada Anak : I. Simple II. Suppuren III. Ganggren IV.
Ruptur V. Abses Gambaran Appendicogram : Filling defect, Non Filling defect,
Parsial, Irreguler, Tail mouse Patofisiologi Apendiks vermiformis pada manusia
biasanya dihubungkan dengan ³organ sisa yang tidak diketahui fungsinya´. Pada
beberapa jenis mamalia ukuran apendiks sangat besar seukuran sekum itu sendiri,
yang ikut berfungsi dalam proses digesti dan absorbsi dalam sistem gastrointestinal
Pada percobaan stimulasi dengan rangsangan, apendiks cenderung menekuk ke sisi
antimesenterial. Hal ini mengindikasikan serabut muskuler pada sisi mesenterial
berkembang lebih lemah. Secara anatomi pembuluh arteri masuk melalui sisi muskuler
yang lemah ini. Kontraksi muskulus longitudinal akan diikuti oleh kontraksi
muskulus sirkuler secara sinergis, lambat, dan berakhir beberapa menit. Gerakan
aktif dapat dilihat pada bagian pangkal apendiks dan semakain ke distal gerakan
semakin berkurang. Pada keadaan inflamasi, kontraksi muskuli apendiks akan
terganggu Pada keadaan normal tekanan dalam lumen apendiks antara 15 ± 25 cmH2O dan
meningkat menjadi 30 ± 50 cmH2O pada waktu kontraksi. Pada keadaan normal tekanan
panda lumen sekum antara 3 ± 4 cmH2O, sehingga terjadi perbedaan tekanan yang
berakibat cairan di dalam lumen apendiks terdorong masuk sekum. Mukosa normal
apendiks dapat mensekresi cairan 1 ml dalam 24 jam (Riwanto I, 1992). Apendiks juga
berperan sebagai sistem immun pada sistem gastrointestinal (GUT). Sekresi
immunoglobulin diproduksi oleh Gut-Associated Lymphoid Tissues (GALD) dan hasil
sekresi yang dominan adalah IgA. Antibodi ini mengontrol proliferasi bakteri,
netralisasi virus, dan mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal
lainnya. Pemikiran bahwa apendiks adalah bagian dari sistem GALD yang mensekresi
globulin kurang banyak berkembang.
Hal ini dapat dibuktikan pada pengangkatan apendiks tidak terjadi efek pada sistem
immunologi Meskipun kelainan pada apendisitis akut disebabkan oleh infeksi bakteri,
faktor yang memicu terjadinya infeksi masih belum diketahui secara jelas. Pada
apendisitis akut umumnya bakteri yang berkembang pada lumen apendiks adalah
Bacteroides fragilis dan Escherichea colli. Kedua bakteri ini adalah flora normal
usus. Bakteri ini menginvasi mukusa, submukosa, dan muskularis, yang menyebabkan
udem, hiperemis dan kongesti local vaskuler, dan hiperplasi kelenjar limfe. Kadang-
kadang terjadi trombosis pada vasa dengan nekrosis dan perforasi Beberapa
penelitian tentang faktor yang berperan dalam etiologi terjadinya apendisitis akut
diantaranya: obstruksi lumen apendiks, Obstruksi bagian distal kolon, erosi mukosa,
konstipasi dan diet rendah serat Percobaan pada binatang dan manusia menunjukkan
bahwa total obstruksi pada pangkal lumen apendiks dapat menyebabkan apendisitis.
Beberapa keadaan yang mengikuti setelah terjadi obstruksi yaitu: akumulasi cairan
intraluminal, peningkatan tekanan intraluminal, obstruksi sirkulasi vena, stasis
sirkulasi dan kongesti dinding apendiks, efusi, obstruksi arteri dan hipoksia,
serta terjadinya infeksi anaerob. Pada keadaan klinis, faktor obstruksi ditemukan
dalam 60 ± 70 persen kasus. Enam puluh persen obstruksi disebabkan oleh hiperplasi
kelenjar limfe submukosa, 35% disebabkan oleh fekalit, dan 5% disebabkan oleh
faktor obstruksi yang lain. Keadaan obstruksi berakibat terjadinya proses inflamasi
Obstruksi pada bagian distal kolon akan meningkatkan tekanan intralumen sekum,
sehingga sekresi lumen apendiks akan terhambat keluar. Arnbjornsson melaporkan
prevalensi kanker kolorektal pada usia lebih dari 40 tahun, ditemukan setelah 30
bulan sebelumnya dilakukan apendektomi, lebih besar dibandingkan jumlah kasus pada
usia yang sama. Dia percaya bahwa kanker kolorektal ini sudah ada sebelum dilakukan
apendektomi dan menduga kanker inilah yang meningkatkan tekanan intrasekal yang
menyebabkan apendisitis Beberapa penelitian klinis berpendapat bahwa Entamoeba
histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis dapat menyebabkan
erosi membrane mukosa apendiks dan perdarahan. Pada kasus infiltrasi bakteri, dapat
menyebabkan apendisitis akut dan abses Pada awalnya Entamoeba histolytica
berkembang di kripte glandula intestinal. Selama infasi pada lapisan mukosa,
parasit ini memproduksi ensim yang dapat menyebabkan nekrosis mukosa sebagai
pencetus terjadinya ulkus. Keadaan berikutnya adalah bakteri yang menginvasi dan
berkembang pada ulkus, dan memprovokasi proses inflamasi yang dimulai dengan
infiltrasi sel radang akut Konstipasi dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intraluminal sekum, yang dapat diikuti oleh obstruksi fungsional apendiks dan
berkembangbiaknya bakteri. Penyebab utama konstipasi adalah diet rendah serat. Diet
rendah serat dapat menyebabkan feses menjadi memadat , lebih lengket dan berbentuk
makin membesar, sehingga membutuhkan proses transit dalam kolon yang lama Diet
tinggi serat tidak hanya memperpendek waktu transit feses dalam kolon, tetapi dapat
juga mengubah kandungan bakteri. Hill et al menyimpulkan bahwa bakteri yang
terdapat dalam feses orang Amerika dan Inggris (yang mengkonsumsi rendah serat)
lebih tinggi dibandingkan feses orang Uganda, India, dan Jepang. Beberapa
penelitian juga menyebutkan adanya insidesi apendisitis di negara maju seperti
Amerika dan Inggris yang kurang mengkonsumsi serat lebih besar dibandingkan di
Afrika dan Asia
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke dalam sekum. Hambatan aliran dalam muara
apendiks berperan besar dalam patogenesis apendisitis. Jaringan limfoid pertamakali
terlihat di submukosa apendiks sekitar 2 minggu setelah kelahiran. Jumlah jaringan
limfoid meningkat selama pubertas, dan menetap dalam waktu 10 tahun berikutnya,
kemudian mulai menurun dengan pertambahan umur. Setelah umur 60 tahun, tidak ada
jaringan limfoid yang terdapat di submukosa apendiks (Kozar dan Roslyn, 1999; Way,
2003). Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid
tissue) yang terdapat di sepanjang saluran pencernaan termasuk apendiks adalah Ig
A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung infeksi. Namun demikian
pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh, sebab jaringan limfoid
disini kecil jika dibandingkan jumlah di saluran pencernaan dan seluruh tubuh
(Sjamsuhidayat, 1997) Peradangan apendiks biasanya dimulai pada mukosa dan kemudian
melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks mulai dari submukosa, lamina muskularis
dan lamina serosa . Proses awal ini terjadi dalam waktu 12 ± 24 jam pertama.
Obstruksi pada bagian yang lebih proksimal dari lumen menyebabkan stasis bagian
distal apendiks, sehingga mucus yang terbentuk secara terus menerus akan
terakumulasi. Selanjutnya akan menyebabkan tekanan intraluminer meningkat, kondisi
ini akan memacu proses translokasi kuman dan terjadi peningkatan jumlah kuman di
dalam lumen apendiks cepat. Selanjutnya terjadi gangguan sirkulasi limfe yang
menyebabkan udem. Kondisi yang kurang baik ini akan memudahkan invasi bakteri dari
dalam lumen menembus mukosa dan menyebabkan ulserasi mukosa apendiks, maka
terjadilah keadaan yang disebut apendisitis fokal , atau apendisitis simple .
Obstruksi yang berkelanjutan menyebabkan tekanan intraluminer semakin tinggi dan
menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi vaskuler. Sirkulasi venular akan
mengalami gangguan lebih dahulu daripada arterial. Keadaan ini akan menyebabkan
udem bertambah berat, terjadi iskemi, dan invasi bakteri semakin berat sehingga
terjadi pernanahan pada dinding apendiks, terjadilah keadaan yang disebut
apendisitis akuta supuratif. Pada keadaan yang lebih lanjut tekanan intraluminer
akan semakin tinggi, udem menjadi lebih hebat, terjadi gangguan sirkulasi arterial.
Hal ini menyebabkan terjadinya gangren pada dinding apendiks terutama pada daerah
antemesenterial yang relatif miskin vaskularisasi. Gangren biasanya di tengah-
tengah apendiks dan berbentuk ellipsoid. Keadaan ini disebut apendisitis
gangrenosa. Apabila tekanan intraluminer semakin meningkat, akan terjadi perforasi
pada daerah yang gangrene tersebut. Material intraluminer yang infeksius akan
tercurah ke dalam rongga peritoneum dan terjadilah peritonitis lokal maupun general
tergantung keadaan umum penderita dan fungsi pertahanan omentum. Apabila fungsi
omentum baik, tempat yang mengalami perforasi akan ditutup oleh omentum, terjadilah
infitrat periapendikular . Apabila kemudian terjadi pernanahan maka akan terbentuk
suatu rongga yang berisi nanah di sekitar apendiks,terjadilah keadaan yang disebut
abses periapendikular. Apabila omentum belum berfungsi baik, material infeksius
dari lumen apendiks tersebut akan menyebar di sekitar apendiks dan terjadi
peritonitis lokal. Selanjutnya apabila keadaan umum tubuh cukup baik, proses akan
terlokalisir , tetapi apabila keadaan umumnya kurang baik maka akan terjadi
peritonitis general . Pemakaian antibiotika akan mengubah perlangsungan proses
tersebut sehingga dapat terjadi keadaan keadaan seperti apendisitis rekurens,
apendisitis khronis, atau yang lain. Apendisitis
rekurens adalah suatu apendisitis yang secara klinis memberikan serangan yang
berulang, durante operasi pada apendiks terdapat peradangan dan pada pemeriksaan
histopatologis didapatkan tanda peradangan akut. Sedangkan apendisitis khronis
digambarkan sebagai apendisitis yang secara klinis serangan sudah lebih dari 2
minggu, pendapatan durante operasi maupun pemeriksaan histopatologis menunjukkan
tanda inflamasi khronis, dan serangan menghilang setelah dilakukan apendektomi.
Bekas terjadinya infeksi dapat dilihat pada durante operasi, dimana apendiks akan
dikelilingi oleh perlekatan perlekatan yang banyak. Dan kadangkadang terdapat pita-
pita bekas peradangan dari apendiks keorgan lain atau ke peritoneum. Apendiks dapat
tertekuk, terputar atau terjadi kinking, kadang-kadang terdapat stenosis partial
atau ada bagian yang mengalami distensi dan berisi mucus (mukokel). Atau bahkan
dapat terjadi fragmentasi dari apendiks yang masing-masing bagiannya dihubungkan
oleh pita-pita jaringan parut. Gambaran ini merupakan ³gross pathology´ dari suatu
apendisitis khronika . Etiologi & Patogenesis Penyebab belum diketahui Faktor yang
mempengaruhi :
y

Obstruksi (60%) membatu bijian

1. Hiperplasi kelenjar getah bening 2. Fecolith (35%) , masa feces yang 3. Corpus
alienum (4%) , biji ± 4. Striktur lumen (1%), kinking , karena mesoappendiks
pendek, adesi
y

Infeksi

Biasanya secara hematogen dari tempat lain, misal : pneumonia, tonsilitis dsb.
Antara lain jenis kuman : E. Coli, Streptococcus Ada 4 faktor yang mempengaruhi
terjadinya appendisitis : 1. 2. 3. 4. Adanya isi lumen Derajat sumbatan yang terus
menerus Sekresi mukus yang terus menerus Sifat inelastis / tak lentur dari mukosa
appendik

Akibat sumbatan / obstruksi mengakibatkan sekresi mukus terganggu , sehingga


tekanan intra lumen meningkat mengakibatkan gangguan drainage pada :
y y y

Limfe : Oedem kuman masuk ulcerasi mukosa Appendisitis akut Vena :


TrombusIskhemikuman masuk pus Appendisitis Supuratif Arteri : Nekrosis kuman masuk
ganggren Appendisitis ganggrenosa Perforasi peritonitis umum
Appendisitis akut setelah 48 jam dapat menjadi : 1. 2. 3. 4. Sembuh Kronik
Perforasi Infiltrat / abses

Ini terjadi bila proses berjalan lambat, ileum terminale, caecum dan omentum akan
membentuk barier dalam bentuk infiltrat. Pada anak-anak dimana omentum pendek dan
orang tua dengan daya tahan tubuh yang menurun sulit terbentuk infiltrat, sehingga
kemungkinan terjadi perforasi lebih besar. Sampai saat ini masih menjadi perdebatan
dan spekulasi umum di kalangan para ahli mengenai penyebab pasti dari apendisitis.
Beberapa penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intra sekal yang berakibat sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Semuanya ini akan mempermudah
timbulnya apendisitis. Ada beberapa teori yang sudah diajukan, seperti teori
sumbatan, teori infeksi, teori konstipasi dan teori hygiene ,namun hal ini juga
belum jelas benar. Diperkirakan pula bahwa pada penderita tua obstipasi merupakan
factor resiko yang utama,sedangkan pada umur muda adalah adanya pembengkakan sistim
limfatik apendiks akibat infeksi virus. Disebut pula adanya perubahan konsentrasi
flora usus dan spasme sekum mempunyai peranan yang besar. Pada teori sumbatan
dikatakan bahwa terjadinya apendisitis diawali adanya sumbatan dari lumen apendiks.
Hal ini disokong dari hasil pemeriksaan histologis pascaoperasi dan eksperimen pada
binatang percobaan. Seperti yang di dapat oleh Collins yang dikutip oleh
Arnbjornsson pada 3400 kasus, 50% nya telah terbukti apendisitis dan ditemukan
adanya factor obstruksi ini. Condon menyebutkan bahwa apendisitis adalah akibat
dari obtruksi yang diikuti infeksi. Disebutkan bahwa 60% kasus berhubungan dengan
obstruksi yang disebabkan hiperplasi jaringan limfoid submukosa dan 35% karena
stasis fekal atau fekalit sementara 4% karena benda asing lainnya dan 1% karena
striktur atau hal-hal lainnya yang menyebabkan penyempitan dari lumen
apendiks.Teori ini juga didukung oleh penemuan Wangensteen dan Brower (1939) yang
mengatakan bahwa pada 75% apendisitis akut terdapat obstruksi dari lumen apendiks,
dan pada apendisitis gangrenosa seluruhnya terdapat obstruksi. Selanjutnya
apendisitis yang berhubungan dengan obstruksi yang disebabkan hyperplasia jaringan
limfoid submukosa disebutkan lebih banyak lagi terjadi pada anak-anak, sementara
obstruksi karena fekalit atau benda asing lebih banyak ditemukan sebagai penyebab
apendisitis pada orang dewasa. Adanya fekalit dihubungkan oleh para ahli dengan
hebatnya perjalanan penyakitnya Bila terdapat fekalit (apendikolit) pada pasien-
pasien dengan gejala akut kemungkinan apendiks telah mengalami komplikasi yaitu
gangren 77%, sedang bila tidak ditemukan apendikolit dan hanya gangren 42%.Satu
seri lain menyebutkan bahwa apendisitis akut dengan apendikolit terdapat
kemungkinan gangren atau perforasi sebanyak 50% . Selain fekalit dan hyperplasia
kel limfoid kita hendak tidak boleh melupakan sebab obstruksi yang lain ,apalagi
untuk negara kita
Indonesia dan negara-negara Asia khususnya yaitu penyumbatan yang disebabkan oleh
cacing dan parasit lainnya. Bila terjadi infeksi, bakteri enteral memegang peranan
yang penting. Pada penderita muda yang memiliki jaringan limfoid yang banyak, maka
akan terjadi reaksi radang dan selanjutnya jaringan limfoid akan berproliferasi
akibat selanjutnya akan mengakibatkan penyumbatan pada lumen apendiks. Hal inilah
yang menjadi alasan mengapa ada yang beranggapan bahwa obstruksi yang terjadi
merupakan adalah proses lanjutan dari inflamasi yang terjadi sebagai akibat adanya
infeksi. Kalaupun obstruksi berperan hanyalah pada proses awalnya saja.19
Selanjutnya dipercaya juga bahwa infeksi bakteri enterogen merupakan factor
patogenetik primer pada proses apendisitis. Diyakini bahwa adanya fekalit didalam
lumen apendiks yang sebelumnya telah terinfeksi hanya memperburuk dan memperberat
infeksi karena terjadinya peningkatan tekanan intraluminar apendiks. Ada
kemungkinan lain yang menyokong teori infeksi enterogen ini adalah kemungkinan
tertelannya bakteri dari suatu focus di hidung atau tenggorokan sehingga dapat
menyebabkan proses peradangan pada apendiks. Secara hematogen dikatakan mungkin
saja dapat terjadi karena dianggap apendiks adalah ³tonsil´ abdomen. Pada teori
konstipasi dapat dikatakan bahwa konstipasi sebagai penyebab dan mungkin pula
sebagai akibat dari apendisitis. Tapi hal ini masih perlu dipertanyakan lagi,
sebenarnya apakah konstipasi ini benar berperan dalam terjadinya apendisitis.
Banyak pasien-pasien konstipasi kronis yang tidak pernah menderita apendisitis dan
sebaliknya orang ±orang yang tidak pernah mengeluh konstipasi mendapatkan
apendisitis. Penggunaan yang berlebihan dan terus menerus dari laksatif pada kasus
konstipasi akan memberikan kerugian karena hal tersebut akan merubah suasana flora
usus dan akan menyebabkan terjadinya keadaan hyperemia usus yang merupakan
permulaan dari proses inflamasi. Bila kebetulan sakit perut yang dialami disebabkan
apendisitis maka pemberiaan purgative akan merangsang peristaltic yang merupakan
predisposisi untuk terjadinya perforasi dan peritonitis. Radang appendix biasanya
disebabkan karena obstruksi lumen yang disertai dengan infeksi. Appendicitis
diklasifikasikan sebagai berikut: (Ellis, 1989) 1. Acute appendicitis tanpa
komplikasi. (cataral appendicitis) Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub
mucosa saja. Appendix kadang tampak normal, atau hanya hiperemia saja. Bila
appendix tersebut dibuka, maka akan tampak mukosa yang menebal, oedema dan
kemerahan. Kondisi ini disebabkan invasi bakteri dari jaringan limpoid ke dalam
dinding appendix. Karena lumen appendix tak tersumbat. Maka hal ini hanya
menyebabkan peradangan biasa. Bila jaringan limpoid di dinding appendix mengalami
oedema, maka akam mengakibatkan obstruksi lumen appendix, yang akan mempengaruhi
feeding sehingga appendix menjadi gangrena, seterusnya timbul infark. Atau hanya
mengalami perforasi (mikroskopis), dalam hal ini serosa menjadi kasar dan dilapisi
eksudat fibrin Post appendicitis acute, kadang-kadnag terbentuk adesi yang
mengakibatkan kinking, dan kejadian ini bisa membentuk sumbatan pula
2.

Acute appendicitis dengan komplikasi:


y y

Peritonitis. Abses atau infiltrat.

Merupakan appendicitis yang berbahaya, karena appendix menjadi lingkaran tertutup


yang berisi ³fecal material´, yang telah mengalami dekomposisi. Perbahan setelah
terjadinya sumbatan lumen appendix tergantung daripada isi sumbatan. Bila lumen
appendix kosong, appendix hanya mengalami distensi yang berisi cairan mucus dan
terbentuklah mucocele. Sedangkan bakteria penyebab, biasanya merupakan flora normal
lumen usus berupa aerob (gram + dan atau gram ± ) dan anaerob Pada saat appendix
mengalami obstruksi, terjadi penumpukan sekresi mucus, yang akan mengakibatkan
proliferasi bakteri, sehingga terjadi penekanan pada moukosa appendix, dikuti
dengan masuknya bakteri ke dalam jaringan yang lebih dalam lagi. Sehingga timbulah
proses inflamasi dinding appendix, yang diikuti dengan proses trombosis pembuluh
darah setempat. Karena arteri appendix merupakan end arteri sehingga menyebabkan
daerah distal kekurangan darah, terbentuklah gangrene yang segera diikuti dengan
proses nekrosis dinding appendix. Dikesempatan lain bakteri mengadakan multiplikasi
dan invesi melalui erosi mukosa, karena tekanan isi lumen, yang berakibat perforasi
dinding, sehingga timbul peritonitis. Proses obstruksi appendix ini merupakan kasus
terbanyak untuk appendicitis. Dua per tiga kasus gangrene appendix, fecalith selalu
didapatkan Bila kondisi penderita baik, maka perforasi tersebut akan dikompensir
dengan proses pembentukan dinding oleh karingan sekitar, misal omentum dan jaringan
viscera lain, terjadilah infiltrat atau (mass), atau proses pultulasi yang
mengakibatkan abses periappendix . Manifestasi Klinis a. Symptoma. Gejala utama
apendisitis akut adalah nyeri abdominal. Secara klinis nyeri dimulai difus terpusat
di daerah epigatrium bawah atau umbilical , dengan tingkatan sedang dan menetap,
kadangkadang disertai dengan kram intermiten. Nyeri akan beralih setelah periode
yang bervariasi dari 1 hingga 12 jam, biasanya 4 ± 6 jam , nyeri terletak di
kuadran kanan bawah. Anoreksia hampir selalu menyertai apendisitis. Hal ini begitu
konstan sehingga pada pemeriksaan perlu ditanyakan pada pasien. Vomitus terjadi
pada 75% kasus, umumnya hanya satu dua kali. Umumnya ada riwayat obstipasi sebelum
onset nyeri abdominal. Diare terjadi pada beberapa pasien. Urutan kejadian symptoms
mempunyai kemaknaan diagnosis banding yang besar, lebih dari 95% apendisitis akut,
anoreksia merupakan gejala pertama, diikuti oleh nyeri abdominal dan baru diikuti
oleh vomitus, bila terjadi.

b. Signa. Tanda vital tidak berubah banyak. Peninggian temperature jarang lebih
dari 1°C, frekuensi nadi normal atau sedikit meninggi. Adanya perubahan atau
peninggian yang besar berarti telah terjadi komplikasi atau diagnosis lain perlu
diperhatikan. Pasien biasanya lebih menyukai posisi supine dengan paha kanan
ditarik ke atas, karena suatu gerakan akan meningkatkan nyeri. Nyeri kuadran kanan
bawah secara klasik ada bila apendiks yang meradang terletak di anterior. Nyeri
tekan sering maksimal pada atau dekat titik yang oleh McBurney dinyatakan sebagai
terletak secara pasti antara 1,5 ± 2 inchi dari spina iliaca anterior pada garis
lurus yang ditarik dari spina ini ke umbilicus. Adanya iritasi peritoneal
ditunjukkan oleh adanya nyeri lepas tekan dan Rovsing¶s sign. Adanya hiperestesi
pada daerah yang diinervasi oleh n. spinalis T10, T11, T12 , meskipun bukan
penyerta yang konstan adalah sering pada apendisitis akut. Tahan muskuler terhadap
palpasi abdomen sejajar dengan derajat proses peradangan, yang pada awalnya terjadi
secara volunteer seiring dengan peningkatan iritasi peritoneal terjadi peningkatan
spamus otot, sehingga kemudian terjadi secara involunter. Iritasi muskuler
ditunjukkan oleh adanya psoas sign dan obturator sign. PENYULIT Menjadi penyulit
untuk mendiagnosis appendisitis adalah posisi dari appendik dalam perut dapat
bervariasi. Kebanyakan appendik terdapat di perut kanan bawah. Appendik seperti
bagian lain dari usus, memiliki mesenterium. Mesenterium ini adalah suatu membran
seperti kertas yang melekatkan appendik pada struktur lain di dalam abdomen. Jika
mesenterium lebar, memungkinkan appendik untuk bergerak. Sebagai tambahan, appendik
dapat lebih panjang dari normal. Kombinasi dari mesenterium yang lebar dan appendik
yang panjang memungkinkan appendik untuk bergerak ke bawah ke dalam pelvis
(diantara organ-organ pelvis pada wanita). Ini juga memungkinkan appendik untuk
berpindah ke belakang kolon (disebut appendik retrokolika). Pada kasus lain,
inflamasi pada appendik dapat tampak sebagai inflamasi pada organ lain, sebagai
contoh, organ-organ pelvis pada wanita.

Antibiotik Profilaksis pada Apendisitis Kronis


Komentar ditutup Pemberian antibiotika pada kasus kasus bedah bertujuan untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas infeksi bedah. Infeksi bedah didefinisikan
sebagai infeksi yang terjadi setelah tindakan pembedahan atau kasus-kasus infeksi
yang penyembuhannya memerlukan tindakan pembedahan disamping anti biotika. Iinfeksi
bedah dibedakan dengan infeksi medikal, oleh karena pada infeksi bedah terdapat
masalah mekanik atau anstomis yang harus diatasi dengan tindakan invasif atau
tindakan pembedahan. Al Ibrahim et al, (1990) mengatakan kasus kasus infeksi
setelah pembedahan adalah masalh klinik yang besar. Dikatakan di Amerika Serikat
insidensi luka infeksi setelah pembedahan secara keseluruhan diperkirakan sebesar
7,5 %, dan angka tersebut menimbulkan peningkatan biaya perawatan sebesar 10 juta
dolar setiap tahun. Proses radang yang mengenai appendik fermiformis atau
appendisitis adalah merupakan salah satu contoh kasus infeksi bedah, karena untuk
kesembuhannya diperlukan tindakan pembedahan. Demikian juga setelah tindakan
pembedahan kadang-kadang terdapat komplikasi yang dapat memperpanjang masa
perawatan dan bahkan dapat meningkatkan angka mortalitas. Menurut Al Ibrahim et al
(1990), resiko terjadinya infeksi setelah pembedahan dapat berasal dari faktor
pembedahannya, maupun dari faktor penderita sendiri.
I. Faktor Resiko Dari Pembedahan Beberapa hal yang dapat menimbulkan infeksi pasca
bedah dari segi pembedahan adalah :
y

y y y y

Tipe prosedure bedah.Pembedahan pada mata mempunyai resiko infeksi yang paling
rendah. Angka infeksi yang tinggi terjadi pada pembedahan toraks, bedah umum dan
kandungan. Angka infeksi pasca bedah paling tinggi didapatkan pada pembedahan perut
yang menembus organ berongga. Lama pembedahan.Pembedahan yang berlangsung 2 jam
atau lebih berhubungan dengan kejadian infeksi pasca bedah yang tinggi. Pembedahan
emergencyDibanding dengan pembedahan elektif, pembedahan emergency mempunyai angka
infeksi pasca bedah yang lebih tinggi. Faktor lokalFaktor lokal yang meningkatkan
terjadinya infeksi termasuk adanya jaringan nekrotik, rongga mati, penurunan
perfusi lokal, hematoma dan adanya benda asing. Derajat pencemaran luka selama
pembedahanInfeksi luka merupakan penyebab tersering terjadinya infeksi pasca bedah,
dan merupakan tipe terbanyak dari infeksi nosokomial setelah infeksi traktus
urinarius. Terjadinya infeksi pasca operasi sangat ditentukan oleh derajat
pencemaran oleh mikroorganisme, dan derajat tersebut berhubungan langsung dengan
prosedur yang dilakukan.

The Nationale Reserch Counsil telah mengusulkan klasifikasi luka operasi


berdasarkan atas kontaminasinya dan peningkatan resiko operasi sebagai berikut : 1)
Luka bersih (kelas I) Luka bersih adalah luka yang tidak menembus rongga ±rongga di
dalam tubuh termasuk traktus gastrointestinalis, respiratorius dan traktus
urogenitalis. Tidak terdapat pelanggaran terhadap teknik aseptik, dan tidak
terdapat proses peradangan di tempat lain. Tempat pembedahan steril dan kontaminasi
bersumber dari luar. Stafilokokus aureus adalah penyebab terbanyak infeksi luka
operasi pada luka bersih. Luka bersih mempunyai angka infeksi pasca operasi yang
terendah (1-4%). Contoh prosedure operasi yang termasuk luka bersih adalah operasi
hernia.

2) Luka Bersih terkontaminasi (klas II) Yang termasuk luka bersih terkontaminasi
adalah luka operasi yang menembus traktus digestivus traktur respiratorius tetapi
tidak terjadi pencemaran yang berarti. Prosedure tersebut termasuk menembus
orofaring, vagina, traktus urinarius dan traktus billiaris yang tidak terinfeksi.
Pelanggaran kecil terhadapap teknik aseptik juga diklasifikasikan sebagai luka
bersih terkontaminasi. Pada luka jenis ini terjadi tambahan pencemaran dari bakteri
endogen, dan angka infeksi mencapai 5-15 %. Prosedure operasi yang damasukkan dalam
kategori ini antara lain : koleksistektomi, appendektomi subtotal gastrektomi, dan
partial kolektomi. 3) Luka Kontaminasi (klass III)
Prosedure yang termasuk kelas ini adalah prosedure yang disertai pencemaran yang
nyata dari isi organ berongga, adnya inflamasi akut tanpa terdapatnya pus. Luka
trauma yang baru , dan luka operasi yang disertai pelanggaran besar terhadap teknik
aseptik dimasukkan ke dalam kategori ini. Angka kejaian infeksi pasca bedah adalah
15-40%. 4) Luka Kotor (klasIV) Luka operasi kotor adalah luka operasi yang
tercemari oleh pus atau terdapat perforasi fiscus. Luka traumatik yang lama juga
termasuk dalam kategori luka kotor. Angka infeksi pasca operasi adalah 40% atau
lebih. II. Faktor Resiko Dari penderita Faktor resiko dari penderita dapat bersifat
umum dan dapat bersifat organ spesifik atau lokal. Yang termasuk faktor-faktor umum
adalah sebagai berikut : 1. Malnutrisi.Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 50%
penderita yang dipondokkan mungkin mengalami gangguan nutrisi. Gangguan nutrisi
yang berat akan menyebabkan insidensi pasca operasi yang tinggi khususnya infeksi
luka operasi. 2. Umur diatas 65 tahunPenelitian menunjukkan bahwa angka infeksi
pasca operasi meningkat sesuai dengan peningkatan umur. Angka infeksi tersebut
mencapai 8-13% lebih tinggi pada penderita yang berumur 65 tahun atau lebih. 3.
Diabetes melitus à Penderita sangat rentan terhadap infeksi. 4. Tumor ganasTumor
ganas yang solid pada traktus digestivus dapat menimbulkan obstruksi, ulserasi dan
perforasi yang dapat merupakan predisposisi untuk terjadinya infeksi. 5. Pemondokan
yang lama sebelum pembedahan. Diluar kasus-kasus emergency, angka infeksi pasca
operasi didapatkan lebih tinggi jika pemondokan preoperasi lebih lama. 6.
Penggunaan anti biotika sebelumnyaPenggunaan anti biotika terhadap infeksi yang
sedang berlangsung atau infeksi sebelumnya akan menimbulkan perubahan flora
mikrobial yang normal dan bahkan dapat menimbulkan pseudomembranous colitis. 7.
Terapi dengan imunosupresif 8. Terdapatnya infeksi pada tempat lainAngka infeksi
pasca bedah pada penderita yang mengalami infksi sebelum pembedahan, didapatkan 3-4
kali lebih besar dibandingkan dengan penderita yang tidak mengalami infeksi. 9.
Tipe rumah sakitInfeksi pasca bedah didapatkan lebih tinggi pada rumah sakit
pendidikan dibandingkan dengan rumah sakit yang bukan tempat pendidikan.
Antibiotika Profilaksis dan Pembedahan Menurut Al Ibrahim et al (1990), tujuan
pemberian antibiotika profilaksis pada pembedahan adalah untuk mencegah infeksi.
Namun demikian perlu ditekankan disini bahwa untuk mencegah infeksi pasca bedah
perlu memperhatikan empat hal yaitu : 1) taktik pembedahan,
2) Teknik pembedahan, 3) perawatan pre dan pasca operasi, 4) pemberian antibiotika
(Geroulanos et al, 1989). Menurut Al Ibrahim et al, (1990), masih didapatkan
beberapa kontroversi dalam hal pemberian anti biotika profilaksis, baik dalam hal
diberi atau tidak, cara pemberian maupun jenis antibiotika yang dipergunakan. Untuk
beberapa macam prosedur pembedahan yang mempunyai resiko infeksi yang rendah
pemberian antibiotika profilaksis adalah tidak pada tempatnya. Menurut Alexander et
al (1991), kontroversi yang berkepanjangan tersebut disebabkan oleh karena
kurangnya pengertian mengenai prinsip-prinsip dasar mengenai anti biotika dan
infeksi bedah. Keputusan pemberian anti biotika profilaksis haruslah didasarkan
kepada besarnya manfaat yang didapat, dibandingkan dengan besarnya efek yang
merugikan. Prinsip-prinsip pemberian antibiotika profilaksis dijelaskan sebagai
berikut (Jones, 1988 ; Al Ibrahim et al 1990).
y Antibiotika profilaksis dan tipe luka

Pemberian anti biotoka profilaksis sebaiknya digunakan pada opersi-operasi yang


mempunyai resiko infeksi pasca operasi tinggi. Anti biotika profilaksis diberikan
juga pada operas-operasi dengan luka bersih yang bila terjadi infeksi menimbulkan
akibat yang sangat berat, seperti endokarditis pada penggantian kelep, atau pada
penggantian sendi panggul dengan protesa. Luka kotor ditangani seperti penanganan
luka infeksi dan antibiotika profilaksis tidak mencukupi.
y Penentuan jenis kuman

Bakteri yang paling banyak menimbulakn infeksi pada luka bersih adalah stapilokokus
dan stretokokus. Dilain pihak pada luka bersih terkontaminasi atau luka
kontaminasi, bakteri yang menimbulkan infeksi biasanya bersumser dari daln seperti
dari traktus digestivus atau traktus urinarius. Bakteri yang sering menimbulkan
infeksi tersebut sebaiknya diidentifikasi, dan antibiotika yang dipilih haruslah
cocok dengan mikroorganisme tersebut.
y Timing dan konsentrasi dari antibiotika

Dengan beberapa perkecualian seperti contoh anti biotika yang terarbsobsi pada
pembedahan kolorektal antibiotika sebaiknya telah sampai pada tempat operasi,
dengan konsentrasi yang cukup pada saat melakukan irisan, dan konsentrasi tersebut
dipertahankan selama pembedahan.
y Efek samping dan pembiayaan

Antibiotika yang dipilih sebaiknya yang menimbulkan efek samping yang paling
minimal, dan kalau mungkin yang mempunyai harga yang paling murah.
y Lama penggunaan antibiotika
Penggunaan antibiotika profilaksis sebaiknya dalm waktu pendek, misalnya selama
operasi. Penggunaan yang lama tampaknya tidak memberikan hasil yang lebih baik.
Dilain pihak penderita akan dirugikan oleh biaya yang seharusnya tidak perlu dan
resiko efek samping yang mungkin terjadi. Pemberian antibiotika pada Apendisitis
Luka operasi pada pembedahan appendisitis pada umumnya termasuk katagori luka
bersih terkontaminasi, kecuali terjadi gangren atau perforasi dari appendik (Al
Ibrahim et al 1990 ; Condon et al 1991 ). Dikatakan pemberian anti biotika
profilaktis pada appendisitis masih merupakan kontroversi. Penelitian kontrol-trial
yang membandingkan pemberian antibiotika dan plasebo, secara konsisiten
menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika yang efektif terhadap kuman anaerob, baik
terhadap pemberian tersendiri maupun pemberian kombinasi terbukti terbukti efektif
dalam menurunkan infeksi luka pasca operasi. Sedangkan pemberian antibiotika yang
terutama aktif terhadap kuman aerob tidak konsisten efektif. Dikatakan hal ini
adalah merupakan penemuan yang aneh, sebab kebanyakan kuman yang berhasil diisolasi
dari luka adalah escherichia coli (Alexander et al 1991). Meskipun eschericia coli
adalah kuman aerob, pemberian anti anaerob tampaknya sangat esensial. Antibiotika
mungkin mempunyai peranan yang kecil kecuali appendik dalam keadaan gangren atau
perforasi. Al Ibrahim et al (1990), menggunakan cefoxitim 2 gr perioperatif dan
ditambah 1 gr lagi 6 jam berikiutnya untuk appendisitis yang tidak perforasi.
Apabila penderita alergi terhadap safalospirin atau penicilin, digunakan bagi yang
tidak perforasi metronidazole 500 mg preoperatif dan gentamisin 1,5 mg /kg iv.
Menurut Alexander et al (1991), telah dapat dibuktikan dengan jelas bahwa pemberian
anti biotik yang maksimal akan tercapai bila pemberiannya akan dilakukan
preoperatif.

Anda mungkin juga menyukai