Oleh :
Dosen Pembimbing :
Anggota Kelompok :
ANANDA RUSADI (04021381924079) SEKAR ARUM FAMIKAT (04021281924034)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial ini sebagai tugas kompetensi
kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi
besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya
sampai akhir zaman.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di
masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat
bantuan bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa
hormat dan terimakasih kepada :
1. Allah SWT
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini
bermanfaaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu
dalam lindungan Allah SWT.
Kelompok 4
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………............................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................... ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Dengan demikian, maka parasit atau tahap hidup bebas parasit akan
dihadapkan pada masalah yang berbeda harus ke luar dari tubuh inang
yang semula diinfeksinya. Antara lain: dalam menghadapi kondisi
lingkungan luar yang sama sekali berbeda dengan saat dia mendiami
(memparasiti) inangnya. Kondisi lingkungan ini sangat tidak ramah,
sehingga peluang organisme parasit dalam menemukan dan menginfeksi
inang sangat rendah. Akibat selanjutnya, adalah tingkat kelulushidupan
parasit juga rendah. Parasit harus mengembangkan suatu cara (strategi)
agar tingkat kelulushidupannya menjadi tinggi untuk menjadi jaminan bagi
kelestarian keturunannya.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Obligatory parasite (parasit obligat), yaitu parasit yang harus selalu
hidup didalam tubuh hospes dan tidak bisa hidup diluar tubuh
hospes. Contohnya cacing tambang, plasmodium, tali putri.
3. Insidental parasite (parasit isidentil), yaitu parasit yang hidup
parasitik pada hospes yang sebenarnya bukan hospes alaminya.
Contohnya pneumostrongilus.
4
2. Parasit poliksen, yaitu golongan parasit yang memiliki beberapa
hospes. Contohnya taenia solinum, trichinella spiralis.
1. Protozoa
Berdasarkan pergerakannya protozoa digolongkan menjadi :
a. Amoeba, contohnya Entamoeba histolytica
5
lahan sehingga pergerakannya relatif lambat. Bentuk minuta ini
kemudian dapat berubah menjadi bentuk histolitika yang patogen
dan hidup di mukosa usus besar serta dapat menimbulkan gejala.
Melalui aliran darah, bentuk histolitika ini dapat menyebar hingga ke
jaringan hati, paru, dan otak (Heyneman, 2004).
6
- Sebuah axostyle, terdiri dari 2 axonema yang membagi dua
tubuhnya. Dua buah median bodies (parabasal bodies), diduga
memiliki peranan dalam proses metabolisme.
- Empat flagella yang terletak di lateral, 2 lateral di ventral, dan 2
terletak di kaudal.
c. Flagellata, misalnya Leishmania
Genus Leishmania memiliki dua stadium dalam kehidupannya,
yaitu stadium amastigot dan stadium promastigot.
Stadium amastigot hidup intraseluler dalam darah yaitu dalam sel
RES manusia. Stadium ini memiliki bentuk bulat atau lonjong,
dengan ukuran 2-3 μm. Terdapat sebuah inti eksentrik yang relatif
besar, sebuah aksonema, sebuah kinetoplas dan tidak memiliki
flagel. Kinetoplas terdiri dari dua komponen yaitu blefaroplas dan
benda parabasal, yang satu sama lain dihubungkan dengan fibril dari
struktur ektoplasma. Kinetoplas diduga sebagai motorneuron
apparatus primitif.
Stadium promastigot hidup dalam tubuh vektor lalat pasir. Stadium
ini berbentuk kumparan, dengan ukuran (15-25) x (1,5-3,5) μm.
Bentuk ini memiliki sebuah inti ysng terletak sentral, kinetoplas
kecil sebelah anterior inti, serta mempunyai sebuah flagela bebas
dengan panjang 15-28 μm yang dimulai dari kinetoplas (Dubey
2004).
7
berfungsi sebagai anus sederhana. Ada 2 vakuola kontraktil dan 2
bentuk nukleus. Bentuk nukleus ini terdiri dari makronukleus dan
mikronukleus. Makronukleus berbentuk seperti ginjal, berisi
kromatin, bertindak sebagai kromatin somatis/vegetatif.
Mikronukleus banyak mengandung DNA, bertindak sebagai nukleus
generatif/seksual dan terletak pada bagian konkaf dari
makronukleus.
Bentuk kistanya lonjong atau seperti bola, ukurannya 45-75 mμ,
warnanya hijau bening, memiliki makronukleus, memiliki vakuola
kontraktil dan silia. Kista tidak tahan kering, sedangkan dalam tinja
yang basah kista dapat tahan berminggu-minggu (Dubey 2004).
8
otot bergaris. Di otak bentuk kista lonjong atau bulat, tetapi di dalam
otot bentuk kista mengikuti bentuk sel otot (Gandahusada, 2003).
Ookista berbentuk lonjong, berukuran 11-14 x 9-11 mikron. Ookista
mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi
dua sporoblas. Pada perkembangan selanjutnya ke dua sporoblas
membentuk dinding dan menjadi sporokista. Masing-masing
sporokista tersebut berisi 4 sporozoit yang berukuran 8 x 2 mikron
dan sebuah benda residu. Toxoplasma gondii dalam klasifikasi
termasuk kelas Sporozoasida, berkembang biak secara seksual dan
aseksual yang terjadi secara bergantian.
2. Cacing
Terdapat tiga jenis cacing yang menjadi parasit dalam tubuh
manusia yaitu nematoda, Platyhelminthes, dan acanthocephalan.
Berikut contoh morfologi salah satu jenis cacing, yaitu dari filum
nematoda.
a. Ascaris lumbricoides
- Cacing jantan berukuran sekitar 10-30 cm, sedangkan betina sekitar
22-35 cm.
Stadium dewasa hidup di rongga usus muda. Seekor cacing betina
dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir sehari.
- Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian
rambut di ujung ekornya (posterior).
- Pada cacing betina, pada sepertiga depan terdapat bagian yang
disebut cincin atau gelang kopulasi.
b. Strongyloides stercoralis
- Cacing betina kecil,langsing seperti benang dan ukurannya kira-
kira 2mm,dengan kedua ujungnya runcing.
- Cacing jantan lebih besar.
9
- Saluran pencernaan terdiri dari kapsul bukal kecil, esofagus
panjang memanjang melalui pertigaan anterior tubuh,dan usus yang
tipis.
c. Ancylostoma duodenale
- Memiliki plat-plat pemotong dorsal yang mengelilingi pinggir
sebelah dalam mulut.
- Memiliki kutikula yang mempunyai garis-garis melintang.
- Terdapat sepasang papillae, masing-masing satu pada sisi tubuh
dekat pertengahan esofagus.
- Cacing jantan dewasa panjangnya 11 mm, dan betina 13 mm.
d. Necator americanus
- Memiliki plat-plat pemotong sentral besar serta licin dan semilunar
bentuknya sepanjang pinggir bebas.
- Jantan ukurannya 9 mm dan betina ukurannya 11mm.
- Vulva, sedikit kearah anterior dari pertengahan tubuh.
- Tidak ada duri pada ujung ekor.
3. Ektoparasit
Ektoparsit merupakan parasit yang berdasarkan tempat
manifestasi parasitismenya terdapat di permukaan luar tubuh inang,
termasuk di liang-liang dalam kulit atau ruang telinga luar. Kelompok
parasit ini juga meliputi parasit yang sifatnya tidak menetap pada
tubuh inang, tetapi datang dan pergi di tubuh inang. Adanya sifat
berpindah bukan berarti ektoparasit tidak mempunyai preferensi
terhadap inang. Seperti parasit yang lainnya, ektoparasit juga memiliki
spesifikasi inang, inang pilihan, atau inang kesukaan (Ristiyanto et al,
2004).
a. Pinjal (flea)
Pinjal merupakan serangga ektoparasit yang hidup diluar tubuh
inangnya.
10
- Tubuh pinjal dewasa berbentuk pipih bilateral sehingga dapat dilihat
dari samping.
- Pinjal mempunyai ukuran kecil, larvanya berbentuk cacing
(vermiform).
- Pupanya berbentuk kepompong dan membungkus diri dengan
seresah.
- Perilaku pinjal secara umum merupakan parasit temporal, yaitu
berada dalam tubuh hospes saat membutuhkan makanan.
- Jangka hidup pinjal bervariasi, pada spesies pinjal tergantung pada
mereka mendapat makanan atau tidak.
- Terdapat beberapa genus pinjal yaitu Tunga, Ctenocephalides dan
Xenopsylla (Kesuma, 2007).
b. Sengkenit (ticks) atau caplak
Sengkenit atau caplak termasuk ke dalam Ordo Acarina dan Famili
Ixodidae.
- Tubuh terdiri atas Cephalotoraks dan abdomen mempunyai empat
pasang kaki, setiap terdiri dari enam ruas.
- Kapitilum terdiri dari basis kapitulum dan mulut
- Mulut terdiri hipostoma, khelisera, dan pedipalpi
- Caplak jantan skutum menutupi seluruh permukaan dorsalnya, betina
pada anteriornya saja
- Pada caplak keras kapitulum tampak dari dorsal. Tubuhnya terdiri
atas kapitulum dan abdomen berupa kantong yang sebenarnya
terbentuk dari bagian kepala, toraks dan abdomen. Mematorfosis
tidak sempurna.
- Stadium dewasa mempunyai empat pasang kaki, sedangkan larva
dan nimfa muda mempunyai tiga pasang kaki. Besar sengkenit kira-
kira 1 cm, kulitnya kuat dan berbulu pendek. Bagian mulut
dilengkapi dengan hipostoma dan kelisera yang bergerigi.
-
11
2.4 Fisiologi Parasit
12
imunoglobulin yang akan berikatansecara khas pula dengan antigen
(Setyawati, 2016).
13
tersebut. Contohnya, pada Protozoa parasit yang berlipat ganda melalui
pembelahan biner atau secara pembelahan vegetatif, tetapi tidak dapat
membedakan fase-fase seksual itu (Budianto, 2014).
14
secara seksual. Baik inang definitif ataupun inang perantara bagi
masing-masing jenis parasit sangat spesifik spesiesnya (Budianto,
2014).
15
mengandung larva tersebut dikonsumsi manusia maka manusia akan
terinfeksi (Budianto, 2014).
3. Hospes Paratenik (Paratenic host), yaitu hospes parasit berada dalam
bentuk larva dan menggunakannya sebagi tempat istirahat (resting
stage) karena di dalam tubuh hospes ini parasit tidak berkembang
lebih lanjut dan tetap berada dalam bentuk/stadium yang infektif dan
dapat berpindah ke tubuh hospes definitive (Budianto, 2014).
4. Hospes Eksidental (accidental/incidental host), yaitu hospes yang
secara alami bukan merupaka hospes definitive tetapi secara kebetulan
ditempati oleh parasit. Parasit yang menginfeksi biasanya tidak bisa
tumbuh menjadi dewasa dan tetap dalam bentuk larva yang
berimigrasi ke beberapa organ. Contoh: Pecinta binatang yang
terinfeksi pinjal anjing (Budianto, 2014).
5. Hospes Reservoar (Reservoir host), yaitu organism yang mengandung
parasit dan terus menerus menjadi sumber penularan penyakit. Contoh
: Kera di Sumatera dan Semenanjung Malaka yang menjadi sumber
penyakit Filariasis Malayi (Budianto, 2014).
6. Hospes yang rentan (Compromised host), yaitu individu yang
pertahanan tubuh normalnya mengalami penurunan (pasien
HIV/AIDS), tidak ada (defisiensi kogenital) atau terlewati (missal
karena penetrasi kulit). Individu golongan ini sangat rentan terhadap
berbagai jenis pathogen yang umum maupun yang oportunistik
(Budianto, 2014).
16
2.9 Pengaruh Parasit Terhadap Inang
17
tertelan oleh inang akan menetas dalam usus halus yang merupakan tempat
pilihannya untuk menjadi cacing dewasa. Larva ke dua jenis cacing ini
mengalami tahap visceral larvae migrans dan akhirnya kembali ke usus
halus (Budianto, 2014).
18
manusia secara tidak langsung. Parasit yang secara langsung mengganggu
kesehatan manusia dikenal sebagai golongan Zoonosis. Zoonosis
dinyatakan sebagai penyakit atau infeksi yang secara alamiah dapat
berpindah antara hewan dan manusia (Budianto, 2014).
19
tersebut menyerang sel-sel syaraf dan sel-sel retina. Dari contoh tersebut,
cukup jelas bagaimana hubungan zoonosis parasitik tersebut terhadap
kesejahteraan manusia. Kemungkinan masih banyak zoonosis yang lain
lagi yang dapat ditemukan karena sesungguhnya masih beribu-ribu jenis
parasit hewan liar yang belum diketahui, baik taksonominya maupun daur
hidupnya. Menurut WHO (dalam Technical Report No.637 Tahun 1979)
sampai sekarang diperkirakan ada 918 ribu jenis hewan yang patut
dipertimbangkan dalam hubungannya dengan penyebaran penyakit hewan
dan manusia (Budianto, 2014).
20
untuk menyesuaikan diri dan menyatu dengan lingkungan dalam dari
inangnya. Dari segi immunologis, suatu parasit dipandang berhasil apabila
mampu menyatu dengan inang sedemikian rupa sehingga ia tidak dianggap
asing (Budianto, 2014).
21
membebaskan dirinya dari ektoparasit dengan menjilat kulitnya, mencari
kutu dengan paruh, atau mengibas-ngibaskan ekornya. Lapisan lendir yang
tebal sangat mudah regenerasi pada dinding usus, melindungi dinding usus
terhadap masuknya parasit ke dalam dinding usus dan rongga perut.
Mukosa saluran pencernaan merupakan jaringan tubuh yang paling cepat
dapat diregenerasi. Bulu yang lembut, pendek, dan rapat pada kulit sapi
putih (zebu) menyulitkan serangan caplak, kutu dan ektoparasit yang lain
(Budianto, 2014).
22
tergantung pada konfigurasi antigen dan bersifat komplementer. Antigen
dalam parasitologi itu merupakan benda asing bagi inang (Budianto,
2014).
23
Berdasarkan 2 contoh sebagaimana dikemukakan di atas maka
dapat diketahui bahwa pengembangan tanggap tidak hanya oleh inang
terhadap parasit, namun juga oleh parasit terhadap infeksi ulang oleh
parasit yang sama dan terhadap inangnya pula. Tanggap parasit yang
terakhir ini semakin memberikan penjelasan kemampuan parasit yang
dengan cantik beradaptasi tanpa atau sedikit mengganggu keseimbangan
hubungan parasit-inang. Contoh adaptasi yang cantik ini adalah
Plasmodium falciparum yang dengan sesegera mungkin meninggalkan
darah dan menginfeksi sel-sel hati agar terhindar dari proses fagositosis
sel-sel kebal inangnya. Demikian pula, Leishmania yang menginfeksi
makrofag sehingga terhindar dari proses pencernaan. Parasit-parasit
Helmin yang berukuran lebih besar pada umumnya mampu menghindari
fagositosis. Mereka biasanya berhasil memantapkan kehadirannya dalam
tempat-tempat pilihannya, sebelum tanggap inang menjadi efektif.
Kebanyakan infeksi parasitis berkembang menjadi infeksi kronis, sedang
tanggap inang berupa tanggap kebal adaptif (Budianto, 2014).
Contoh:
24
Dalam ilmu parasit, taksonomi dapat didefinisikan sebagai suatu
ilmu yang mencakup masalah identifikasi dan tata nama berbagai hewan
yang hidupnya bersifat parasitis. Hampir semua filum dalam dunia hewan
mengandung bentuk-bentuk parasit walaupun sebagian besar hidup
mandiri. Filum Echinodermata mungkin satu-satunya yang tidak
mengandung bentuk parasitis, sedang filum Porifera, Coelenterata,
Mollusca, dan Vertebrata, masing-masing hanya mengandung beberapa
jenis bentuk parasit. Hewan-hewan parasit yang penting, terutama terdapat
di antara filum Protozoa, Platyhelmines (klasis Cestoda dan Trematoda),
filum Nemathelmines, dan Arthropoda (klasis, Insecta dan Arachnida).
Dengan demikian, morfologi masing-masing jenis parasit dengan
sendirinya akan berbeda tergantung pada jenis (spesies) parasit yang
bersangkutan, yaitu termasuk filum atau klasis yang mana (Budianto,
2014).
25
inang tersebut dengan migrasi dalam tubuh inang. Dengan demikian,
kelulushidupan parasit bergantung pada kemampuan dalam menjaga
keseimbangan dengan inangnya (Budianto, 2014).
1) Kudis
2) Cacingan
26
d. Sporozoa, contohnya Toxoplasma penyebab toksoplasmosis,
Plasmodium penyebab malaria, atau Cryptosporidium penyebab
kriptosporidiosis.
- virulensi
- replikasi
1. Cara umum :
27
a. Melalui kontaminasi lingkungan yaitu dengan kotoran manusia &
hewan sebagian besar terjadi secara fecal-oral (untuk infeksi cacing)
& penetrasi larva melalui kulit (mis : infeksi cacing tambang &
strongyloidiasis).
- Penetrasi langsung :
E. Setelah Menempel
28
a. penghasilan produk toksin oleh parasit (mis: endotoksin, amoebic
ionophore)
1. produk parasit/racun
3. Imunopatology
(Diambil dari
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/kuntarti/material/konsepdasarmikroparasitolo
gi.pdf, pada 8 november 2019)
1. Superparasitisme
29
Trematoda lain yang hidup sebagai parasit dalam siput air tawar Planorbis
sp. Jadi, parasit C. flabelliformis muda berparasit pada parasit lain
(stadium sporokista atau redia Trematoda) yang berparasit pada siput
Planorbis sp (Budianto, 2014).
2. Hiperparasitisme
3. Poliparasitisme (Multiparasitisme)
30
Salah satu kaidah Ekologi yang senantiasa terkait dengan parasit
adalah kemampuan penyebarannya (distribusi). Ke luar dari tubuh inang
yang di infeksinya atau disebut sebagai penyebaran, sangat diperlukan oleh
organisme parasit karena merupakan usaha untuk melestarikan
keturunannya, melalui upaya menemukan dan menginfeksi inang. Dalam
hal menemukan dan menginfeksi inang, inangnya dapat berasal dari jenis
yang sama atau berbeda.
31
yang beragam. Parasitisme adalah hubungan majemuk antara parasit
dengan satu atau lebih inang dan lingkungannya.
32
Seanjutnya, terdapat juga pengaruh dari zoonosis. Zoonosis adalah
penyakit atau infeksi parasit yang ditularkan secara alamiah di antara
hewan vertebrata dan manusia. Peternakan di Indonesia rentan terhadap
berbagai penyakit, termasuk zoonosis. Dengan demikian, zoonosis
merupakan ancaman baru bagi kesehatan manusia. Berkembangnya
zoonosis dalam beberapa tahun terakhir menjadi tanda bertambahnya
ancaman penyakit yang mematikan bagi manusia yang ditularkan oleh
hewan. Sampai saat ini, terdapat tidak kurang dari 300 penyakit hewan
yang dapat menulari manusia. Dalam 20 tahun terakhir, 75% penyakit baru
pada manusia terjadi akibat perpindahan patogen dari hewan ke manusia
atau bersifat zoonotik, dan dari 1.415 mikroorganisme patogen pada
manusia, 61,6% bersumber dari hewan.
33
Hewan yang dapat terinfeksi : Anjing, kucing, monyet
Cara penularan : Melalui gigitan nyamuk bancrofti
5. Zoonosis parasit : Myasis
Parasit penyebab : Chrysomya bezziana, Strongyloides sp. S.
scabiei
Hewan yang dapat terinfeksi : Sapi, kerbau, kambing, domba, harimau,
rusa, badak, dan unta
Cara penularan : Melalui infestasi larva. domba, harimau,
rusa, pada luka
34
3. Perawatan ikan. Mengisolasi hewan sakit atau terinfeksi bila
memungkinkan. Berikan perawatan dan pengobatan bagi ikan yang
terinfeksi
4. Disinfeksi. Jaga ruangan kerja dalam fasilitas hewan untuk tetap kering,
rapi dan bersih. Disinfeksi permukaan pekerjaan laboratorium setelah
digunakan. Ikan yang telah mati, produk olahan yang terkontaminasi, serta
limbah laboratorium dimusnahkan dengan cara dibakar atau dengan cara
yang telah ditetapkan oleh laboratorium.
5. Perawatan air. Lakukan treatment pada air sebelum digunakan sebagai
media pemeliharaan. Treatment yang dapat digunakan antara lain:
treatment ozon; penyinaran dengan ultraviolet (UV); filter fisik, kimia dan
biologi; memanaskan air (sehari sekali hingga 70°C selama 1 jam); dan
pergantian air secara berkala.
Upaya untuk mencegah penularan penyakit zoonosis pada manusia
meliputi (Hiswani, 2010):
a. Mengendalikan zoonosis pada hewan dengan eradikasi atau eliminasi
hewan yang positif secara serologis dan melalui vaksinasi.
b. Memantau kesehatan ternak dan tata laksana peternakan di tingkat
peternak.
c. Mensosialisasikan gejala klinis awal penyakit zoonosis di peternakan atau
rumah potong hewan dan sesegera mungkin melaporkan dan mengambil
tindakan terhadap ternak maupun pekerja yang tertular penyakit.
d. Memperketat pengawasan lalu lintas ternak dengan menerapkan sistem
karantina yang ketat, terutama dari negara tertular.
e. Melarang impor sapi dan produknya, pakan ternak, hormon, tepung tulang,
dan gelatin yang berasal dari sapi dari negara yang belum bebas penyakit
menular.
f. Menjaga kebersihan kandang dengan menyemprotkan desinfektan.
g. Menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan, masker hidung, kaca
mata pelindung, sepatu boot yang dapat didesinfeksi, dan penutup kepala
bila mengurus hewan yang sakit.
35
h. Menjaga kebersihan dengan mencuci tangan sebelum mengolah pangan
setelah memegang daging mentah, menangani karkas atau mengurus
ternak.
i. Memasak dengan benar daging sapi, daging unggas, dan makanan laut
serta menghindari mengonsumsi makanan mentah atau daging yang
kurang masak.
j. Menjaga makanan agar tidak terkontaminasi hewan piaraan atau serangga.
k. Menggunakan sarung tangan bila berkebun, menghindari feses kucing saat
menyingkirkan bak pasir yang tidak terpakai.
l. Memantau nyamuk dan lalat di daerah endemis dan mengawasi lalu lintas
ternak.
m. Jika tergigit anjing atau kucing, segera mencuci luka bekas gigitan dengan
sabun di bawah kucuran air mengalir 15 menit agar dinding virusselama
10 yang terbuat dari lemak rusak oleh sabun.
n. Segera ke dokter atau ke rumah sakit untuk mendapat vaksinasi.
A. Penggolongan Antiparasit
1. Antimalaria
Antimalaria adalah obat-obat yang digunakan untuk mencegah
dan mengobati penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel tunggal
(protozoa) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina
yang menggigit pada malam hari.
Penggolongan obat antimalaria yakni:
36
a. Obat-obat pencegah/profilaktik
b. Obat-obat penyembuh/pencegah demam (kurativum)
c. Obat-obat pencegah kambuh
d. Obat-obat pembunuh gametofit
2. Antiamuba
Antiamuba adalah obat-obat yang digunakan untuk mengobati
penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme bersel tunggal
(protozoa) yaitu Entamoeba histolytica.
3. Anticacing (Antihelmintik)
Antihelmitica atau obat-obat anticacing adalah obat-obat yang
dapat memusnahkan cacing parasit yang ada dalam tubuh manusia dan
hewan.
4. Antifungi/Antijamur
Antifungi adalah obat-obat yang digunakan untuk
menghilangkan infeksi yang disebabkan oleh jamur. Biasanya obat-
obatan ini berbentuk cairan, kapsul dan tablet.
37
e. Toksokariasis seperti Toxocara canis (pada anjing) dan Toxocara
cati (pada kucinng) terapinya adalah dengan dietilkarbamazin.
2. Trematoda (Cacing Daun)
Skistosomiasis yang disebabkan oleh infeksi Schistosoma
haematobium (pada saluran kemih) Schistosoma mansoni dan
Schistosoma japonicum (pada usus) terapinya adalah dengan
prazikuantel.
3. Cestoda (Cacing Pita)
Infeksi oleh Taenia saginata (pada sapi) dan Taenia solium
(pada babi) terapinya adalah dengan prazikuantel.
38
9. Leishmaniasis yang disebabkan oleh infeksi Leishmania. Terapinya
adalah dengan stiboglukonat, pentamidin, dan amfoterisin.
10. Tripanosomiasis yang disebabkan oleh infeksi Trypanosoma
gambiense dan Tryponosoma rhodesiense. Terapinya adalah
dengan suramin.
39
teritip.
40
Jenis Nutrisi Parasit bergantung pada tuan Bakteri : Bakteri dapat
rumah. menjadi fototrof, litotrof
atau organotrof.
Jamur: Bersifat heterotrof dan
memperoleh nutrisi
dengan cara absorpsi.
41
Sedangkan vector adalah inang yang memindahkan parasite dari
individu yang satu ke individu lainnya atau dari binatang yang kena infeksi
ke manusia. Jika dua inang dilibatkan, maka inang pemindah parasite itu
disebut vector. Contohnya yaitu plasmodium vivax, sejenis parasite
malaria yang mempunyai dua inang yaitu manusia dan nyamuk Anopheles
betina. Dimana Anopheles betina berperan sebagai vector, karena nyamuk
malaria ini memindahkan bibit penyakit plasmodium tersebut (Any
Aryani, 2010)
42
Arthropoda atau invertebrate lain yang memindahkan agen infeksius baik
secara mekanis maupun biologis kepada pejamu baru.
c. Penularan melalui udara
Penyebaran agen infeksius bersama aerosol ke dalam tubuh pejamu
biasanya melalui pintu infeksi saluran pernafasan. Contohnya penularan
melalui debu.
43
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
44
Daftar Pustaka
45
113-17. Bagian Ilmu Biomedik Laboratorium Mikrobiologi Universitas
Jember.
Pearson, R. MSD Manual (2016). Overview of Parasitic Infections
Sardjono, TW. (2017). Helmintologi Kedokteran dan Veteriner. Malang:
Universitas Brawijaya
Setyawan, Setyawati.2016. "Parasitologi". Fakultas Ilmu Keperawatan dan
Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Semarang.
Setyawati. (2016). Parasitologi. Diakses pada 8 november 2019.
Shintawati, Rita, Nematoda Usus, FPMIPA UPI, dalam
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/19681201200
1122-
RITA_SHINTAWATI/E_LEARN_PARASIT/NEMATODA_USUS.pdf (7
November 2019)
Sungkar, S. 1991. Cara pemeriksaan kerokan kulit 64.untuk menegakkan
diagnosis skabies. Majalah Parasitologi Indonesia. hlm. 61
Tjin Willy, 2018, Infeksi Parasit, dalam https://www.alodokter.com/infeksi-
parasit (8 November 2019)
US Department of Health and Human Services (2018). CDC. Parasites.
Kinman, T. Healthline. (2016). Parasitic Infection.
Wendel, J. and A. Rompalo. 2002. Scabies and pediculosis pubis. An update of
treatment regimens and general review. CID 35. (Suppl. S1512): S146
World Health Organization. 2004. Waterborne Zoonoses: Identification, Causes
and Control. World Health Organization, Geneva.
Yu, SH., and Mott KE. 1994. Epidemiology and morbidity of food-borne
intestinal trematode infections. Tropical Disease Buletin 91 :125-152.
Yusufs. 2008. Pusat informasi penyakit infeksi. Penyakit kaki gajah (filariasis).
archiveorisinil.com.
Zandman-Goddard, G. Shoenfeld, Y. (2009). Parasitic Infection and
Autoimmunity. Lupus, 18(13), pp. 1144-1148.
46