Disusun oleh:
Aldi Egiawan (10060315094)
Fitria Sir M. (10060315095)
Monica Yuni Andini (10060315096)
Iit Siti Lestari (10060315097)
Ulfah Mujahidah (10060315098)
Anna Raudoh (10060315099)
Geugeu Muginastiti (10060315100)
Shift/Kelompok : B/2
Tanggal Praktikum : 23 Oktober 2017
Tanggal Penyerahan : 30 Oktober 2017
Asisten : Mira Melinda N., S. Farm.
I. TEORI DASAR
1.1 Definisi Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau
lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam dasar yang sesuai. Sediaan
setengah padat ini mempunyai konsistensi realtif cair diformulasikan sebagai
emulsi air dalam minyak aatu minyak dalam air. Sekarang ini bataras tersebut
lebih diarahkan unutuk produk yang tersiri dari emulsi minyak dalam air yang
dapat dicuci dengan air (Ditjen POM, 1995).
Bagimanapun juga, baru-baru ini istilah krim terbatas untuk sediaan yang
terdiri dari emulsi minyak dalam air, dispersi larutan mikrokristal dari asam lemak
rantai panjang, atau alkohol yang dapat dicuci dengan air dan lebih dapat diterima
pada sediaan kosmetik dan aestetik. Baru-baru ini Bushe et al. (6) mengusulkan
untuk memberikan definisi sediaan krim adalah sediaan emulsi semisolid yang
mengandung air kurang dari 20% dan zat menguap dan atau kurang dari 50% dari
hidrokarbon, wax, atau polietilen glikol sebagai zat pembawa (basis) (Katdare dan
Chaubal, 2006).
Krim secara umum digunakan untuk bahan aktif seperti antifungi,
antibakteri, dan anti-inflamasi yang melintasi stratum corneum atau mucosa
vagina untuk efek sistemik atau lokal. Pada umumnya, semua sediaankrim
mengandung fase minyak terdispersi, fasa air yang berkelanjutan, zat tambahan
pembentuk yang memberikan sifat semisolid, pengawetdan beberapa eksipien
lainnya (emolien, antioksidan dll) (Katdare dan Chaubal, 2006).
Stabilitas krim akan rusak jika sistem campurannya terganggu oleh
perubahan suhu dan perubahan komposisi (adanya penambahan salah satu fase
secara berlebihan). Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika sesuai
pengenceran yang cocok, yang harus dilakukan dengan teknik aseptis. Krim yang
sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu 1 (satu) bulan (Syamsuni, 2006).
1.2 Penggolongan Krim
a. Tipe a /m, yaitu air tedispersi dalam minyak. Contohnya, cold
cream. Cold cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk
memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih,
berwarna putih, dan bebas dari butiran. Cold cream mengandung mineral
oil dalam jumlah besar.
b. Tipe m/a, yaitu minyak terdispersi dalam air. Contohnya,
Vanishing cream. Vanishing cream adalah sediaan kosmetik yang
digunakan untuk membersihkan, melembabkan, dan sebagai alas bedak.
Vanishing cream sebagai pelembab (mousturizing) akan meeninggalkan
lapisan berminyak/film pada kulit (Widodo, 2013).
1. 6. 2. Emolien
Emolien sering ditambahkan pada formulasi krim untuk memodifikasi
karakteristik farmasetikal dari zat pembawa atau kondisi dari kulit itu sediri untuk
meningkatkan penetrasi dari zat aktif untuk bertindak baik secara lokal atau
sistemik. Stratum korneum, mejadi jaringan yang terkeratinisasi mempunyai sifat
semipermeabel dan molekul obat dapat masuk melalui difusi pasif. Kecepatan
perpindahan obat bergantung kepada konsentrasi obat di dalam zat pembawa
(basis), kelarutannya dalam air dan koefisien partisi minyak/air antara stratum
korneum dan zat pembawa. Emolien yang umum digunakan adalah gliserin,
minyak mineral, petrolantum, isopropil palmitat, dan isopropil miristat (Katdare
dan Chaubal, 2006).
3. Asam Stearat
Pemerian : Zat padat keras mengkilat menunjukan susunan hablur;
putih atau kuning pucat mirip lemak lilin.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol.
Titik lebur : Tidak kurang dari 54 ˚C
Bobot jenis : 0,980 g/cm3
Stablitas : Harus ditambahkan antioksidan.
Inkompatibilitas : Logam hidroksi, basa, agen yang mengoksidasi.
Kegunaan : Steffing agent pada rentang 1 – 20%.
(Dirjen POM, 1979: 57) (Rowe, 2009: 697)
4. Trietanolamin
Pemerian : Cairan kental, tidak berwarna sampai berwarna kuning
pucat, mempunyai bau lemah seperti amonia.
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan etanol.
pH : 10,5
Titik leleh : 20 – 21 °C
Bobot jenis : 1,120 – 1,128 g/mL
Stablitas : Menjadi coklat jika terkena cahaya atau udara.
Inkompatibilitas : Akan bereaksi dengan asam mineral membentuk garam
kristal dan ester.
Kegunaan : Emulgator pada rentang 2 – 4%.
(Dirjen POM, 1979: 613) (Rowe, 2009: 754)
5. Gliserin
Pemerian : Jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental, cairan
higroskopis, punya rasa sedikit manis
Kelarutan : Pada suhu 20 ˚C larut dalam air
Densitas : 1,2620 g/cm3
Titik leleh : 17,8 ˚C
Titik didih : 290 ˚C
Stablitas : Membusuk jika dipanakan disertai dengan pertumbuhan
racun akrolein.
Inkompatibilitas : Dapat meledak dengan penambahan oksidator kuat.
Kegunaan : Emolien pada rentang 0 – 30%.
(Rowe, 2009: 312)
6. Nipagin/Metil paraben
Pemerian : Tidak berwarna, serbuk kristal tidak berbau atau hampir
berbau
Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih,
dalam 3,5 bagain etanol.
Densitas : 1,352 g/cm3
Pka : 8,4 pada suhu 20 ˚C
Titik leleh : 125 – 128 ˚C
Stablitas : Pada pH 3 – 6 dapat disterilisasi pada suhu 120 ˚C selama
20 menit.
Inkompatibilitas : Dengan bentonit, Mg trisilikat, talk, tragakan, sodium
alginat, minyak essensial, sorbitol, atropin. Bereaksi dengan
berbagai macam gula gula alkohol
Kegunaan : Pengawet/antimikroba pada rentang 0,02 – 0,3%.
(Dirjen POM, 1979: 378) (Rowe, 2009: 441)
4. Matkan Gliserin
5. Stirrer Nipagin
6. Sudip Perkamen
8. Termometer
9. Timbangan analitik
11. Waterbath
= 1 g + (10% x 1g)
= 1,1 gram
0,1 𝑔
5. Nipagin 0,1% = 𝑥 10 𝑔 = 0,01 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
Aquadest = 20 x 0,011 g
= 0,22 g ≈ 1 gram
= 11 g – (0,22g+1,65g+0,44+1,1g+0,011g+1g)
= 11 g – 4,421 g
= 6,57 ml ≈ 6,6 ml
3 TEA 4% 0,44 g
Kedua fase dimasukkan ke dalam matkan dan ditambah aquadest yang telah
dipanaskan
Organoleptis Homogenitas Ph
VIII. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini dibuat sediaan krim asam fusidat dengan
konsentrasi 2%. Asam fusidat merupakan suatu antibiotika yang digunakan untuk
mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus sp. Asam fusidat ini
tersedia di pasaran baik dalam bentuk sediaan per oral maupun topikal, sediaan
topikal pun dapat berupa salep maupun krim. Pada percobaan kali ini dipilih
bentuk sediaan krim karena krim lebih baik dari segi penampilan, mudah
digunakan, tidak lengket dan mudah dicuci.
Konsentrasi yang digunakan pada asam stearat dan TEA mengacu kepada
rentang konsentrasi yang dicantumkan pada buku Handbook of Pharmaceutical
Excipients. Selain emulgator di atas, digunakan pula gliserin dengan konsentrasi
10%. Penambahan gliserin disini sebagai emolien atau sebagai pelembab kulit.
Karena salah satu kekurangan krim menurut Ashton dan Leppard (2005) adalah
dapat membuat kulit menjadi kering karena kandungan air dalam krim menguap.
Karena alasan tersebut kami tambahkan gliserin ke dalam formula untuk menjaga
kelembapan kulit dari penguna.
Dalam krim terdapat dua fase, yaitu fase minyak dan fase air. Karena
mengandung fase air maka sediaan krim dapat mengalami pertumbuhan mikroba
yang dapat mengganggu stabilitas sediaan. maka dari itu ditambahkan suatu
pengawet berupa metil paraben atau nipagin. Metil paraben ini memiliki aktivitas
antimikroba spektrum luas dan sangat efektif melawan kapang dan khamir. Pada
sediaan topikal digunakan konsentrasi 0,02-0,3%. Pada formula krim ini
digunakan 0,1%. Komponen terakhir yang digunakan adalah akuadest. Akuades
disini termasuk ke dalam fase air, karena dalam krim sendiri harus terdapat fase
air dan fase minyak.
Hasil pengujian organoleptik dari sediaan krim asam fusidat ini adalah
krim berwarna putih, namun sedikit berbau tengik. Bau tengik ini dapat
disebabkan karena adanya asam lemak. Asam stearat sendiri dapat dtambahkan
suatu antioksidan untuk mencegah terjadinya oksidasi dan timbulnya bau tengik,
terutama apabila sediaan disimpan dalam waktu lama. Pada pengukuran pH
didapatkan pH sediaan krim ini adalah 9. Menurut Rowe (2009) asam stearat dan
TEA akan akan membentuk sabun anionik dengan pH 8. pH yang dihasilkan dari
sediaan ini sedikit lebih tinggi dibandingkan teori, namun tidak terdapat zat yang
dapat menaikkan pH pada formulasi yang digunakan.
Asam Fusidat 2%
TEA 4%
Gliserin 10%
BHT 0,1%
Twen 80 5%
Span 80 5%
Aquadest ad 10 g
Pemakaian surfaktan dalam formulasi ini bukan dimaksudkan sebagai
emulgator atau bahan pengemulsi untuk membentuk sediaan krim, melainkan
berperan untuk meningkatkan penetrasi zat aktif sehingga dapat menembus
lapisan epidermis kulit terutama stratum korneum yang merupakan bagian dari
lapisan epidermis yang berperan sebagai pertahanan kulit. Dimana stratum
korneum ini tersusun dari struktur sel yang bersifat hidrofil dan hidrofob,
sehingga menyulitkan zat atau senyawa yang tidak memiliki kedua sifat tersebut
untuk menembus epidermis. Dengan adanya surfaktan dalam hal ini adalah Tween
dan Span 80 maka permeabilitas dari stratum corneum menjadi meningkat
sehingga asam fusidat dapat menembus lapisan epidermis dan masuk ke lapisan
dermis, yaitu tempat obat ini bekerja.
Asam fusidat perlu masuk menembus kulit dan bekerja di bagian dermis
dikarenakan bakteri penyebab jerawat berkembang dibagian tersebut, dimana pada
bagian terebut terdapat kelenjar minyak yang apabila disekresi terlalu berlebihan
sertaditambah kondisi kulit yang tidak bersih mengakibatkan bakteri akan tumbuh
dan berkembang pada bagian tersebut, sehingga mengakibatkan terjadinya
jerawat.
X. KESIMPULAN
Krim Asam Fusidat yang telah dibuat memiliki konsistensi yang baik,
tetapi sediaan tersebut memmbentuk foaming akibat adanya reaksi saponifikasi
antara TEA dengan asam stearat sebagai emulgator. Untuk membentuk sediaan
yang tidak membentuk foaming, emulgator yang digunakan haruslah membentuk
sediaan yang tidak membentuk foaming akibat reaksi saponifikasi, seperti tween
80 dan span 80 sehingga membetuk sediaan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Sweetman, S.C. 2009. Martindale: The Complete Drug Reference 36th ed.
London: Pharmaceutical Press
Tjay, Tan Hoan dan Kiran Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Widodo, Hendra. 2013. Ilmu Meracik Obat untuk Apoteker. D-medika: Jakarta
LAMPIRAN
1. Kemasan
Kemasan Primer
Kemasan Sekunder
Brosur
2. Pertanyaan
Syahron Aulia (10060315115):
Mengapa asam fusidat tidak dilarutkan terlebh dahulu dengan etanol?