Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN

TENTANG
Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Syari’ah

Dosen Pembimbing:HestiSetiorini S.Akt.,M.Ak

Disusun oleh :

Kelompok 7

1. Rahmad Rifa’i 1734030026


2. Esti Damayanti 1734030006
3. Yeza Prisky 1734030019
4. Nadila Dwi Kartika 1734030082

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
TAHUN 2019/2020
A.SEJARAH BANK PERKREDITAN RAKYAT

Sejarah lembaga perkreditan rakyat dimulai pada masa kolonial Belanda pada abad ke-19
dengan dibentuknya Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa, dengan
tujuan membantu para petani, pegawai, dan buruh untuk melepaskan diri dari jerat pelepas
uang (rentenir) yang memberikan kredit dengan bunga tinggi.
Pasca kemerdekaan Indonesia, didirikan beberapa jenis lembaga keuangan kecil dan
lembaga keuangan di pedesaan seperti Bank Pasar, Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan
mulai awal 1970an, Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) oleh Pemerintah Daerah.
Pada tahun 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 (PAKTO 1988)
melalui Keputusan Presiden RI No.38 yang menjadi momentum awal pendirian BPR-BPR
baru. Kebijakan tersebut memberikan kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan usaha
“Bank Perkreditan Rakyat” atau BPR. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.7 tentang
Perbankan tahun 1992 (UU No.7/1992 tentang Perbankan), BPR diberikan landasan hukum
yang jelas sebagai salah satu jenis bank selain Bank Umum.
Sesuai UU No.7/1992 tentang Perbankan, Lembaga Keuangan Bukan Bank yang telah
memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dapat menyesuaikan kegiatan usahanya
sebagai bank. Selain itu, dinyatakan juga bahwa lembaga-lembaga keuangan kecil seperti
Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, LPN, LPD, BKD, BKK, KURK,
LPK, BKPD, dan lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu dapat diberikan
status sebagai BPR dengan memenuhi persyaratan dan tata cara yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah (PP).
Selanjutnya PP No.71/1992 memberikan jangka waktu sampai dengan 31 Oktober
1997 bagi lembaga-lembaga keuangan tersebut untuk memenuhi persyaratan menjadi BPR.
Sampai dengan batas waktu yang ditetapkan, tidak seluruh lembaga keuangan tersebut dapat
dikukuhkan sebagai BPR karena tidak dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
BPR yang didirikan sesudah PAKTO 1988 maupun Lembaga Keuangan yang dikukuhkan
menjadi BPR sesuai dengan PP No.71/1992, tunduk pada ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam Undang-undang Perbankan dan peraturanperaturan yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia sebagai otoritas pengawas bank. Khusus Badan Kredit Desa (BKD), meskipun
lembaga tersebut sesuai UU No.7/1992 tentang Perbankan, diberikan status sebagai BPR,
namun karena organisasi dan manajemennya relatif sederhana, lingkup usahanya sangat kecil,
serta operasionalnya tidak setiap hari, maka pengaturan dan pengawasan terhadap BKD pun
tidak dapat disamakan dengan BPR.
Dengan mempertimbangkan karakteristik yang spesifik, jumlah dan sebarannya serta
secara historis sebelum PAKTO 1988 pengawasan BKD dibawah kewenangan BRI maka
pengawasan BKD dilakukan oleh BRI untuk dan atas nama Bank Indonesia.

B.PENGERTIAN BANK PERKREDITAN RAKYAT

Bank Perkreditan Rakyat (disingkat BPR) adalah lembaga keuangan bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.[1] BPR hanya
melakukan kegiatan berupa simpanan dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Dengan lokasi
yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan. Status BPR
diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih
Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit
Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan
(LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang
dipersamakan berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dengan memenuhi
persyaratan tatacara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

C.FUNGSI KEGIATAN USAHA BPR

Fungsi utama BPR adalah memberikan bantuan kredit baik berupa kredit investasi
maupun kredit eksploitasi dalam skala kecil dengan jaminan kepada rakyat yang berada di
daerah.
Adapun fungsi bank perkreditan rakyat yaitu :
1. Memberikan pelayanan jasa perbankan ( seperti: memberikan kredit dan menerima
penyimpanan dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan bentuk lain yang
dipersamakan dengan itu ) kepada pengusaha kecil dan masyarakat pedesaan.
2. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil.
3. Mengurangi praktik ijon dan pelepas uang atau lintah darat.
4. Menunjang pertumbuhan dan modernisasi ekonomi pedesaan.

D.LARANGAN KEGIATAN USAHA BPR

Ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan
BPR. Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR adalah:

 Menerima simpanan berupa giro.


 Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
 Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap
layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.
 Melakukan usaha perasuransian.
 Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam
usaha BPR.[1]

E.ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BPR

pertama, pengembangan produk, yang utamanya terkait aktivitas usaha dan


kelembagaan yang lebih terintegrasi dan sinergis. Kedua, pengembangan pembiayaan dan
layanan yang mendukung sektor ekonomi prioritas, inklusi finansial dan pembiayaan
produktif. Kebijakan ketiga, penguatan kolaborasi antarotoritas dalam mendukung
pengembangan perbankan syariah.
Sementara, keempat adalah penguatan harmonisasi pengaturan dan kebijakan sesama
perbankan maupun antar jasa keuangan yang tetap memperhatikan karakteristik syariah. Dan
terakhir, adalah promosi dan edukasi perbankan syariah yang lebih terstruktur, terintegrasi
dan sinergis.
F.SEKILAS PERBANKAN SYARI’AH DI INDONESIA
Perbankan syariah atau perbankan Islam (Arab: ‫اإلسالمية المصرفية‬, al-Mashrafiyah al-
Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam
(syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk
meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta
larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha yang bersifat (haram). Sistem perbankan
konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya
dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media
atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain.

Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia

Perbankan syariah di Indonesia dimulai ketika Bank Perkreditan Rakyat Syariah


(BPRS) didirikan di Bandung pada tahun 1991 dan PT BPRS Heraukat di Nangroe Aceh
Darussalam yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui serangkaian
lokakarya "Bunga Bank dan Perbankan" di Cisarua, Bogor, tanggal 18 - 20 Agustus 1990.
Dari hasil ini kemudian berkembang menjadi PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada
tahun 1991 dan mulai beroperasi tahun 1992. Pertumbuhan perbankan syariah masih lambat
pada masa itu dan pada periode tahun 1992 - 1998 hanya ada satu unit bank syariah. Pada
tahun 1998 disahkan UU No. 10 tahun 1998 tentang Unit Usaha Syariah yang memungkinkan
bank konvensional membuka Unit Usaha Syariah (UUS). Kemudian pada tahun 2008
disahkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menandai era bangkitnya
perbankan syariah di Indonesia. Pada tahun 2005 tercatat jumlah bank umum syariah hanya
304 buah unit usaha, syariah 19 buah, BPRS 92 buah dan pada tahun 2009 meningkat
menjadi 643 buah bank umum syariah, 25 buah unit usaha syariah, dan 133 buah BPRS.[10]

G.PRINSIP KEGIATAN USAHA BANK SYARI’AH

Prinsip syariah merupakan asas fundamental perbankan syariah. Oleh karena itu,
kegiatan usaha perbankan syariah harus berdasarkan kepada prinsip syariah. Dengan kata
lain, perbankan syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya tidak boleh bertentangan
dengan prinsip syariah, karena merupakan prinsip utama yang wajib dipatuhi.

Menurut Pasal 2 UU No. 21 tentang Perbankan Syariah menyatakan bahwa ‘perbankan


syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan prinsip syariah…..’ Dalam
penjelasan pasal 2 tersebut dijelaskan yang dimaksud dengan kegiatan usaha yang berasaskan
Prinsip Syariah, antara lain, adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur:

1. riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi
pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan
(fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan Nasabah
Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman
karena berjalannya waktu (nasi’ah);
2. maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan
bersifat untung-untungan;
3. gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui
keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali
diatur lain dalam syariah;
4. haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; atau
5. zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.

Pasal di atas secara tegas melarang perbankan syariah menjalankan kegiatan usaha yang
mengandung unsur riba, maisir, gharar, haram, dan zalim. Kelima unsur tersebut dilarang
secara tegas di dalam al-Quran dan Sunnah, karena mengandung unsur ketidakadilan,
eksploitasi dan ketidakjelasan. Oleh karena itu, bank syariah haruslah berhati-hati dalam
melakukan kegiatan usahanya dan wajib memperhatikan secara seksama kelima unsur
tersebut agar bisa terhindar dan tidak terjerumus dari melakukan kegiatan usaha yang tegas-
tegas telah dilarang oleh agama dan atau tidak sesuai dengan prinsip syariah.

H.PRODUK BANK SYARIAH

Secara garis besar produk perbankan syariah dibagi menjadi 3 bagian yaitu Produk
penyalur dana, produk penghimpun dana dan produk jasayang diberikan Bank kepada
nasabahnya.

Nah dari sini saya akan menjelaskan produk tersebut satu per satu.

1. Produk Penyalur Dana

Dalam penyaluran dana terhadap nasabah, produk pembiayaan syariah terbagi menjadi 3
kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaanya yaitu:

 Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki suatu barang, maka


menggunakan prinsip jual beli
 Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa, maka menggunakan
prinsip sewa.
 Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan untuk mendapatkan
barang dan jasa, maka menggunakan prinsip bagi hasil.

Dari ketiga kategori diatas terdapat beberapa prinsip yaitu:

1. Prinsip Jual Beli

Prinsip ini digunakan karena adanya suatu pemindahan kepemilikan barang (transfer
of property). Terdapat 3 jenis transaksi jual beli ini yang dibedakan berdasarkan
bentuk dan waktu penyerahan barang, antara lain;

 Murabahah

Yaitu transaksi jual beli dimana Bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank
bertindak sebagai penjual, dan nasabah sebagai pembeli. Dan kedua belah pihak harus
menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.
 Salam

Dalam jual beli ini nasabah bertindak sebagai pembeli dan pemesan, dan transaksi
jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itubarang
diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai.
Pembayaran yang sudah diserahkan menjadi tanggungan Bank sebagai penerimaan
pemesanan.

 Istishna

Produk Istishna ini hamper menyerupai salam, namun Istishna ini biasanya digunakan
dalam bidang manufaktur. Namun pembayaran Istishna ini dapat dilakukan beberapa
kali pembayaran (dapat diangsur)

1. Prinsip Sewa (Ijarah)

Kesepakatan pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui sewa tanpa melalui
pemindahan kepemilikan atas barang

2. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

Dalam prinsip ini terdapat 2 produk, yaitu;

 Musyarakahyaitu kerjasama 2 orang atau lebih untuk meningkatkan asset mereka,


dan seluruh pihak ikut kontribusi dalam peningkatan asset mereka.
 Mudharabahyaitu kerjasama 2 orang atau lebih, tetapi hanya satu pemilik modal dan
yang lainnya sebagai pengelolanya.

2. Produk Penghimpun Dana

Penghimpunan dana di perbankan syariah dapat berbentuk Giro, tabungan dan deposito.
Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah
prinsip Wadiah dan mudharabah.

 Prinsip wadiah

Penerapan prinsip wadiahyang dilakukan adalah wadiah yad dhamanahyang


diterapkan pada rekening produk giro. Berbeda dengan wadiah amanah,dimanapihak
yang dititipi (bank) bertanggungjawab atas keutuhan harta yang dititipkan sehingga ia
boleh memanfaatkan harta tersebut. Sedangkan pada wadiah amanah harta yang
dititipkan tidak bolehdimanfaatkan oleh yang dititipi.

 Prinsip Mudharabah

Dalam prinsip mudharabah, penyimpanan atau deposan bertindak sebagaipemilik


modal sedangkan Bank bertindak sebagai pengelola. Dana yang tersimpan kemudian
dilakukan untuk pembiayaan. Dalam hal ini apabila Bank menggunakannya untuk
pembiayaan mudharabah, maka Bank wajib bertanggung jawab apabila ada kerugian
yang mungkin terjadi
3. Produk Jasa Keuangan

Selain Bank dapat melakukan penghimpunan dan menyalurkan dana, Bank juga dapat
memberikan jasa kepada nasabah dengan mendapatkan imbalan berupa sewa atau
keuntungan, jasa perbankan tersebut antara lain berupa;

 Sharf (Jual Beli Valuta Asing)

Pada prinsipnya Jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf, yaitu Jual beli
mata uang yang tidak sejenis namun harus dilakukan pada waktu yang sama (Spot).
Kemudian Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.

 Ijarah (Sewa)

Kegiatan Ijarah ini adalah menyewakan simpanan (Save deposite box) dan jasab tata-
laksana administrasi dokumen (Custodian), dalam hal ini bank mendapatkan imbalan
sewa dari jasa tersebut.

Bagaimana sahabat kompasianer, sudah jelas apa belum tentang produk-produk


syariah. Saya harap dengan adanya beberapa produk yang telah kita ketahui Perbankan
syariah dapat lebih unggul dan menjadi poros perbankan diindonesia.

I.KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARI’AH

Selanjutnya, dalam implementasi pengembangan bank syariah, bank Indonesia,


pemerintah telah menentukan sasaran pengembangan perbankan syariah melalui 4 (empat)
tahap pencapaian pengembangan syariah secara nasional. Tahapan tersebut adalah sebagai
berikut :[5]

1. Tahap pertama (2002 - 2004), yaitu tahap peletakan landasan pengembangan yang
kuat bagi pertumbuhan industri perbankan syariah. fokus aktivitas dalam tahap ini
adalah menyusun ketentuan kelembagaan ban syariah dan menyiapkan infrastruktur
dasar yang diperlukan untuk pertumbuhan bank syariah.
2. Tahap kedua (2005-2009), yaitu tahap penguatan industri, peningkatan daya saing,
efisiensi operasi, spesifikasi produk, serta kompetensi, dan profesionalisme SDI
perbankan syariah.
3. Tahap ketiga (2010-2012) adalah tahap untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan
operasional perbankan syariah sesuai dengan standar keuangan dan kualitas pelayanan
international.
4. Tahap keempat (2013-2015), yaitu tahap di mana industri perbankan telah mencapai
satu pangsa yang signifikan untuk memberikan kontribusi dalam sistem
perekonomian nasional. Pada saat itu diharakan telah terbentuk integrasi dengan
sektor-sektor lainnya, khususnya dengan lembaga keuangan syariah bukan bank dan
institusi pendudukungnya.

Selain bentuk kebijakan ekonomi dalam pengembangan perbankan syariah diatas,


terdapat 4 (empat) paradigma kebijakan dalam perbankan yang perlu menjadi perhatian, yaitu
:[6]
1. Market driven, dimana Bank Indonesia bersama dengan stakeholder yang lain
melakukan public education kepada masyarakat untuk mendukung proses positioning.
Hal ini terjadi karena industri perbankan syariah tumbuh sebagai realisasi dari
kebutuhan masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan keuangan dan perbankan
yang sesuai prinsip syariah
2. Fair treatmend, yang artinya pengembangan kerangka ketentuan maupun upaya bagi
penyempurnaan infrastruktur industri dilakukan berdasarkan konsep perlakuan yang
sama, yang mengakomodasi ciri-ciri operasional khusus perbankan syariah, serta
menyusun program pengembangan yang disesuaikan dengan tahapan pertumbuhan
industri.
3. Gradual and sutainnable approach, yaitu program pengembangan perbankan dapat
dipandang sebagai suatu upaya transformasi suatu industri yang dilakukan menurut
fokus dam prioritas dalam suatu tahapan yang terstruktur dan berkesinambungan.
4. Comply to syariah principle, yang artinya kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah
yang merupakan suatu argumen utama keberadaan industri perbankan syariah. adapun
implementasi kepatuhan terhdapa prinsip syariah merupakan upaya untuk
menginkorporasi nilai-nilai syariah, bai dalam skema transaksi keuangan sampai pada
implementasinya dalam mengelolausha yang tercermin dalam corporate govermance
industri perbankan syariah yang baik.

Adapun sasaran strategis dalam kebijakan perkembangan perbankan syariah diterapkan


dengan berpedoman pada strategi pengebangan perbankan syariah, adalah untuk pencapaian
sebagai berikut :[7]

1. Kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah. hal ini dilakukan dengan menerbitkan


peraturan yang bertujuan untuk memberikan panduan dalam penerapan akad
keuangan syariah secara baik, yanti dengan dikeluarkannya peraturan tentang Akad
Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah.
2. Implementasi aturan prudential. Bank indonesia berkomitmen terhadap
pengembangan good corporate govermance (GCG) dan pemutakhiran sistem
pengawasan dan pemeriksaan Bank Syariah.
3. Efisiensi operasional dan daya saing. Dalam hal ini Bank Syariah telah mengeluarkan
ketentuan mengenai perubahan kegiatan usaha Bank Umum Konvensional menjadi
Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan
pembukaan kantor bank yang melaksakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
oleh bank konvensional.
4. Stabilitas sistemik dan terciptanya maslahat perekonomian untuk meningkatkan
kontribusi industri perbankan syariah, Bank Indonesia telah menyelesaikan kajian
lebijakan entry dan exit pada industri perbankan syariah. melalui kebijakan yang
direkomendasikan diharapkan industri perbankan syariah akan didukung oleh pelaku
yang memiliki keahlian dan dedikasi yang tinggi dalam mengembangkan industri
perbankan.
5. Pengembangan SDI (Sumber Daya Insani). Pengambangan SDI di bidang perbankan
syariah terus dilakukan, baik disisi pengelola bank syariah maupun pengawas bank
syariah, maupun masyarakat, yaitu melalui program edukasi yang sistemik, terfokus,
dan berkesinambungan.
6. Inisiatif strategis untuk mengoptimalisasi fungsi sosial bank syariah. Hal ini dilakukan
melalui peran perbankan syariah dalam memfasilitasi hubungan valuntary sector
(dana sosila) dengan pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Terkait dengan inisiatif ini,
Bank Indonesia telah membentuk kerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) dan seluruh perbankan syariah dalam mengembangkan program
Perbankan Syariah Peduli Umat (PSPU). Adapun PSPU tersebut merupakan kegiatan
pengelolaan zakat, infaq, sedekah dan wkaf yang merupakan kerja sama antara
perbankan sayriah (Bank Umum Syariah dan BPRS), Bank Indonesia dan Badan Amil
Zakat. Tujuannya adalah dalam rangka membuat program pendayagunaan ZIS (Zakat
Infaq dan Sedekah) yang efektif, mensosialisasikannya, dan menggalang dana
tersebut dari masyarkat serta menumbuhkan citra positif dalam masyarakat mengenai
perbankan syariah sebagai lembaga yang peduli terhadap program kemiskinan dan
permasalahan du’afa.

J.GRAND STRATEGI PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARI’AH

Berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari
grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain adalah sebagai
berikut:

Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun
2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan
pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II
tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling
atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan
industri sebesar 75%. Fase III tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai
perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.124
triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%.

Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning,
differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai perbankan yang saling
menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan
produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten dalam keuangan dan beretika,
teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi
keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah “bank syariah lebih
dari sekedar bank atau beyond banking”.

Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan
syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan
universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi
masing-masi

Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk


yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan)
dan dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang mudah
dipahami.

Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang
kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan
kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada
nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah; dan
Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien
melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak,
elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang
kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

http://veniadevii.blogspot.com/2017/07/makalah-bank-dan-lembaga-lainnya-bank.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Bank_Perkreditan_Rakyat

https://id.wikipedia.org/wiki/Bank_Perkreditan_Rakyat

https://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah

https://business-law.binus.ac.id/2018/07/05/kegiatan-usaha-perbankan-berasaskan-prinsip-
syariah/

https://www.kompasiana.com/kompasiana_cholis/5725f79e2a7a6148072fff94/3-produk-
perbankan-syariah-yang-perlu-diketahui?page=all

http://www.new.pa-mojokerto.go.id/114-informasi-pengadilan/152-kebijakan-
pengembangan-perbankan-syariah-di-indonesia

http://www.ekonomisyariah.org/4507/grand-strategy-pengembangan-pasar-perbankan-
syariah-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai