Anda di halaman 1dari 3

RESUME KASUS RUANG ORTOPEDI

Seorang laki-laki berusia 41 tahun masuk ke ruang rawat ortopedi pada tanggal 27-04-
2015 dengan diagnosa medis Infected wound post external fixation Femur Distal Kanan dan
Tibia Proksimal Kanan. Sebelumnya klien telah menjalani operasi pemasangan OREF pada
tanggal 26-02-2015 dan dirawat selama 2 minggu di perawatan bedah saraf karena pada saat itu
klien mengalami penurunan kesadaran, baru kemudian pindah rawat dengan keluhan keluar pus
pada luka pada paha kanan. Sebelumnya, klien riwayat kecelakaan motor dan tidak sadarkan diri
pada tanggal 24-02-2015.
Saat masuk ruang rawat ortopedi, diperoleh data TB: 165 cm dan LLA: 25 cm. Pada
perhitungan status gizi klien, diperoleh 76,6%, dan tampak luka pada tempat pemasangan OREF
di kaki kanan bernanah. Hasil pemeriksaan Tanggal 30-04-2015 dilakukan operasi reexternal
fixation dan Open Reduction Internal Fixation. Dilakukan pemeriksaan kultur pus dan diperoleh
hasil bakteri Klebsiella pneumonia dan Providencia stuartii, serta pada pemeriksaan kultur darah
diperoleh hasil bakteri Staphylococcus hominis. Pada tanggal 18-05-2015, dilakukan pengkajian
pada klien dan diperoleh data masih keluar pus pada luka bekas external fixation, hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC: 9.930/ul, HGB: 9,3 g/dl, HCT: 26,9%, PLT:
597.000/ul, Albumin: 2,9 gr/dl, LED > 140 mm. Klien tampak kesulitan dalam menggerakkan
kaki kanannya dan kebutuhannya masih dibantu dan dilayani di tempat tidur. Barthel index: 7
55555 55555
dan kekuatan otot 55001 55555 Keluhan nyeri skala 3 yang bersifat hilang timbul. Klien tampak
kusut dan selama dirawat jarang mandi. Diagnosa keperawatan yang diangkat adalah hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan immobilisasi tungkai dan ketidaknyamanan, nyeri
berhubungan dengan cedera fisik (luka operasi), deficit perawatan diri mandi dan toileting
berhubungan dengan immobilisasi tungkai, komplikasi potensial sepsis berhubungan dengan
infeksi pada luka operasi, dan risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
fisik. Intervensi keperawatan yang diberikan pada masalah keperawatan hambatan mobilitas
fisik yaitu: kaji aktivitas dan respon klien terhadap aktivitas, bantu latihan rentang gerak
pasif/aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien, ajarkan dan
bantu klien dalam melakukan perpindahan, berikan diet TKTP, ubah posisi klien secara periodic.

RESUME KASUS RUANG UROLOGI


Seorang laki-laki berusia 42 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan tidak lancar buang
air kecil sejak 2 bulan yang lalu, sulit memulai BAK, sering mengedan saat BAK, pancaran urin
lemah, dan tidak puas/lampias setelah berkemih. Setelah dilakukan urinalisis diperoleh hasil
ISK. Hasil pemeriksaan USG abdomen memperlihatkan prostat membesar. Hasil pemeriksaan
darah rutin diperoleh hasil WBC: 7.940 u/l, HGB: 14,4 gr/dl, dan pemeriksaan imunoserologi
tumor marker PSA: 14,03 ng/ml. Klien kemudian dioperasi dengan prosedur TURP.
Pada post op TURP hari ke 5, kateter klien sudah tidak terpasang lagi dan klien tiba-tiba
terjadi perdarahan aktif yang keluar dari uretra. TTV: TD: 160/90 mmHg, N: 84 x/menit, P: 28
x/menit, dan SB: 36,8oC. Pada pemeriksaan darah didapatkan data HGB: 9,9 gr/dl, WBC: 14.500
u/l, HCT: 30% dan PLT 301.000 u/l.
Keesokan harinya saat dikaji, klien tampak lemah, dan klien mengeluh urin keluar
sedikit-sedikit dan berwarna kemerahan dengan sedikit bekuan darah berwarna kehitaman. Klien
juga mengeluh nyeri pada daerah suprapubik apabila urin keluar tidak lancar. Keluarga sering
bertanya mengenai kondisi klien dan klien tampak susah memulai tidur di malam hari. Diagnosa
keperawatan yang timbul yaitu perubahan eliminasi urin berhubungan dengan adanya bekuan
darah, risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan, nyeri akut
berhubungan dengan spasme otot karena prosedur bedah, dan kecemasan berhubungan dengan
perubahan status kesehatan.
Intervensi keperawatan pada diagnosa perubahan eliminasi urin yaitu: Kaji haluaran urin
dan sistem kateter/drainase, khususnya selama irigasi kandung kemih; Dorong pemasukan cairan
3000 ml sesuai toleransi; Monitor intake dan output, Perhatikan waktu, jumlah berkemih, dan
ukuran aliran setelah kateter dilepas. Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemih;
ketidakmampuan berkemih, urgensi; Instruksikan klien untuk melakukan latihan otot pelvis
(latihan perineal). Intervensi keperawatan pada diagnosa risiko kekurangan volume cairan
adalah: awasi pemasukan dan pengeluaran; perhatikan perdarahan berlebihan/berlanjut; evaluasi
warna dan konsistensi urin; awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan
pernapasan, penurunan TD, diaphoresis, pucat, perlambatan pengisisan kapiler, dan membrane
mukosa kering. Intervensi keperawatan pada diagnosa nyeri akut yaitu: kaji karakteristik nyeri;
berikan tindakan kenyamanan (sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan punggung) dan
aktivitas terapeutik. Dorong penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan napas dalam;
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik.

RESUME KASUS RUANG DIGESTIVE


Seorang laki-laki berusia 44 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada perut
kanan atas yang dirasakan menetap. Klien didiagnosis Kolelitiasis dan sebelumnya klien
memiliki riwayat penyakit yang sama dan menjalani operasi pengangkatan batu empedu 5 tahun
yang lalu.
Pada pengkajian post op hari ke 5 diperoleh data TB: 170 cm, LLA: 24 cm. Luka operasi
tidak tampak ada pus dan kemerahan, dan pada kulit di daerah sekitar pemasangan selang
drainase tampak berwarna kemerahan. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Albumin 2,9
gr/dl, WBC: 6.300 u/l, Bilirubin total 2,73 mg/dl, Bilirubin direk 1,99 mg/dl. Klien mengeluh
sulit bergerak karena nyeri pada luka operasi dan adanya selang drainage yang dirasakan klien
mengganjal. Hasil perhitungan Barthel index yaitu 6. Kebutuhan klien dibantu di tempat tidur
karena klien tidak mampu melakukan pergerakan.
Diagnosa keperawatan yang diangkat yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan nyeri dan ketidaknyamanan, nyeri berhubungan dengan cedera fisik akibat tindakan
pembedahan, dan risiko infeksi berhubungan dengan deficit nutrisi (malnutrisi). Intervensi
keperawatan yang diberikan pada diagnosa hambatan mobilitas fisik yaitu: Kaji kemampuan
klien dalam melakukan aktivitas; Atur posisi klien dengan postur tubuh yang benar; Dukung
latihan ROM aktif; Dorong klien untuk melakukan perubahan posisi; Dorong klien untuk
melakukan aktivitas sehari-hari untuk meningkatkan kemampuan; Tempatkan alat-alat
perawatan diri di dekat pasien; Berikan penguatan positif selama aktivitas; Anjurkan keluarga
untuk mendorong kemandirian klien dan membantu klien pada saat klien sudah tidak mampu
melakukan sendiri.
Intervensi keperawatan yang dilakukan pada diagnosa nyeri yaitu: kaji karakteristik nyeri
dan tindakan mengurangi nyeri yang digunakan klien; Observasi tanda-tanda vital; Bantu pasien
menemukan posisi yang nyaman; Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas
dalam, pengalihan perhatian); Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
Intervensi keperawatan yang dilakukan pada diagnosa risiko infeksi yaitu: Pantau
tanda/gejala infeksi; Instruksikan untuk menjaga hygiene pribadi untuk melindungi tubuh
terhadap infeksi; Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada
semua orang yang berhubungan dengan pasien; Lakukan perawatan luka sesuai protokol dengan
tekhnik aseptic; berikan diet TKTP saat bebas dari status puasa; pantau hasil laboratorium;
kolaborasi dalam pemberian antibiotic.

Anda mungkin juga menyukai