Anda di halaman 1dari 11

DETERMINAN MASALAH GIZI MAKRO

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Epidemiologi


Pengampu Samuel, SKM, M.Gizi.

MAKALAH

Disusun Oleh:

Kelompok I

Anisah NIM P2.06.31.2.18.003


Chofifah Nur R. NIM P2.06.31.2.18.007
Nur Khasanah NIM P2.06.31.2.18.028
Nurul Amaliah NIM P2.06.31.2.18.030
Widya Astuti NIM P2.06.31.2.18.039

Tingkat II

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
PROGRAM STUDI D III GIZI CIREBON
Jalan K.S. Tubun No. 58 Kota Cirebon
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut
1. Pengertian masalah gizi makro
2. Masalah gizi makro
3. Penyebab masalah
4.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Masalah gizi makro adalah masalah yang utamanya disebabkan oleh
kekurangan atau ketidakseimbangan asupan energi dan protein.

B. Masalah gizi makro


1. Berat bayi lahir rendah (BBLR )
Kelompok masyarakat yang paling menderita akibat dari dampak krisis ekonomi
terhadap kesehatan adalah ibu dan pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas
bayi yang dilahirkan dan anak yang dibesarkan.
Bayi dengan berat lahir rendah adalah salah satu hasil dari ibu hamil yang
menderita kurang energi kronis dan akan mempunyai status gizi buruk. BBLR
berkaitan dengan tingginya angka kematian bayi dan balita, juga dapat berdampak
serius terhadap kualitas generasi mendatang yaitu akan memperlambat
pertumbuhan dan perkembangan mental anak, serta berpengaruh pada penurunan
kecerdasan (IQ). Setiap anak yang berstatus gizi buruk mempunyai resiko
kehilangan IQ 10-13 poin. Pada tahun 1999 diperkirakan terdapat kurang lebih 1,3
juta anak bergizi buruk, maka berarti terjadi potensi kehilangan IQ sebesar 22 juta
poin. Sementara itu prevalensi BBLR pada saat ini diperkirakan 7-14 % (yaitu
sekitar 459.200 – 900.000 bayi).
2. Gizi kurang pada balita
Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi utama pada balita di Indonesia.
Berdasarkan hasil susenas data gizi kurang tahun 1999 adalah 26,4 %, sementara
itu data gizi buruk tahun 1995 yaitu 11,4 %. Sedangkan untuk tahun 2000
prevalensi gizi kurang 24,9 % dan gizi buruk 7,1 %.
Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi
dalam waktu yang cukup lama. Tanda –tanda klinis dari gizi buruk secara garis
besar dapat dibedakan marasmus, kwashiorkor atau marasmus-kwashiorkor.
3. Gangguan pertumbuhan
Dampak selanjutnya dari gizi buruk pada anak balita adalah terjadinya gangguan
pertumbuhan pada anak usia sekolah. Gangguan ini akan menjadi serius bila tidak
ditangani secara intensif.
Hasil Survey Tinggi Badan Anak Baru masuk Sekolah (TB-ABS) di lima propinsi
(Jawa Barat, Jawa Tengah, NTT, Maluku dan Irian Jaya) pada tahun 1994 dan
tahun 1998 menunjukkan prevalensi gangguan pertumbuhan anak usia 5-9 tahun
masing – masing 42,4 % dan 37,8 %. Dari angka tersebut terjadi penurunan yang
cukup berarti, tetapi secara umum, prevalensi gangguan pertumbuhan ini masih
tinggi.
4. Kurang energi kronis
KEK dapat terjadi pada wanita subur (WUS) dan pada ibu hamil.
KEK adalah keadaan dimana ibu menderita keadaan kekurangan makanan yang
berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya gangguan
kesehatan pada ibu.

1) Pada wanita Usia subur (WUS)


Pemantauan kesehatan dan status gizi pada WUS merupakan pendekatan
yang potensial dalam kaitannya dengan upaya peningkatan kesehatan ibu
dan anak. Kondisi WUS yang sehat dan berstatus gizi baik akan
menghasilkan bayi dengan kualitas yang baik, dan akan mempunyai risiko
yang kecil terhadap timbulnya penyakit selama kehamilan dan melahirkan.

Dari data Susenas pada tahun 1999 menunjukan bahwa status gizi pada
WUS yang menderita KEK ( LILA <23.5 cm) sebanyak 24.2%. hasil
analisis IMT pada 27 Ibukota provinsi menunjukan KEK pada wanita
dewasa (IMT< 18.5) sebesar 15.1%
2) Pada Ibu Hamil (Bumil)
Ibu hamil yang menderita KEK mempunyai risiko kematian ibu mendadak
pada masa perinatal atau risiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah
(BBLR). Pada keadaan ini banyak ibu yang meninggal karena pendarahan,
sehingga akan meningkatkan angka kematian ibu dan anak

Data SDKI tahun 1997 angka kematian bayi adalah 52.2 per 1000
kelahiran hidup dan dari data SDKI tahun 1994 angka kematian ibu adalah
390 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup.sedanhgkan dari data
susenas pada tahun 1999, ibu hamil yang mengalami risiko KEK adalah
27.6%
5. Kekurangan Energi Protein (KEP)
Kekurangan energi protein adalah kondisi dimana tubuh kekurangan asupan
energi dan protein. Tanpa protein dan sumber energi lain yang memadai, maka
fungsi organ tubuh akan terganggu, tubuh mudah mengalami luka atau cedera,
serta pertumbuhan tubuh menjadi tidak sempurna. seseorang dinyatakan
mengalami malnutrisi energi protein atau memiliki indeks massa tubuh sekitar 17
hingga 18.5.

Terdapat dua jenis kondisi yang menandai gangguan malnutrisi energi protein,
yaitu kwashiokor dan marasmus. Kwashiorkor adalah defisiensi protein yang
parah, dimana terdapat kekurangan asupan makanan yang menjadi sumber
protein. Sedangkan marasmus merupakan kondisi gizi buruk yang parah dimana
tubuh mengalami defisiensi protein, karbohidrat, lemak serta nutrisi penting
lainnya.
C. Penyebab masalah
1. Penyebab Langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang.
Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang,
tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita
sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang
tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan
akan mudah terserang penyakit.
2. Penyebab tidak langsung
Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu:
a. Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga
diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota
keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.
b. Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan masyarakat
diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak
agar dapat tumbuh kembang dengan baik, baik fisik, mental dan sosial.
c. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan
kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan
sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang
membutuhkan.
Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan,
pengetahuan dan keterampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan,
pengetahuan dan keterampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga,
makin baik pola pengasuhan maka akan makin banyak keluarga yang
memanfaatkan pelayanan kesehatan.

3. Pokok masalah di masyarakat


Kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya
masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung
4. Akar masalah
Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan
sumber daya masyarakat terkait dengan meningkatnya pengangguran, inflasi dan
kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial
yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997. Keadaan tersebut telah memicu
munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan
keluarga yang tidak memadai.
D. Penyebab masalah Gizi Makro
1. BBLR
a. Status gizi ibu bayi sebelum hamil
Status gizi seorang calon ibu bayi memenentukan asupan yang diperoleh bayi
dalam kandungan.Kecukupan status gizi sebelum kehamilan dinilai
menggunakan indeks masa tubuh (IMT). Salah satu penelitian menunjukkan
perempuan yang berbadan kurus atau dengan IMT < 18,5 memiliki peluang
dua kali lebih besar untuk melahirkan bayi dengan berat rendah dibandingkan
individu dengan IMT normal. Saat sebelum memasuki masa kehamilan, IMT
menggambarkan perkembangan tubuh dan kecukupan asupan untuk ibu dan
bayi.
b. Berat badan ibu bayi saat sedang hamil
Peningkatan asupan untuk memenuhi kebutuhan bayi pasti akan berdampak
pada kenaikan berat badan saat kehamilan. Kenaikan berat badan berkisar
antara 5 kg hingga 18 kg yang disesuaikan dengan status gizi sebelum hamil,
pada individu berbadan normal kenaikan berat badan yang disarankan sekitar
11 kg hingga 16 kg. Kenaikan berat badan yang terlalu sedikit meningkatkan
risiko bayi lahir dengan berat rendah. Hal ini dibuktikan oleh penelitian oleh
Frederik dan kolega yang menemukan kenaikan berat badan ibu hamil
memiliki hubungan positif terhadap berat bayi saat dilahirkan, semakin besar
peningkatan berat badan ibu hamil maka akan semakin tinggi berat badan bayi
saat dilahirkan.
c. Usia Ibu saat sedang hamil
Bayi berat lahir rendah pada umumnya ditemukan pada ibu yang hamil saat
usia remaja. Tubuh seorang perempuan usia remaja belum siap untuk
mengalami kehamilan, hal ini juga dapat disebabkan kecukupan nutrisi pada
usia tersebut. Kehamilan usia remaja yang paling sering terjadi pada usia 15-
19 tahun. Akibatnya, risiko melahirkan berat bayi lahir rendah menjadi lebih
tinggi 50% dibandingkan usia normal untuk menjalani kehamilan atau sekitar
20-29 tahun.
d. Jarak waktu melahirkan anak
Jika waktu kehamilan terlalu berdekatan dengan waktu melahirkan anak
sebelumnya maka kemungkinan tubuh ibu bayi belum menyimpan nutrisi
yang cukup untuk kehamilan selanjutnya. Kebutuhan nutrisi akan meningkat
saat hamil, dan akan lebih tinggi lagi jika ibu mengalami kehamilan dan harus
memberikan ASI secara bersamaan sehingga meningkatkan risiko bayi berat
lahir rendah. Suatu penelitian di India menemukan bahwa Ibu yang
melahirkan BBLR cenderung memiliki interval kelahiran yang lebih
singkat.Rata-rata BBLR terjadi pada ibu yang melahirkan dengan jarak hanya
24 bulan dari kelahiran yang sebelumnya.
e. Kondisi kesehatan ibu
Kesehatan ibu saat menjalani kehamilan maupun riwayat kesehatan sebelum
dapat berkontribusi menyebabkan BBLR. Tidak hanya masalah kesehatan
fisik, namun juga kesehatan psikologis ibu. Berikut beberapa masalah
kesehatan ibu yang dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah:

- Anemia – Kondisi ini pada umumnya disebabkan karena kekurangan zat


besi (Fe) dalam darah saat kehamilan dan diatasi dengan mengonsumsi
suplemen tablet Fe saat hamil.

- Riwayat keguguran dan melahirkan BBLR – salah satu masalah yang


menyebabkan keguguran adalah ketika tubuh tidak dapat mempertahankan
kandungan. Individu dengan usia lebih dari 30 biasanya lebih berisiko
memiliki kandungan yang lebih lemah sehingga berisiko melahirkan
prematur dan BBLR.

- Penyakit Infeksi – beberapa penyakit infeksi yang dapat menyebabkan


BBLR adalah HIV, toxoplasmosis dan listeria. HIV dapat ditularkan
melalui plasenta ibu yang terinfeksi HIV kepada bayi hingga
menyebabkan gangguan perkembangan dan imun bayi sejak dalam
kandungan. Sedangkan toxoplasmosis dan listeria menginfeksi lewat
makanan yang tidak matang atau tidak higienis.

- Komplikasi kehamilan – di antaranya gangguan pada uterus dan letak


plasenta yang lebih rendah sehingga bayi harus dilahirkan dengan operasi
caesar saat kurang dari usia kandungan normal.

- Pregnancy blues – disebabkan gangguan hormonal yang menyebabkan


kesedihan terus-menerus selama hamil. Dampaknya dapat menghilangkan
nafsu makan dan kelelahan yang konstan pada ibu hamil.

- Paparan alkohol dan asap rokok saat hamil (pasif maupun aktif) –
konsumsi keduanya menyebabkan racun masuk ke aliran darah ibu hamil
dan dapat merusak plasenta, sehingga dapat merusak sumber nutrisi bagi
bayi dalam kandungan. Keduanya juga dapat menyebabkan kerusakan sel
terutama protein dan lapisan lipid. Konsumsi alkohol sebanyak 20 gram
saja dapat menyebabkan janin mengalami hambatan perkembangan dan
bernapas.

f. Melahirkan bayi kembar

Dengan adanya lebih dari satu bayi dalam kandungan, maka tubuh akan
berusaha lebih keras untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Jika mengalami
kekurangan nutrisi saat kehamilan, ini dapat menyebabkan berat lahir
rendah.Bayi yang lahir kembar juga cenderung memiliki badan yang lebih
kecil karena keterbatasan ruang untuk berkembang saat dalam kandungan
sehingga mereka memiliki berat lahir yang lebih rendah. Ada baiknya Ibu
yang sudah terdeteksi akan memiliki bayi kembar meningkatkan kecukupan
asupan dan meningkatkan berat badan berkisar antara 14 kg hingga 23 kg agar
dapat mengurangi risiko melahirkan bayi kembar dengan berat lahir rendah.

2. KEK Pada Ibu Hamil


a. Asupan makanan yang kurang
Berbeda dengan wanita tidak hamil seusianya, asupan makanan yang
dibutuhkan oleh ibu hamil lebih banyak.Asupan makanan tersebut
menentukan status gizi ibu hamil.
Apabila ibu hamil kurang memenuhi kebutuhan asupan, maka akan
berdampak pada janin yang akan mengalami kekurangan gizi. Dampaknya,
tumbuh kembang janin pun akan terhambat.
b. Usia kehamilan yang terlalu muda dan tua
Nyatanya, usia dapat berpengaruh pada status gizi ibu hamil. Misalnya ibu
hamil yang masih di bawah usia 17 tahun, ia masih dalam masa tumbuh
kembang, jika ia hamil maka antara ibu dan janin akan bersaing untuk
mendapatkan zat gizi.
Hal itu dikarenakan ibu dan janin masih sama-sama mengalami masa tumbuh
kembang.Akibat dari persaingan itu, berdampak pada ibu yang mengalami
kondisi kekurangan energi kronik.
Sedangkan untuk ibu hamil yang terlalu tua atau di atas usia 35 tahun, antara
ibu dan janin akan bersaing untuk mendapatkan energi. Pasalnya, ibu hamil di
atas usia 35 tahun membutuhkan energi yang banyak untuk menunjang fungsi
organ yang semakin melemah.
c. Ibu bekerja terlalu berat
Aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh ibu hamil memengaruhi status
gizinya.Setiap aktivitas membutuhkan energi, jika ibu hamil melakukan
aktivitas yang terlalu berat setiap hari, lalu asupan hariannya juga kurang,
maka ibu hamil tersebut rentan mengalami kondisi KEK.
d. Infeksi saat hamil
Ibu hamil yang mengalami infeksi atau gangguan kesehatan lainnya sangat
mudah kehilangan berbagai zat gizi yang diperlukan.Infeksi saat hamil bisa
membuat ibu hamil mengalami KEK, akibat dari kemampuan tubuh untuk
menyerap zat gizi menurun dan hilang nafsu makan.

3. Stunting
a. Nutrisi ibu
Ibu hamil yang kurang mengonsumsi makanan bergizi seperti asam folat,
protein, kalsium, zat besi, dan omega-3 cenderung melahirkan anak dengan
kondisi kurang gizi.Kemudian saat lahir, anak tidak mendapat ASI eksklusif
dalam jumlah yang cukup dan MPASI dengan gizi yang seimbang ketika
berusia 6 bulan ke atas.
b. Cara pemberian makan
Pemberian makanan pelengkap yang tidak cukup dan kekurangan nutrisi
penting di samping asupan kalori murni adalah salah satu penyebab
pertumbuhan pada anak terhambat.Anak-anak perlu diberi makanan yang
memenuhi persyaratan minimum dalam hal frekuensi dan keragaman makanan
untuk mencegah kekurangan gizi.
c. Kebersihan lingkungan
Ada kemungkinan besar hubungan antara pertumbuhan linier anak-anak dan
praktik sanitasi rumah tangga.Kontaminasi jumlah besar bakteri fecal oleh
anak-anak kecil ketika meletakkan jari-jari kotor atau barang-barang rumah
tangga di mulut mengarah ke infeksi usus.Ini memengaruhi status gizi anak-
anak dengan mengurangi nafsu makan, mengurangi penyerapan nutrisi, dan
meningkatkan kehilangan nutrisi.
Penyakit-penyakit yang berulang seperti diare dan infeksi cacing usus
(helminthiasis) yang keduanya terkait dengan sanitasi yang buruk telah
terbukti berkontribusi terhadap terhambatnya petumbuhan anak.Enteropati
lingkungan adalah sindrom yang menyebabkan perubahan pada usus kecil
orang dan dapat terjadi karena kurangnya fasilitas sanitasi dasar dan terkena
kontaminasi feses dalam jangka panjang.
Penelitian pada tingkat global telah menemukan bahwa proporsi stunting yang
dapat dikaitkan dengan lima atau lebih episode diare sebelum usia dua tahun
adalah 25%. Karena diare terkait erat dengan air, sanitasi dan kebersihan
(WASH), ini merupakan indikator yang baik untuk hubungan antara WASH
dan pertumbuhan yang terhambat.
Sejauh mana peningkatan dalam keamanan air minum, penggunaan toilet dan
praktik mencuci tangan yang baik berkontribusi untuk mengurangi stunting
tergantung pada seberapa buruk praktik-praktik ini sebelum intervensi.
4. KEP
Terdapat dua jenis kondisi yang menandai gangguan malnutrisi energi protein,
yaitu kwashiorkor dan marasmus.Kwashiorkor adalah defisiensi protein yang
parah, di mana terdapat kekurangan asupan makanan yang menjadi sumber
protein.Kwashiorkor ditandai dengan penumpukan cairan (edema) dan lemah pada
anggota tubuh.Sedangkan marasmus merupakan kondisi gizi buruk yang parah di
mana tubuh mengalami defiensi protein, karbohidrat, lemak serta nutrisi penting
lainnya.Marasmus ditandai dengan berat badan yang rendah.Malnutrisi energi
protein banyak diderita bayi, anak-anak, atau orang lanjut usia serta berpotensi
mengakibatkan cacat atau kematian. Penanganan kondisi ini dapat dilakukan
dengan cara memberi nutrisi tambahan guna memperbaiki kadar elektrolit dan
cairan tubuh yang tidak normal. Selain itu, yang utama harus dilakukan adalah
mengobati gejala yang diderita, seperti infeksi.
Malnutrisi energi protein bisa disebabkan oleh faktor sosial atau karena adanya
kondisi kesehatan yang mendasari.
Faktor sosial yang dapat memicu terjadinya malnutrisi energi protein adalah:

- Kelaparan, atau kekurangan bahan pangan.


- Kemiskinan.
- Masa penyapihan air susu ibu yang tidak tepat pada anak.
- Ketergantungan pada bantuan orang lain untuk makan.

Sedangkan masalah kesehatan yang dapat mengakibatkan terjadinya kondisi ini di


antaranya adalah:

- Gangguan makan, misalnya bulimia.


- Mengonsumsi obat yang dapat berpengaruh pada penyerapan nutrisi dalam
tubuh.
- Infeksi HIV.
- Infeksi parasit dan gastrointestinal.
- Penyakit jantung bawaan.
- Fibrosis kistik.
- Gagal ginjal kronis.

E. Strategi Mengatasi masalah Determinan Gizi Makro


1. Penanganan Berat Badan Lahir Rendah
Hampir seluruh bayi BBLR memerlukan perawatan di rumah sakit setelah lahir.
Penanganan dapat dilakukan sesuai dengan usia kehamilan, kondisi kesehatan,
serta respons bayi terhadap pengobatan atau prosedur tertentu.
Untuk bayi BBLR dengan komplikasi tertentu, seperti paru-paru yang belum
matang atau masalah pada usus, maka bayi tersebut perlu dirawat di ruang
perawatan intensif neonatal (NICU). Di ruang ini, petugas medis akan
membaringkan bayi di tempat tidur yang suhunya telah diatur, serta memberikan
susu dengan teknik dan alat khusus. Bayi baru diperbolehkan pulang setelah
komplikasi dapat diatasi dan ibunya dapat memberikan ASI secara normal.
Untuk bayi BBLR, dokter sangat menganjurkan pemberian ASI, karena dapat
mendukung pertumbuhan dan kenaikan berat badan. Jika ibunya tidak bisa
memberikan ASI, bayi dapat diberikan ASI dari donor.
Bayi BBLR yang lahir tanpa komplikasi dapat mengejar ketertinggalan
pertumbuhannya seiring waktu.Namun pada saat dewasa, kebanyakan bayi BBLR
berisiko mengalami berat badan berlebih atau obesitas, serta berisiko menderita
diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung.Beberapa bayi BBLR juga
dapat mengalami keterlambatan perkembangan mental.
2. Pencegahan Stunting pada Anak
Untuk mencegah anak stunting, ibu bisa mencegahnya sejak masa kehamilan.
Beberapa tips yang bisa Ibu lakukan untuk mencegah stunting adalah:
a) Memperbaiki pola makan dan mencukupi kebutuhan gizi selama
kehamilan
b) Memperbanyak konsumsi makanan yang mengandung zat besi dan
asam folat untuk mencegah cacat tabung saraf.
c) Memastikan anak mendapat asupan gizi yang baik khususnya pada
masa kehamilan hingga usia 1000 hari anak.

Selain itu stunting adalah gangguan yang juga dapat dicegah dengan
meningkatkan kebersihan lingkungan dan meningkatkan akses air bersih di
lingkungan rumah.

3. Pengobatan Malnutrisi Energi Protein


Pengobatan malutrisi energi protein biasanya diawali dengan memperbaiki kadar
elektrolit dan cairan tubuh yang tidak normal. Selain itu, pengobatan infeksi juga
harus dilakukan, apabila pasien mengalami infeksi.Jika gejala yang dialami pasien
cukup parah, maka diperlukan perawatan di rumah sakit.
Tahap kedua penanganan kasus malnutrisi energi protein adalah dengan memberi
asupan nutrisi melalui terapi pola makan. Makanan yang diberikan biasanya adalah
makanan berbahan dasar susu. Selain itu, dokter juga akan memberikan
suplemen multivitamin atau suplemen protein cair, serta obat-obatan tertentu untuk
meningkatkan selera makan, bila diperlukan.
Pasca pengobatan, pasien akan dianjurkan untuk tetap melakukan pemeriksaan rutin
ke dokter agar perkembangan kondisi pasien bisa tetap terawasi sampai benar-benar
sembuh
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Masalah gizi makro adalah masalah yang utamanya disebabkan oleh
kekurangan atau ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Contoh determinan
masalah gizi makro antara lain BBLR, KEK pada ibu hamil dan wanita usia subur,
KEP, gangguan pertumbuhan balita, balita kurang gizi.
Penyebabnya pun terbagi menjadi 2, yaitu penyebab langsung dan penyebab
tak langsung, penyebab langsung diantaranya makanan dan penyakit dapat secara
langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan
asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup
makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang.
Sedangkan penyebab tak langsung diantaranya ketahanan pangan keluarga yang
kurang memadai, pola asuh anak yang kurang memadai, dan pelayanan kesehatan dan
lingkungan yang kurang memadai. Adapun penyebab yang lebih spesifik terhadap
determinan masalah gizi makro. Ada juga strategi untuk mengatasi determinan
masalah gizi makro tersebut.

B. Saran
Dengan diselesaikannya makalah ini penulis berharap makalah ini dapat
menambah wawasan dan pengetahuan pembaca. Selanjutnya penulis juga
mengharapkan kritik dan saran guna peningkatan kualitas dalam penulisan makalah
ini.

Anda mungkin juga menyukai