Anda di halaman 1dari 12

DEWAN PENGURUS PUSAT

PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

BERITA PKS

Demografi dan Agama


17 Jun 2015 | 21:15 WIB
Share: Facebook Twitter Google+ WhatsApp Telegra
m
Demografi & Agama oleh Anis Matta (Presiden Partai
Keadilan Sejahtera) dimuat di Koran SINDO 17 Juni
2015
Agama salah satu faktor yang memengaruhi perilaku
individu. Ketika individu-individu berkembang menjadi
kelompok, tentu ia akan memengaruhi wajah suatu
masyarakat. Sejumlah orang menganut agama tertentu,
dengan identitas dan perilaku tertentu, adalah fakta
demografis dan sosiologis yang membentuk peta sosial-
politik. Bagaimana pada tataran global?
Pada April lalu Pew Research Centre di Amerika Serikat
melansir laporan prediksi pertumbuhan agama-agama di
dunia. Dalam laporan itu diperkirakan pada 2050 jumlah
muslim akan sama dengan pemeluk agama Kristen di dunia.
Sebagai perbandingan, pada 2010 Kristen adalah agama
terbesar di dunia dengan estimasi pemeluk 2,2 miliar (31%)
dari 6,9 miliar penduduk Bumi. Islam berikutnya, dengan
jumlah 1,6 miliar atau 23%.
Lebih lanjut Pew memprediksi muslim akan mengisi 10%
populasi Eropa dan menggeser Yahudi sebagai agama non-
Kristen terbesar di Amerika. Di negeri Paman Sam,
pemeluk Kristen akan turun dari tiga perempat menjadi dua
pertiga pada 2050.
Yang menarik India. Hindu akan tetap menjadi agama
mayoritas. Namun, karena penduduk yang begitu banyak,
jumlah muslim di India akan melewati negara mana pun,
termasuk Indonesia.
Atheis, agnostik, dan orang yang tidak berafiliasi dengan
agama, walaupun meningkat di sejumlah negara seperti AS
dan Prancis, akan menurun pangsanya dalam komposisi
populasi global. Buddha akan berjumlah sama dengan
jumlahnya pada 2010, sementara Hindu dan Yahudi akan
tumbuh.
Di Afrika diperkirakan Kristen akan tumbuh mencapai 40%
dari jumlah penduduk benua itu. Nigeria akan menjadi
negara dengan jumlah umat Kristen terbanyak dibanding
semua negara, kecuali AS dan Brasil.
Inilah prediksi wajah demografi agama di dunia pada 2050.
Setiap prediksi tentu punya kelemahan dan ruang untuk
kesalahan (margin of errors), namun laporan Pew ini
menarik untuk kita jadikan sebagai referensi secara kritis.
Selain potret demografis, kita juga menyaksikan tokoh-
tokoh berbagai agama muncul di berbagai bidang. Ambil
contoh di Amerika. CEO Microsoft Satya Nadella adalah
warga negara AS beragama Hindu kelahiran Hyderabad,
India. Co-founder YouTube Jawed Karim adalah muslim
keturunan Bangladesh kelahiran Jerman Timur (waktu itu)
yang melintas ke Jerman Barat dan pindah ke Amerika
setelah reunifikasi Jerman. Di negeri Paman Sam sudah ada
dua orang muslim menjadi anggota Kongres. Di Belanda,
wali kota Rotterdam adalah muslim kelahiran Maroko dan
di Inggris sudah ada beberapa wali kota muslim. Masih
banyak contoh di berbagai negara.
Keseimbangan Baru
Fenomena di atas dan prediksi Pew menunjukkan dunia
sedang bergerak ke arah keseimbangan baru—dengan
segala harapan dan kecemasannya. Dalam berbagai
kesempatan berdiskusi di negara-negara dunia Islam,
seperti Turki, Mesir, atau Aljazair, saya kerap mendapat
pertanyaan bagaimana Indonesia melewati transisi
demokrasi dalam ketegangan hubungan antara Islam dan
negara serta Islam vis-a-vis modernitas. Di Indonesia
sendiri ini diskusi panjang yang telah dibuka
Tjokroaminoto dan Sutan Takdir Alisjahbana sebelum
kemerdekaan, dilanjutkan Nurcholish Madjid mulai 1970-
an, hingga sekarang.
Yang juga banyak dibahas adalah betapa benturan budaya
yang belum sepenuhnya selesai menjadi masalah bagi
modernisasi di dunia Islam. Basis keagamaan yang kental
di suatu masyarakat tidak dapat dicerabut begitu saja oleh
proyek besar modernisasi. Pada saat yang sama, negara
tidak dapat menyelesaikan benturan ini dengan pendekatan
struktural. Dalam hal relasi agama (Islam) dan negara, dari
pengalaman banyak negara, ketegangan yang muncul
malah berujung pada pertempuran yang merugikan kedua
belah pihak (lose-lose battle).
Jika kita membaca data Pew di atas, kita melihat
keseimbangan geopolitik baru di masa depan dimulai dari
perubahan lanskap demografis. Negara tidak lagi menjadi
”lawan bicara” tunggal agama dalam berinteraksi.
Masyarakat sipil dan pasar kini berperan untuk menjadi
ruang aktualisasi agama-agama. Negara akan surut menjadi
penjaga ketertiban administrasi penduduk global yang dapat
berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Negara akan
menjadi makin netral dan tak ”berwarna”.
Agama pernah menjadi faktor pemicu globalisasi sejak
lebih dari seribu tahun lalu, ketika terjadi penyebaran agama
dari pusat-pusat agama ke berbagai penjuru dunia, baik
Buddha, Hindu, Islam, dan Kristen. Namun, konteks
penyebaran agama pada saat itu adalah ekstensifikasi basis
pengikut secara kuantitatif yang kerap berkelindan dengan
motif-motif politik dan ekonomi. Globalisasi agama yang
sekarang berlangsung adalah rasa pertautan orang-orang di
seluruh dunia oleh ajaran, referensi dan perilaku dari ajaran
agama yang sama. Pertumbuhan agama bukan lagi
disebabkan ekspansi wilayah dan penaklukan, tetapi akibat
”pertumbuhan organik” di dalam umat beragama tersebut
dan akseptabilitas agama oleh individu yang makin
atomistik.
Daya globalisasi agama kini dalam beberapa hal
mengaburkan negara-bangsa. Globalisasi punya sisi gelap
membuat orang teralienasi, merasa asing, dan sendiri di
tengah dunia yang hiruk-pikuk. Maka tak heran jika
globalisasi, selain menghasilkan keterbukaan, juga memicu
lahirnya ”ketertutupan”. Fenomena ekstremisme dan
primodialisme merupakan pantulan balik dari globalisasi
yang menjangkau hingga ke relung-relung privat
kehidupan.
Kita beruntung karena semua umat beragama merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari terbentuknya negara-
bangsa Indonesia. Perdebatan Piagam Jakarta dalam proses
pembentukan negara Indonesia adalah referensi sejarah
yang berharga. Saya memandang peristiwa itu secara
positif. Itulah bentuk kompromi dan jiwa besar para pendiri
bangsa dalam menyusun suatu cetak biru yang dapat
memayungi seluruh warga dari berbagai agama. Karena itu,
untuk konteks Indonesia, globalisasi agama (atau agama-
agama) dan negara-bangsa dapat diarahkan untuk saling
memberi manfaat dan menguatkan satu sama lain.
Keseimbangan baru di tataran global tidak boleh dimaknai
karena ”kuat sama kuat, mari kita bertarung”. Sebaliknya,
spirit yang harus dikedepankan adalah ”karena kita sama
kuat, mari bekerja sama”. Koeksistensi damai antaragama
adalah proyek besar berikutnya untuk meredam kekerasan
berkedok agama yang dimainkan sekelompok kecil
tertentu.
Dunia kini diliputi kecemasan akibat terorisme karena siapa
pun kita dan apa pun agama kita dapat saja tiba-tiba terluka
bahkan terbunuh oleh alasan yang tidak kita mengerti. Rasa
sakit akibat luka itu sama. Karena itu, sebenarnya umat
manusia di dunia dipersatukan oleh ketakutan yang sama.
Terciptanya perimbangan demografis baru pada 2050 itu
harus menjadi momentum keseimbangan perdamaian
global yang diusahakan oleh semua pihak, baik dari negara
maupun komunitas agama global.
Keseimbangan baru itu juga menjadi peluang Indonesia
berperan sebagai referensi dalam transisi demokrasi dan
pengelolaan relasi agama dan negara—khususnya bagi
negara-negara dunia Islam. Tentu itu memberi tantangan
yang lebih berat lagi bagi kita sendiri untuk merawat
demokrasi dan perdamaian antarumat beragama di negeri
kita. Selamat menjalankan ibadah puasa Ramadan.
Sumber: http://nasional.sindonews.com

BERITA TERKAIT

Persis: Tiga Alasan Umat Harus Dukung RUU


Perlindungan Ulama
Dukung Janji PKS, Persis: Ulama Perlu Payung Hukum

Peran Besar Ulama Jadi Alasan Lahirnya RUU


Perlindungan Ulama

Muzzammil: Janji Politik PKS Lindungi Seluruh Agama di


Indonesia

BERITA TERBARU
Sosialisasikan Program PKS, Emak - Emak PKS
Purbalingga Flashmob di 4 Titik

07 Feb 2019 - 16:14 WIB

Cinta NKRI, DPR Imbau Generasi Muda Jelajahi Negeri

07 Feb 2019 - 14:18 WIB

Silaturahim ke PP Persis, Presiden PKS Ajak Ormas Islam


Tolak RUUP-KS

07 Feb 2019 - 12:08 WIB

Silaturahim ke Aa Gym, PKS: Kami Bahas Agenda


Keumatan

07 Feb 2019 - 11:59 WIB


Pemerintah Lamban Merespon Perkembangan Industri
Halal Nasional

07 Feb 2019 - 11:16 WIB


KUNJUNGI JUGA
DEWAN PENGURUS PUSAT
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
MD Building | Jalan TB.Simatupang No.82 Pasar
Minggu, Jakarta 12520, Indonesia
Phone +62 21 7884 2116, Fax +62 21 7884 6456, E-
Mail humas@pks.id

Copyright © 2016. Website Resmi PKS dikelola


oleh Humas PKS.

Anda mungkin juga menyukai