Anda di halaman 1dari 12

ACUTE MYELOID LEUKAEMIA

HEMATOPOIESIS
Hematopoiesis (hemopoiesis) merupakan suatu proses pembentukkan
dan perkembangan sel-sel darah. Tempat terjadinya hematopoiesis pada manusia
berpindah-pindah sesuai dengan umur : (1) yolk sac (umur 0-3 bulan
intrauterin); (2) hati dan lien (umur 3-6 bulan intrauterin); (3) sumsum tulang
(umur 4 bulan intrauterin – dewasa).
Sumsum tulang atau bone marrow merupakan suatu jaringan ikat dengan
vaskularisasi yang tinggi bertempat di ruang antara trabekula jaringan tulang
spons. Proses hemopoiesis pada dewasa hanya terpusat di tulang-tulang rangka
sentral dan ujung proksimal dari humerus dan femur.
Sel induk yang paling primitif yang akan berkembang menjadi sel-sel
darah adalah pluripotent stem cells yang berada pada sumsum tulang dan berasal
dari jaringan mesenkim. Sel-sel ini memiliki kemampuan untuk berkembang
menjadi beberapa turunan yang berbeda melalui proses duplikasi, kemudian
berproliferasi serta berdiferensiasi hingga akhirnya menjadi sel-sel darah,
makrofag, sel-sel retikuler, sel mast dan sel adiposa. Selanjutnya sel darah yang
sudah terbentuk ini akan memasuki sirkulasi melalui kapiler sinusoid.
Sebelum sel-sel darah secara spesifik terbentuk, sel pluripoten yang
berada di sumsum tulang tersebut membentuk commited stem cell. Sel induk
yang termasuk dalam golongan ini adalah myeloid stem cell dan lymphoid stem
cell. Myeloid stem cell memulai perkembangannya di sumsum tulang dan
kemudian membentuk eritrosit, platelet, monosit, neutrofil, eosinofil dan basofil.
Sedangkan lymphoid stem cell akan berkembang menjadi sel T, Sel B dan sel
NK (Natural Killer). Selama proses hemopoiesis, sebagian sel myeloid
berdiferensiasi menjadi sel progenitor. Sel progenitor (unipotent stem cell) tidak
dapat berkembang membentuk sel namun membentuk elemen yang lebih
spesifik yaitu colony-forming unit (CFU). Terdapat beberapa jenis CFU yang
diberi nama sesuai sel yang akan dibentuknya, misalnya CFU-E membentuk
eritrosit, dan CFU-GM membentuk granulosit dan monosit.
Berikutnya, lymphoid stem cell, sel progenitor dan sebagian sel myeloid
yang belum berdiferensiasi akan menjadi sel-sel prekursor yang dikenal sebagai
blast. Sel-sel ini akan berkembang menjadi sel darah yang sebenarnya. Beberapa
hormon yang disebut hemopoietic growth factors bertugas dalam meregulasi
proses diferensiasi dan proliferasi dari sel-sel progenitor tertentu. Berikut adalah
beberapa contohnya : (1) Erythropoietin atau EPO meningkatkan jumlah
prekursor sel darah merah atau eritrosit. EPO diproduksi oleh sel-sel khusus
yang terdapat di ginjal yaitu peritubular interstitial cells; (2) Thrombopoietin
atau TPO merupakan hormon yang diproduksi oleh hati yang menstimulasi
pembentukan platelet atau trombosit; (3) Sitokin adalah glikoprotein yang
dibentuk oleh sel, seperti sel sumsum tulang, sel darah, dan lainnya. 5,7,8
MORFOLOGI DAN FUNGSI NORMAL SEL DARAH PUTIH
Leukosit atau sel darah putih merupakan sel darah yang berfungsi sebagai sistem
pertahanan tubuh untuk melawan infeksi dan penyakit lainnya. Berikut adalah kadar
normal sel darah putih berdasarkan rentang usianya, menurut American Associaton of
Family Physician (AAFP) : 1) Bayi baru lahir: 13.000 – 38.000 / mm3, 2) Bayi dan anak:
5.000 – 20.000 / mm3, 3) Dewasa: 4.500 – 11.000/mm3, 4) Wanita hamil (trimester tiga):
5.800 – 13.200/mm3. Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya,
leukosit dibagi menjadi 2 yaitu : granulosit (leukosit poli morfonuklear) dan agranulosit
(leukosit mononuklear).
1. GRANULOSIT
Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma. Berdasarkan warna
granula sitoplasma, leukosit dibagi menjadi :
a. Neutrofil
Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh bakteri,sangat fagositik
dan sangat aktif. Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-kadang
seperti terpisah- pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus (granula).
Granula neutrofil mempunyai afinitas sedikit terhadap zat warna basa dan memberi
warna biru atau merah muda pucat yang dikelilingi oleh sitoplasma yang berwarna
merah muda. Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak, mencapai
60% dari jumlah sel darah putih. Neutrofil merupakan sel berumur pendek dengan
waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan jangka hidup antara 1-4 hari dalam jaringan
ikat, setelah itu neutrofil mati.
b. Eosinofil
Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat saat terjadi alergi atau
penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar. Sel
granulanya berwarna merah sampai merah jingga. Eosinofil memasuki darah dari
sumsum tulang dan beredar hanya 6-10 jam sebelum bermigrasi ke dalam jaringan
ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa 8-12 hari dari jangka hidupnya. Dalam
darah normal, eosinofil jauh lebih sedikit dari neutrofil, hanya 2-4% dari jumlah sel
darah putih.
c. Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang dari 1% dari jumlah
sel darah put ih. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma yang bentuknya
tidak beraturan dan berwarna keunguan sampai hitam (gambar 2.5. hapusan
sumsum tulang dengan perbesaran 1000x). Basofil memiliki fungsi menyerupai sel
mast, mengandung histamin untuk meningkatkan aliran darah ke jaringan yang
cedera dan heparin untuk membantu mencegah pembekuan darah intravaskular.

a.
2. AGRANULOSIT
Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit terdiri dari limfosit
dan monosit.
a. Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil, berkisar 20-35% dari sel
darah put ih, memiliki fungsi dalam reaksi imunitas.Limfosit memiliki inti yang
bulat atau oval yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma yang sempit berwarna
biru. Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B.
1) Limfosit B
Limfosit B memiliki fungsi menghasilkan antibodi, internalisasi antigen, memproses
antigen, dan mempresentasikan antigen kepada limfosit T untuk meningkatkan
respon imun. Limfosit B tidak bergantung timus, tersebar dalam folikel-folikel
kelenjar getah bening. Pada sel B pengkodean diatur oleh heterodimer Ig α dan
Ig β yang pada bagian ekornya membawa immunoreceptor tyrosine activation
motifs (ITAM). limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya, berdiferesiansi
menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel-sel ini
bertanggung jawab atas respons kekebalan hormonal.
Tipe Fungsi
Ig G Mengaktifkan protein komplemen dan makrofaga, memelihara
janin (fetus) dari serangan penyakit.
Ig M Aglutinasi, mengaktifkan protein komplemen, merangsang
fagositosis mikrob oleh makrofaga.
Ig A Mengikat mikrob (pada daerah permukaan saluran pernapasan
dan saluran makanan), mencegah mikrob masuk ke tubuh,
mengeluarkan mikrob dari dalam tubuh bersama nukleus dan
sekresi lainnya.
Ig E Proteksi terhadap serangan parasit dan bersama IgG mengikat
serta mengusir antigen alergi.
Ig D Mengaktifkan sel B.

2) Limfosit T
Limfosit T bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam timus. Limfosit T
bertanggung jawab atas respons kekebalan selular melalui pembentukan sel
yang reaktif antigen. Limfosit T dapat dibedakan berdasar tipe reseptor antigen,
yaitu sel T yang memiliki TCR δ/γ, dan sel T yang memiliki TCR α/β, yang
dibagi berdasarkan koreseptor CD4+ atau CD8+. Sel T δ/γ ditemukan di epitel
mukosa, darah, serta pada bagian tubuh lain, dan memiliki fungsi stimulasi
terhadap imunitas bawaan dan mukosa. Sel T δ/γ ini akan memproduksi IFN-γ
dan mengaktivasi sel dendritik dan makrofag. Sel T α /β terbagi menjadi
beberapa kelas oleh ekspresi molekul CD4+ dan CD8+ menjadi T helper, T
sitotoksik, T regulatorik, dan sel NKT.\
a) Limfosit T helper
Sel T Helper merupakan sel T yang mengekspresikan CD4+. sel T CD4+ kemudian
berdiferensiasi menjadi sel TH0, TH1, TH2, TH17. Sel TH0 memproduksi
sitokin yang dapat mengekspansi respon imunitas selular. Sel TH1
memproduksi IFN- γ dan IL-2 untuk mengaktivasi sel dendritik dan
makrofag yang dapat meningkatkan respon imun terhadap bakteri
intraselular, serta meningkatkan produksi subtipe tertentu dari IgG. Sel TH2
memiliki fungsi untuk meningkatkan respon antibodi. Sedangkan TH17
akan mensekresi IL-17 untuk mengaktifkan neutrofil serta meningkatkan
respon inflamasi dan antifungal.
b) Limfosit T sitotoksik
Limfosit T yang mengekspresikan CD8+ memiliki aktivitas sitotoksik dan sering
disebut sebagai cytotoxic T lymphocytes (CTLs). Sel T CD8+ dapat
berespon terhadap bakteri intraseluler, terutama bakteri intraseluler yang
lolos dari mekanisme fagosom seperti Mycobacterium tuberculosis,
Salmonellae, dan Chlamydiae. Sel T CD8+ akan merespon dengan
melepaskan sitokin proinflamasi dan sitokin yang dapat mengaktivasi
makrofag serta membunuh sel yang terinfeksi melalui pelepasan perforin,
Fas, dan granulysin pada sebagian kasus. Sel T CD8+ juga akan
melepaskan IFN-γ yang akan mengenali sel yang terinfeksi bakteri, dan
kemudian mengaktivasi jalur proteksi oleh makrofag. Selain itu sel T CD8+
melalui pengaruh IL-2 dapat berdeferensiasi menjadi sel T memori yang
berperan dalam sistem imun spesifik terhadap antigen tertentu. Selain itu
IL-2 juga mengoptimalkan diferensiasi sel T CD8+ menjadi sel efektor.
c) Limfosit T regulatorik
T reg mengekspresikan CD4+ dan CD25+ yang berfungsi untuk mengontrol respon
imun dan menghindari respon berlebihan dari sel T.
d) Limfosit T NKT
Sel NKT merupakan perpaduan antara sel NK dan sel T. Sel ini bereaksi
terhadap molekul CD1 yang mempresentasikan glikolipid dan glikopeptida
yang contohnya terdapat pada Mycobacterium.
b. Monosit
Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel darah putih, memiliki
waktu paruh 12-100 jam di dalam darah.Intinya terlipat atau berlekuk dan terlihat
berlobus, protoplasmanya melebar, warna biru keabuan yang mempunya ibintik-
bintik sedikit kemerahan (gambar 2.7. hapusan sumsum tulang dengan perbesaran
1000x).Monosit memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel
cedera dan mati, fragmen-fragmen sel, dan mikroorganisme.

DEFINISI
Leukemia myeloid akut atau Acute Myeloid Leukemia (AML) sering juga dikenal dengan
istilah Acute Myelogenous Leukemia atau Acute Granulocytic Leukemia merupakan
penyakit keganasan yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi abnormal sel induk
hematopoetik yang bersifat sistemik dan secara malignan melakukan transformasi
sehingga menyebabkan penekanan dan penggantian komponen sumsum tulang belakang
yang normal. Pada kebanyakan kasus AML, tubuh memproduksi terlalu banyak sel darah
putih yang disebut myeloblas yang masih bersifat imatur. Sel-sel darah yang imatur ini
tidak sebaik sel darah putih yang telah matur dalam melawan adanya infeksi. Pada AML,
mielosit (yang dalam keadaan normal berkembang menjadi granulosit) berubah menjadi
ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di sumsum tulang.

KLASIFIKASI AML
Berdasarkan klasifikasi French American British (FAB)
AML terbagi menjadi 8 tipe :
- Mo ( Acute Undifferentiated Leukemia )
Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai AML dengan
diferensiasi minimal.
- M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi )
Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari kasus AML.
Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan Auer rods. Dan sel
leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan tipe 2 dengan granula, dimana
tipe 1 dominan di M1.
- M2 ( Akut Myeloid Leukemia )
Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi berbeda,
dengan jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi granulosit matang
berjumlah lebih dari 10 %. Jumlah sel leukemik antara 30–90 %. Tapi lebih dari 50 % dari
jumlah sel-sel sumsum tulang di M2 adalah mielosit dan promielosit.
- M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia )
Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi berat, stain
mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk maupun ukuran, kadang-
kadang berlobul . Sitoplasma mengandung granula besar, dan beberapa promielosit
mengandung granula berbentuk seperti debu. Adanya Disseminated Intravaskular
Coagulation (DIC) dihubungkan dengan granula-granula abnormal ini.
- M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia )
Terlihat 2 (dua) type sel, yakni granulositik dan monositik, serta sel-sel leukemik lebih dari
30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1, dibedakan dengan cara 20% dari
sel yang bukan eritroit adalah sel pada jalur monositik, dengan tahapan maturasi yang
berbeda-beda. Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4
adalah peningkatan proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5% darisel yang
bukan eritroit, disebut dengan M4 dengan eoshinophilia. Pasien–pasien dengan AML type
M4 mempunyai respon terhadap kemoterapi-induksi standar.
- M5 ( Acute Monocytic Leukemia )
Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah monoblas, promonosit,
dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit dominan adalah monoblas,
sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit. M5a jarang terjadi dan hasil
perawatannya cukup baik.
- M6 ( Erythroleukemia )
Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari gambaran
morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi abnormal berupa bentuk
multinukleat yang raksasa. Perubahan megaloblastik ini terkait dengan maturasi yang tidak
sejalan antara nukleus dan sitoplasma . M6 disebut Myelodisplastic Syndrome ( MDS ) jika
sel leukemik kurang dari 30% dari sel yang bukan eritroit . M6 jarang terjadi dan biasanya
kambuhan terhadap kemoterapi-induksi standar.
- M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia )
Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit. ( Yoshida, 1998; Wetzler
dan Bloomfield, 1998 ).

Klasifikasi menurut WHO


Klasifikasi Kriteria
I AML dengan abnormal genetik berulang
AML disertai eosinofil sumsum tulang abnormal
II AML dengan dysplasia multilineageDisertai MDS
atau gangguan proliferative mielo Tanpa MDS
antecedent
III AML dan MDS, yang berhubungan dengan terapi:
Alkylating agent Topoisomerase type II inhibitor
Tipe lain
IV AML tidak terkategorikan
AML terdeferensiasi minimal
AML tanpa maturasi
AML dengan maturasi

ETIOLOGI
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Menurut hasil
penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya
penyakit leukemia.
A. Host
a. Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. LMA terdapat pada umur 15-
39 tahun. Insiden leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita.
Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih)
dibandingkan dengan kelompok kulit hitam.10 Leukemia menyumbang sekitar
2% dari semua jenis kanker. Orang dewasa 10 kali kemungkinan terserang
leukemia daripada anak-anak.
b. Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak
daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut.
Insiden leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan congenital.
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia meningkat dalam
keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara kandung
penderita naik 2-4 kali.
B. Agent
a. Virus
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi terjadinya leukemia.
HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan
oleh mikroskop elektron dan kultur pada sel pasien dengan jenis khusus
leukemia/limfoma sel T.
b. Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan leukemia.
Angka kejadian LMA jelas sekali meningkat setelah sinar radioaktif digunakan.
c. Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon) diduga dapat
meningkatkan risiko terkena leukemia. Benzena telah lama dikenal sebagai
karsinogen sifat karsinogeniknya menyebabkan leukemia, benzena diketahui
merupakan zat leukomogenik untuk LMA. Paparan benzena kadar tinggi dapat
menyebabkan aplasia sumsum tulang, kerusakan kromosom dan leukemia.
d. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya leukemia. Rokok
mengandung leukemogen yang potensial untuk menderita leukemia terutama LMA.
e. Leukimia sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut Secondary
Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia. Termasuk diantaranya
penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan
karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain
menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA.
C. Lingkungan (pekerjaan)
Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan pekerjaan yaitu petani dan
peternak terhadap kejadian leukemia.

PATOFISIOLOGI
AML merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan
klon-klon sel-sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan
tidak bisa berkembang menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari
sel induk hematopoesis pluripoten yang kemudian berdiferensiasi menjadi induk
limfoid dan induk mieloid (non limfoid) multipoten. Sel induk limfoid akan
membentuk sel T dan sel B, sel induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel
eritrosit, granulosit-monosit dan megakariosit. Pada setiap stadium diferensiasi
dapat terjadi perubahan menjadi suatu klon leukemik yang belum diketahui
penyebabnya. Bila hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel
muda akan meningkat dan menekan pembentukan sel darah normal dalam
sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat masuk kedalam sirkulasi darah
yang kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan
metabolisme sel dan fungsi organ.
AML merupakan neoplasma uniklonal yang menyerang rangkaian
mieloid dan berasal dari transformasi sel progenitor hematopoetik. Sifat alami
neoplastik sel yang mengalami transformasi yang sebenarnya telah digambarkan
melalui studi molekular tetapi defek kritis bersifat intrinsik dan dapat diturunkan
melalui progeni sel. Defek kualitatif dan kuantitatif pada semua garis sel
mieloid, yang berproliferasi pada gaya tak terkontrol dan menggantikan sel
normal.
Sel-sel leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkan
dan menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal. Sel kanker
ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke organ lainnya,
dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri. Mereka bisa
membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit dan bisa
menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ
lainnya.
Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan
penekanan sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula
disebabkan oleh infiltrasi sel leukemik tersebut ke organ tubuh penderita.

MANIFESTASI KLINIS
Gejala pertama biasanya terjadi karena kegagalan bone marrow menghasilkan sel darah
yang normal dalam jumlah yang memadai dan atau akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada
berbagai organ, Gejala pasien leukemia bevariasi tergantung dari jumlah sel abnormal dan
tempat berkumpulnya sel abnormal tersebut. Infeksi sering terjadi, anemia dan
trombositopenia sering berat. Durasi perjalanan penyakit bervariasi. Beberapa pasien,
khususnya anak-anak mengalami gejala akut selama beberapa hari hingga 1-2 minggu.
Pasien lain mengalami durasi penyakit yang lebih panjang hingga berbulan-bulan.Adapun
gejala-gejala umum yang dapat ditemukan pada pasien AML antara lain :
a. Kelemahan Badan dan Malaise
Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata-rata mengeluhkan
keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Rata-rata didapati keluhan
ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau diagnosis AML dapat
ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga beratnya gejala kelemahan
badan ini sebanding dengan anemia.
b. Febris
Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita. Seterusnya febris juga
didapatkan pada 75 % penderita yang pasti mengidap AML. Umumnya demam ini
timbul karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia. Pada waktu
febris juga didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-tanda infeksi
lain.
c. Perdarahan
Perdarahan berupa petechiae, purpura, lebam yang sering terjadi pada ekstremitas bawah, dan
penderita mengeluh sering mudah gusi berdarah, epitaksis, dan lain-lain. Beratnya
keluhan perdarahan berhubungan erat dengan beratnya
trombositopenia.Pendarahan yang berat lebih jarang terjadi kecuai dengan kelainan
DIC.
d. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan ini tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan utama.
Penurunan berat badan juga sering bersama-sama gejala anoreksia akibat malaise
atau kelemahan badan.
e. Nyeri tulang
Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita AML. Rasa nyeri ini disebabkan oleh
infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi yang mengakibatkan
terjadi infark tulang.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Morfologi
Aspirasi sumsum tulang merupakan bagian dari pemeriksaan rutin untuk diagnosis AML.
Pulasan darah dan sumsum tulang diperiksa dengan pengecatan May-Grunwald-
Giemsa atau Wright-Giemsa. Untuk hasil yang akurat, diperlukan setidaknya 500
sel Nucleated dari sumsum tulang dan 200 sel darah putih dari perifer.7,8 Hitung
blast sumsum tulang atau darah ≥ 20% diperlukan untuk diagnosis AML, kecuali
AML dengan t(15;17), t(8;21), inv(16), atau t(16;16) yang didiagnosis terlepas dari
persentase blast.
b. Immunophenotyping
Pemeriksaan ini menggunakan flow cytometry,sering untuk menentukan tipe sel leukemia
berdasarkan antigen permukaan. Kriteria yang digunakan adalah ≥ 20% sel
leukemik mengekpresikan penanda (untuk sebagian besar penanda)
c. Sitogenetika
Abnormalitas kromosom terdeteksi pada sekitar 55% pasien AML dewasa. Pemeriksaan
sitogenetika menggambarkan abnormalitas kromosom seperti translokasi, inversi,
delesi, adisi.
d. Sitogenetika molekuler
Pemeriksaan ini menggunakan FISH (fluorescent in situ hybridization) yang juga merupakan
pilihan jika pemeriksaan sitogenetika gagal. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi
abnormalitas gen atau bagian dari kromosom seperti RUNX1-RUNX1T1, CBFB-
MYH11, fusi gen MLL dan EV11, hilangnya kromosom 5q dan 7q.
e. Pemeriksaan imaging
Pemeriksaan dilakukan untuk membantu menentukan perluasan penyakit jika diperkirakan
telah menyebar ke organ lain.Contoh pemeriksaannya antara lain X-ray dada, CT
scan, MRI.
PENATALAKSANAAN
Pemeriksaan Fisik
a. Kepucatan, takikardi, murmur
Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah pucat karena
adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan simptom
kaardiorespirasi seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur, sinkope dan
angina.
b. Pembesaran organ-organ
Walaupun jarang didapatkan dibandingkan ALL, pembesaran massa abnomen atau limfonodi
bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada penderita AML. Splenomegali
lebih sering didapatkan daripada hepatomegali. Hepatomegali jarang memberikan
gejala begitu juga splenomegali kecuali jika terjadi infark.
c. Kelainan kulit dan hipertrofi gusi
Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe AML. Kelainan kulit yang
didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu, multiple dan general,
dan biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi gusi akibat infiltrasi sel-sel
leukemia.
Pemeriksaan Medis
a. Terapi Induksi
Terapi induksi bertujuan untuk mencapai remisi komplit yang didefinisikan sebagai blast
dalam sumsum tulang 1.000/μL, dan trombosit ≥ 100.000/μL. Terapi induksi
biasanya menggunakan kombinasi 2 jenis obat kemoterapi (cystosine arabinoside
atau cytarabine dan anthracycline antibiotic). Untuk pasien usia 18-60 tahun terapi
yang diberikan adalah: Tiga hari anthracycline (daunorubicin 60 mg/m2, idarubicin
10-12 mg/ m2, atau anthracenedione mitoxantrone 10-12 mg/m2 ), dan 7 hari
cytarabine (100-200 mg/ m2 infus kontinu) atau dikenal dengan “3 + 7” merupakan
standar terapi induksi. Respons komplit tercapai pada 60-80% pasien dewasa yang
lebih muda. Untuk pasien usia 60-74 tahun terapi yang diberikan serupa dengan
pasien yang lebih muda, terapi induksi terdiri dari 3 hari anthracycline
(daunorubicin 45-60 mg/m2 atau alternatifnya dengan dosis ekuivalen) dan 7 hari
cytarabine 100-200 mg/m2 infus kontinu). Penurunan dosis dapat dipertimbangkan
secara individual. Pada pasien dengan status performa kurang dari 2 serta tanpa
komorbiditas, respons komplit tercapai pada sekitar 50% pasien. Kedua jenis obat
ini dimasukkan melalui CVC (Central venous catheter) atau central line. Selama
dilakukan terapi induksi, pasien juga diberikan allopurinol. Allopurinol bukan obat
kemoterapi. Obat ini diberikan untuk membantu mencegah pembentukan kembali
produk-produk sel leukimia yang sudah hancur dan membantu ginjal untuk
mengekskresikannya.
b. Terapi konsolidasi
Terapi konsolidasi atau pasca-induksi diberikan untuk mencegah kekambuhan dan eradikasi
minimal residual leukemia dalam sumsum tulang.Biasanya untuk mencegah
kekambuhan, digunakan regimen yang sama dan dosis kemoterapi yang sama atau
lebih tinggi seperti yang digunakan pada terapi induksi. Pada beberapa kasus
dimana risiko kekambuhannya tinggi, kemoterapi yang intensif perlu untuk
dilakukan berbarengan dengan transplantasi sel induk.
c. Tranplantasi sel induk
Untuk sebagian orang, dosis kemoterapi yang sangat tinggi atau radioterapi dibutuhkan untuk
menyembuhan dan efektif untuk menyembuhkan AML. Efek sampingnya adalah
kerusakan dari sumsum tulang dan sel induk darah rusak dan perlu digantikan
setelahnya. Pada kasus ini perlu dilakukan transplantasi sumsum tulang dan sel
induk darah perifer.2
KOMPLIKASI
1. Perdarahan
2. Nyeri tulang
3. Pengeroposan tulang
4. Anemia
5. Infeksi bakteri berulang
6. Gagal ginjal
Pada CML dijumpai Philadelphia chromosom (Ph1 chr) suatu reciprocal translocation 9,22
(t9;22). Kromosom Philadelphia merupakan kromosom 22 abnormal yang disebabkan oleh
translokasi sebagian materi genetik pada bagian lengan panjang (q) kromosom 22
kekromosom 9, dan translokasi resiprokal bagian kromosom 9, termasuk onkogen ABL, ke
region klaster breakpoint (breakpoint cluster region, BCR) yang merupakan titik
pemisahan tempat putusnya kromosom yang secara spesifik terdapat pada kromosom 22.
Sebagai akibatnya sebagian besar onkogen ABL pada lengan panjang kromosom 9
mengalami juxtaposisi (bergabung) dengan onkogen BCR pada lengan panjang kromosom
22. Titik putus pada ABL adalah antara ekson 1 dan 2. Titik putus BCR adalah salah satu
di antara dua titik di region kelompok titik putus utama (MBCR) pada CML atau pada
beberapa kasus ALL Ph+. Gen fusi (gen yang bersatu) ini akan mentranskripsikan chimeric
RNA sehingga terbentuk chimeric protein (protein 210 kd). Timbulnya protein baru ini
akan memengaruhi transduksi sinyal terutama melalui tyrosine kinase ke inti sel sehingga
terjadi kelebihan dorongan proliferasi pada sel-sel mieloid dan menurunnya apoptosis. Hal
ini menyebabkan proliferasi pada seri myeloid.

Jaringan pembentuk darah ditandai oleh pergantian sel yang sangat cepat. Normalnya,
produksi sel darah tertentu dari prekusor sel stem diatur sesuai kebutuhan tubuh. Apabila
mekanisme yang mengatur produksi sel tersebut terganggu, sel akan membelah diri sampai
ke tingkat sel yang membahayakan (proliferasi neoplastik). Proliferasi neoplastik dapat
terjadi karena kerusakan sumsum tulang akibat radiasi, virus onkogenik, maupun herediter.

Sel polimorfonuklear dan monosit normalnya dibentuk hanya dalam sumsum tulang.
Sedangkan limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai organ limfogen (kelenjar
limfe, limpa, timus, tonsil). Beberapa sel darah putih yang dibentuk dalam sumsum tulang,
khususnya granulosit, disimpan dalam sumsum tulang sampai mereka dibutuhkan dalam
sirkulasi. Bila terjadi kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat radiasi atau bahan kimia,
maka akan terjadi proliferasi sel-sel darah putih yang berlebihan dan imatur. Pada kasus
AML, dimulai dengan pembentukan kanker pada sel mielogen muda (bentuk dini neutrofil,
monosit, atau lainnya) dalam sumsum tulang dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh
sehingga sel-sel darah putih dibentuk pada banyak organ ekstra medula.

Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen darah yang lain tertekan
karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses metabolisme (terjadi granulositopenia,
trombositopenia). Sel-sel leukemia juga menginvasi tulang di sekelilingnya yang
menyebabkan nyeri tulang dan cenderung mudah patah tulang. Proliferasi sel leukemia
dalam organ mengakibatkan gejala tambahan : nyeri akibat pembesaran limpa atau hati,
masalah kelenjar limfa; sakit kepala atau muntah akibat leukemia meningeal. 6

Anda mungkin juga menyukai