Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan modern dalam bidang kesehatan
yang semakin pesat dan canggih di zaman sekarang ini dimana ditemukan
penemuan baru yang menunjang ilmu kesehatan yang dapat membantu
masyarakat dalam mengobati penyakit, salah satunya dalam profesi kesehatan
yang berperan mengobati dan pencegahan penyakit melalui penemuan dengan
menggunakan obat yaitu farmasi.
Farmasi mencakup pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan, aksi
farmakologis, pengawetan, penggabungan, analisis, pembakuan bahan obat dan
sediaan obat serta pendistribusian obat dan pelayanan informasi obat kepada
masyarakat. Dalam farmasi terdapat beberapa cabang ilmu salah satunya adalah
farmasi fisika.
Farmasi fisika merupakan salah satu ilmu di bidang farmasi yang
menerapkan ilmu fisika dalam sediaan farmasi. Dalam farmasi fisika dipelajari
sifat fisika dari berbagai zat yang digunakan untuk membuat sediaan obat dan
juga meliputi evaluasi akhir sediaan obat tersebut. Sehingga akan menghasilkan
sediaan yang sesuai standar, aman dan stabil yang nantinya akan di distribusikan
kepada pasien.
Emulsifikasi merupakan salah satu sediaan farmasi. Emulsifikasi adalah
system dua fase yang salah satu cairannya terdispersi kedalam cairan lain dalam
bentuk tetesan kecil. Sediaan emulsi terbagi atas 4 tipe yaitu O/W, W/O, O/WO,
W/O/W. suatu sediaan emulsi dapat stabil jika ditambahkan emulgator yang
fungsinya untuk menstabilkan emulsi. Secara normal emulsi dibentuk oleh
pencampuran dua cairan yang tidak saling bercampur.
Tipe yang paling umum dari emulsi farmasi dan emulsi kosmetik terdiri dari
air sebagai salah satu fase dan minyak sebagai atau lemak sebagai fase yang
lainnya. Jika tetesan minyak didispersikan didalam suatu fase air kontinu, emulsi
tersebut merupakan tipe minyak dalam air, dan jika minyak merupakan fase
kontinu, emulsi tersebut merupakan tipe air dalam minyak. Perubahan tipe minyak
ini disebut inversi.
Ahli fisika kini menentukan emulsi sebagai suatu campuran yang tidak stabil
secara termodinamis, dari dua cairan pada dasarnya tidak bercampur. Sifat
ketidakstabilan emulsi penting untuk diketahui oleh seorang farmasi sebagai
pengetahuan pada saat memformulasikan sediaan emulsi yang aman dan layak
untuk dikonsumsi masyarakat.
Karena pentingnya mempelajari kestabilan suatu sediaan emulsi
dilakukanlah praktikum dengan percobaan emulsifikasi untuk menentukan tipe
emulsi dari tween 80 dan span 80 dengan HLB 5 dan 10 dengan cara
mencampurkan tween 80 dalam aquadest dan span 80 dalam minyak jarak pada
suhu 60oC, mencampurkan fase minyak kedalam fase air dan diaduk
menggunakan ultra turrax.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penentuan tipe emulsi dalam HLB yang
berbeda-beda.
1.2.2 Tujuan Percobaan
1. Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam
pembuatan emulsi
2. Membuat emulsi dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan
3. Mengevaluasi ketidakstabilan emulsi
4. Menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulsi
1.3 Prinsip Percobaan

BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Emulsi
Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik yang
mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, dimana satu
diantaranya didispersikan sebagai bola-bola dalam fase cair lain. Sistem dibuat
stabil dengan dengan adanya suatu zat pengemulsi.Diameter partikel dari fase
terdispersi umumnya berkisar dari 0,1 – µm, walaupun partikel terkecil 0,01 µm
dan sebesar 100µm bukan tidak biasa dalam beberapa sediaan (Martin, 1990).
Tipe emulsi, salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar
(sebagai contoh: air), sedangkan lainnya relatif nonpolar (sebagai contoh:
minyak). Bila fase minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinu
air, sistem tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam air (o/w). Bila fase
minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal sebagai produk
air dalam minyak (w/o). Emulsi obat untuk pemberian oral biasanya dari tipe o/w
dan membutuhkan penggunaan suatu zat pengemulsi o/w. Zat pengemulsi tipe ini
termasuk zat sintetik yang aktif pada permukaan dan bersifat nonionik, akasia,
(gom), tragacanth, dan gelatin. Tetapi tidak semua emulsi yang dipergunakan
termasuk tipe o/w. Makanan tertentu seperti mentega dan beberapa saus salad
merupakan emulsi tipe w/o (Lachman, 1994).
Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi di kenal 4 macam teori yang
melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandan yang berbeda. Teori tersebut
diantaanya :
1. Teori tegangan permukaan (Surface Tension)
Molekul memiliki daya tarik-menarik antara molekul yang sejenis yang di
sebut daya kohesi. Selain itu molekul juga memiliki daya tarik-menarik antara
molekul-molekul yang tidak sejenis, yang disebut daya adesi. Daya kohesi suatu
zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair akan terjadi perbedaan
tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi. Tegangan yang terjadi
pada permukaan tersebut dinamakan Tegangan permukaan. Dengan cara yang
sama dapat dijelaskan terjadinya perbedaan tegangan 2 cairan yang tidak dapat
bercampur (immiscisble liquid). Tegangan yang terjadi antar dua cairan tersebut
dinamakan tegangan bidang batas (interfacial tension). Semakin tinggi perbedaan
tegangan yang terjadi pada bidang mengakibatkan semakin sulitnya kedua zat
tersebut untuk bercampur. Dalam teori ini dikatan bahwa penambahan emulgator
akan menurunkan, menghilangkan tegangan yang terjadi pada bidang batas
sehingga antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur(Tungadi, 2014).
2. Teori orietasi bentuk biji (orientasi wedge).
Setiap molekul emulgator dibagi menjadi 2 kelompok yakni :
a. Kelompok hidrofilik, yaitu bagian dari emulgator yang suka pada air.
b. Kelompok lipofilik, yaitu bagian yang suka pada minyak.
Masing-masing kelompok akan bergabung dengan zat cair yang
disenanginya. Kelompok hidrofil ke dalam air dan kelompok lipofil ke dalam
minyak. Dengan demikian emulgator seolah-olah menjadi tali pengikat antara air
dan minyak dan antara kedua kelompok tersebut akan membuat suatu
keseimbangan. Setiap jenis emulgator memiliki harga keseimbangan yang
besarnya tidak sama. Harga keseimbangan itu dikenal dengan istilah HLB
(hydrophyl lipophyl balance) yaitu angka yang menunjukan perbandingan antara
kelompok lipofil dan kelompok hidrofil. Semakin besar harga HLB berarti
semakin banyak kelompok yang suka pada air, itu artinya emulgator tersebut lebih
mudah larut dalam air dan demikian sebaliknya (Rowe, 2009).
3. Teori interfacial film
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air
dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase
dispersi. Dengan terbungkusnya partikel tersebut maka usaha antara partikel yang
sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain fase dipersi menjadi
stabil. Untuk memberikan stabilitas maksimum pada emulsi, syarat emulgator
yang di pakai adalah :
a. Dapat membuat lapisan film yang kuat tapi lunak. Jumlahnya cukup untuk
menutup semua permukaan partikel fase dispersi
b. Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase dispersi
c. Dapat membentuk lapisan film yang cepat dan dapat menutup semua
permukaan partikel denhan segera
4. Teori electrik double layer (lapisan listrik rangkap)
Jika minyak terdispersi ke dalam air, satu lapis air yang langsung
berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan
lapisan berikutnya akan mempunya muatan yang berlawanan dengan lapisan di
depannya. Benteng tersebut akan menolak setiap usaha dari partikel minyak yang
akan mengadakan penggabungan menjadi satu molekul yang besar, karena
susunan listrik yang menyelubungi setiap partikel minyak mempunya susunan
yang sama. Dengan demikian antara sesama partikel akan tolak-menolak dan
stabilitas emulsi akan bertambah. Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh sala
satu dari ketiga cara dibawah ini :
a. Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel.
b. Terjadinya absorbsi ion oleh partikel dari cairan disekitarnya
c. Terjadinya gesekan partikel dengan cairan disekitarnya
2.1.2 Jenis emulgator
a. Produk alam, karakternya pada permukaan adalah film multimolekuler.
b. Zat padat terbagi halus, karakternya pada permukaan adalah solipart.
c. Surfaktan (anionik, kationik, ionik), semuanya ataupun pada umumnya
surfaktan mempunyai harga HLB yang ditetapkan antara 3-6 meghasilkan
emulsi A/M, HKB antara 8-18 menghasilkan emulsi M/A.
2.1.3 Ketidakstabilan emulsi :
a. Flokulasi dan creaming, pemisahan emulsi menjadi beberapa lapisan cairan,
masing-masing lapisan menjadi fase dispersi yang berbeda.
b. Cracking atau breaking, merupakan pecahnya emulsi, dan bersifat
irreversible.
c. Infersi fase, berubahnya tipe emulsi minyak dalam air menjadi air dalam
minyak atau sebaliknya.

2.1.4 Kegunaan suatu emulgator ditinjau dari harga HLBnya sebagai berikut
(Syamsuni, 2006) :
Harga HLB Kegunaan
1–3 Anti foaming agent
4–6 Emulgator tipe w/o
7–9 Bahan pembasah (wetting agent)
8 – 18 Emulgator tipe o/w
13 – 15 Detergent
10 – 18 Kelarutan (solubilizing agent)
Sistem HLB adalah metode untuk menentukan HLB-butuh suatu bahan
dengan menggunakan berbagai bahan pengemulsi standar dengan nilai HLB
tertentu sebagai alat bantu
2.2 Uraian bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 1995 ; Rowe, 2009)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol,Alkohol
Rumus Molekul : C2H5OH
Berat Molekul : 46,07 gr/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan


mudah bergerak, bau khas, rasa panas dan mudah
terbakar.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam klorofom P dan
dalam eter P.
Khasiat : Antiseptik (untuk membunuh bakteri mikroba
berbahaya), sebagai pelarut dan densinfektan.
Kegunaan : Untuk meminimalisir bakteri pada alat- alat yang
digunakan.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,
ditempat sejuk, dan jauh dari nyala api.
2.2.2 Aquadest (Dirjen POM, 1979; Rowe 2009)
Nama Resmi : Aqua destilata
Nama Lain : Aquadest
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18.02 gr/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak


berasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai pelarut.
2.2.3 Metilen Blue (Dirjen POM, 1979; Pubchem, 2018)
Nama Resmi : Methylthionini Chloridum
Nama lain : Biru metilen, metilitionin klorida
Rumus Molekul : C16H18CIN3S2H2O
Berat Molekul : 372,90 gr/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur hijau tua, berkilauan


seperti perunggu, tidak berbau atau praktis tidak
berbau. Stabil diudara; larutan dalam air dan dalam
etanol berwarna biru tua.
Kelarutan : Larut dalam 40 bagian air, dalam 110 bagian etanol
dan dalam 450 kloroform P.
Kegunaan : Sebagai zat warna
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
2.2.4 Oleum Ricini (Dirjen Pom, 1979; Dirjen Pom, 1995; Pubchem, 2018)
Nama Resmi : Oleum Ricini
Nama lain : Minyak jarak
Rumus Molekul : C57O9H110
Berat Molekul : 939,50 gr/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan kental, jernih, kuning pucat atau hampir bau;


rasa manis kemudian hampir pedas, umumnya
memualkan
Kelarutan : Larut dalam 2,5 bagian etanol (90%) P; mudah larut
dalam etanol mutlak p dan n dalam asam asetat
glasial P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terisi penuh.
Khasiat : Laksativum (sebagai obat pencahar)
Kegunaan : Sebagai sampel fase minyak
2.2.5 Polysorbatum-80 (Dirjen POM, 1979), (Rowe, 2009)
Nama Zat Aktif : POLYSORBATUM-80
Nama Kimia : Polisorbat-80, Tween-80
Rumus Molekul : C64H124O26
Berat Molekul : 1310 gr/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan kental seperti minyak, jernih, kuning, bau


khas
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P, dalam
etil asetat P dan dalam methanol P, sukar larut
dalam paraffin cair P dan dalam minyak biji kapas P
Kegunaan : Sebagai zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
2.2.6 Span 80 (Dirjen POM, 1979; Pubchem, 2018)
Nama Resmi : Sorbotin Monooleat
Nama lain : Span 80
Rumus Molekul : C3O6H27Cl17
Rumus Struktur :

Pemerian : Larutan berminyak,


tidak berwarna, bau karakteristik dari asam lemak
Kelarutan : Praktis tidak larut, tetapi terdispersi dalam air, dapat
bercampur dengan alkohol, seidikit larut dalam
minyak kapas.
Peyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai emulgator tipe minyak

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 WaktudanTempat
Praktikum Farmasi Fisika tentang emulsifikasi dilaksanakan pada hari
Sabtu 1 Desember 2018 Pukul 17.00-20.00 WITA, bertempat di Laboratorium
Teknologi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas olahraga dan kesehatan,
Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat danBahan
3.2.1 Alat
Batang pengaduk, botol plastik, cawan porselen, gelas beaker, gelas ukur,
penangas, penjepit, pipet tetes dan ultra turax.
3.2.2 Bahan
Alkohol 70 %, Aluminium foil, aquadest, metilen blue, minyak jagung,
span 80, tween 80 danTissue.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Untuk HLB Butuh 6
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%.
3. Diukur minyak jagung 15 mL, tween 80 0,395 mL, span 80 2,1 mL.
4. Dicampurkan tween dengan air dalam cawan porselen pada suhu panas.
5. Dicampurkan span dengan minyak jagung dalam cawan porselen pada
suhu panas.
6. Dicampurkan campuran span dan minyak jagung kedalam campuran
tween dan air pada suhu panas.
7. Dimasukkan kedalam gelas beaker, diaduk menggunakan ultra turax
selama 5 menit.
8. Dimasukkan kedalam gelas ukur, dicatat volume awal, volume pada menit
ke 5, 10, dan 15.
9. Dimasukkan kedalam vial, ditetesi 2-4 tetesmetilen blue.
10. Dilihat tipe emulsi yang terbentuk.
3.3.2 Untuk HLB Butuh 12
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%.
3. Diukur minyak jagung 15 mL, tween 80 1,795 mL, span 80 0,7 ml.
4. Dicampurkan tween dengan air dalam cawan porselen pada suhu panas.
5. Dicampurkan span dengan minyak jagung dalam cawan porselen pada
suhu panas.
6. Dicampurkan campuran span dan minyak jagung kedalam campuran
tween dan air pada suhu panas.
7. Dimasukkan kedalam gelas beaker, diaduk menggunakan ultra turax
selama 5 menit.
8. Dimasukkan kedalam gelas ukur, dicatat volume awal, volume pada menit
ke 5, 10, dan 15.
9. Dimasukkan kedalam vial, ditetesi 2-4 tetes metilen blue.
10. Dilihat tipe emulsi yang terbentuk.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

4.2 Pebahsasan
BAB 5
PENUTUP
Lachman, L. 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri, UI-Press, Jakarta
Tungadi, Robert. 2014. Teknologi Sediaan Liquida dan Semisolida. Jakarta:
Sagung Seto
Rowe,R.C, J.Sheskey, Paul. E Quinn, Marian. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients Six The Edition. American : Pharmaceutical Press and American
Syamsuni, H, A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : EGC
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi ketiga . Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi keempat. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia
Martin, A. dkk. 1990. Farmasi Fisik. Jakarta: UI-Press

Anda mungkin juga menyukai