Anda di halaman 1dari 19

WRAP UP PBL

BLOK PRINNSIP DASAR BIOMEDIK 2


PENDAKI GUNUNG SUMBING

KelompokA-5

Ketua : Mareta Nursavira (11020 19117)

Sekretasis. : Fanni Tasya Rahma (1102019075)

Anggota

Agisni Kartika (1102019005)


Anggi Putri Andril (11020 19019)
Astalia Maisya Adhitama (11020 19033)
Cintya Amalia Radhana (11020 19047)
Dian Widianti Mukaromah (11020 19061)
Hamida An-nisa (11020 19089)
Karenina Shakeela (11020 19103)

Fakultas kedokteran

Univesrsitas Yarsi

2019/2020

JL.Let.Jend Suprapto.Cempaka Putih ,Jakarta Pusat. DKI Jakarta . Indonesia.


10510

Telepon: +6221420667
Daftar Isi

Daftar
isi…………...…………………………………………………………………………..
2
Skenario…………………………………………………………………………………
……..3
Identifikasi kata
sulit…………………………………………………………………………..4
Brainstorming ……………………..................................................................................
..........5
Hipotesis………………………………………………………………………………
……….6
Sasaran
belajar…………………………………………………………………………………7
LI 1. ……………………………………………………....8
LO 1.1 ………………………
LO 1.2 …………………………..
LI.2 …………………………………………………………………………
LO 2.1 …………………………………
LO 2.2 ………..
LO
2.3 ………………………………………………………………………………………
.
LI.3 …………………………
SKENARIO 3
Pendaki Gunung Sumbing

Dua pendaki Gunung Sumbing terpaksa dievakuasi oleh tim SAR Kabupaten
Temanggung Jawa Tengah.Mereka Dilaporkan mengalami hipoksia akut dan
hipotermia.Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah
melaporkan peristiwa hipotermia terjadi karena kurangnya persiapan saat
mendaki.Menurut keterangan dokter yang merawat dua pendaki tersebut,jika keadaan
hipotermia tidak segera ditangani dapat menyebabkan kegagalan fungsi tubuh yang
lebih dikenal sebagai Mountain Sickness Acute.
KATA SULIT
1. Hipotermia : Keadaan dimana suhu tubuh menurun.
2. Hipoksia akut : Keadaan tubuh saat kekurangan oksigen sehingga
metabolism terganggu.
3. M.S.A (Mountain Sickness Acute : Penyakit yang terjadi pada ketinggian,
karena adanya perbedaan tekanan dan suhu udara.
4. Evakuasi : Pengungsian atau pemindahan penduduk dari daerah-daerah yang
berbahaya

PERTANYAAN
1. Apa gejala hipotermia ?
2. Apa penanganan hipoksia dan hipotermia ?
3. Bagaimana cara mencegah hipotermia ?
4. Apa faktor penyebab hipotermia ?
5. Proses apakah yang terganggu di dalam tubuh, selain metabolisme ?
6. Persiapan apa saja yang harus disiapkan sebelum mendaki ?
7. Bagaimana keadaan pendaki, sehingga diketahui mengalami hipoksia akut dan
hipotermia ?
8. Pada suhu berapa tubuh, sehingga mengalami hipotermia ?
9. Mengapa di ketinggian bisa mengalami hipoksia dan hipotermia ?
10. Apa gejala dari Mountain Sickness Acute?
11. Apakah lemak tubuh seseorang mempengaruhi terjadinya hipotermia ?
12. Apa pertolongan pertama yang dilakukan pada keadaan hipotermia ?

JAWABAN
1. Gejala hipotermia yaitu kulit terlihat pucat, mati rasa, menggigil, respons
menurun, gangguan bicara, kaku dan sulit bergerak, penurunan kesadaran,
sesak napas hingga napas melambat, jantung berdebar hingga denyut
jantung melambat.
2. Penanganan Hipotermia :
- Pindahkan ke tempat yang kering dan hangat secara hati- hati
- Segera gantikan pakaian yang lebih tebal dan tutupi tubuhnya dengan
selimut agar hangat
- Jika sadar dan mampu untuk menelan berikan makanan dan minuman
yang hangat dan manis
- Hindari penggunaan bantal atau kompres yang panas dan lampu
pemanas untuk menghangatkan penderita hipotermia karena panas yang
berlebih dapat merusak kulit dan menyebabkan detak jantung berhenti
- Terus temani dan pantau hingga bantuan medis tiba
Penanganan Hipoksia :
- Berikan banyak asupan oksigen, karena semakin cepat kadar oksigen
dalam tubuh kembali normal semakin kecil resiko kerusakan pada organ
- Alat bantu pernapasan / ventilator
- Terapi oksigen hiperbarik (TOHB)
3. Cara mencegah hipotermia
- Jagalah tubuh agar tetap kering.
- Hindari mengenakan pakaian basah dalam waktu lama
- Gunakan pakaian sesuai kondisi cuaca dan kegiatan yang akan
dilakukan terutama ketika akan mendaki gunung atau berkemah di
tempat yang dingin
- Lakukan gerakan sederhana untuk menghangatkan tubuh seperti
menggosok- gosokan tangan
- Konsumsi makanan dan minuma yang hangat
4. Faktor penyebab hipotermia
- Terlalu lama berada di tempat yang dingin
- Mengenakan pakaian yang kurang tebal saat di cuaca yang dingin
- Terlalu lama mengenakan pakaian basah
- Terlalu lama berada di dalam air ( seperti korban kapal tenggelam)
5. Terganggunya system saraf
Homeostasis terganggu
6. Beberapa persiapan yang diperlukan sebelum mendaki :
Mengetahui medan yang akan dilalui
Menyiapkan perbekalan secara materi dan makanan
Pergi dengan pendamping yang berpengalaman
Mempersiapan kondisi fisik yang optimal
7. Pendaki memperlihatkan gelaja hipotermia dan hipoksia berupa kulit
terlihat pucat, mati rasa, menggigil, respons menurun, gangguan bicara,
kaku dan sulit bergerak, penurunan kesadaran, sesak napas hingga napas
melambat, jantung berdebar hingga denyut jantung melambat.

8. Hipotermia terjadi pada suhu dibawah 35 C, klasifikasi :


Ringan : 35 C – 32 C
Sedang : 32 C – 26 C
Berat :< 26 C
9. Karena adanya tekanan dan suhu
Hipoksia dibagi menjadi 4
1. Hipoksia hipoksik : kurangnya oksigen di paru-paru
2. Hipoksia anemik : Hb tidak bisa mengikat oksigen
3. Hipoksia stagnan : Hb tidak bisa membawa oksigen ke jaringan
4. Hipoksia hipototik : tidak bisa menyerap oksigen
10. Pusing, lemas, mual dan muntah, sesak nafas
11. Lemak mempengaruhi terjadi atau tidaknya hipotermia, tetapi tergantung
kondisi fisik.
12. Pertolongan pertama dapat dilakukan dengan diberi minuman hangat, diberi
selimut tebal, dijaga agar tetap sadar dan dipeluk
HIPOTESIS

Penurunan suhu tubuh dan rendahnya tekanan udara pada dataran tinggi saat
pendakian gunung dapat menyebabkan hipoksia dan hipotermia. Keadaan ini
disebabkan oleh faktor lingkungan dan kondisi tubuh. Apabila kondisi ini terjadi
dapat dilakukan pertolongan pertama.
SASARAN BELAJAR

LI.1 Memahami dan Mempelajari Oksigen


LO1.1 Memahami dan Mempelajari proses transport oksigen dalam tubuh
LO1.2. Memahami dan Mempelajari peranan oksigen terhadap aktivitas
metabolisme
LO 1.3 Memahami dan Mempelajari bahaya hipoksia terhadap aktivitas sel
LI.2 Memahami dan Mempelajari Termoregulasi
LO 2.1 Memahami dan Mempelajari pengaturan suhu tubuh
LO 2.2 Memahami dan Mempelajari faktor yang mempengaruhi termoregulasi
LO 2.3 Memahami dan Mempelajari gangguan hipotermia
LI.3 Memahami dan Mempelajari cara penanggulangan
LI.1. MEMAHAMI DAN MEMPELAJARI OKSIGEN

Definisi
Merupakan simbol kimia dengan simbol O, nomor atom 8 dan berat atom
15.9994. Gas oksigen diatomik merupakan 20.8% dari volume udara. Oksigen adalah
zat tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan terdapat bebas di udara serta dalam
kombinasi pada sebagian besar zat padat, cair dan gas non unsur.

LO.1.1 MEMAHAMI DAN MEMPELAJARI PROSES TRANSPORT


OKSIGEN DALAM TUBUH

Terdiri dari 2 tahap, yaitu :

A. Pernapasan luar (eksternal)


Merupakan pertukaran gas di dalam paru - paru. Oleh karena itu, berlangsung
difusi gas dari luar masuk ke dalam aliran darah. Dengan kata lain, pernapasan luar
merupakan pertukaran gas (O2 dan CO2) antara udara dan darah.
Pada pernapasan luar, darah akan masuk ke dalam kapiler paru - paru yang
mengangkat sebagian besar karbon dioksida sebagai ion bikarbonat (HCO3¯) dengan
persamaan reaksi seperti berikut.
(H+) + (HCO3¯) → H2CO3
Sisa karbon dioksida berdifusi keluar dari dalam darah dan melakukan reaksi sebagai
berikut.
H2CO3 → H2O + CO2
Enzim karbonat anhidrase yang terdapat dalam sel - sel darah merah dapat
mempercepat reaksi. Ketika reaksi berlangsung hemoglobin melepaskan ion - ion
hidrogen yang diangkut, HHb menjadi Hb, yaitu jenis protein dalam sel darah merah.
Selanjutnya hemoglobin mengikat oksigen dan menjadi oksihemoglobin (HbO2).
Hb + O2 →HbO2
Selama pernapasan luar, di dalam paru - paru terjadi pertukaran gas yaitu CO2
meninggalkan darah dan O2 masuk ke dalam secara difusi. Terjadinya difusi O2 dan
CO2 ini karena adanya tekanan parsial. Tekanan udara luar sebesar 1 atm (760mmHg),
sedangkan tekanan parsial O2 di paru - paru sebesar ±160 mmHg. Tekanan parsial
pada kapiler darah arteri ±100 mmHg, dan di vena ±40 mmHg. Hal ini menyebabkan
O2 dari udara berdifusi ke dalam darah.
Sementara itu, tekanan parsial CO2 dalam vena ±47 mmHg, tekanan parsial
CO2 dalam arteri ±41 mmHg, dan tekanan parsial CO2 dalam alveolus ±40 mmHg.
Adanya perbedaan tekanan parsial tersebut menyebabkan CO2 dapat berdifusi dari
darah ke alveolus.

B. Pernapasan dalam (internal)


Pada pernapasan dalam (pertukaran gas di dalam jaringan tubuh) darah masuk
ke dalam jaringan tubuh, Oksigen meninggalkan Hb dan berdifusi masuk ke dalam
jaringan tubuh. Rekasinya sebagai berikut.
HbO2 → Hb + O2
Difusi Oksigen keluar dari darah dan masuk ke dalam cairan jaringan dapat terjadi,
kerena tekanan oksigen di dalam cairan jaringan lebih rendah di bandingkan di dalam
darah. Hal ini di sebabkan karena sel - sel secara terus menerus menggunakan oksigen
dalam respirasi selular.
Dari proses pernapasan yang terjadi di dalam jaringan menyebabkan terjadinya
perbedaan komposisi udara yang masuk dan yang keluar paru - paru.
Perlu diketahui bahwa tekanan parsial O2 pada kapiler darah nadi ±100 mmHg
dan tekanan O2 dalam jaringan tubuh kurang dari 40 mmHg. Sebaliknya tekanan CO2
tinggi, karena CO2 secara terus menerus di hasilkan oleh sel - sel tubuh. Tekanan
parsial CO2 dalam jaringan tubuh ±60 mmHg dan dalam kapiler darah ±41 mmHg.
Hal inilah yang menyebabkan O2 dapat berdifusi le dalam jaringan tubuh dan CO2
berdifusi ke luar jaringan.
Dalam keadaan biasam tubuh kita menghasilkan 200 ml CO2 per hari.
Pengangkutan CO2 di dalam darah dapat dilaukan dengan 3 cara berikut :
1) Sekitar 60 - 70% CO2 diangkut dalam bentuk ion bikarbonat (HCO3¯) oleh plasma
darah, setelah as. Karbonat yang terbentuk dalam darah terurai menjadi ion
hidrogen (H+) dan ion bikarbonat (HCO3¯). ion H+ bersifat racun, oleh sebab itu
ion ini segera diikat Hb, sedangkan ion (HCO3¯) meninggalkan eritrosit diganti
oleh ion klorit. Persamaan reaksinya sebagai berikut :
H2O + CO2 → H2CO3 → (H+) + (HCO3¯)
2) Lebih kurang 25 % CO2 diikat oleh Hb membentuk karboksihemoglobin. Secara
sedehana, reaksi CO2 dengan Hb ditulis sebagai berikut.
CO2 + Hb → HbCO2
Karboksihemoglobin disebut juga karbominoglobin karena bagian dari hemoglobin
yang mengikat CO2 adalah gugus asam amino. Reaksinya sebagai berikut :
CO2 + RNH2 → RNHCOOH
3) Sekitar 6 - 10% CO2 diangkat plasma darah dalam bentuk senyawa asam karbonat
(H2CO3).
Tidak semua CO2 yang diangkut darah melalui paru - paru dibebaskan ke
udara bebas. Darah yang melewati paru - paru hanya membebaskan 10% CO2.
sisanya sebesar 90% tetap bertahan di dalam darah dalam bentuk ion- ion bikarbonat.
Ion-ion bikarbonat dalam darah ini sebagai buffer atau penyangga karena mempunyai
peran penting dalam mejaga pH stabilitas darah.
Apabila terjadi gangguan pengangkutan CO2 dalam darah, kadar asam
karbonat (H2CO3) akan meningkat sehingga akan menyebabkan kadar alkali darah
yang berperan sebagai larutan buffer. Hal ini akan menyebabkan terjadinya gangguan
fisiologis yang disebut asidosis.

LO.1.2 MEMAHAMI DAN MEMPELAJARI PERANAN OKSIGEN


TERHADAP AKTIVITAS METABOLISME

Oksigen penting untuk makhluk hidup karena merupakan usnur penting dari
DNA dan hampir semua bahan biologis penting lainnya.
Dua per tiga tubuh manusia terdiri dari oksigen. Sel manusia membutuhkan
oksigen untuk mempertahankan kelangsungan metabolisme, karena oksigen
merupakan komponen penting pada pembentukan ATP. ATP adalah sumber energi
untuk melakukan aktivitas seluler secara maksimal dan memelihara efektivitas segala
fungsi tubuh.
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen merupakan kebutuhan yang sangat mendasar
dan mendesak. Tanpa oksigen dalam waktu tertentu, sel tubuh akan mengalami
kerusakan yang menetap dan menimbulkan kematian. Otak masih mampu
menoleransi kekurangan oksigen antara tiga sampai lima menit. Apabila kekurangan
oksigen berlangsung lebih dari 5 menit, dapat terjadi kerusakan sel otak secara
permanen (Kozier dan Erb 1998)
Bila oksigen yang tersedia banyak maka mitokondria akan memproduksi ATP.
Tanpa oksige, mitokondria tidak akan membuat ATP. Jika oksigen dalam jumlah
yang sedikit, tubuh akan tetap menghasilkan ATP pada sitosol melalui proses
glikolisis dan merupakan reaksi anaerob. Tapi jumlah yang dihasilkan tidak sebanyak
yang dihasilkan mitokondria. Oleh karena itu, jika tubuh terus menerus dalam
keadaan tanpa oksigen maka sel akan hilang fungsinya.

LO.1.3 MEMAHAMI DAN MEMPELAJARI BAHAYA HIPOKSIA


TERHADAP AKTIVITAS SEL
Hipoksia : Penurunan suplai oksigen dalam jaringan sampai di bawah tingkat
fisiologis meskipun perfusi jaringan oleh darah.

Dampak atau Bahaya hipoksia

Saat pertama kali sampai di ketinggian, banyak individu yang mengalami mabuk
pegunungan sementara. Sindrom ini muncul 8 - 24 jam setelah sampai da berlangsung
selama 4 - 8 hari, ditandai dengan nyeri kepala, iritabilitas, insomnia, sesak nafas,
mual dan muntah. Penyebab diduga terkait dengan edema serebri.
Penyakit akibat ketinggian tidak hanya mabuk pada ketinggian, tapi juga 2
sindrom yang lebih serius dan menjadi penyulitnya, yaitu edema otak dan edema paru
akibat ketinggian. Pada edema otak, lebocoran kapiler pada mabuk pegunungan
berlanjut dengan pembengkakan otak yang nyata. Edema paru adalah edema
berbercak di paru yang terkait dengan hipertensi pulmonal berat yang terjadi di
ketinggian.
Selain itu, dampak yang terjadi akibat dapat berupa kesulitan koordinasi, bicara,
dan konsentrasi, kesulitan bernafas, mengantuk, kelelahan, sianosis, penurunan pada
penglihatan, pendengaran, dan fungsi sensorik, keringan dingin, serta ketidaksadaran
dan kematian tergantung ketinggian dan kondisi pasien. Kategori umum hipoksia :
1. Hipoksia hipoksik
Hipoksia Hipoksik adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena
kurangnya oksigen yang masuk ke dalam paru-paru. Sehingga oksigendalam darah
menurun kadarnya. Kegagalan ini dapat disebabkan olehadanya
sumbatan/obstruksi di saluran pernapasan.
2. Hipoksia anemik
Hipoksia Anemik adalah keadaan hipoksia yang disebabkan oleh
karenahemoglobin dalam darah tidak dapat mengikat atau membawa oksigenyang
cukup untuk metabolisme seluler. Sepertikeracunan karbonmonoksida (CO2).
3. Hipoksia sirkulasi
Hipoksia Stagnan adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena
hemoglobin dalam darah tidak mampu membawa oksigen ke jaringanyang
disebabkan kegagalan sirkulasiseperti heart failureatauembolisme
4. Hipoksia histotoksik
Hipoksia Histotoksik adalah keadaan hipoksia yang disebabkan oleh karena
jaringan yang tidak mampu menyerap oksigen. Salah satucontohnya pada
keracunan sianida. Sianida dalam tubuh akanmengaktifkan beberapa enzim
oksidatif seluruh jaringan secararadikal,terutama sitokrom oksidase dengan
mengikat bagianferric heme groupdari oksigen yang dibawa darah

LI.2 MEMAHAMI DAN MEMPELAJARI TERMOREGULASI

Termoregulasi dalah suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai


keseimbangan produksi panas sehingga suhu tubuh dapat di pertahankan secara
konstan, termoregulasi manusia berpusat pada hipotalamus anterior.

LO.2.1 MEMAHAMI DAN MEMPELAJARI PENGARUH SUHU TUBUH


LO.2.2 MEMAHAMI DAN MEMPELAJARI FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI TERMOREGULASI

1. Usia
2. Regulasi suhu tidak stabil sampai pubertas
3. Olahraga
4. Kadar hormone
5. Irama sirkadian
6. Stres
7. Lingkungan

LO.2.3 MEMAHAMI DAN MEMPELAJARI GANGGUAN HIPOTERMIA

pengertian Hipotermia
Hipotermia merupakan kondisi saat temperatur tubuh menurun drastis di bawah suhu
normal yang dibutuhkan oleh metabolisme dan fungsi tubuh, yaitu di bawah 35 derajat
Celsius.

faktor Risiko Hipotermia


Beberapa faktor risiko hipotermia, antara lain:

 Beraktivitas terlalu lama di tempat yang dingin, seperti mendaki gunung atau
berenang.

 Mengonsumsi minuman keras dan obat-obatan terlarang. Kedua kebiasaan


tersebut bisa menyebabkan pembuluh darah melebar, sehingga tubuh akan
melepaskan panas yang tinggi dari permukaan kulit.

 Konsumsi obat-obatan tertentu, seperti antidepresan, emperat, serta emperatu


emper.

 Pengaruh penyakit tertentu yang memengaruhi pengendali suhu tubuh, seperti


anoreksia nervosa, stroke, dan hipotiroidisme.

 Penyakit yang memengaruhi memori, misalnya penyakit Alzheimer, karena tidak


sadar sedang kedinginan atau tidak paham apa yang harus dilakukan.

 Usia bayi dan manula, akibat kemampuan mengendalikan temperatur tubuh yang
belum sempurna pada bayi dan menurun pada manula.

Penyebab Hipotermia
Penyebab umum hipotermia adalah paparan suhu dingin atau air dingin dalam waktu
yang lama tanpa perlindungan yang cukup, misalnya akibat:
1. Berada terlalu lama di tempat dingin.
2. Jatuh ke kolam air dingin dalam waktu lama.
3. Mengenakan pakaian yang basah untuk waktu cukup lama.
4. Suhu pendingin ruangan yang terlalu rendah, terutama pada bayi dan lansia.
5. Tidak mengenakan pakaian yang tepat saat mendaki gunung.

Gejala Hipotermia
Beberapa gejala hipotermia, antara lain :
 Berbicara cadel, bergumam, dan gagap.
 Bibir berwarna kebiruan.
 Denyut jantung lemah dan tidak teratur.
 Kulit bayi dapat berwarna merah terang, dingin, dan tampak sangat tidak
bertenaga.
 Mengantuk atau lemas.
 Menggigil terus-menerus.
 Merasa kedinginan.
 Napas pelan dan pendek.
 Penurunan kesadaran, seperti kebingungan.
 Pupil mata yang melebar.
 Tidak dapat menghangatkan diri.
 Tubuh menjadi kaku dan sulit bergerak.

LI.3 MEMAHAMI DAN MEMPELAJARI CARA PENANGGULANGAN


Pengobatan Hipoksia

Cara mengatasi hipoksia yang umum dilakukan adalah:

 Terapi Oksigen Hiperbarik (TOHB), yakni menempatkan pasien di dalam ruang


bertekanan tinggi (hiperbarik) yang di dalamnya berisi oksigen murni. Terapi ini
dilakukan pada penderita hipoksia akibat keracunan karbon monoksida
 Alat bantu napas, yakni memasangkan alat bernama ventilator untuk memperlancar
saluran pernapasan. Ventilator dipasangkan dari tenggorokan sampai pita suara
 Oksigen tambahan, yakni memasangkan alat khusus (bisa berupa masker atau selang)
sebagai medium pemasok oksigen tambahan yang berasal dari tabung oksigen

Pengobatan Hipotermia
Beberapa penanganan yang dapat dilakukan, antara lain:

1. Sebelum pertolongan medis tiba:

 Segera lepas dan ganti baju yang basah dengan yang kering.

 Gunakan beberapa lapis selimut atau jaket untuk menghangatkan tubuh.

 Berikan minuman hangat yang tidak mengandung kafein.

 Hindari paparan angin dan udara.

 Pindahkan ke area yang dekat dengan sumber panas dan dapat berbagi panas
tubuh.

 Hindari penggunaan panas secara langsung, seperti air panas atau alas
penghangat.

2. Setelah pertolongan medis tiba:

 Menghangatkan saluran pernapasan pengidap dengan memberikan oksigen


yang sudah dihangatkan melalui masker dan selang.

 Memberikan infus berisi larutan salin yang sudah dihangatkan.

 Mengalirkan larutan yang hangat untuk melewati dan menghangatkan


beberapa organ tubuh, misalnya sekitar paru-paru atau rongga perut.

 Mengeluarkan dan menghangatkan darah pengidap, lalu kembali


mengalirkannya ke dalam tubuhnya, dengan menggunakan mesin pintas jantung
dan paru (CPB) atau mesin hemodialisis.
Acute Mountain Sickness (AMS)
Definisi AMS

Menurut Rennie et al. (1976) dan Subramanyam et al. (1969) dikutipdalam


kepustakaan Roach et al. (2000), Acute Mountain Sickness (AMS) adalah
sindromyang muncul pada para petualang ke ketinggian dengan melakukan
pendakian ke tempat yang terlalu tinggi dan atau terlalu cepat.Definisi AMS
berbeda lagi pada kepustakaan atau studi lainnya. Misalnya, kelompok Lake
Louis Consensus mendefinisikan AMS dengan adanya sakit kepala pada individu
yang tidak mampu aklimatisasi dan baru saja berada di ketinggian di atas 2500 m
disertai dengan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut; masalah
gastrointestinal (anorexia, nausea, atau muntah), insomnia, oyong, kelelahan
(Hackett dan Roach, 2001).

Menurut Luks, Rodway et al. (2014), AMS dapat terjadi berdasarkan 3 kelompok
kategori risiko, yaitu :

d) Rendah

• Individu tanpa riwayat altitude illness dan tidak pernah mendaki

gunung ≤ 2800 mdpl.

• Individu memakan waktu ≥2 hari untuk mendaki gunung 2500-

3000 m.

e) Sedang

• Individu tanpa riwayat AMS dan tidak pernah mendaki gunung 2500-2800 mdpl
dalam 1 hari.
Individu tanpa riwayat AMS dan mendaki gunung > 2800 mdpl dalam 1 hari.

• Semua individu yang mendaki gunung dengan ketinggian sekitar3000-3500


mdpl dan dengan kecepatan > 500 m per hari.

f)Tinggi
• Individu dengan riwayat AMS dan mendaki gunung > 2800 mdpl dalam 1 hari.

• Semua individu dengan riwayat HAPE atau HACE.

• Semua individu yang mendaki gunung dengan ketinggian > 3500 mdpl.

• Semua individu yang mendaki gunung dengan ketinggian > 3500 mdpl dan
dengan kecapatan > 500 m per hari
• Pendakian gunung yang sangat cepat.
. Patofisiologi AMS

Mengenai patofisiologi terjadinya AMS, proses pasti terjadinya AMS tidak


diketahui. Hipoksia yang menginduksi vasodilatasi serebral dan efeknya
sepertiNitrit Oksida (NO) dianggap menjadi penyebab timbulnya nyeri kepala
melalui aktivasi sistem trigeminovaskular. AMS mungkin berhubungan dengan
kemampuan individu untuk mengkompensasi edema otak. Individu yang
mempunyai rasio cairan serebrospinal cranial lebih besar, akan lebih baik dalam
mengkompensasi edema melalui pemindahan cairan serebrospinal sehingga
lebihjarang menderita AMS. Faktor lain yang dianggap memengaruhi kejadian
AMS adalah perubahan pernafasan saat sampai di ketinggian. Individu dengan
PCO2tinggi saat sampai di ketinggian lebih mudah terkena AMS (Febriana,
Wiyono,dan Yunus (2003).

Menurut Clarke (2006), ada beberapa faktor yang terlibat dalam patogenesis
AMS. Faktor-faktor tersebut yaitu :

1. Faktor genetik
Orang-orang tertentu memiliki kecenderungan untuk terkena AMS dan altitude
oedema. Meskipun belum secara pasti dapat dijelaskan, namun hal itu diduga
berkaitan dengan angiotensin-converting enzyme genes dan polimorfisme
pulmonary surfactant protein A.
2. Respon seluler terhadap kondisi hipoksia.
Misalnya, mitochondrial acclimatization dan penjalaran impuls di jalur axon yang
melambat.
3. Perubahan yang terjadi di mikrovaskular.
Berdasarkan hipotesis tersebut, perubahan mikrovaskular yang terjadi bersifat
unik dimana kondisi hipoksia menyebabkan perfusi berlebihan pada pembuluh
darah kecil (mikrovaskular), khususnya di otak dan paru-paru. Hal ini
dikarenakan oleh aktivasi vascular endothelial growth factor yang dipicu oleh
mediatormediator seperti hypoxia-inducible factor dan nitric oxide (Clarke, 2006)

Gejala Klinis dan Diagnosis AMS

Menurut Heo et al. (2014), gejala utama AMS berupa sakit kepala. Selain itu,
manifestasi klinis AMS yaitu :
1. Masalah gastro-intestinal (Misalnya : anorexia, nausea, dan muntah)
2. Kelelahan (fatigue)
3. Oyong (dizziness)

4. Gangguan tidur
5. Retensi cairan

6. Oligouria
Manifestasi klinis AMS jarang timbul pada ketinggian di bawah 2000 mdpl dan
biasanya terjadi 6-10 jam setelah pendakian,namun terkadang dapat timbul 1 jam
setelah pendakian (Hackett dan Roach, 2001)Menurut Richard (2014)
menyebutkan, diagnosis AMS dapat ditegakkan bila baru saja melakukan
pendakian hingga ketinggian di atas 2500 mdpl dan diikuti sakit kepala diikuti
satu atau lebih manifestasi klinis lainnya

Tatalaksana dan Pencegahan AMS

Menurut Richard (2014), prinsip penatalaksanaan AMS terdiri dari tiga hal,yakni :
1. Hindari atau jangan melakukan pendakian ke ketinggian lebih lanjut.
2. Jika
pasien
telah
diberi

tatalaksana awal, tidak menunjukkan perbaikan atau respon, segera evakuasi ke


tempat yang lebih rendah.
3. Jika pasien menunjukkan gejala AMS berat dan bahkan sudah masuk ke tahap
edema serebri (High Altitude Cerebral Edema), maka segeraevakuasi ke tempat
yang lebih rendah.
Daftar Pustaka

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/5645/6.%20BAB%20II.pdf?s
equence=6&isAllowed=y

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.usu.ac.id
/bitstream/handle/123456789/55946/Chapter%2520II.pdf%3Fsequence%3D4%26isA
llowed%3Dy&ved=2ahUKEwjrz6z0vtTlAhVQXSsKHVgjDrsQFjAFegQIARAB&us
g=AOvVaw0D8p4bQI_U6xwSUv_YPVGl

Anda mungkin juga menyukai