Anda di halaman 1dari 6

Ketika Senja Tiba

Oleh : Rizky Nur Hasanah

"Senja,"

Satu kata itu keluar dari bibir mungilku saat memandangi langit yang berwarna orange
kemerah-merahan, dari tepi jembatan taman. Suatu nanti, aku berharap seseorang pria
datang padaku, bukan menjadi kekasihku. Tetapi ingin menjadi seorang pemimpin
rumah tangga untukku. Nenek bilang, jika kita giat berdoa, beribadah, dan berbuat baik
maka Tuhan akan mengabulkan permintaan kita.

Ohya, namaku adalah Raina Bulan Mentari. Ayahku yang memberi nama itu. Katanya,
nama itu agar kelak hidupku tidak selalu bersedih dan selalu ceria, namun nyatanya
tidak seindah itu. Bahkan, jauh lebih buruk ketika ibu dan ayah pergi untuk selamanya
saat empat tahun yang lalu. Dan akhirnya aku tinggal dengan nenekku tersayang. Nenek
Zulaika.

Aku sangat senang melihatnya, melihat warna langit yang indah bagaikan hasil lukisan
profesional. Dengan banyak anak kecil yang bermain dengan orangtuanya di taman
kota, serta banyak anak sekolahan yang bercanda ria bersama-sama sahabatnya, atau
bahkan sepasang kekasih yang sedang mabuk cinta. Aku sempat berpikir
sejenak, tidakkah mereka mengagumi keindahan sang senja?

Aku hanya menggeleng memikirkannya, orang-orang tidak peduli dengan keindahan


alam. Bahkan menjaga alam pun hanya tujuhpuluh lima persen yang perduli.

Saat aku sedang asyik memandangi langit senja, tiba-tiba saja ponselku berbunyi. Aku
segera mengangkatnya, dan itu adalah panggilan dari nenek.

"Halo nek,"
"Raina, kamu dimana?"
"Cepat pulang, sebentar lagi magrib loh,"

"Iya nek, Raina bentar lagi pulang."

"Ya sudah kalau begitu, hati-bati ya nak."

"Iya nek."

Setelah panggilan itu, aku bergegas pergi meninggalkan tempat itu. Tetapi, saat aku
ingin beranjak, seseorang lelaki menabrakku karena dia sedikit berlari seperti seorang
yang terburu-buru.

"Astaga maafkan saya." ucap lelaki itu melihat kearahku sembari mengatupkan kedua
tangannya dan membantuku berdiri.

"Iya tidak apa kok, saya lagian baik-baik saja."

Aku tersenyum melihatnya, wajahnya yang tampan sekaligus khawatir itu membuat
hatiku berdesir. Pasti jika dia punya seorang pacar, maka beruntunglah pacarnya
memiliki seorang pria bertanggung jawab sepertinya.

"Benarkah?"
"Maaf, saya tidak bisa lama-lama. Seseorang menunggu saya."

Setelah mengucapkan itu, ia pamit dan berlari seperti sebelumnya menabrakku. Tetapi
setelah itu, aku menemukan sebuah buku yang jatuh di jembatan. Buku itu ternyata
adalah novel fiksi baru,

dengan judul aku menunggu senjaku.

Kalian tahu, buku ini adalah buku yang paling aku incar, namun sayangnya waktu itu
aku tidak memiliki uang cukup untuk membelinya. Aku sangat kasihan pada nenek, jika
ia tahu pasti akan membelikan. Tapi aku menutupinya dari nenek, takut ia tidak akan
memiliki uang lagi karenaku.

Aku kuliah dengan beasiswa. Semua guru-guruku mengatakan, bahwa nilai ujianku
selalu bagus. Walaupun aku sedikit bersedih saat SMA. Aku tidak akan pernah
mengecewakan orang tuaku, dengan tidak meraih prestasi. Akhirnya aku bisa kuliah
semester tujuh di jurusan management.

Aku memutuskan membawa pulang buku itu, karena ketika akan memanggil nama
lelaki itu, ia telah hilang dari pandanganku.

***

Sesampainya aku dirumah, nenek mengomel. Kalian tahukan kalau orang dewasa sudah
marah akan seperti apa?

Itulah nenek, ia akan marah karena aku pulang tidak tepat waktu. Aku langsung minta
maaf seraya mencium pipi yang kulitnya sudah keriput itu.

"Baiklah, asal kamu janji tidak akan mengulanginya lagi."

"Janji!"

Aku berseru sembari mengangkat jari kelingkingku yang mungil tinggi-tinggi sekaligus
tersenyum lebar. Nenek tersenyum manis padaku sambil mengusap surai hitam
rambutku.

***

Tak terasa sudah seminggu sejak aku bertemu dengan pria itu, dan seminggu pula buku
ini belum aku kembalikan. Bahkan pria itu tidak menampakkan lagi batang hidungnya.
Sebenarnya, buku ini sudah aku baca selama seminggu tanpa diketahui pemiliknya.
Saat ini aku berdiri di jembatan kecil taman kota dengan pengandangan langit senja
yang sangat indah itu lagi.

"Raina,"
Suara berat itu tiba-tiba memanggilku, sepertinya aku mengenalnya.

Aku membalikkan tubuhku, menghadap pria yang memanggilku. Betapa terkejutnya


aku, ia adalah pria yang aku cara selama seminggu. Tapi bagaimana bisa ia mengetahui
namaku?

"Kamu tahu namaku?"

"Iya,"

Pertanyaanku dijawabnya dengan singkat, namun aku sedikit ragu.

"Dari mana?"

Pertanyaan itu membuatnya tersenyum manis. Sangat tampan, pikirku.

"Aku selalu mengikutimu dari kampus hingga kau pulang, dan aku sangat penasaran
denganmu. Apakah kau sudah membaca buku itu?" tanya pria itu seraya menunjuk buku
di tanganku.

"Ini untukku?"

"Iya, kau suka senjakan?"

Sungguh, sekali lagi aku tidak percaya. Hatiku sedang bercampur aduk sekarang, antar
bingung dan juga senang.

"Jika kau ingin bertanya dari mana aku tahu, seperti yang aku bilang tadi, aku sangat
penasaran denganmu." ucap pria itu dengan senyuman dan perkataan seperti seorang
pembaca pikiran. Hebat sekali dia, bisa menebak pertanyaanku.
"Ohya, kenalkan namaku Stiven Ardian. Aku satu kampus denganmu, namun kita
berbeda jurusan, hanya saja kita satu fakultas dan dari semester lima aku selalu
memperhatikanmu hingga saat ini."

Penjelasan Stiven membuatku sedikit terkejut. Aku tidak tahu dia menyukaiku sudah
lama. Aku bahkan tidak pernah bertemu dengannya di kampus. Oh Tuhan, bagaimana
ini?

"Benarkah?"

"Iya, itu benar. Sekarang aku hanya ingin bertanya padamu, maukah kau menjadi
istriku, pelengkap rumah tangga kita nanti?"

Jawaban sekaligus pertanyaan stiven itu membuatku terkejut sembari menutu mulutku
yang sempat membulat. Bahkah ia juga mengeluarkan cincin dari sakunya. Aku tidak
percaya Tuhan mengabulkan doaku, aku bersyukur atas itu.

Dengan sedikit terkejut ini, aku menganggukkan kepalaku. Menerimanya menjadi calon
suamiku.

"Iya, aku menerimanya."

Jawabanku membuat stiven tersenyum senang sekaligus dengan reflek ia memelukku.


Aku tersentak, namun setelahnya aku ikut tersenyum senang.

Tuhan selalu memberikan yang terbaik untuk manusia, bahkan untuk jodoh sekali pun.

Senja akhirnya menyatukan kedua insan yang tidak saling mengenal, tetapi saling
menyukai saat pertama kali bertemu.

Jangan khawatir bila tidak menemukan jodoh, bukan berarti kamu tidak laku. Hanya
saja kamu belum berusaha dengan berdoa kepada-Nya.

*TAMAT*
0612212751 Theola Re Sibuea

Anda mungkin juga menyukai