Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH COLLABORATION LEARNING

Blok Ilmu Dasar Keperawatan II

Oleh :

Kelompok 4 Reguler A 2019

Dosen Pembimbing :

Nurna Nungsih, S.Kp., M.Kes

Anggota Kelompok :
ANANDA RUSADI (04021381924079) SEKAR ARUM FAMIKAT (04021281924034)

FERNANDO (04021381924078) HERLIN MAHARANI (04021281924036)

CHERLY MELINDA (04021281924024) POPY DWI KUSUMA (04021281924038)

HAFIDAH (04021081924114) MUTIARA RAJAB B.A.M (04021281924043)

INDRIAS MEITA SARI (04021181924106) FITRA ALIYAH RAHMA (04021281924045)

ZULFA CHAIRUNNISAH (04021281924020) ALIFAH MIFTAHUL J (04021281924046)

RAHMA DIANA (04021281924021) ALMUSLIMIATI R (04021281924047)

IZZATI ADHA PRATITIS (04021281924027) GITA APRILLIA (04021281924048)

ILMA ALDILLA SYAHIDA (04021281924030) ALFIRSCA NINDIA V (04021281924057)

DEBORA KUSDIANINGTYAS C (04021281924033)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial ini sebagai tugas kompetensi
kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi
besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya
sampai akhir zaman.

Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di
masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat
bantuan bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa
hormat dan terimakasih kepada :

1. Allah SWT

2. Kelompok 4 Ibu Nurna Nungsih, S.Kp., M.Kes

3. Teman-teman seperjuangan PSIK UNSRI,

4. Semua pihak yang telah membantu kami.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini
bermanfaaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu
dalam lindungan Allah SWT.

Indralaya, November 2019

Kelompok 4
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………............................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1


BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Parasit .....................................................................................3
2.2 Klasifikasi Parasit .....................................................................................3
2.3 Morfologi Parasit ......................................................................................5
2.4 Fisiologi Parasit ......................................................................................12
2.5 Reproduksi Parasit ..................................................................................12
2.6 Daur Hidup Parasit .................................................................................13
2.7 Pengertian Inang .....................................................................................15
2.8 Macam-Macam Inang .............................................................................15
2.9 Pengaruh Parasit terhadap Inang ............................................................17
2.10 Tanggap Inang terhadap Parasit............................................................20
2.11 Tata Nama Penyakit Parasit ..................................................................24
2.12 Penyakit yang Disebabkan oleh Parasit ................................................26
2.13 Mekanisme Infeksi Parasit....................................................................27
2.14 Bentuk-Bentuk Parasitisme ..................................................................29
2.15 Pencegahan Infeksi Parasit ...................................................................30
2.16 Obat untuk Parasit ................................................................................36
2.17 Perbedaan Parasit dengan Agen Infeksius Lainnya ..............................39
2.18 Perbedaan Inang dengan Vektor ...........................................................41
BAB III PENUTUP .........................................................................................44

Daftar Pustaka ......................................................................................................45

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata “parasit” berasal dari Bahasa Yunani yaitu para yang


bermakna di samping dan sitos yang berarti makanan. Berdasarkan makna
tersebut, maka parasit adalah organisme yang kebutuhan makannya baik
dalam seluruh daur hidupnya atau sebagian dari daur hidupnya bergantung
pada organisme lain. Organisme yang memberikan makanan pada parasit
disebut sebagai inang atau inang.

Cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang organisme parasit


disebut Parasitologi. Pada dasarnya, parasitologi merupakan
pengembangan khusus atau cabang khusus dari ilmu Biologi yang disebut
ekologi. Salah satu kaidah ekologi yang senantiasa terkait dengan parasit
adalah kemampuan penyebarannya (distribusi) ke luar dari tubuh inang
yang di infeksinya atau disebut sebagai penyebaran, sangat diperlukan oleh
organisme parasit karena merupakan usaha untuk melestarikan
keturunannya, melalui upaya menemukan dan menginfeksi inang. Dalam
hal menemukan dan menginfeksi inang, inangnya dapat berasal dari jenis
yang sama atau berbeda.

Dengan demikian, maka parasit atau tahap hidup bebas parasit akan
dihadapkan pada masalah yang berbeda harus ke luar dari tubuh inang
yang semula diinfeksinya. Antara lain: dalam menghadapi kondisi
lingkungan luar yang sama sekali berbeda dengan saat dia mendiami
(memparasiti) inangnya. Kondisi lingkungan ini sangat tidak ramah,
sehingga peluang organisme parasit dalam menemukan dan menginfeksi
inang sangat rendah. Akibat selanjutnya, adalah tingkat kelulushidupan
parasit juga rendah. Parasit harus mengembangkan suatu cara (strategi)
agar tingkat kelulushidupannya menjadi tinggi untuk menjadi jaminan bagi
kelestarian keturunannya.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja ruang lingkup parasit?


2. Bagaimana mekanisme infeksi parasit?
3. Bagaimana hubungan antara parasit dengan inang?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui ruang lingkup pada parasit.


2. Untuk mengetahui mekanisme infeksi parasit.
3. Untuk mengetahui hubungan antara parasit dengan inang.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Parasit

Kata parasit berasal dari bahasa Yunani yaitu “para” yang


bermakna di samping dan “sitos” yang berarti makanan. Berdasarkan
makna tersebut, maka parasit adalah organisme yang kebutuhan
makannannya baik seluruh daur hidupnya atau sebagian hidupnya
bergantung pada organisme lain (Budianto, 2014).

Parasit adalah organisme yang hidup pada atau didalam tubuh


beberapa organisme lain . Parasit dapat berupa hewan atau tumbuhan yaitu
virus, bakteri, jamur, protozoa, cacing dan arthropoda (Dorland, 2015).

2.2 Klasifikasi Parasit

a. Berdasarkan tempat hidupnya (Heyneman, 2004):

1. Ectoparasite (ectozoa), yaitu parasit yang hidup diluar tubuh


hospes. Misalnya kulit, rambut,rongga telinga luar, contohnya
caplak, kutu, tengu, tungau.
2. Endoparasite (entozoa), yaitu parasit yang hidup didalam hospes.
Misalnya didalam darah, rongga tubuh, usus, dan organ lainnya.
Contohnya cacing gelang, cacing pita, amoeba, plasmodium.

b. Berdasarkan cara hidup (Heyneman, 2004):

1. Facultative parasite (parasit fakultatif), yaitu parasit yang selain


hidup parasitik di tubuh hospes mampu hidup bebas diluar tubuh
hospes (parasit yang akan hidup parasitik apabila kebutuhan
hidupnya meningkat) contohnya cacing kremi, mikronema,
mistletoe.

3
2. Obligatory parasite (parasit obligat), yaitu parasit yang harus selalu
hidup didalam tubuh hospes dan tidak bisa hidup diluar tubuh
hospes. Contohnya cacing tambang, plasmodium, tali putri.
3. Insidental parasite (parasit isidentil), yaitu parasit yang hidup
parasitik pada hospes yang sebenarnya bukan hospes alaminya.
Contohnya pneumostrongilus.

c. Berdasarkan waktu (Heyneman, 2004):

1. Temporary parasite (parasit temporer), yaitu parasit yang hidup


didalam hospes hanya untuk sementara saja (hanya pada saat
membutuhkan makanan saja). Contohnya Plasmodium, Cimex
lecticularis
2. Permanent parasite (parasit permanen), yaitu parasit yang
sepanjang hidupnya berada dalam tubuh hospes. Contohnya cacing
gelang.

d. Berdasarkan sifat hidupnya (Heyneman, 2004):

1. Patogenik parasite (parasit patogen), yaitu parasit yang hidup


dalam hospes dan menimbulkan kerusakan pada jaringan/organ
hospes baik secara mekanis,traumatik atau karena racun/toksin
yang dihasilkan. Contohnya cacing gelang.
2. Pseudoparasite, yaitu suatu benda asing yang pada pemeriksaan
mirip seperti. Contohnya serat-serat sisa makanan
3. Spurious parasite (parasit koprosoik), yaitu parasit yang berada
dalam usus hospes dan melewati sel cerna (keluar) tanpa
menimbulkan gejala infeksi pada hospes.

e. Berdasarkan jumlah hospesnya (Heyneman, 2004):

1. Parasite monoksen, yaitu golongan parasit yang hanya memiliki


satu hospes. Contohnya ascaris lumbricoides, enterobius
vermicularis.

4
2. Parasit poliksen, yaitu golongan parasit yang memiliki beberapa
hospes. Contohnya taenia solinum, trichinella spiralis.

2.3 Morfologi Parasit

Morfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk


organisme, terutama hewan dan tumbuhan yang mencakup bagian-
bagiannya. Pada parasit, secara umu terdapat tiga jenis utama parasit yang
biasanya menginfeksi (Heyneman, 2004).

Morfologi pada parasit tersebut sebagai berikut.

1. Protozoa
Berdasarkan pergerakannya protozoa digolongkan menjadi :
a. Amoeba, contohnya Entamoeba histolytica

 Bentuk histolitika bersifat patogen dengan ukuran yang lebih besar


dibandingkan bentuk minuta. Bentuk histolitika memiliki diameter
12-60 mikron, ukuran yang lebih besar ditemukan pada jaringan dan
ukuran yang lebih kecil ditemukan pada karier asimtomatik.
Endoplasma mengandung butiran halus, biasanya tidak mengandung
bakteri atau sisa makanan, tetapi mengandung sel darah merah
(SDM). Ektoplasmanya tidak berwarna dan terdapat pada bagian
terluar sel. Terdapatnya pseudopodium yang dibentuk oleh
ektoplasma memudahkan E. histolytica untuk bergerak secara cepat.
Bentuk ini berkembang biak dengan pembelahan biner dalam
jaringan yang ditempatinya dan bersifat merusak jaringan sekitarnya
melalui sekresi enzim proteinase (Heyneman, 2004).

 Bentuk minuta merupakan bentuk pokok (esensial) dalam daur hidup


E. histolytica. Bentuk minuta berukuran 10-20 mikron, memiliki inti
entamoeba dengan endoplasma berbutir-butir halus. Pada bagian
endoplasmanya tidak terdapat SDM tetapi mengandung bakteri serta
sisa makanan. Pseudopodium yang ada dibentuk secara perlahan-

5
lahan sehingga pergerakannya relatif lambat. Bentuk minuta ini
kemudian dapat berubah menjadi bentuk histolitika yang patogen
dan hidup di mukosa usus besar serta dapat menimbulkan gejala.
Melalui aliran darah, bentuk histolitika ini dapat menyebar hingga ke
jaringan hati, paru, dan otak (Heyneman, 2004).

 Bentuk kista dibentuk di rongga usus besar, ukurannya 10-20


mikron, dengan bentuk bulat hingga lonjong, mempunyai dinding
kista sebagai pelindung diri, dan berinti entamoeba. Dalam tinja,
bentuk ini biasanya memiliki inti sebanyak 1, 2, atau 4. 6,10 Pada
endoplasma terdapat benda kromatoid berukuran besar yang
sebenarnya merupakan kumpulan ribosom. Selain itu juga terdapat
vakuol glikogen sebagai penyimpan cadangan makanan. Pada kista
yang lebih matang, benda kromatoid dan vakuol glikogen biasanya
sudah tidak terdapat lagi. Bentuk kista memiliki viabilitas yang
tinggi, yakni dapat bertahan hingga 3 bulan pada lingkungan yang
sesuai (Heyneman, 2004).

b. Flagellata, misalnya Giardia lamblia


Giardia lamblia memiliki 2 stadium, yaitu stadium trofozoit dan
stadium kista (Heyneman, 2004).
 Trofozoit berukuran panjang 9-20 μm, lebar 5-15 μm.
 Berbentuk oval hingga ada yang berbentuk buah pear atau bentuk
hati.
 Bentuk trofozoit spesies ini memiliki :
- sucking disc pada ujung anteriornya, yaitu area konkaf yang
menutupi setengah dari permukaan ventral.
- Dua buah nuclei yang terletak simetris bilateral. Nuklei tersebut
mengandung sedikit kromatin perifer namun memiliki kariosom
besar yang berada di tengah.

6
- Sebuah axostyle, terdiri dari 2 axonema yang membagi dua
tubuhnya. Dua buah median bodies (parabasal bodies), diduga
memiliki peranan dalam proses metabolisme.
- Empat flagella yang terletak di lateral, 2 lateral di ventral, dan 2
terletak di kaudal.
c. Flagellata, misalnya Leishmania
Genus Leishmania memiliki dua stadium dalam kehidupannya,
yaitu stadium amastigot dan stadium promastigot.
 Stadium amastigot hidup intraseluler dalam darah yaitu dalam sel
RES manusia. Stadium ini memiliki bentuk bulat atau lonjong,
dengan ukuran 2-3 μm. Terdapat sebuah inti eksentrik yang relatif
besar, sebuah aksonema, sebuah kinetoplas dan tidak memiliki
flagel. Kinetoplas terdiri dari dua komponen yaitu blefaroplas dan
benda parabasal, yang satu sama lain dihubungkan dengan fibril dari
struktur ektoplasma. Kinetoplas diduga sebagai motorneuron
apparatus primitif.
 Stadium promastigot hidup dalam tubuh vektor lalat pasir. Stadium
ini berbentuk kumparan, dengan ukuran (15-25) x (1,5-3,5) μm.
Bentuk ini memiliki sebuah inti ysng terletak sentral, kinetoplas
kecil sebelah anterior inti, serta mempunyai sebuah flagela bebas
dengan panjang 15-28 μm yang dimulai dari kinetoplas (Dubey
2004).

d. Siliata, contohnya Balantidium coli


Balantidium ini merupakan protozoa usus manusia yang paling
besar. Memiliki dua bentuk tubuh yaitu, trofozoit dan kista.
 Bentuk trofozoit seperti kantung, panjangnya 50-200 mμ, lebarnya
40-70 mμ dan berwarna abu-abu tipis. Silianya tersusun secara
longitudinal dan spiral sehingga geraknya melingkar, sitostoma yang
bertindak sebagai mulut pada B. coli terletak di daerah peristoma
yang memiliki silia panjang dan berakhir pada sitopige yang

7
berfungsi sebagai anus sederhana. Ada 2 vakuola kontraktil dan 2
bentuk nukleus. Bentuk nukleus ini terdiri dari makronukleus dan
mikronukleus. Makronukleus berbentuk seperti ginjal, berisi
kromatin, bertindak sebagai kromatin somatis/vegetatif.
Mikronukleus banyak mengandung DNA, bertindak sebagai nukleus
generatif/seksual dan terletak pada bagian konkaf dari
makronukleus.
 Bentuk kistanya lonjong atau seperti bola, ukurannya 45-75 mμ,
warnanya hijau bening, memiliki makronukleus, memiliki vakuola
kontraktil dan silia. Kista tidak tahan kering, sedangkan dalam tinja
yang basah kista dapat tahan berminggu-minggu (Dubey 2004).

e. Sporozoa, contohnya Toxoplasma gondii


Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler,
terdapat dalam tiga bentuk yaitu takizoit (bentuk proliferatif), kista
(berisi bradizoit) dan ookista (berisi sporozoit) (Hiswani, 2005).
 Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan ujung yang runcing
dan ujung lain agak membulat. Ukuran panjang 4-8 mikron, lebar 2-
4 mikron dan mempunyai selaput sel, satu inti yang terletak di
tengah bulan sabit dan beberapa organel lain seperti mitokondria dan
badan golgi (Sasmita, 2006). Bentuk ini terdapat di dalam tubuh
hospes perantara seperti burung dan mamalia termasuk manusia dan
kucing sebagai hospes definitif. Takizoit ditemukan pada infeksi
akut dalam berbagai jaringan tubuh. Takizoit juga dapat memasuki
tiap sel yang berinti.
 Kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah
membentuk dinding. Ukuran kista berbeda-beda, ada yang berukuran
kecil hanya berisi beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200
mikron berisi kira-kira 3000 bradizoit. Kista dalam tubuh hospes
dapat ditemukan seumur hidup terutama di otak, otot jantung, dan

8
otot bergaris. Di otak bentuk kista lonjong atau bulat, tetapi di dalam
otot bentuk kista mengikuti bentuk sel otot (Gandahusada, 2003).
 Ookista berbentuk lonjong, berukuran 11-14 x 9-11 mikron. Ookista
mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi
dua sporoblas. Pada perkembangan selanjutnya ke dua sporoblas
membentuk dinding dan menjadi sporokista. Masing-masing
sporokista tersebut berisi 4 sporozoit yang berukuran 8 x 2 mikron
dan sebuah benda residu. Toxoplasma gondii dalam klasifikasi
termasuk kelas Sporozoasida, berkembang biak secara seksual dan
aseksual yang terjadi secara bergantian.

2. Cacing
Terdapat tiga jenis cacing yang menjadi parasit dalam tubuh
manusia yaitu nematoda, Platyhelminthes, dan acanthocephalan.
Berikut contoh morfologi salah satu jenis cacing, yaitu dari filum
nematoda.
a. Ascaris lumbricoides
- Cacing jantan berukuran sekitar 10-30 cm, sedangkan betina sekitar
22-35 cm.
Stadium dewasa hidup di rongga usus muda. Seekor cacing betina
dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir sehari.
- Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian
rambut di ujung ekornya (posterior).
- Pada cacing betina, pada sepertiga depan terdapat bagian yang
disebut cincin atau gelang kopulasi.
b. Strongyloides stercoralis
- Cacing betina kecil,langsing seperti benang dan ukurannya kira-
kira 2mm,dengan kedua ujungnya runcing.
- Cacing jantan lebih besar.

9
- Saluran pencernaan terdiri dari kapsul bukal kecil, esofagus
panjang memanjang melalui pertigaan anterior tubuh,dan usus yang
tipis.
c. Ancylostoma duodenale
- Memiliki plat-plat pemotong dorsal yang mengelilingi pinggir
sebelah dalam mulut.
- Memiliki kutikula yang mempunyai garis-garis melintang.
- Terdapat sepasang papillae, masing-masing satu pada sisi tubuh
dekat pertengahan esofagus.
- Cacing jantan dewasa panjangnya 11 mm, dan betina 13 mm.
d. Necator americanus
- Memiliki plat-plat pemotong sentral besar serta licin dan semilunar
bentuknya sepanjang pinggir bebas.
- Jantan ukurannya 9 mm dan betina ukurannya 11mm.
- Vulva, sedikit kearah anterior dari pertengahan tubuh.
- Tidak ada duri pada ujung ekor.

3. Ektoparasit
Ektoparsit merupakan parasit yang berdasarkan tempat
manifestasi parasitismenya terdapat di permukaan luar tubuh inang,
termasuk di liang-liang dalam kulit atau ruang telinga luar. Kelompok
parasit ini juga meliputi parasit yang sifatnya tidak menetap pada
tubuh inang, tetapi datang dan pergi di tubuh inang. Adanya sifat
berpindah bukan berarti ektoparasit tidak mempunyai preferensi
terhadap inang. Seperti parasit yang lainnya, ektoparasit juga memiliki
spesifikasi inang, inang pilihan, atau inang kesukaan (Ristiyanto et al,
2004).
a. Pinjal (flea)
Pinjal merupakan serangga ektoparasit yang hidup diluar tubuh
inangnya.

10
- Tubuh pinjal dewasa berbentuk pipih bilateral sehingga dapat dilihat
dari samping.
- Pinjal mempunyai ukuran kecil, larvanya berbentuk cacing
(vermiform).
- Pupanya berbentuk kepompong dan membungkus diri dengan
seresah.
- Perilaku pinjal secara umum merupakan parasit temporal, yaitu
berada dalam tubuh hospes saat membutuhkan makanan.
- Jangka hidup pinjal bervariasi, pada spesies pinjal tergantung pada
mereka mendapat makanan atau tidak.
- Terdapat beberapa genus pinjal yaitu Tunga, Ctenocephalides dan
Xenopsylla (Kesuma, 2007).
b. Sengkenit (ticks) atau caplak
Sengkenit atau caplak termasuk ke dalam Ordo Acarina dan Famili
Ixodidae.
- Tubuh terdiri atas Cephalotoraks dan abdomen mempunyai empat
pasang kaki, setiap terdiri dari enam ruas.
- Kapitilum terdiri dari basis kapitulum dan mulut
- Mulut terdiri hipostoma, khelisera, dan pedipalpi
- Caplak jantan skutum menutupi seluruh permukaan dorsalnya, betina
pada anteriornya saja
- Pada caplak keras kapitulum tampak dari dorsal. Tubuhnya terdiri
atas kapitulum dan abdomen berupa kantong yang sebenarnya
terbentuk dari bagian kepala, toraks dan abdomen. Mematorfosis
tidak sempurna.
- Stadium dewasa mempunyai empat pasang kaki, sedangkan larva
dan nimfa muda mempunyai tiga pasang kaki. Besar sengkenit kira-
kira 1 cm, kulitnya kuat dan berbulu pendek. Bagian mulut
dilengkapi dengan hipostoma dan kelisera yang bergerigi.
-

11
2.4 Fisiologi Parasit

Adaptasi fisiologi merupakan adaptasi yang terkait dengan


fisiologi tubuh parasit untuk dapat hidup di dalam inang. Adaptasi
fisiologi sangat bergantung dengan tempat parasit hidup. Beberapa parasit
yang hidup di dalam saluran pencernaan ikan umumnya menghasilkan
enzyme anti enzy pencernaan dengan tujuan untuk menetralisir, agar
parasit tidak ikut tercerna pada saat inang mencerna makanan. Beberapa
parasit juga membungkus dirinya dengan asam amino yang sama dengan
asam amino inang dengan tujuan agar tidak dikenali sebagai benda asing.
Cacing schistomiasis melakukan Penyamaran antigenik (antigenic
mimicry) yaitu parasit cacing dewasa dapat memperoleh antigenik
jaringan inang untuk menyelubungi dirinya sehingga sistem imun inang
gagal mengusir parasit cacing tersebut (Hardi, 2015).

2.5 Reproduksi Parasit

Pertumbuhan dan perkembangan parasite tubuh terdapat suatu


mekanisme yaitu mekanisme tanggap kebal yang akan mengenali dan
segera memusnahkan setiap sel yang berbeda/asing dari selnormal
tubuhnya sendiri. Seperti pada kekebalan terhadap bakteri, cendawan, dan
virus, kekebalan dalam parasitologi terdiri dari kekebalan bawaan yang
mungkindisebabkan spesifitas inang, karakteristik fisik inang, sifat
biokimia yang khas dan kebiasaan inang serta kekebalan didapat.
Kekebalan didapat dibedakan menjadi dua, yaitu kekebalan secara pasif,
contohnya ialah kekebalan anak yang didapat dari kolostrum ibunya, serta
kekebalan didapat secara aktif. Reaksi kekebalan didapat secara aktif
timbul setelah adanya rangsangan oleh antigen. Tergantung dari sifat
antigen sehingga terjadi pembelahan limfosit-limfosit menjadi sel T atau
sel B. Sel T mempunyai reseptor khusus terhadap antigen tertentu,
sedangkan sel B akan mengeluarkan antibodi yang dikenal sebagai

12
imunoglobulin yang akan berikatansecara khas pula dengan antigen
(Setyawati, 2016).

Modus penularan ialah cara atau metode penularan penyakit yang


biasanya terjadi. Pada umumnya, cara penularan penyakit parasit adalah
secara kontak langsung, melalui mulut (food-borneparasitosis), melalui
kulit, melalui plasenta, melalui alat kelamin dan melalui air susu. Sumber
penularan bagi penyakit parasit, seperti halnya bagi penyakit menular lain
terjadi dari inang yang satu ke inang yang lain. Penularan dapat juga dari
sumber penyakit kepada inang baru. Adapun yang dapat berlaku sebagai
sumber penularan penyakit parasit ialah organisme baik hewan maupun
tumbuhan dan benda mati seperti tanah, air, makanan, dan minuman
(Setyawati, 2016).

2.6 Daur Hidup Parasit

Daur hidup parasit adalah serangkaian fase-fase fenomena sejarah


hidup suatu jenis parasit. Sejarah hidup itu, meliputi serangkaian urutan
kejadian dalam kehidupan, baik kehidupan endogenis maupun kehidupan
eksogenis. Fase-fase fenomena sejarah hidup tersebut selalu sama dan
terulang kembali pada setiap progeni berikutnya. Dengan demikian, jenis
organisme parasit tersebut dapat dipertahankan (Budianto, 2014).

Jika dalam fase-fase atau suatu fase fenomena sejarah hidup


tersebut ada kelainan-kelainan yang disebabkan oleh pengaruh faktor luar
atau faktor dalam, mungkin akan terbentuk jenis baru atau galur baru.
Hilangnya suatu jenis parasit atau timbulnya suatu jenis parasit baru, baik
karena adanya beda morfologi atau derajat patogenitasnya adalah suatu
fenomena yang senantiasa dapat diduga akan terjadi. Suatu jenis parasit
yang ada sekarang ini mungkin hilang dan sebaliknya mungkin akan
terbentuk jenis baru. Selama waktu menyelesaikan daur hidupnya tiap
individu parasit mengalami fase seksual dan fase aseksual, tetapi
adakalanya kita tidak mampu secara praktis membeda-bedakan fase

13
tersebut. Contohnya, pada Protozoa parasit yang berlipat ganda melalui
pembelahan biner atau secara pembelahan vegetatif, tetapi tidak dapat
membedakan fase-fase seksual itu (Budianto, 2014).

Fase muda suatu jenis parasit tumbuh dan berkembang seperlunya,


sedang fase dewasa dan fase aseksual mengalami reproduksi atau
pelipatgandaan. Tumbuh dan berkembang tersebut bersama-sama
merupakan suatu agregat perubahan yang disebut pertumbuhan. Tumbuh
diartikan sebagai bertambah besar sehingga bertambah ukurannya.
Berkembang diartikan sebagai adanya perubahan struktur dan bentuk yang
disebabkan karena tidak adanya keseimbangan perubahan bagian-bagian
tubuhnya sehingga terjadilah perubahan komposisi alat-alat tubuh
(Budianto, 2014).

Daur hidup parasit pada umumnya dapat dibedakan menjadi 2 tipe,


ialah tipe langsung dan tipe tidak langsung. Cara infeksinya pun dapat
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu per os atau melalui mulut, tertelan
bersama makanan atau minuman dan per kutan atau melalui kulit
(Budianto, 2014).

1) Pada daur hidup tipe langsung, parasit hanya membutuhkan satu


inang (inang), yaitu inang definitif dan tidak memerlukan inang
perantara. Parasit yang bersiklus langsung, mempunyai atau
mengalami bentuk mandiri. Di dalam fase bentuk mandiri tersebut,
parasit menyiapkan diri untuk menghasilkan bentuk atau stadium
infektif (Budianto, 2014).

2) Pada daur hidup tipe tidak langsung, parasit membutuhkan satu


inang definitif sebagai inang akhir, dan di samping itu diperlukan
pula satu atau lebih inang perantara. Di dalam tubuh inang
perantara tersebut parasit tumbuh atau tumbuh dan berbiak secara
aseksual menjadi bentuk infektifnya, sedangkan di dalam tubuh
inang definitif, parasit tumbuh menjadi bentuk dewasa dan berbiak

14
secara seksual. Baik inang definitif ataupun inang perantara bagi
masing-masing jenis parasit sangat spesifik spesiesnya (Budianto,
2014).

2.7 Pengertian Inang

Inang merupakan suatu organisme yang memberikan makanan


pada parasit disebut sebagai inang. Inang adalah makhluk hidup yang
ditempati atau dihuni makhluk hidup parasit, di samping tempat
pengambilan makanannya, juga tempat perlindungan dan tempat
pembiakannya (Budianto, 2014).

2.8 Macam-Macam Inang

Berbagai jenis organisme baik manusia maupun hewan yang bisa


menjadi tempat hidup bagi parasit juga dapat dibagi sesuai dengan posisi
dan peranny dalam siklus hidup parasit, sebagai berikut :

1. Hospes definitif (Definitive host), yaitu hospes tempat menumpangnya


parasit dalam bentuk dewasa atau menjadi tempat berlangsungnya
reproduksi seksual bagi parasit, Contoh : Manusia adalah hospes
definitive utuk cacing gelang (Ascaris lumbricoldes), karena cacing
ini hidup di dalam lumen usus manusia dalam bentuk dewasa, cacing
jantan dan betina kawin, kemudian menghasilkan telur (Budianto,
2014).
2. Hospes Perantara (Intermediate host), yaitu hospes tempat
menumpangnya parasit dalam bentuk larva atau menjadi tempat
berlangsungnya reproduksi aseksual dan kemudian menjadi perantara
penularan penyakit parasit. Contoh : Babi adalah hospes perantara
Taenia solium, karena telur cacing yang tertelan oleh babi akan
tumbuh menjadi larva yang disebut cysticercus di dalam tubuh babi
yaitu di serat-serat otot bergaris dan bila kemudian daging babi yang

15
mengandung larva tersebut dikonsumsi manusia maka manusia akan
terinfeksi (Budianto, 2014).
3. Hospes Paratenik (Paratenic host), yaitu hospes parasit berada dalam
bentuk larva dan menggunakannya sebagi tempat istirahat (resting
stage) karena di dalam tubuh hospes ini parasit tidak berkembang
lebih lanjut dan tetap berada dalam bentuk/stadium yang infektif dan
dapat berpindah ke tubuh hospes definitive (Budianto, 2014).
4. Hospes Eksidental (accidental/incidental host), yaitu hospes yang
secara alami bukan merupaka hospes definitive tetapi secara kebetulan
ditempati oleh parasit. Parasit yang menginfeksi biasanya tidak bisa
tumbuh menjadi dewasa dan tetap dalam bentuk larva yang
berimigrasi ke beberapa organ. Contoh: Pecinta binatang yang
terinfeksi pinjal anjing (Budianto, 2014).
5. Hospes Reservoar (Reservoir host), yaitu organism yang mengandung
parasit dan terus menerus menjadi sumber penularan penyakit. Contoh
: Kera di Sumatera dan Semenanjung Malaka yang menjadi sumber
penyakit Filariasis Malayi (Budianto, 2014).
6. Hospes yang rentan (Compromised host), yaitu individu yang
pertahanan tubuh normalnya mengalami penurunan (pasien
HIV/AIDS), tidak ada (defisiensi kogenital) atau terlewati (missal
karena penetrasi kulit). Individu golongan ini sangat rentan terhadap
berbagai jenis pathogen yang umum maupun yang oportunistik
(Budianto, 2014).

Paling sering manusia bertindak sebagai hospes definitive,


misalnya pada kasus-kasus penyakit Ascariasis, Filiaris, Amoebiais.
Manusia juga bisa menjadi hospes perantara seperti pada penyakit Malaria
dan Toxoplasmosis atau sekaligus menjadi hospes definitive dan perantara
seperti pada Trichinosis dan sebagai hospes incidental seperti pada kasus
Gnathostomiasis (Helmintologi Kedokteran dan Veteriner, 2017: 30)

16
2.9 Pengaruh Parasit Terhadap Inang

Apabila parasit berhasil menginfeksi inang, baik parasit intraseluler


maupun ekstraseluler, baik dalam jaringan ataupun rumen (rongga tubuh)
inang, maka akan terjadi kerusakan mekanis berupa gangguan
keseimbangan homeostasis tempatan. Cairan tubuh termasuk darah inang
akan mengumpul di sekitar parasit yang memberikan pengaruh
pembengkakan dan kemerahan. Kerusakan mekanis ini lebih sering
disebabkan oleh kait dan gigi di bagian mulut parasit. Contoh parasit ini
adalah nematoda filaria Wuchereria bancrofti dan Brugia pahangi yang
menempati bagian jaringan subkutan organ bawah tubuh inang. Selain oleh
kait dan gigi di bagian mulut parasit, kerusakan mekanis oleh parasit
terhadap inang juga disebabkan oleh pengaruh penyumbatan
(pemblokiran). Sebagai contoh, infeksi berat oleh cacing gelang Ascaris
lumbricoides pada anakanak, dapat menyumbat usus halus dan besar.
Contoh lain penyumbatan adalah telur-telur parasit Schistosoma yang
dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah kecil dan menyumbat
pembuluh darah saluran kandung kencing (Budianto, 2014).

Migrasi parasit sepanjang jaringan tubuh inang untuk menembus ke


dalam sel inang, baik menggunakan gigi maupun kait dan/atau sekresi
enzim proteolitik dapat menyebabkan kerusakan fisik Parasit Protozoa
yang menggunakan flagella dan silia berpindah melewati cairan tubuh atau
jaringan tubuh serta alirah darah inang. Apabila parasit intraseluler ini
berhasil menembus sel inang dan mencapai tahap reproduktif, maka
selanjutnya parasit akan ke luar dari dalam sel inang yang menyebabkan
pecahnya sel inang. Plasmodium sp. merupakan contoh parasit Protozoa
yang menggunakan aliran darah untuk mencapai sel-sel hati. Jenis migrasi
ini dilakukan agar parasit mampu menempati tempat tersembunyi yang
aman dari sistem kekebalan inang. Contoh lain parasit Helmin adalah
telur-telur cacing A. lumbricoides dan Toxocara canis yang apabila

17
tertelan oleh inang akan menetas dalam usus halus yang merupakan tempat
pilihannya untuk menjadi cacing dewasa. Larva ke dua jenis cacing ini
mengalami tahap visceral larvae migrans dan akhirnya kembali ke usus
halus (Budianto, 2014).

Selain kerusakan mekanis dan akibat-akibat migrasi parasit,


pengaruh parasit terhadap inang dapat menyebabkan berlangsungnya
persaingan nutrien-nutrien esensial dengan inang. Persaingan nutrien
esensial ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Parasit yang
mempunyai preferensi (pilihan) jenis pakan, misalnya menyukai darah
pada bagian mukosa dapat menyebabkan lubang-lubang kecil pada
pembuluh darah kapiler. Kebanyakan protozoa, cestoda (cacing pita), dan
trematoda (cacing daun) menyerap nutriennya melalui membran sel atau
integumen. Mereka menyerap molekulmolekul dari cairan tubuh inang ke
dalam jaringan tubuhnya dan dapat mengurangi nutrien esensial. Sebagai
contoh, cacing pita Diphyllobothrium latum dapat menyerap sebanyak-
banyaknya vitamin B12 dari isi perut inang. Contoh lain adalah
Schistosoma mansoni mengambil protein darah dan pada infeksi berat
dapat menyebabkan malnutrisi pada inang (Budianto, 2014).

Pengaruh parasit lainnya terhadap inang adalah produk toksin


parasit yang merupakan produk limbah metabolisme parasit itu sendiri
dan mengumpul pada jaringan inang yang dapat menjadi toksik bagi inang.
Contoh produk limbah metabolisme oleh Plasmodium yang mengambil
nutrien dari haemoglobin adalah haematin. Haematin ini akan mengumpul
di hati dan limpa sehingga mempunyai potensi membahayakan bagi
inangnya. Kebanyakan infeksi parasit bersifat kronis karena adanya
pelepasan terus menerus antigen kepada inang atau terjadi imunosupresi
(penekanan terhadap sistem kekebalan inang). Sistem kekebalan inang
secara terus menerus bereaksi atau menjadi toleran Budianto, 2014).

Gangguan parasit tidak hanya terhadap manusia itu sendiri namun


juga yang tidak kalah pentingnya, yaitu parasit hewan terhadap kehidupan

18
manusia secara tidak langsung. Parasit yang secara langsung mengganggu
kesehatan manusia dikenal sebagai golongan Zoonosis. Zoonosis
dinyatakan sebagai penyakit atau infeksi yang secara alamiah dapat
berpindah antara hewan dan manusia (Budianto, 2014).

Dipandang dari kepentingan manusia maka zoonosis parasitis


adalah salah satu segi yang penting dan perlu mendapat perhatian.
Walaupun kebanyakan zoonosis parasitis tidak membahayakan jiwa
manusia, tetapi banyak di antaranya mengganggu kesejahteraan manusia.
Contoh zoonosis parasitis yang terpenting saat ini Trikinelosis,
Ekinokokosis, dan Toksoplasmosis (Budianto, 2014).

Sebagai salah satu contoh, zoonosis yang cukup penting


peranannya dalam bidang kesehatan bahkan kesejahteraan manusia, yaitu
toksoplasmosis yang ditimbulkan oleh protozoa parasit Toxoplasma
gondii, yang dikenal sebagai parasit usus kucing, penyebab penyakit bagi
manusia, mamalia, dan hewan yang lain yang disebut toksoplasmosis. Di
dalam usus kucing terjadi perkembangbiakan secara aseksual dan seksual,
menghasilkan kista yang akan dikeluarkan bersama faeces atau tinja
kucing. Di alam bebas, kista mengalami sporulasi tumbuh menjadi kista
infektif. Manusia dan hewan yang lain terinfeksi apabila menelan kista
tersebut. Kista akan pecah yang selanjutnya akan menginfeksi sel-sel
jaringan tubuh, terutama sel-sel yang berinti. Selain itu, manusia dapat
terinfeksi apabila menelan daging hewan (misalnya kambing) yang telah
terinfeksi dalam keadaan mentah atau pemasakan yang kurang sempurna
(Budianto, 2014).

Akibat infeksi tersebut baik bagi manusia atau hewan, dapat


menyebabkan kemandulan dan terutama infeksi yang terjadi pada ibu
hamil, berakibat pada bayi yang dikandungnya. Oleh karena dapat
mengakibatkan keguguran, bayi lahir mati, bayi lahir cacat, dapat
hydrocephalus, microcephalus atau dapat buta, dan dapat pula mata juling
di kemudian harinya. Hal tersebut terutama karena protozoa parasit

19
tersebut menyerang sel-sel syaraf dan sel-sel retina. Dari contoh tersebut,
cukup jelas bagaimana hubungan zoonosis parasitik tersebut terhadap
kesejahteraan manusia. Kemungkinan masih banyak zoonosis yang lain
lagi yang dapat ditemukan karena sesungguhnya masih beribu-ribu jenis
parasit hewan liar yang belum diketahui, baik taksonominya maupun daur
hidupnya. Menurut WHO (dalam Technical Report No.637 Tahun 1979)
sampai sekarang diperkirakan ada 918 ribu jenis hewan yang patut
dipertimbangkan dalam hubungannya dengan penyebaran penyakit hewan
dan manusia (Budianto, 2014).

2.10 Tanggap Inang Terhadap Parasit

Apabila sepotong jaringan hidup diambil melalui pembedahan dari


seekor hewan (donor) dan dicangkokkan pada hewan lain (resipien) yang
spesiesnya sama, jaringan tersebut biasanya hanya tahan hidup beberapa
hari sebelum dihancurkan oleh resipien. Hal ini merupakan gambaran
kemampuan tubuh hewan untuk mengenali dan kemudian menghancurkan
bahan yang dianggap asing. Peristiwa ini dikenal sebagai tanggap kebal,
dan tanggap kebal serta mekanisme dan akibat-akibatnya dipelajari dalam
immunologi (Budianto, 2014).

Peristiwa penolakan jaringan asing tersebut menggambarkan


adanya mekanisme yang akan mengenali dan segera memusnahkan setiap
sel yang berbeda (asing) dari sel normal miliknya sendiri. Mekanisme ini
menunjukkan adanya semacam bentuk “sistem penyidikan” yang
mengenali dan menyingkirkan sel abnormal. Kemampuan ini sangat
penting bagi tubuh untuk mempertahankan diri agar bebas dari serangan
mikroorganisme dan parasit (Budianto, 2014).

Parasitisme terkait dengan tanggap inang terhadap parasit ialah


penyesuaian dan kelulushidupan. Artinya keberhasilan tiap parasit tidak
diukur dari gangguan yang ditimbulkannya melainkan dari kemampuannya

20
untuk menyesuaikan diri dan menyatu dengan lingkungan dalam dari
inangnya. Dari segi immunologis, suatu parasit dipandang berhasil apabila
mampu menyatu dengan inang sedemikian rupa sehingga ia tidak dianggap
asing (Budianto, 2014).

Berbeda dari arti kekebalan terhadap virus dan kuman, dalam


parasitologi, kebal itu berarti bebas relatif dari infeksi atau investasi
parasit. Dengan perkataan lain, dalam parasitologi tidak atau belum
dikenal kekebalan stabil dan yang ada adalah kekebalan labil. Reaksi
kekebalan terhadap parasit itu pada dasarnya sama seperti pada reaksi
kekebalan terhadap cendawan, bakteri, dan virus. Seperti pada kekebalan
dalam bakteriologi, virologi, dan mikologi, kekebalan dalam parasitologi
dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu kekebalan bawaan dan kekebalan
didapat (Budianto, 2014).

Kekebalan bawaan adalah ketahanan hewan normal terhadap


infeksi oleh parasit, baik terhadap infeksi alam maupun terhadap infeksi
buatan. Kekebalan bawaan mungkin disebabkan oleh spesifisitas inang,
sifat karakteristik fisik inang, sifat biokimia yang khas, dan kebiasaan
inang (Budianto, 2014).

Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, kebanyakan jenis-


jenis parasit itu berparasit pada inang jenis tertentu atau disebut
spesifisitas inang. Endoparasit ayam, umumnya tidak pernah ditemukan
pada reptilia, amfibi, atau mammalia. Sebaliknya, Tripanosoma evansi
tidak pernah ditemukan secara alam dalam tubuh ayam. Diduga temperatur
tubuh, aspek-aspek sistem pencernaan, dan aspek-aspek faal lainnya
merupakan faktor penentu (Budianto, 2014).

Hewan biasanya mempunyai sifat karakteristik fisik yang termasuk


dalam fenomena kekebalan bawaan. Hewan itu mempunyai kemampuan
menjilat dan kemudian menelan ektoparasit yang menyerang bagian
tubuhnya. Anjing, kucing, harimau, unggas, dan sebagainya, di waktu
istirahat menggunakan waktunya juga untuk menghalau atau

21
membebaskan dirinya dari ektoparasit dengan menjilat kulitnya, mencari
kutu dengan paruh, atau mengibas-ngibaskan ekornya. Lapisan lendir yang
tebal sangat mudah regenerasi pada dinding usus, melindungi dinding usus
terhadap masuknya parasit ke dalam dinding usus dan rongga perut.
Mukosa saluran pencernaan merupakan jaringan tubuh yang paling cepat
dapat diregenerasi. Bulu yang lembut, pendek, dan rapat pada kulit sapi
putih (zebu) menyulitkan serangan caplak, kutu dan ektoparasit yang lain
(Budianto, 2014).

Kekebalan dapat dibedakan menjadi 2 macam berdasarkan cara


memperolehnya yaitu kekebalan didapat secara pasif dan kekebalan
didapat secara aktif. Kekebalan didapat secara pasif, dapat ditunjukkan
melalui kolostrum. Kolostrum yaitu air susu yang di sekresi oleh kelenjar
air susu selama beberapa hari sebelum dan setelah melahirkan, selain
mengandung laktalbumin yang tinggi dan komponen air susu yang lain,
juga mengandung globulin yang mengandung benda pelawan yang dapat
diserap oleh usus anak yang dilahirkan. Benda pelawan itu biasanya tidak
spesifik. Air susu biasa yang berasal dari hampir semua hewan menyusui
walaupun dalam tingkat yang berbeda, dapat memberi perlindungan yang
terbatas terhadap parasitparasit gastrointestinal, terutama terhadap
Haemonchus sp. dan cacing kait (Bunostomum sp. dan Ancylostomum
sp.). Putih telur juga mengandung benda pelawan yang juga tidak spesifik.
Serum kebal yang diperoleh dari hewan yang kebal dapat dipergunakan
untuk mengebalkan hewan normal terhadap parasit-parasit tertentu,
misalnya Piroplasma sp., Trypanosoma gambiense, Toxoplasma gondii
dan Ascaris suum (Budianto, 2014).

Kekebalan didapat secara aktif akan timbul setelah adanya


rangsangan oleh suatu antigen. Antigen di sini adalah semua substansi
(parasit atau produk parasit) yang bersifat immunogenis. Reaksi kekebalan
terhadap substansi immunogenis itu berupa keluarnya substansi spesifik
(antibodi) yang dibuat oleh limfosit. Susunan molekul substansi itu

22
tergantung pada konfigurasi antigen dan bersifat komplementer. Antigen
dalam parasitologi itu merupakan benda asing bagi inang (Budianto,
2014).

Setelah adanya rangsangan oleh suatu antigen, dalam limfosit


terbentuk “genetic triggers” yang menyebabkan terjadinya pembelahan
limfosit secara berulang-ulang. Tergantung sifat antigen, maka limfosit itu
membelah menjadi sel-T atau Sel-B. Pada permukaan sel-T terdapat sisi-
sisi reseptor yang akan berikatan dengan antigen tertentu. Cara berkaitnya
permukaan selT dengan antigen tidak khas, namun reseptor pada sel-T itu
telah pula khusus terhadap antigen tertentu. Sel-B akan mengeluarkan
getah protein yang disebut antibodi, yaitu globulin, sehingga antibodi
umumnya dikenal sebagai immunoglobulin. Antibodi akan berikatan
dengan antigen melalui cara yang khas pada tempat-tempat tertentu yang
disebut determinan antigen (Budianto, 2014).

Berkaitan dengan tanggap inang terhadap kehadiran parasit, ada 2


macam jenis inang yaitu inang yang rentan dan inang yang tahan. Dalam
inang yang rentan, parasit berhasil lulus hidup, sedangkan inang
mengalami gangguan. Sedangkan, pada inang yang tahan terhadap
infeksi parasit, parasit tidak berhasil lulus hidup atau hanya sedikit yang
berhasil lulus hidup (Budianto, 2014).

Tanggap inang terhadap parasit dapat berubah setelah infeksi


pertama. Sebagai contoh, seorang anak yang sembuh setelah terkena
penyakit malaria, di dalam tubuhnya berkembang beberapa bentuk
kekebalan sehingga infeksi ringan Plasmodium dapat cepat diatasi melalui
perlindungan yang disebut sebagai kekebalan non-steril. Contoh lain
adalah Schistosoma yang telah menginfeksi sebelumnya, dapat
memberikan perlindungan terhadap infeksi ulang parasit yang sama. Pola
perlindungan terhadap infeksi ulang oleh jenis parasit yang sama seperti
ini dinamakan mimikri molekuler (Budianto, 2014).

23
Berdasarkan 2 contoh sebagaimana dikemukakan di atas maka
dapat diketahui bahwa pengembangan tanggap tidak hanya oleh inang
terhadap parasit, namun juga oleh parasit terhadap infeksi ulang oleh
parasit yang sama dan terhadap inangnya pula. Tanggap parasit yang
terakhir ini semakin memberikan penjelasan kemampuan parasit yang
dengan cantik beradaptasi tanpa atau sedikit mengganggu keseimbangan
hubungan parasit-inang. Contoh adaptasi yang cantik ini adalah
Plasmodium falciparum yang dengan sesegera mungkin meninggalkan
darah dan menginfeksi sel-sel hati agar terhindar dari proses fagositosis
sel-sel kebal inangnya. Demikian pula, Leishmania yang menginfeksi
makrofag sehingga terhindar dari proses pencernaan. Parasit-parasit
Helmin yang berukuran lebih besar pada umumnya mampu menghindari
fagositosis. Mereka biasanya berhasil memantapkan kehadirannya dalam
tempat-tempat pilihannya, sebelum tanggap inang menjadi efektif.
Kebanyakan infeksi parasitis berkembang menjadi infeksi kronis, sedang
tanggap inang berupa tanggap kebal adaptif (Budianto, 2014).

2.11 Tata Nama Penyakit Parasit

Penyakit parasitis adalah penyakit yang timbul sebagai akibat


adanya serangan hewan parasit (zooparasit). Pemberian namanya
disesuaikan dengan nama dari genus parasit yang bersangkutan, ditambah
akhiran asis (Budianto, 2014).

Contoh:

1. "Ascariasis" untuk nama penyakit yang disebabkan oleh cacing


Ascaris sp., misalnya oleh Ascaris lumbricoides.
2. "Enterobiasis" untuk nama penyakit yang disebabkan oleh cacing
Enterobius sp., misalnya oleh Enterobius vermicularis.
3. "Taeniasis" untuk nama penyakit yang disebabkan oleh cacing
Taenia sp., misalnya oleh Taenia saginata.

24
Dalam ilmu parasit, taksonomi dapat didefinisikan sebagai suatu
ilmu yang mencakup masalah identifikasi dan tata nama berbagai hewan
yang hidupnya bersifat parasitis. Hampir semua filum dalam dunia hewan
mengandung bentuk-bentuk parasit walaupun sebagian besar hidup
mandiri. Filum Echinodermata mungkin satu-satunya yang tidak
mengandung bentuk parasitis, sedang filum Porifera, Coelenterata,
Mollusca, dan Vertebrata, masing-masing hanya mengandung beberapa
jenis bentuk parasit. Hewan-hewan parasit yang penting, terutama terdapat
di antara filum Protozoa, Platyhelmines (klasis Cestoda dan Trematoda),
filum Nemathelmines, dan Arthropoda (klasis, Insecta dan Arachnida).
Dengan demikian, morfologi masing-masing jenis parasit dengan
sendirinya akan berbeda tergantung pada jenis (spesies) parasit yang
bersangkutan, yaitu termasuk filum atau klasis yang mana (Budianto,
2014).

Berdasarkan kamus kedokteran, yang dimaksud dengan patologi


adalah pengetahuan tentang perubahan fisik dan fungsional tubuh sebagai
akibat adanya penyakit. Aktivitas hidup parasit di dalam tubuh inangnya,
diantaranya cara hidup, pemilihan habitat di dalam tubuh inang, toksin
yang dikeluarkannya, ikut menentukan perubahan fisik dan fungsional
tubuh inang yang bersangkutan. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa
parasit mempunyai kisaran parasitisme yang beraneka ragam. kisaran
parasitisme meliputi parasit obligat, parasit temporer, parasite fakultatif,
dan parasit adaptif. Organisme parasit tertentu teradaptasi selalu pada
bagian-bagian tubuh tertentu inang atau dalam bahasa evolusi mempunyai
hubungan parasit-inang yang stabil dan telah berlangsung lama.
Sebaliknya, apabila parasit melakukan migrasi di dalam tubuh inang (tidak
menuju ke tempat pilihannya) maka dapat dikatakan bahwa parasit
menginfeksi inang yang salah atau merupakan petunjuk bahwa hubungan
parasit-inang merupakan hubungan yang baru terbentuk. Hubungan yang
baru terbentuk umumnya ditandai oleh tanggap inang yang kuat terhadap
kehadiran parasit sehingga parasit berusaha menghindari tanggap kebal

25
inang tersebut dengan migrasi dalam tubuh inang. Dengan demikian,
kelulushidupan parasit bergantung pada kemampuan dalam menjaga
keseimbangan dengan inangnya (Budianto, 2014).

2.12 Penyakit Yang Disebabkan Oleh Parasit

Jenis Penyakit Infeksi Parasit (Haque, 2007):

1) Kudis

Kudis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit


tungau yakni sarcoptes scabiei var hominis. Orang yang terjangkit
penyakit kulit kudis biasanya tinggal di tempat kumuh serta tidak
melindungi kebersihan tubuhnya.

Tanda-tanda kudis yaitu ada rasa gatal yang demikian hebat


saat malam hari, terlebih di sela-sela jari kaki, tangan, di bawah
ketiak, alat kelamin, pinggang dan sebagainya. Kudis amat mudah
menular pada orang lain.

2) Cacingan

Penyakit cacingan pada manusia sering disebabkan oleh


parasit cacing yang hidup di usus besar dan usus halus. Cacing-
cacing ini bisa bertahan hidup karena mendapat nutrisi dari
menyerap darah di dinding usus dan sari makanan yang dimakan.
Cacing yang menyerang manusia setidaknya ada empat macam
antara lain cacing kremi, cacing gelang, cacing pita, dan cacing
tambang.

a. Amoeba, contohnya Entamoeba yang mengakibatkan penyakit


amubiasis.

b. Flagellata, misalnya Giardia penyebab giardiasis atau Leishmania


penyebab leishmaniasis.

c. Siliata, contohnya Balantidium yang menimbulkan balantidiasis.

26
d. Sporozoa, contohnya Toxoplasma penyebab toksoplasmosis,
Plasmodium penyebab malaria, atau Cryptosporidium penyebab
kriptosporidiosis.

e. Nematoda, termasuk cacing gelang yang menyebabkan penyakit


ascariasis, cacing kremi, dan cacing tambang.
f. Ektoparasit merupakan organisme yang hidup di kulit manusia dan
mendapat makanan dengan menghisap darah manusia, misalnya
kutu yang hidup di kemaluan atau di kulit kepala, dan tungau
penyebab penyakit kudis (skabies).

2.13 Mekanisme Infeksi Parasit

A. Patogenitas Penyakit Parasit

Patogenitasnya bervariasi tergantung jenis parasit (misalnya:


protozoa, cacing atau serangga). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
patogenitas parasit :

- cara paparan & masuk ke dalam hospes

- jumlah parasit yang menginfeksi

- virulensi

- penempelan pada jaringan hospes

- replikasi

- penghancuran sel & jaringan

- gangguan, penghindaran & inaktifasi sistim kekebelan

B. Paparan dan Cara Masuk ke dalam Hospes

1. Cara umum :

Melalui mulut (oral ingestion) & penetrasi melalui kulit /permukaan

2. Transmisi penyakit parasitik :

27
a. Melalui kontaminasi lingkungan yaitu dengan kotoran manusia &
hewan sebagian besar terjadi secara fecal-oral (untuk infeksi cacing)
& penetrasi larva melalui kulit (mis : infeksi cacing tambang &
strongyloidiasis).

b. Melalui gigitan serangga (vektor), mis : malaria & filariasis

C. Beberapa Cara Masuk Parasit

- Tertelan, contoh : Giardia sp, E. histolytica, Cestoda, Nematoda,


Cryptosporidium sp,

- Penetrasi langsung :

a. gigitan serangga, contoh : malaria, filariasis, trypanosomiasis,


leishmaniasis

b. plasental,contoh : Toxoplasma gondii

c. parasit langsung menembus kulit,contoh : cacing tambang, S.


stercoralis, Schistosoma sp

D. Penempelan dan Replikasi Parasit

Sebagian infeksi diawali dengan penempelan parasit pada jaringan


hospes diikuti dengan replikasi. Penempelan parasit pada sel atau jaringan
hospes bersifat non-spesifik, dapat terjadi secara :

a. mekanik (mis : antigen Duffy untuk P. vivax )

b. gigitan bagian mulut (mis: cac. tambang)

c. interaksi antara struktur permukaan parasit (adhesins) & reseptor sel


spesifik hospes (glycoprotein) (misalnya: Giardia lamblia )

E. Setelah Menempel

Setelah menempel pada sel spesifik & berbagai jaringan


selanjutnya parasit memperbanyak diri (bereplikasi). Replikasi dapat
terjadi secara intraseluler & ekstraseluler hospes.

Mekanisme patologik penyakit parasit dapat terjadi melalui :

28
a. penghasilan produk toksin oleh parasit (mis: endotoksin, amoebic
ionophore)

b. pengrusakan jaringan secara mekanik (mis : tekanan atrofi,


pembendungan organ internal, migrasi jaringan)

c. Imunopatology (mis: hypersensitivitas, autoimun, perubahan


metaplastik)

F. Beberapa Mekanisme Patologik dalam Penyakit Parasitik

1. produk parasit/racun

- endotoksin, contoh : P. falciparum

- proteinase, kolagenase , contoh : E, histolytica, Schistosoma sp

2. Pengrusakan jaringan secara mekanik

- pembebndungan, contoh : A. lumbricoides, cacing pita, filaria

- tekanan atropi, contoh : Echinococcus sp, sistiserkus

- migrasi jaringan, contoh : larva cacing

3. Imunopatology

- hypersensitivitas, contoh : infeksi cacing

(Diambil dari
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/kuntarti/material/konsepdasarmikroparasitolo
gi.pdf, pada 8 november 2019)

2.14 Bentuk-Bentuk Parasitisme

1. Superparasitisme

Superparasitisme, yaitu parasit yang berparasit pada parasit lain.


Contoh: Cotylurus flabelliformis adalah cacing daun bentuk primitif yang
berparasitdalam usus halus itik. Sebagai stadium serkaria parasit-parasit
tersebut dapat ditemukan dalam stadium sporokista atau redia dari

29
Trematoda lain yang hidup sebagai parasit dalam siput air tawar Planorbis
sp. Jadi, parasit C. flabelliformis muda berparasit pada parasit lain
(stadium sporokista atau redia Trematoda) yang berparasit pada siput
Planorbis sp (Budianto, 2014).

2. Hiperparasitisme

Hiperparasitisme, yaitu kondisi berupa infestasi oleh parasit yang


jumlahnya kelewat batas. Di sini satu individu inang ditempati parasit dari
satu jenis yang jumlahnya jauh lebih besar dari biasanya. Contoh, seekor
ayam muda berumur 4 bulan menderita infestasi cacing Ascaridia galli
yang berjumlah sekitar 1.000 ekor, dapat disebut kasus hiperparasitisme
(Budianto, 2014).

3. Poliparasitisme (Multiparasitisme)

Poliparasitisme, yaitu kondisi berupa infestasi oleh bermacam-


macam jenis parasit dalam satu individu (inang). Contoh, di Indonesia
poliparasitisme pada manusia biasanya disebabkan oleh malaria,
skistosomiasis, filariasis dan cacing-cacing gastrointestinal. Di negara
Afrika, biasanya oleh malaria, skistosomiasis, filariasis, trypanosomiasis
dan leishmaniasis. Pada hewan ternak disebabkan oleh tripanosomiasis,
anaplasmosis, babesiosis, koksidiosis, fassioliasis, theileriasis dan
cacingcacing gastrointestinal (Budianto, 2014).

2.15 Pencegahan Infeksi Parasit

Cabang ilmu Biologi yang mempelajari tentang organisme parasit


disebut Parasitologi. Pada dasarnya, Parasitologi merupakan
pengembangan khusus atau cabang khusus dari ilmu Biologi yang disebut
ekologi. Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara faktor
biotik (makhluk hidup) dengan faktor abiotik (tidak hidup, seperti tanah,
air, batu dan lainnya (WHO, 2004).

30
Salah satu kaidah Ekologi yang senantiasa terkait dengan parasit
adalah kemampuan penyebarannya (distribusi). Ke luar dari tubuh inang
yang di infeksinya atau disebut sebagai penyebaran, sangat diperlukan oleh
organisme parasit karena merupakan usaha untuk melestarikan
keturunannya, melalui upaya menemukan dan menginfeksi inang. Dalam
hal menemukan dan menginfeksi inang, inangnya dapat berasal dari jenis
yang sama atau berbeda.

Ada 2 jenis lingkungan yang harus dipertimbangkan parasit agar


tingkat kelulushidupan parasit menjadi tinggi.

1. Lingkungan mikro adalah kondisi pada dan atau di dalam tubuh


inang yang merupakan habitat bagi parasit
2. Lingkungan makro berupa kondisi di luar tubuh inang yang
merupakan habitat bagi inang.

Di dalam lingkungan mikro, parasit harus mampu melakukan


adaptasi terlebih dahulu dengan mengatasi atau menghindari reaksi inang
yang mencoba melawan dan menghancurkannya. Lingkungan mikro ini
dapat berupa lapisan terluar dari sel inang (membran sel inang) atau di luar
sel inang atau juga di dalam cairan tubuh ataupun di dalam suatu matriks
yang merupakan bahan penyusun jaringan dan organ inang. Parasit yang
tinggal sementara atau menetap pada lapisan terluar dari sel inang
(membran sel inang) disebut sebagai parasit intraseluler. Pada umumnya,
parasit intraseluler berukuran tubuh sangat kecil (mikroskopis) dan
ukurannya lebih dibatasi oleh ukuran sel inang. Berbeda dengan parasit
intraseluler, parasit ektraseluler yang tinggal sementara atau menetap di
luar sel inang atau juga di dalam cairan tubuh ataupun di dalam suatu
matriks yang merupakan bahan penyusun jaringan dan organ inang,
mempunyai ukuran tubuh berkisar dari ukuran mikroskopis sampai
makroskopis. Adaptasi terhadap lingkungan mikro dan makro,
menunjukkan bahwa organisme parasit mempunyai kisaran parasitisme

31
yang beragam. Parasitisme adalah hubungan majemuk antara parasit
dengan satu atau lebih inang dan lingkungannya.

Selain faktor lingkungan (alam) yang mendukung untuk


pertumbuhan dan perkembangbiakan parasit-parasit tersebut, ada juga
faktor kultur atau kebiasaan masyarakat kita untuk “jajan” makanan yang
dijajakan di pinggir jalan yang masih cukup tinggi. Infeksi Parasit
intestinal dapat terjadi pada berbagai tingkatan pertahanan tubuh, dan
dapat menyebabkan manifestasi klinis yang beragam mulai dari tanpa
gejala (asimptomatik) hingga gejala berat.

Perilaku Responden dalam Pencegahan Infeksi Parasit, antara


lain (WHO, 2004):

a. Mencuci sayuran mentah sebelum dimasak atau dimakan


b. Memasak makanan hingga benar-benar matang sebelum dimakan
c. Tidak memakan makanan yang telah lama disimpan diluar tanpa ditutup
d. Menutup makanan agar tidak terkena debu
e. Tidak membeli makanan terbuka di pinggir jalan
f. Memasak air sampai mendidih sebelum diminum
g. Mencuci tangan terlebih dulu sebelum mengkonsumsi makanan
h. Keluar rumah menggunakan alas kaki
i. Rutin minum obat cacing 2x dalam setahun
j. Minum obat cacing secara rutin pada saat usia balita dan sekolah
k. Hindari memegang kotoran hewan secara langsung, terutama kotoran
kucing
l. Pastikan dapur Anda bersih. Dapur yang bersih dapat mengurangi
risiko tercemarnya makanan oleh parasit
m. Pastikan dapur Anda bersih. Dapur yang bersih dapat mengurangi
risiko tercemarnya makanan oleh parasit
n. Menghindari konsumsi air dari danau, aliran sungai, atau kolam .

32
Seanjutnya, terdapat juga pengaruh dari zoonosis. Zoonosis adalah
penyakit atau infeksi parasit yang ditularkan secara alamiah di antara
hewan vertebrata dan manusia. Peternakan di Indonesia rentan terhadap
berbagai penyakit, termasuk zoonosis. Dengan demikian, zoonosis
merupakan ancaman baru bagi kesehatan manusia. Berkembangnya
zoonosis dalam beberapa tahun terakhir menjadi tanda bertambahnya
ancaman penyakit yang mematikan bagi manusia yang ditularkan oleh
hewan. Sampai saat ini, terdapat tidak kurang dari 300 penyakit hewan
yang dapat menulari manusia. Dalam 20 tahun terakhir, 75% penyakit baru
pada manusia terjadi akibat perpindahan patogen dari hewan ke manusia
atau bersifat zoonotik, dan dari 1.415 mikroorganisme patogen pada
manusia, 61,6% bersumber dari hewan.

Zoonosis yang Disebabkan oleh Parasit, antara lain (Yusufs, 2008):


1. Zoonosis parasit : Toksoplasmosis
Parasit penyebab : Toxoplasma gondii Kucing,
Hewan yang dapat terinfeksi : Kambing, babi, unggas,
Cara penularan : Melalui makanan yang tercemar, vektor
berbagai jenis hewan lainnya lalat/kecoa,
serta melalui tangan.
2. Zoonosis parasit : Taeniasis
Parasit penyebab : Taenia solium, T. saginata
Hewan yang dapat terinfeksi : Babi, sapi
Cara penularan : Melalui makanan yang tercemar
3. Zoonosis parasit : Skabiosis/skabies
Parasit penyebab : Sarcoptes scabiei
Hewan yang dapat terinfeksi : Kambing, domba, kerbau
Cara penularan : Kontak dengan penderita sapi, kuda, babi,
anjing, unta, dan hewan liar lainnya
4. Zoonosis parasit : Filariasis
Parasit penyebab : Filaria wucherina

33
Hewan yang dapat terinfeksi : Anjing, kucing, monyet
Cara penularan : Melalui gigitan nyamuk bancrofti
5. Zoonosis parasit : Myasis
Parasit penyebab : Chrysomya bezziana, Strongyloides sp. S.
scabiei
Hewan yang dapat terinfeksi : Sapi, kerbau, kambing, domba, harimau,
rusa, badak, dan unta
Cara penularan : Melalui infestasi larva. domba, harimau,
rusa, pada luka

Kita dapat melindungi diri dari potensi infeksi penyakit zoonosis


dengan menggunakan prosedur kebersihan dasar sebagai berikut (Hiswani,
2010):
1. Kebersihan personel. Cuci tangan setelah bekerja dengan hewan atau
produk hewan dan ketika meninggalkan fasilitas perikanan. Tidak makan,
minum, serta merokok saat menangani ikan atau saat berada di daerah di
antara populasi ikan.
2. Peralatan perlindungan personel. Gunakan masker wajah/ googles saat
yang tepat (yaitu kegiatan dimana percikan air mungkin terjadi. Kenakan
sarung tangan/ lengan pelindung saat menangani air akuarium, ikan,
jaringan ikan, cairan tubuh dan sampah, kemudian mencuci tangan setelah
melakukan kontak. Kenakan pakaian pelindung khusus saat menangani
ikan. Kemudian cuci pakaian kotor terpisah dari pakaian pribadi dan
sebaiknya dilakukan di kompleks pemeliharaan (hatchery atau lokasi
budidaya). Tutup kulit yang terkelupas, luka, atau tergoresan sehingga
tidak memungkinkan kontak dengan ikan, bahan yang terkontaminasi atau
air akuarium. Jika mengalami gejala klinis seperti luka yang terinfeksi
ditandai dengan pembengkakan, kemerahan, dan nyeri harus segera
mencari perawatan medis. Bersih dan sterilkan peralatan setelah
digunakan.

34
3. Perawatan ikan. Mengisolasi hewan sakit atau terinfeksi bila
memungkinkan. Berikan perawatan dan pengobatan bagi ikan yang
terinfeksi
4. Disinfeksi. Jaga ruangan kerja dalam fasilitas hewan untuk tetap kering,
rapi dan bersih. Disinfeksi permukaan pekerjaan laboratorium setelah
digunakan. Ikan yang telah mati, produk olahan yang terkontaminasi, serta
limbah laboratorium dimusnahkan dengan cara dibakar atau dengan cara
yang telah ditetapkan oleh laboratorium.
5. Perawatan air. Lakukan treatment pada air sebelum digunakan sebagai
media pemeliharaan. Treatment yang dapat digunakan antara lain:
treatment ozon; penyinaran dengan ultraviolet (UV); filter fisik, kimia dan
biologi; memanaskan air (sehari sekali hingga 70°C selama 1 jam); dan
pergantian air secara berkala.
Upaya untuk mencegah penularan penyakit zoonosis pada manusia
meliputi (Hiswani, 2010):
a. Mengendalikan zoonosis pada hewan dengan eradikasi atau eliminasi
hewan yang positif secara serologis dan melalui vaksinasi.
b. Memantau kesehatan ternak dan tata laksana peternakan di tingkat
peternak.
c. Mensosialisasikan gejala klinis awal penyakit zoonosis di peternakan atau
rumah potong hewan dan sesegera mungkin melaporkan dan mengambil
tindakan terhadap ternak maupun pekerja yang tertular penyakit.
d. Memperketat pengawasan lalu lintas ternak dengan menerapkan sistem
karantina yang ketat, terutama dari negara tertular.
e. Melarang impor sapi dan produknya, pakan ternak, hormon, tepung tulang,
dan gelatin yang berasal dari sapi dari negara yang belum bebas penyakit
menular.
f. Menjaga kebersihan kandang dengan menyemprotkan desinfektan.
g. Menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan, masker hidung, kaca
mata pelindung, sepatu boot yang dapat didesinfeksi, dan penutup kepala
bila mengurus hewan yang sakit.

35
h. Menjaga kebersihan dengan mencuci tangan sebelum mengolah pangan
setelah memegang daging mentah, menangani karkas atau mengurus
ternak.
i. Memasak dengan benar daging sapi, daging unggas, dan makanan laut
serta menghindari mengonsumsi makanan mentah atau daging yang
kurang masak.
j. Menjaga makanan agar tidak terkontaminasi hewan piaraan atau serangga.
k. Menggunakan sarung tangan bila berkebun, menghindari feses kucing saat
menyingkirkan bak pasir yang tidak terpakai.
l. Memantau nyamuk dan lalat di daerah endemis dan mengawasi lalu lintas
ternak.
m. Jika tergigit anjing atau kucing, segera mencuci luka bekas gigitan dengan
sabun di bawah kucuran air mengalir 15 menit agar dinding virusselama
10 yang terbuat dari lemak rusak oleh sabun.
n. Segera ke dokter atau ke rumah sakit untuk mendapat vaksinasi.

2.16 Obat Untuk Parasit

Obat untuk Parasit (Antiparasitik) adalah obat-obat yang


digunakan untuk membunuh penyakit yang disebabkan oleh parasit
(Ernest Mustschler, 1991).

A. Penggolongan Antiparasit

Antiparasit atau obat parasit digolongkan menjadi 4, yaitu (Ernest


Mustschler, 1991):

1. Antimalaria
Antimalaria adalah obat-obat yang digunakan untuk mencegah
dan mengobati penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel tunggal
(protozoa) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina
yang menggigit pada malam hari.
Penggolongan obat antimalaria yakni:

36
a. Obat-obat pencegah/profilaktik
b. Obat-obat penyembuh/pencegah demam (kurativum)
c. Obat-obat pencegah kambuh
d. Obat-obat pembunuh gametofit
2. Antiamuba
Antiamuba adalah obat-obat yang digunakan untuk mengobati
penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme bersel tunggal
(protozoa) yaitu Entamoeba histolytica.
3. Anticacing (Antihelmintik)
Antihelmitica atau obat-obat anticacing adalah obat-obat yang
dapat memusnahkan cacing parasit yang ada dalam tubuh manusia dan
hewan.
4. Antifungi/Antijamur
Antifungi adalah obat-obat yang digunakan untuk
menghilangkan infeksi yang disebabkan oleh jamur. Biasanya obat-
obatan ini berbentuk cairan, kapsul dan tablet.

B. Jenis-jenis Obat (Penggunaan Terapi)

Adapun obat-obat yang digunakan untuk mengobati parasit jenis


helmintes (cacing) yang disebut antihelmintik yaitu (Ernest Mustschler,
1991):

1. Nematoda (Cacing Gilig)


a. Ascaris lumbricoides terapinya adalah membendazol atau
levamisol oral serta piperazin.
b. Cacing tambang seperti Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus terapinya adalah dengan membendazol.
c. Cacing kremi seperti Enterobilis vermicularis terapinya adalah
dengan membendazol.
d. Filariasis yang disebabkan oleh infeksi Wucheria bancrofti
terapinya adalah dengan dietilkarbamazin.

37
e. Toksokariasis seperti Toxocara canis (pada anjing) dan Toxocara
cati (pada kucinng) terapinya adalah dengan dietilkarbamazin.
2. Trematoda (Cacing Daun)
Skistosomiasis yang disebabkan oleh infeksi Schistosoma
haematobium (pada saluran kemih) Schistosoma mansoni dan
Schistosoma japonicum (pada usus) terapinya adalah dengan
prazikuantel.
3. Cestoda (Cacing Pita)
Infeksi oleh Taenia saginata (pada sapi) dan Taenia solium
(pada babi) terapinya adalah dengan prazikuantel.

Adapun obat-obat yang digunakan untuk mengobati parasit jenis


protozoa yang disebut antiprotozoa yaitu (Ernest Mustschler, 1991):

1. Malaria yang disebabkan oleh Plasmodium vivax dan Plasmodium


Ovale melalui perantara nyamuk Anopheles betina, terapinya
adalah dengan antimalaria.
2. Skizontisida darah (kerja lambat) yaitu proguanil dan pirimetamin.
3. Skizontisida darah (kerja cepat) yaitu klorokuin, kuinin, meflokuin,
malaron, dan riamet.
4. Skizontisida jaringan yaitu primakuin.
5. Disentri amuba (Amoebiasis) yang disebabkan oleh infeksi
Entamoeba hystolica. Terapinya dalah dengan diloxanid furoat.
6. Giardiasis yang disebabkan oleh infeksi Giardia lamblia.
Terapinya adalah dengan Metronidazol.
7. Trikomoniasis yang disebabkan oleh infeksi Trichomonas
vaginalis. Terapinya adalah dengan Metronidazol.
8. Pneumositosis yang disebabkann oleh infeksi Pneumocystis carinii.
Terapinya adalah dengan kontrimokzasol, atovakuon, dan
pentamidin.

38
9. Leishmaniasis yang disebabkan oleh infeksi Leishmania. Terapinya
adalah dengan stiboglukonat, pentamidin, dan amfoterisin.
10. Tripanosomiasis yang disebabkan oleh infeksi Trypanosoma
gambiense dan Tryponosoma rhodesiense. Terapinya adalah
dengan suramin.

Adapun penggolongan dan jenis-jenis obat jamur atau antifungi


yaitu (Ernest Mustschler, 1991):

1. Polien, dimana jenis-jenis obatnya adalah amfoterisin dan nistatin.


2. Flusitosin
3. Imidazol, dimana jenis-jenis obatnya adalah klotrimazol, ekonazol,
mikanazol, ketokanazol.
4. Triazol, dimana jenis-jenis obatnya adalah flukonazol, itrakonazol,
dan farikonazol.
5. Ekinokandin dan kaspofungi.

2.17 Perbedaan Parasit Dengan Agen Infeksius Lainnya

Tabel perbedaan parasit dan agen infeksius lainnya (Budi, 2018).

Agen Infeksius Lainnya


Parasit (Virus, Bakteri, Jamur,
Clamidia, Riketsia)

Organisme Merupakan organisme Merupakan organisme


eukariotik. prokariotik (kecuali jamur,
eukariotik) .

Ukuran Sebagian besar merupakan Merupakan organisme


organisme uniseluler dan berukuran
makroskopik(dapat dilihat mikroskopis seperti, virus
dengan mata telanjang, dan bakteri. (Kecuali
tanpa bantuan jamur, beberapa berukuran
mikroskop). Contoh: makroskopis) .
cacing pita, kutu, dan

39
teritip.

Reproduksi Reproduksi secara Bakteri : reproduksi bakteri


seksual(perkawinan jantan secara aseksual
dan betina, contoh pada (pembelahan biner) dan
kutu) dan aseksual secara seksual dengan
(pembelahan, contoh pada (konjugasi) .
platyhelminthes) . Virus : reproduksi dengan
melalui siklus litik dan
siklus lisogenik.
Reproduksi virus hanya
terjadi jika berada dalam
sel organisme lain.
Jamur : Jamur dapat
berkembang biak dengan
dua cara, yaitu secara
aseksual dan seksual.
Reproduksi secara
aseksual dapat terjadi
dengan beberapa cara
yaitu dengan fragmentasi
miselium, pembelahan
(fission).

Struktur Parasit bersifat kompleks; Bakteri : Bakteri sederhana.


sel-sel mengandung Sel berisi cincin DNA dan
organel-organel yang tidak ada organel.
terikat-membran termasuk Virus : Partikel tersusun atas
nukleus.
elemen genetik yang
mengandung salah satu
asam nukleat yaitu asam
deoksiribonukleat (DNA)
atau asam ribonukleat
(RNA) dan tidak memiliki
organel.
Jamur : Memiliki hifa yang
berdinding yang dapat
berinti banyak
(multinukleat), atau berinti
tunggal (mononukleat).

40
Jenis Nutrisi Parasit bergantung pada tuan Bakteri : Bakteri dapat
rumah. menjadi fototrof, litotrof
atau organotrof.
Jamur: Bersifat heterotrof dan
memperoleh nutrisi
dengan cara absorpsi.

2.18 Perbedaan Inang Dengan Vektor

Inang merupakan makhluk hidup yang ditempati atau dihuni


makhluk hidup parasite, di samping tempat pengambilan makanannya,
juga tempat perlindungan dan tempat perkembangbiakan. Jadi inang
adalah organisme yang memberikan makanan pada parasite (Bambang
Heru Budianto, 2014).

Penyebaran, sangat diperlukan oleh organisme parasite karena


merupakan usaha untuk melestarikan keturunannya, melalui upaya
menemukan dan menginfeksi inangnya. Dalam menemukan dan
menginfeksi inang, inangnya dapat berasal dari jenis yang sama atau
berbeda. Dengan demikian, maka parasite atau tahap hidup bebas parasite
akan dihadapkan pada masalah yang berbeda harus ke luar dari tubuh
inang yang semula diinfeksinya. Antara lain, dalam menghadapi kondisi
lingkungan luar yang sama sekali berbeda dengan saat dia mendiami
(memparasiti) inangnya.

Ada 2 jenis lingkungan yang harus dipertimbangkan parasite agar


tingkat kelulusan hidupnya menjadi tinggi. Pertama lingkungan makro
yaitu kondisi pada dan atau di dalam tubuh inang yang merupakan habitat
bagi parasite dan berupa kondisi diluar tubuh inang yang merupakan
habitat bagi parasite, dan yang kedua lingkungan mikro dimana parasite
harus mampu melakukan adaptasi terlebih dahulu dengan mengatasi atau
menghindari reaksi inang yang mencoba melawan dan menghancurkannya.

41
Sedangkan vector adalah inang yang memindahkan parasite dari
individu yang satu ke individu lainnya atau dari binatang yang kena infeksi
ke manusia. Jika dua inang dilibatkan, maka inang pemindah parasite itu
disebut vector. Contohnya yaitu plasmodium vivax, sejenis parasite
malaria yang mempunyai dua inang yaitu manusia dan nyamuk Anopheles
betina. Dimana Anopheles betina berperan sebagai vector, karena nyamuk
malaria ini memindahkan bibit penyakit plasmodium tersebut (Any
Aryani, 2010)

Vektor merupakan salah satu mata rantai dari rantai penularan


penyakit, yaitu arthropoda atau invertebrate lain yang memindahkan agen
infeksius baik secara mekanisme maupun secara biologis kepada pejamu.
Jadi, vector adalah organisme yang dapat menularkan penyakit dari hewan
ke hewan lain, atau ke manusia, arthropoda merupakan vector penting
dalam penularan penyakit parasite dan virus yang spesifik.

Mekanisme penularan penyakit dapat dikelompokan mejadi 3


(Supriyono Asfawi, 2010):

1. Penularan langsung (direct transmission)


Penularan yang terjadi secara langsung dan segera dari penyebab
penyakit infeksi kepada manusia maupun binatang melalui pintu infeksi,
karena adanya kontak langsung, seperti bersinggungan, gigitan, hubungan
sexual, batu, bersin, air liur dan sebagainya.
2. Penularan tidak langsung
Penularan yang membutuhkan media baik vehicle maupun vector
(Supriyono Asfawi, 2010).
a. Penularan melalui vehicle
Benda yang terkontaminasi yang membantu transportasi penyebab
penyakit untuk masuk ke dalam tubuh pejamu melalui pintu masuk yang
tepat. Seperti, makanan,mainan anak,sapu dan pakaian.
b. Penularan melalui vector

42
Arthropoda atau invertebrate lain yang memindahkan agen infeksius baik
secara mekanis maupun biologis kepada pejamu baru.
c. Penularan melalui udara
Penyebaran agen infeksius bersama aerosol ke dalam tubuh pejamu
biasanya melalui pintu infeksi saluran pernafasan. Contohnya penularan
melalui debu.

43
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Parasit adalah organisme yang kebutuhan makannya baik dalam


seluruh daur hidupnya atau sebagian dari daur hidupnya bergantung pada
organisme lain. Organisme yang memberikan makanan pada parasit
disebut sebagai inang.sedangkan, hewan yang hidup parasitis itu disebut
zooparasit dan tumbuhan yang hidup parasitis itu disebut fitoparasit.
Parasit harus keluar dari tubuh inangnya agar dapat melestarikan
keturunannya, melalui upaya menemukan dan menginfeksi inang. Parasit
mempengaruhi inangnya dengan cara kerusakan mekanis, penembusan sel
inang melalui migrasi, kompetisi nutrisi esensial, toksin dan imunosupresi.

Ada 2 jenis lingkungan yang harus dipertimbangkan parasit agar


tingkat kelulusan kehidupan parasit menjadi tinggi. Hal yang pertama,
adalah lingkungan mikro dan kedua adalah lingkungan makro.

Daur hidup parasit pada umumnya dapat dibedakan menjadi 2 tipe,


ialah tipe langsung dan tipe tidak langsung. Selain jeenis – kenis inang
definitif dan perantara ada juga jenjs inang predileksi dan reservoir.
Hewan pengangkut parasit dalam upaya menemukan dan menginfeksi
inang yang baru yang disebut sebagai vektor. Vektor sendiri memiliki 2
jenis yaitu vektor mekanis dan vektor biologis.

3.2 Saran

Diiharapkan bagi para pembaca dapat mengerti semua hal tentang


parasit terutama penulis sebagai mahasiswa ilmu keperawatan. Hal ini
dikarenakan agar kita sebagai mahasiswa ilmu keperawatan dapat menjadi
perawat yang profesional dan ahli dibidangnya.

44
Daftar Pustaka

Budi(2018)."Perbedaan parasit dan bakteri". https://perbedaan.budisma.net/


perbedaan-parasit-dan-bakteri.html (Diakses: 7 November 2019).
Budianto, B.H. (2014). Pengantar Parasitologi. Jakarta: Unversitas Terbuka.
Chaira M, Shinta, 2009, Infeksi Campuran, FK UI, dalam
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122516-S09005fk-Infeksi%20campuran-
Literatur.pdf (7 November 2019)
D,Ifdiana.2016. "Teori Belajar, Model Problem Based Learning, Numbered Head
Together, Konsep Virus". repository unpas.
Depkes (Departemen Kesehatan). 2010. Petunjuk Pemberantasan
Taeniasis/Sistiserkosis di Indonesia. Depkes, Jakarta. [22 September 2010].
Desy Arya ,nsi Farisa, Pratiwi,jeng. 2015. Identifikasi Parasit Intestinal Penyebab
Infeksi Oportunistik dengan Studi Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Mengenai Hygiene pada Penderita HIV/AIDS. 6 JSK, Volume 1 Nomor. 1
Tahun 2015
Dorland. (2015). Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.
Dubey, R.C and Maheshwari D.K. (2004). A Textbook of Microbiology. New
Delhi: Chand & Company.
Haque, R. (2007). Human Intestinal Parasites. Journal of Health, Population and
Nutrition, 25(4), pp. 387-391.
Hardi, E. H. (2015). Parasit Biota Akuatik. Diakeses pada 7 November 2019.
Heyneman, D. (2014). Parasitologi dalam Brooks G.F, Butel, J.S, dan Morse, S.A
(Editor). Jawetz, Melnick, & Adelberg Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23.
Hal 673-689.
Hiswani. 2010. Toxoplasmosis penyakit zoonosis yang perlu diwaspadai oleh ibu
hamil. http:/ library,USU,ac.id/dowload/fkm//Hiswani 5 pdf [20 September
2010].
Humphrey, J.D., J.P. Spradbery, and R.S. Tozer. 1980. Chrysomya bezziana:
Pathology of Old World screw worm fly investation in 397.cattle. Exp.
Parasitol. 49: 381
Indriana S, Ary, 2009, Hasil Pemeriksaan, FK UI, dalam
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122645-S09016fk-Hasil%20pemeriksaan-
Literatur.pdf (7 November 2019)
Lestari, Endah, Pujiana.2010. "Peran faktor virulensi pada patogenesis infeksi
Candida albicans" Jurnal Kesehatan Universitas Jember Vol. 7 No. 2 2010:

45
113-17. Bagian Ilmu Biomedik Laboratorium Mikrobiologi Universitas
Jember.
Pearson, R. MSD Manual (2016). Overview of Parasitic Infections
Sardjono, TW. (2017). Helmintologi Kedokteran dan Veteriner. Malang:
Universitas Brawijaya
Setyawan, Setyawati.2016. "Parasitologi". Fakultas Ilmu Keperawatan dan
Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Semarang.
Setyawati. (2016). Parasitologi. Diakses pada 8 november 2019.
Shintawati, Rita, Nematoda Usus, FPMIPA UPI, dalam
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/19681201200
1122-
RITA_SHINTAWATI/E_LEARN_PARASIT/NEMATODA_USUS.pdf (7
November 2019)
Sungkar, S. 1991. Cara pemeriksaan kerokan kulit 64.untuk menegakkan
diagnosis skabies. Majalah Parasitologi Indonesia. hlm. 61
Tjin Willy, 2018, Infeksi Parasit, dalam https://www.alodokter.com/infeksi-
parasit (8 November 2019)
US Department of Health and Human Services (2018). CDC. Parasites.
Kinman, T. Healthline. (2016). Parasitic Infection.
Wendel, J. and A. Rompalo. 2002. Scabies and pediculosis pubis. An update of
treatment regimens and general review. CID 35. (Suppl. S1512): S146
World Health Organization. 2004. Waterborne Zoonoses: Identification, Causes
and Control. World Health Organization, Geneva.
Yu, SH., and Mott KE. 1994. Epidemiology and morbidity of food-borne
intestinal trematode infections. Tropical Disease Buletin 91 :125-152.
Yusufs. 2008. Pusat informasi penyakit infeksi. Penyakit kaki gajah (filariasis).
archiveorisinil.com.
Zandman-Goddard, G. Shoenfeld, Y. (2009). Parasitic Infection and
Autoimmunity. Lupus, 18(13), pp. 1144-1148.

46

Anda mungkin juga menyukai