Anda di halaman 1dari 24

DIAGNOSIS DAN PENGENDALIAN SYOK

I. PENGANTAR

Syok sindrom adalah gangguan oksigenasi jaringan dan perfusi karena

berbagai etiologi. Pengenalan syok segera,merupakan intervensi yang efektif

diperlukan untuk mencegah cedera permanen, disfungsi organ dan kematian.

Oksigenasi dan perfusi jaringan yang tidak memadai dapat terjadi akibat 1 atau

lebih dari mekanisme berikut:

1. Penurunan absolut atau relatif dalam pengiriman oksigen sistemik (curah

jantung tidak memadai, kadar oksigen darah yang rendah)

2. Perfusi jaringan yang tidak efektif (maldistribusi aliran darah ke jaringan)

3. Gangguan pemanfaatan oksigen yang dikirim (disfungsi seluler atau

mitokondria)

Pada dasarnya, syok terjadi ketika keseimbangan oksigen terganggu dan

adanya kebutuhan yang melebihi pasokan. Syok tidak didefinisikan oleh

hipotensi, meskipun hipotensi sering dikaitkan dengan syok. Awalnya, tekanan

darah mungkin normal pada beberapa pasien dengan syok meskipun memang

turun secara signifikan sejak awal, atau tekanan darah dapat dipertahankan karena

respons kompensasi simpatis. Manajemen syok harus digunakan untuk

memperbaiki keseimbangan oksigen dan hipoperfusi sebagai poin primer akhir.

II. PERUBAHAN KLINIS DALAM SYOK

Presentasi pasien dengan syok mungkin sedikit (kebingungan ringan,

takikardia) atau mudah diidentifikasi (hipotensi berat, anuria). Syok mungkin

1
merupakan manifestasi awal dari kondisi yang mendasarinya atau mungkin

berkembang seiring dengan perkembangan kondisi. Indeks kecurigaan dan

penilaian klinis yang kuat diperlukan untuk mengidentifikasi tanda-tanda awal

syok dan memulai pengobatan yang tepat. Manifestasi klinis syok didapatkan dari

oksigenasi dan perfusi jaringan yang tidak adekuat, respons kompensasi, dan

etiologi spesifik syok. Hipoperfusi organ akhir dapat menyebabkan hipotensi,

perubahan status mental, oliguria / anuria, dan disfungsi organ lainnya. Selain itu,

hipoperfusi dikaitkan dengan beberapa derajat respons inflamasi yang dapat

menyebabkan cedera organ. Efek langsung dan tidak langsung dari hipoperfusi

dapat dilihat dari hasil laboratorium oksigenasi yang abnormal, ureum nitrogen

darah (BUN), kreatinin, bilirubin, transaminase hati, dan parameter koagulasi.

Asidosis metabolik anion gap adalah salah satu temuan yang paling umum dari

hipoperfusi. Asidosis sering dikaitkan dengan peningkatan konsentrasi laktat.

Walaupun tidak sensitif atau spesifik untuk diagnosis syok, konsentrasi laktat

merupakan indikator hipoperfusi dan alat pemantauan yang relevan untuk

penilaian intervensi terapeutik.

Mekanisme kompensasi pada syok melibatkan respons neuroendokrin

kompleks yang dapat meningkatkan perfusi dan oksigenasi jaringan. Dalam

banyak bentuk syok, simpatis yang dimediasi oleh vasokonstriksi dapat

mengalihkan aliran darah dari organ yang memerlukan sedikit oksigen seperti

kulit menuju organ yang sangat memerlukan oksigen seperti otak dan jantung.

Kompensasi vasokonstriksi dapat mempertahankan tekanan darah pada awal syok

dan menyebabkan peningkatan tekanan diastolik dan penyempitan tekanan nadi.

2
Vasokontriksi intens berkorelasi dengan dingin, ekstremitas yang berkeringat dan

berkontribusi terhadap hipoperfusi organ. Hipotermia juga bisa menjadi

manifestasi vasokonstriksi berat. Pasien dengan syok distributif (lihat di bawah)

sering mengalami vasodilatasi dan ekstremitas hangat, tetapi tanda-tanda lain dari

hipoperfusi biasanya ada. Takikardi yang dimediasi oleh respon simpatis,

menggambarkan adanya upaya untuk meningkatkan curah jantung pada syok.

Takipnea mungkin merupakan respon kompensasi terhadap asidosis metabolik,

respons terhadap cedera paru-paru, atau karena stimulasi langsung pusat

pernapasan.

Meningkatnya resistensi vaskular sistemik


pada syok kardiogenik, hemoragik, dan
obstruktif adalah upaya tubuh untuk
mempertahankan tekanan darah (tekanan
perfusi).

Perubahan tambahan pada syok terjadi untuk meningkatkan oksigenasi

pada tingkat jaringan. Seperti dibahas pada Bab 6, hemoglobin akan melepaskan

lebih banyak oksigen saat melewati kapiler untuk memenuhi kebutuhan jaringan.

Pergeseran ke kanan dari kurva saturasi oxyhemoglobin karena asidosis atau

peningkatan suhu dapat memfasilitasi pelepasan oksigen yang terikat hemoglobin.

Ekstraksi oksigen yang lebih besar tercermin dari pengukuran SvO2 atau ScvO2

yang lebih rendah dalam banyak bentuk syok. Namun, nilai normal saturasi

oksihemoglobin pada vena tidak menyiratkan bahwa oksigenasi jaringan telah

memadai karena beberapa bentuk syok (misalnya, syok septik) dapat

3
menyebabkan gangguan jaringan atau pemanfaatan oksigen oleh seluler atau

mengakibatkan distribusi aliran darah yang salah.

III. KLASIFIKASI SYOK

Ada 4 kategori utama syok berdasarkan karakteristik kardiovaskular:

hipovolemik, distributif, kardiogenik, dan obstruktif sebagaimana diuraikan pada

Tabel 7-1. Anamnesis yang cermat dan pemeriksaan fisik sering memberikan

informasi yang bermanfaat dalam menentukan kemungkinan penyebab syok.

Namun, banyak pasien juga memiliki komponen lebih dari satu jenis syok (syok

campuran). Syok septik adalah bentuk syok distributif, tetapi mungkin memiliki

komponen hipovolemik sebelum resusitasi cairan. Demikian juga, disfungsi

miokard dapat terjadi pada syok septik dan syok hipovolemik.

Tabel 7.1. Klasifikasi syok


Klasifikasi syok
Hipovolemik
Hemoragik
Nonhemoragik
Kardiogenik
Miopatik (iskemik)
Mekanik (valvular)
Aritmia
Distributif
Septik
Krisis adrenal
Neurogenik (syok spinal)
Anapilaksis
Obstruktif
Emboli paru masif
Tension pneumothorax
Tamponade jantung
Perikarditis konstriktif

Pengetahuan tentang profil hemodinamik yang diharapkan terkait dengan

berbagai jenis syok sangat membantu dalam menentukan terapi yang tepat,

4
bahkan ketika pengukuran spesifik tidak tersedia. Tabel 7-2 menyajikan profil

hemodinamik beberapa bentuk syok yang lebih umum, tetapi variasinya

tergantung pada etiologi spesifik, fungsi jantung, dan status resusitasi paien.

Tabel 7.2 Profil hemodinamik syok


Tipe syok Heart Cardiac Tekanan Resistensi Tekanan SvO2/
rate output pengisian vaskular nadi ScvO2
ventrikel sistemik
Kardiogenik ↑ ↓ ↑ ↑ ↓ ↓
Hipovolemik ↑ ↓ ↓ ↑ ↓ ↓
Distributif ↑ ↑ or Na ↓ or Nb ↓ ↑ ↑ or Na
Obstruktif ↑ ↓ ↑ ↑ ↓ ↓
Singkatan: SvO2, saturasi vena oxihemoglobin campuran; N, normal; ScvO2,
saturasi vena oxihemoglobin sentral

A. Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik terjadi ketika volume intravaskular relatif berkurang

terhadap kapasitas pembuluh darah sebagai akibat dari perdarahan, kehilangan

cairan gastrointestinal atau urin, dehidrasi, atau kehilangan cairan dari ruang

ketiga. Kehilangan cairan dari ruang ketiga akibat redistribusi cairan interstitial

didapatkan pada cedera luka bakar, trauma, pankreatitis, dan segala bentuk syok

berat. Temuan hemodinamik pada syok hipovolemik yakni penurunan curah

jantung, penurunan tekanan pengisian ventrikel kanan dan kiri (preload), dan

peningkatan afterload (resistensi vaskuler sistemik <SVR>) karena kompensasi

vasokonstriksi. Berkurangnya SvO2 atau ScvO2 sebagai akibat dari penurunan

curah jantung dengan tidak adanya perubahan atau peningkatan kebutuhan

oksigen jaringan dan berpotensi menurunkan konsentrasi hemoglobin

(perdarahan). Selain temuan klinis yang biasa, pasien dengan syok hipovolemik

juga memiliki vena jugularis yang datar dan tidak distensi.

5
B. Syok Distributif

Syok distributif ditandai oleh hilangnya tonus pembuluh darah perifer

(vasodilatasi). Namun, pasien dengan syok distributif sering memiliki komponen

syok hipovolemik dan syok anafilaksis yang jauh lebih jarang terjadi. Profil

hemodinamik biasanya mencakup curah jantung yang normal atau meningkat

dengan SVR rendah dan tekanan pengisian ventrikel rendah ke normal. Penurunan

curah jantung dapat terjadi jika volume intravaskular tidak dioptimalkan. ScvO2

atau SvO2 mungkin normal atau meningkat karena pirau darah dalam

mikrovaskulatur atau ketidakmampuan jaringan untuk memanfaatkan oksigen.

Berbeda dengan bentuk syok lainnya, vasodilatasi syok distributif yang

diresusitasi cairan menyebabkan ekstremitas hangat, penurunan tekanan diastolik,

dan peningkatan tekanan nadi. Syok neurogenik dapat dikaitkan dengan

bradikardia daripada takikardia. Demam muncul pada syok septik dan krisis

adrenal.

C. Syok Kardiogenik

Pada syok kardiogenik, aliran darah keluar tidak adekuat karena kegagalan

pompa jantung akibat kehilangan fungsi miokard (iskemia, kardiomiopati), cacat

mekanis atau struktural (gagal katup, cacat septum) atau aritmia. Paling umum,

syok kardiogenik terjadi akibat infark miokard akut (MI) atau komplikasi

selanjutnya. Syok kardiogenik adalah bentuk gagal jantung yang paling parah dan

dibedakan dengan gagal jantung kronis yang kurang parah dengan adanya

hipopefusi, hipotensi, dan perlunya intervensi terapi yang berbeda (Bab 10).

Karakteristik hemodinamik yang khas adalah penurunan curah jantung,

6
peningkatan tekanan pengisian ventrikel, dan peningkatan afterload (SVR). Ketika

curah jantung rendah, SvO2 atau ScvO2 menurun karena peningkatan ekstraksi

oksigen dari hemoglobin di tingkat jaringan. Manifestasi klinis yang terkait

dengan syok kardiogenik dapat mencakup vena jugularis yang distensi, edema

paru, dan gallop S3.

Infark miokard anterior lebih


cenderung menyebabkan syok
kardiogenik

D. Syok Obstruktif

Gambaran umum pada syok obstruktif adalah adanya obstruksi terhadap

aliran darah karena gangguan pengisian jantung dan afterload yang berlebihan.

Tamponade jantung dan perikarditis konstriktif mengganggu pengisian diastolik

ventrikel kanan, sementara pneumotoraks tension membatasi afterload ventrikel

kanan. Profil hemodinamik ditandai dengan penurunan curah jantung,

peningkatan afterload, dan variabel tekanan pengisian ventrikel kiri, tergantung

pada etiologinya. Pada tamponade jantung, tekanan dari bilik jantung kanan, arteri

pulmonalis, dan bilik jantung kiri menyeimbangkan diastol. Penurunan> 10 mm

Hg pada tekanan darah sistolik selama inspirasi (pulsus paradoxus) adalah temuan

klinis yang penting pada pasien dengan dugaan tamponade jantung. Vena

jugularis yang distensi dapat muncul pada syok obstruktif, tergantung pada waktu

perkembangan dan status volume intravaskular.

7
IV. PRINSIP UMUM MANAJEMEN SYOK

Tujuan keseluruhan manajemen syok adalah untuk meningkatkan

pengiriman atau pemanfaatan oksigen untuk mencegah cedera seluler dan organ.

Terapi yang efektif didasarkan pada terapi dari etiologi yang mendasarinya,

pemulihan perfusi yang adekuat, pemantauan dan perawatan suportif yang

komprehensif. Intervensi untuk mengembalikan pusat perfusi untuk mencapai

tekanan darah yang memadai, meningkatkan curah jantung, dan / atau mengurangi

kadar oksigen darah. Kebutuhan akan oksigen juga harus dikurangi jika

memungkinkan. Tujuan-tujuan ini biasanya dicapai dengan kombinasi intervensi,

seperti dirangkum dalam Tabel 7-3.

Tabel 7.3 Intervensi manajemen syok


Intervensi manajemen syok
Komponen Intervensi
Pembuluh darah Cairan, vasopresor, atau agen
vasodilator
Cardiac output
Preload Cairan, Agen vasodilator
Kontraktil Agen inotropik
Afterload Vasopresor atau agen vasodilator
Konten oksigen
Hemoglobin Transfusi darah
Saturasi Hemoglobin Suplemen oksigen, ventilasi mekanik
Kebutuhan oksigen Ventilasi mekanik, sedasi, analgetik,
antipiretik
*Agen vasodilator digunakan hanya ketika tekanan darah menjadi tidak adekuat

Tujuan pertama dalam mengobati syok hipotensi adalah mencapai tekanan

darah minimum (tekanan pendorong). Tekanan darah minimum diperlukan untuk

menjaga aliran darah ke jantung dan organ lain sambil mengoptimalkan

komponen lain dari pengiriman oksigen.

8
Tekanan arteri rata-rata (MAP)> 65 mm Hg biasanya direkomendasikan sebagai

tujuan awal.

Pemulihan stabilitas hemodinamik harus


menjadi prioritas sementara upaya
simultan untuk mengobati penyebab
shok diimplementasikan.

MAP yang lebih tinggi mungkin diperlukan pada pasien dengan iskemia

miokard atau hipertensi kronis, tetapi peningkatan tekanan darah hanya

bermanfaat jika diolah menjadi perfusi yang lebih baik. Jika tidak, tekanan darah

yang lebih tinggi dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Setelah

resusitasi awal, tujuan MAP harus berdasarkan penilaian terhadap kecukupan

perfusi sistemik dan organ. Target tekanan darah biasanya dicapai dengan cairan

dan / atau agen vasoaktif (lihat "Terapi cairan" dan "agen vasoaktif" di bawah).

Tujuan selanjutnya dalam manajemen syok adalah untuk mengoptimalkan

suplai oksigen. Seperti diuraikan dalam Bab 6, pengiriman oksigen dapat

ditingkatkan dengan meningkatkan curah jantung, konsentrasi hemoglobin, atau

saturasi oksihemoglobin. Dengan tidak adanya pengukuran spesifik curah jantung,

penilaian kecukupan tergantung pada etiologi syok dan adanya kelainan

hipoperfusi (lihat "pemantauan" di bawah). Cairan dan / atau agen vasoaktif

sering dibutuhkan untuk mengoptimalkan curah jantung. Penentu kandungan

oksigen darah (saturasi hemoglobin dan oksihemoglobin) dapat dengan mudah

diukur dan dioptimalkan saat diindikasikan. Meningkatkan konsentrasi

hemoglobin dengan transfusi mungkin merupakan salah satu cara paling efisien

untuk meningkatkan suplai oksigen pada beberapa pasien dengan syok. Misalnya,

9
meningkatkan konsentrasi hemoglobin dari 7 g / dl menjadi 9 g / dl dengan

meningkatkan suplai oksigen hampir 30%, bahkan jika curah jantung tetap

konstan. Kejenuhan oksihemoglobin dapat ditingkatkan dengan meningkatkan

PaO2 dengan suplementasi oksigen dan ventilasi mekanis. Namun, begitu PaO2

telah ditingkatkan ke kisaran 60 hingga 70 mmHg (8-9,3 kPa), sedikit manfaat

tambahan diperoleh dengan meningkatkan PaO2 lebih lanjut. Saturasi

oksihemoglobin ≥ 95% direkomendasikan pada pasien dengan syok.

Hampir semua pasien dengan syok


memerlukan intubasi.

A. Pemantauan

Pasien dengan syok memerlukan pemantauan untuk menentukan

intervensi yang sesuai dan untuk menilai respons mereka terhadap intervensi (Bab

6). Pemantauan elektrokardiografi berkelanjutan diperlukan untuk menilai

perubahan dalam denyut jantung dan ritme. Tekanan darah paling baik dipantau

dengan kateter arteri karena ketidaktepatan perangkat non-invasif pada pasien

dengan syok. Oksimetri nadi harus dipantau secara rutin untuk memastikan

saturasi oksihemoglobin yang memadai. Pemantauan tekanan vena sentral

mungkin bermanfaat pada pasien tertentu sebagai indikator preload ventrikel

kanan. Pengukuran ScvO2 melalui kateter vena sentral mungkin berguna sebagai

indikator keseimbangan oksigen. Namun, nilai ScvO2 yang normal tidak

menyingkirkan kemungkinan hipoperfusi. Kateter urin harus dimasukkan untuk

memantau keluaran urin sebagai indikator perfusi ginjal, dengan target yang

disarankan 0,5-1 mL / kg / jam. Konsentrasi awal laktat harus diukur dan dipantau

10
pada interval yang tepat. Konsentrasi laktat yang normal atau menurun

menunjukkan peningkatan keseimbangan oksigen. Data laboratorium lainnya

harus dipantau dengan tujuan memastikan perkembangan atau perbaikan disfungsi

organ.

Tren pengukuran dari waktu ke waktu seringkali


lebih berharga daripada pengukuran tunggal

B. Terapi Cairan

Terapi awal untuk sebagian besar bentuk syok adalah penggantian volume

intravaskular. Pemeriksaan fisik memberikan informasi berharga tentang status

volume intravaskular. Kerusakan difus atau dependen, serta vena leher yang

distensi, menunjukkan tekanan pengisian ventrikel yang tinggi, kecuali terdapat

sindrom gangguan pernapasan akut atau pneumonia difus. Paru yang bersih dan

vena leher yang datar menunjukkan preload yang tidak adekuat pada pasien

hipotensi. Meskipun perubahan ortostatik dalam tekanan darah dan denyut jantung

mungkin membantu dalam menilai tingkat penurunan volume, pasien dengan

hipotensi atau takikardia berat tidak boleh subjektif terhadap perubahan posisi

tersebut. Sifat dan tingkat defisit cairan harus ditentukan untuk mengidentifikasi

jenis pengganti cairan yang diperlukan.

Peran saline hipertonik dan cairan resusitasi


lainnya saat ini masih belum pasti

Defisiensi volume intravaskular pada pasien yang tidak anemia dapat diisi

ulang dengan larutan kristaloid atau koloid. Kristaloid lebih murah daripada

koloid dan biasanya mempunyai tujuan yang sama. Cairan kristaloid untuk

11
volume resusitasi termasuk Ringer laktat dan normal salin. Dextrose 5% dalam air

tidak memberikan ekspansi volume intravaskular karena cepat didistribusikan ke

seluruh kompartemen cairan tubuh dan tidak boleh digunakan untuk mengobati

syok hipovolemik. Untuk alasan yang sama, saline 0,45% tidak sesuai untuk

ekspansi volume. Cairan koloid seperti hetastarch, albumin dan gelatin. Kristaloid

dan koloid tampak sama efektifnya ketika diinfuskan ke titik akhir fisiologis.

Kristaloid dalam bolus yang dititrasi dari 500 hingga 1000 mililiter atau koloid

dalam bolus yang dititrasi dari 300 hingga 500 mililiter dapat diberikan di awal

untuk sebagian besar pasien dewasa dan diulangi seperlunya sementara parameter

yang tepat sedang dipantau secara ketat. Jumlah bolus yang lebih kecil

diindikasikan untuk pasien yang dicurigai atau diketahui dengan syok

kardiogenik.

Selain larutan kristaloid atau koloid, sel darah merah yang dikemas

diindikasikan untuk meningkatkan kapasitas pembawa oksigen pada pasien

dengan perdarahan atau anemia yang bermakna. Pada banyak pasien yang sakit

berat, konsentrasi hemoglobin 7-9 g / dl mungkin memadai setelah stabilisasi,

tetapi hanya digunakan untuk koreksi koagulopati dan bukan untuk penggantian

volume. Fresh frozen plasma sebaiknya digunakan untuk mengoreksi koagulopati

dan bukan sebagai pengganti cairan. Prioritas dalam pemberian cairan adalah

resusitasi dan penggantian kehilangan yang berkelanjutan. Seiring perjalanan

klinis pasien, cairan yang paling mendekati perkiraan kehilangan cairan pasien

harus digunakan sebagai penuntun terapi elektrolit serum.

12
Target pertama dalam resusitasi cairan adalah koreksi hipotensi. Setelah

hipotensi dikoreksi, resusitasi cairan lebih lanjut akan mengurangi peningkatan

denyut jantung dan memperbaiki kelainan hipopefusi, sehingga mencapai titik

akhir sebenarnya dari terapi syok yang efektif. Efek yang berbahaya dari

resusitasi cairan yang terlalu agresif adalah penurunan oksigenasi karena

peningkatan tekanan kapiler paru, yang dapat menyebabkan edema paru. Oleh

karena itu, auskultasi dada yang sering dilakukan untuk mengetahui adanya ronki

dan pemantauan saturasi PaO2 atau saturasi oksihemoglobin oleh oksimetri nadi

harus dilakukan selama resusitasi cairan. Dengan tidak adanya pemantauan

hemodinamik invasif, terapi volume dapat diberikan dengan hati-hati pada pasien

dengan hipotensi persisten dan / atau hipoperfusi sampai penurunan oksigenasi

arteri yang signifikan dicatat atau sampai kelainan diperbaiki. Pendekatan terapi

volume ini menghadirkan risiko minimal pada pasien dengan oksigenasi yang

memadai.

C. Agen Vasoaktif

Agen vasoaktif untuk manajemen akut pasien dengan syok termasuk

dengan obat vassopressor, inotropik, dan efek vasodilator. Banyak agen memiliki

lebih dari satu efek hemodinamik, dan efek dapat bervariasi sesuai dosis.

Berdasarkan pengetahuan farmakologi dari setiap agen, dokter harus memilih

agen vasoaktif yang paling mungkin untuk mencapai efek hemodinamik yang

diinginkan untuk masing-masing pasien. Tujuan resusitasi biasanya lebih penting

daripada agen spesifik yang dipilih.

13
Tidak ada satu agen vasoaktif atau kombinasi
agen yang terbukti lebih unggul dalam
mengelola syok.

1. Dopamin

Dopamin adalah agen vasoaktif yang sering digunakan dengan efek

inotropik dan vasopresor. Meskipun respon dosis sangat bervariasi di antara

pasien, beberapa generalisasi dapat membantu tentang dosis dan efek yang

diantisipasi. Pada tingkat infus yang rendah (2-3 mikrogram / kg / menit),

dopamin memiliki efek inotropik dan kronotropik sederhana. Pada kisaran dosis

ini, dopamin bekerja pada reseptor dopaminergik di ginjal dan dapat

meningkatkan produksi urin. Namun, penggunaan dopamin dosis rendah untuk

efek ginjal tidak dianjurkan, karena tidak dapat mencegah disfungsi ginjal atau

meningkatkan hasil. Pada tingkat infus menengah (4-10 mikrogram / kg / menit),

dopamin memiliki efek inotropik utama dan kehilangan efeknya pada ginjal. Pada

tingkat infus yang lebih tinggi (≥ 10 mikrogram / kg / menit), dopamin memiliki

efek alfa-agonis yang signifikan yang menghasilkan dosis nyata vasokontriksi.

Pada kecepatan infus ≥ 25 mikrogram / kg / menit, dopamin biasanya tidak

memberikan keuntungan dibandingkan norepinefrin, yang mungkin memiliki efek

vasopresor terbaik. Efek samping potensial termasuk aritmia dan takikardi.

2. Norepinefrin

Norepinefrin adalah vasopresor alfa-adrenergik yang kuat. Norepinefrin

juga memiliki efek beta-adrenergik, inotropik, dan kronotropik. Pada orang

dewasa, laju infus norepinefrin dimulai pada 0,05 mikrogram / kg / menit dan

dititrasi dengan efek yang diinginkan. Seperti vasopresor lainnya, curah jantung

14
mungkin menurunkan afterload dan tekanan darah meningkat. Norepinefrin

biasanya meningkatkan aliran darah ginjal pada pasien dengan resusitasi volume

yang memadai. Peningkatan denyut jantung jarang terjadi dengan penggunaan

norepinefrin.

3. Epinefrin

Epinefrin memiliki efek alfa-adrenergik dan beta-adrenergik. Epinefrin

memiliki efek inotropik dan chronotropic yang kuat dan pada dosis yang lebih

tinggi memiliki efek vasopressor. Dosis mulai dari 0,1 mikrogram / kg / menit

dan dapat dititrasi untuk efek yang diinginkan. Peningkatan konsumsi oksigen

miokard yang diinduksi epinefrin dapat membatasi penggunaan agen ini pada

orang dewasa, terutama pada penyakit arteri koroner. Iskemia mesenterika juga

lebih sering terjadi pada epinefrin dibandingkan dengan vasopresor lainnya.

4. Vasopresin

Vasopresin adalah vasopressor kuat yang bekerja melalui reseptor V1

untuk menghasilkan vasokonstriksi. Ketika tekanan darah meningkat, curah

jantung mungkin menurun, mirip dengan efek norepinefrin. Dosis yang

dianjurkan pada orang dewasa adalah 0,01 hingga 0,04 unit / menit. Dosis yang

lebih tinggi dapat menyebabkan kejadian iskemik. Vasopresin dapat

dipertimbangkan untuk digunakan dalam refrakter syok hipotensi untuk agen lain

dan resusitasi cairan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan peran

vasopresin dalam manajemen syok.

15
5. Dobutamine

Dobutamine adalah agonis beta-adrenergik dengan efek inotropik.

Dobutamine digunakan dalam dosis 5 hingga 20 mikrogram / kg / menit dan

biasanya dikaitkan dengan peningkatan curah jantung. Tekanan darah arteri

mungkin tidak berubah, menurun, atau sedikit meningkat. Dobutamine harus

diberikan dengan hati-hati pada pasien hipotensi. Dalam menghadapi penggantian

volume intravaskular yang tidak adekuat, tekanan darah bisa turun drastis dan

takikardi mungkin bermasalah. Agen ini memiliki efek chronotropic variabel.

V. PENGELOLAAN JENIS-JENIS SYOK KHUSUS

A. Syok Hipovolemik

Tujuan pengobatan untuk syok hipovolemik adalah pemulihan volume

intravaskular dan pencegahan kehilangan volume lebih lanjut. Terapi syok

hipovolemik harus ditargetkan untuk mengembalikan tekanan darah normal, nadi,

dan perfusi organ. Untuk resusitasi awal, cairan koloid atau kristaloid efektif jika

diberikan dalam volume yang cukup. Selanjutnya, cairan yang digunakan harus

dapat menggantikan cairan yang telah hilang. Misalnya, produk darah mungkin

diperlukan untuk menggantikan kehilangan darah (Bab 9), dan kristaloid harus

digunakan untuk muntah dan dehidrasi. Untuk hipotensi, pilihan kristaloid adalah

larutan normal salin atau Ringer laktat karena osmolalitas yang diperlukan untuk

mengembalikan volume intravaskular. Dalam resusitasi volume besar,

bagaimanapun, infus salin normal dapat menghasilkan asidosis metabolik

hiperkloremik. Vasopresor harus dipertimbangkan hanya sebagai tindakan

sementara resusitasi cairan berlangsung atau ketika hipotensi bertahan meskipun

16
resusitasi volume telah memadai. Pemantauan tekanan vena sentral mungkin

bermanfaat untuk memandu resusitasi cairan pada pasien tanpa penyakit jantung

atau paru yang signifikan.

B. Syok Distributif

Pendekatan awal untuk pasien dengan syok septik adalah restorasi dan

pemeliharaan volume intravaskular yang adekuat. Institusi yang tepat untuk

antibiotik yang tepat sangat penting, seperti juga intervensi lain untuk

mengendalikan infeksi (pengangkatan kateter, pembedahan, drainase,

debridemen). Terapi yang diarahkan sebagai tujuan awal adalah menggunakan

pemantauan tekanan vena sentral (CVP) dan pengukuran ScvO2, telah terbukti

mengurangi mortalitas pada sepsis berat dan syok septik. (Lihat protokol pada

Gambar 7-1). Perluasan volume dapat dimulai dengan larutan kristaloid isotonik

atau koloid. Vasodilatasi dan kebocoran kapiler difus sering terjadi pada syok

septik, dan kebutuhan cairan mungkin besar. Sehingga evaluasi input cairan dan

pengukuran output tidak membantu dalam menentukan agresivitas resusitasi

volume karena volume yang diukur tidak mencerminkan pergerakan cairan ke

ruang ekstravaskular.

Jika pasien dengan syok septik tetap hipotensi meskipun resusitasi cairan

memadai, dopamin atau norepinefrin direkomendasikan sebagai vasopresor awal.

Vasopresin atau epinefrin dosis rendah dapat dipertimbangkan untuk pasien yang

gagal merespon vasopresor lini pertama. Dobutamine harus dipertimbangkan pada

pasien dengan tekanan darah yang adekuat yang memiliki hipoperfusi dan curah

jantung yang rendah dengan preload ventrikel yang adekuat. Disfungsi miokard

17
reversibel dengan pelebaran ventrikel dan penurunan fraksi ejeksi sering terjadi

pada syok septik. MAP awal <65mmHg mungkin memerlukan terapi inisiasi

vasopresor sampai resusitasi cairan dioptimalkan. Kortikosteroid (hidrokortison

200-300 mg dalam 24 jam diberikan bolus atau infus berkelanjutan) harus

dipertimbangkan pada pasien rawat inap dengan syok septik ketika tekanan darah

kurang responsif terhadap cairan dan vasopresor. Hasil dari uji stimulasi hormon

adrenokortikotropik (ACTH) tidak diperlukan untuk memulai terapi

kortikosteroid. Syok anafilaksis diobati dengan resusitasi volume dan epinefrin

subkutan.

Dalam keadaan tekanan darah sangat rendah dan perfusi perifer yang

buruk, diindikasikan epinefrin intravena diindikasikan. Insufisiensi adrenal akut

diobati dengan terapi volume, kortikosteroid intravena dan vasopresor, jika

diperlukan (Bab 12). Lihat bab 9 untuk informasi tentang manajemen syok

neurogenik.

18
Gambar 7.1 Protocol for early directed resuscitation in severe sepsis and septic
shock
C. Syok Kardiogenik

Tujuan utama dalam mengobati syok kardiogenik adalah untuk

meningkatkan fungsi miokard. Aritmia harus segera diobati. Reperfusi dengan

intervensi perkutan adalah pengobatan pilihan pada syok kardiogenik karena

iskemia miokard (Bab 10). Disfungsi diastolik selama iskemia miokard dapat

menurunkan fungsi ventrikel dan meningkatkan tekanan pengisian ventrikel kiri,

yang menyebabkan preload adekuat. Oleh karena itu, uji coba pemberian cairan

dapat dilakukan (bolus 250 mL). Ketika tekanan darah menurun pada syok

kardiogenik, terapi awal menggunakan agen tunggal yang memiliki efek inotropik

dan vasopresor (misalnya, norepinefrin atau dopamin). Pasien yang sangat

hipotensi (tekanan arteri sistolik <70mmHg) harus diobati dengan norepineprhine

segera untuk meningkatkan tekanan arteri sistolik. Jika tekanan arteri sistolik

19
adalah 70 hingga 90 mmHg, dopamin dapat dipertimbangkan sejak awalnya.

Penambahan inotrop intravena, seperti dobutamin (atau dopexamine, yang

tersedia di beberapa negara), dapat dianggap menambah kontraktilitas miokard

setelah tekanan darah stabil, dengan tujuan mengurangi terapi vasopresor. Jika

hipotensi sedang tidak responsif terhadap terapi awal, konsultasi harus dilakukan

untuk mempertimbangan intra-aorta balloon counterpulsation, alat bantu

ventrikel kiri / kanan, dll.

Elevated afterload (SVR) juga dapat mengganggu curah jantung jika ada

perubahan hemodinamik primer, seperti yang terjadi pada gagal jantung kongestif

kronis. Seringkali pada syok kardiogenik akut, SVR meningkat secara sekunder

untuk mempertahankan tekanan perfusi vaskular. Pengobatan yang ditujukan

untuk mengurangi afterload dengan menggunakan vasodilator, seperti

nitroprusside, harus dimulai dengan sangat hati-hati dan hanya pada pasien

dengan hipoperfusi yang disertai dengan tekanan darah.

Ketika gagal jantung ditandai dengan curah jantung yang rendah, tekanan

darah normal atau meningkat, dan hipoksemia karena tekanan kapiler paru yang

tinggi, pengurangan preload dan afterload sangat membantu dalam meningkatkan

hipoksemia. Tekanan kapiler paru yang tinggi didiagnosis secara klinis. Reduksi

preload dilakukan dengan loop diuretik (furosemide atau bumetanide) dan

venodilator (nitrogliserin dan morfin). Reduksi afterload dilakukan dengan

vasodilator arteri (Angiotensin-converting enzyme inhibitor atau kadang-kadang

nitroprusside). Jika tekanan darah dapat ditingkatkan ke preload normal dengan

20
inotropis, maka penambahan afterload dan reduksi preload dengan adanya curah

jantung yang rendah atau

tekanan kapiler paru


Reduksi afterload dan preload harus dihindari
yang tinggi. pada gagal jantung bila hipotensi.

D. Syok Obstruktif

Pada pasien dengan syok obstruktif, menghilangkan obstruksi merupakan

pengobatan pilihan. Jika ada tamponade jantung, perikardiosentesis dapat

menyelamatkan nyawa. Tension pneumotoraks harus segera diobati. Pemeliharaan

volume intravaskular sangat penting pada pasien dengan semua bentuk syok

obstruktif. Resusitasi cairan dapat meningkatkan curah jantung dan hipotensi

untuk sementara waktu. Inotrop atau vasopresor memiliki peran minimal dalam

pengelolaan syok
Diuretik dan venodilator harus dihindari pada
obstruktif, syok obstruktif. dan agen ini

hanya memberikan perbaikan sementara, jika ada.

VI. OLIGURIA

Oliguria, didefinisikan sebagai keluarnya urin <0,5 mL / kg / jam selama

>2 jam, merupakan manifestasi penting dari hipoperfusi. Oliguria juga dapat

disebabkan oleh kerusakan ginjal yang permanen atau obstruksi postrenal, dalam

21
hal ini keluaran urin digunakan sebagai tujuan resusitasi syok yang adekuat.

Penyebab oliguria dikategorikan sebagai prerenal, renal, dan postrenal,

sebagaimana diuraikan dalam Tabel 7-4.

Tabel 7.4 Diagnosis banding oliguria

Diagnosis banding oliguria


Prerenal
Penurunan cardiac output (mis., Penurunan volume, gagal jantung, tamponade)
Redistribusi aliran darah (syok distributif) dengan vasodilatasi perifer dan / atau pirau
Renal
Gangguan glomerular (Glomerulonefritis)
Gangguan vaskular (misal Vaskulitis)
Gangguan interstitial (misal antibiotik)
Penyakit tubular renal
Iskemik
Obat nefrotoksik
Post renal
Obstruksi uretra bilateral
Striktur uretra
Obstruksi bladder outlet
Obstruksi kateter urin

Penilaian status volume dengan pemeriksaan fisik seringkali sulit pada

pasien yang sakit parah, dan pemantauan hemodinamik invasif mungkin

bermanfaat. Tes laboratorium tambahan dapat membantu membedakan penyebab

prerenal oliguria dari nekrosis tubular akut (ATN). Beberapa tes laboratorium

fungsi ginjal ditunjukkan pada Tabel 7-5. Hasil tes ini harus diperoleh sebelum

pemberian diuretik.

Tabel 7.5 Tes laboratorium untuk membedakan kondisi prerenal dari nekrosis
tubular akut (ATN)
Tes laboratorium Prerenal ATN
Blood urea nitrogen / creatinin ratio >20 10-20
Urine spesific gravity >1020 >1010
Urine osmolality (mOsm/L) >500 <350
Urinary sodium (mmol/L) <20 >40
Fractional excretion of sodium (%)* <1 >2

22
* Fractional excretion of sodium (FENa)= ([urine sodium + serum sodium]+
[urine creatinine + serum creatinine]) x 100

VII. MANAJEMEN INSUFISIENSI RENAL AKUT

Hipoperfusi yang diinduksi syok dapat menyebabkan insufisiensi atau

kegagalan ginjal, karena banyak gangguan ginjal secara langsung yang

berhubungan dengan penyakit berat. Penyebab insufisiensi ginjal akut harus

diperbaiki. Kateter urin dan USG ginjal dapat menyingkirkan obstruksi urin pada

sebagian besar pasien. Kateter urin juga merupakan alat yang berguna untuk

memantau keluaran urin. Volume intravaskular harus dioptimalkan dengan larutan

kristaloid dan / atau koloid. Jika pasien tetap oliguria setelah mendapatkan cairan

yang adekuat, dosis tinggi diuretik loop (misalnya, furosemide 200 mg IV lambat)

dapat digunakan dalam keadaan nonoligurik. Meskipun dikatakan bahwa dalam

keadaan nonoligurik mungkin tidak mengubah hasil, manajemen cairan biasanya

lebih mudah dilakukan dan dialisis dapat dihindari. Tidak ada bukti yang

mendukung penggunaan dopamin dosis rendah pada pasien oliguria. Pernah ada

bukti yang mendukung oliguria pada ginjal akut untuk menggunakan dopamin

dosis rendah. Setelah gagal ginjal akut oliguria dipastikan, cairan harus dibatasi

dalam mengganti kehilangan yang dialami (termasuk kehilangan yang tidak

terduga). Dalam keadaan penyakit yang terkait dengan kehilangan volume

intravaskular yang berkelanjutan, pemberian cairan diperlukan untuk

mempertahankan preload ventrikel kiri yang adekuat. Kerugian ini mungkin

besar, seperti pada pankreatitis, sepsis berat, dan luka terbuka besar.

23
Karena tidak ada pengobatan khusus untuk sebagian besar kasus gagal

ginjal akut, perawatan untuk pasien hamil dan suportif tetap dipertahankan. Dosis

obat perlu penyesuaian tidak hanya untuk laju filtrasi glomerulus tetapi juga untuk

jenis terapi pengganti ginjal yang digunakan.

IX. KEY POINT: DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN SYOK

- Syok ditandai dengan gangguan oksigenasi jaringan dan hipoperfusi.

- 4 kategori utama syok dengan pola hemodinamik khas adalah hipovolemik,

distributif, kardiogenik, dan obstruktif.

- Manifestasi klinis syok terjadi akibat oksigenasi dan perfusi jaringan yang

tidak adekuat, respons kompensasi dan etiologi spesifik syok.

- Intervensi berfungsi untuk mengembalikan pusat perfusi untuk mencapai

tekanan darah yang memadai, meningkatkan curah jantung, mengoptimalkan

kandungan oksigen dalam darah, dan / atau mengurangi kebutuhan oksigen.

- Terapi awal untuk sebagian besar bentuk syok adalah penggantian volume

intravaskular dengan larutan kristaloid atau koloid.

- Pemilihan agen vasoaktif untuk mengobati syok harus didasarkan pada efek

hemodinamik yang diinginkan untuk masing-masing pasien dan pengetahuan

mengenai agen farmakologi yang tersedia.

- Penyebab reversif oliguria akut harus selalu dikeluarkan dan volume

intravaskular harus dioptimalkan dengan larutan kristaloid dan / atau koloid.

24

Anda mungkin juga menyukai