Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGANG GANGGUAN SISTEM


PENCERNAAN : ILEUS OBSTRUKTIF
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen Pembimbing :

Yati Tursini, S.Pd., S.Kep., Ners., M.Kes

Disusun oleh : Kelompok 3

Tingkat 2C

Hanna Hamidah P17320118087


Mutiara Isnaini P17320118093
N Anjali Nur Amaniah P17320118102
Any Yulianti Putri P17320118105

JURUSAN D-III KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
2019-2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan
Dengang Gangguan Sistem Pencernaan : Ileus Obstruktif ” dengan baik dan tepat waktu.
Adapun pembuatan makalah ini dilakukan sebagai pemenuhan nilai tugas dari mata kuliah
Pendidikan Budaya Anti Korupsi. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan penulis khususnya.

Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing kami yaitu Ibu Yati
Tursini, S.Pd., S.Kep., Ners., M.Kes yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah
ini. Selain itu, kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini dan kami juga
mengharapkan saran dan kritik agar daat lebih baik untuk kedepannya.

Bandung, 06 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya, semua makhluk hidup harus memenuhi kebutuhan energinya


dengan cara mengkonsumsi makanan. Makanan tersebut kemudian diuraikan dalam
sistem pencernaan menjadi sumber energi, sebagai komponen penyusun sel dan
jaringan tubuh, dan nutrisi yang membantu fungsi fisiologis tubuh. Pencernaan
makanan merupakan proses mengubah makanan dari ukuran besar menjadi ukuran
yang lebih kecil dan halus, serta memecah molekul makanan yang kompleks menjadi
molekul yang sederhana dengan menggunakan enzim dan organ-organ pencernaan.
Enzim ini dihasilkan oleh organ-organ pencernaan dan jenisnya tergantung dari bahan
makanan yang akan dicerna oleh tubuh. Luasnya daerah permukaan saluran cerna dan
fungsi digestifnya menunjukan betapa pentingnya makna pertukaran antara organisme
manusia dengan lingkungannya. Kelainan inflamasi dan malabsorpsi akan
mengganggu keutuhan fungsi traktus gastrointestinal. (Dona L.Wong, 2008 )

Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang


dijumpai dan merupakan 60% sampai 70% dari seluruh kasus gawat abdomen.
Abdomen dapat disebabkan oleh kelainan didalam abdomen berupa ulkus obstruktif,
iskemik dan pendarahan. Sebagian kasus dapat disebabkan oleh cidera langsung atau
tidak langsung yang menyangkut perforasi saluran cerna atau pendarahan. Obstruksi
usus disebut juga ileus obstruksi. Seringkali adanya sumbatan dalam lumen usus.
Obstruksi usus merupakan gangguan peristaltik baik di usus halus maupun usus besar.
Hal ini disebabkan oleh adanya lesi pada bagian dinding usus. Obstruksi usus dapat
akut parsial atau total. Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia
didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000
menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus
ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat
jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.

1
Berdasarakan keterangan diatas dibutuhkan perawatan oleh perawat dari segi medis
dan keperawatan dasar maka dari itu, penulis tertarik dengan masalah keperawatan
Pada system pencernaan khususnya pada gangguan obstruktif intestinal

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara menegakan diagnose obstruktif intestinl
2. Bagaimana penatalaksanaan obstruktif intestinal

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum


Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan makalah ini adalah penulis mampu
mengetahui cara penegakan diagnosis dan penatalaksanaan kasus Obstruksi
intestinal.

1.3.2 Tujuan khusus


Setelah dilakukan askep ini penulis mampu:

a. Melakukan pengkajian pada klien dengan carab:

1) Mengumpulkan data :

 Membuat riwayat perawatan

 Melakukan pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)

 Menyiapkan pemeriksaan diagnostic

2) Mengorganisir dan menghasilkan data

b. Membuat diagnosa keperawatan

c. Menyusun rencana tindakan keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan

d. Melakukan tindakan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien,


yang meliputi: Kebutuhan Oksigen, Kebutuhan cairan dan elektrolit,
Kebutuhan Nutrisi, Kebutuhan eliminasi (BAB dan BAK), Kebutuhan
aktifitas, Kebutuhan keseimbangan suhu tubuh, Kebutuhan rasa aman
nyaman, Perawatan pada tindakan kolaborasi

e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan

2
f. Mendokumentasian asuhan keperawatan

1.3.3 Manfaat studi kasus


Untuk menambah ilmu khususnya pada bidang keperawatan penyakit
obstruktif intestinal dan asuhan keperawatan pada pasien tentang dengan diagnose
obstruktif intestinal.

3
BAB II
ISI

2.1 Tinjauan Teori


Obstruksi usus adalah penyumbatan yang terjadi di dalam usus, baik usus halus
maupun usus besar. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan penyerapan makanan atau
cairan, di dalam saluran pencernaan. Bila tidak segera ditangani, bagian usus yang
mengalami sumbatan bisa mati dan menyebabkan komplikasi serius. Sumbatan di dalam
usus menyebabkan penumpukan makanan, cairan, asam lambung, serta gas. Kondisi
tersebut akan menimbulkan tekanan pada usus. Bila tekanan makin besar, usus bisa
robek, dan mengeluarkan isinya (termasuk bakteri), ke rongga perut. Obstruksi usus
(intestinal) terbagi menjadi 2 bagian, yaitu obstruksi pada usus halus dan usus besar.

A. Pengertian dan Patofisiologi

 Obstruksi Usus Halus


Obstruksi usus halus adalah suatu kondisi penyumbatan patologis akibat
adanya kelainanan mekanik pada usus halus. Kondisi obstruksi mekanik pada usus
halus akan meningkatkan dilatasi usus proksimal serta akan memberikan
manifestasi akumulasi sekresi dan udara pada saluran gastrointestinal. Dilatasi usus
ini merangsang aktivitas sel-sel sekretorik untuk menghasilkan lebih banyak
akumulasi caira. Kondisi ini akan meningkatkan gerak peristaltik baik di atas dan
di bawah lesi obstruksi. (Khan, 2009).
Respons muntah merupakan kondisi awal terjadi jika tingkat obstruksi pada
bagian proksimal. Kondisi peningkatan distensi usus halus menyebabkan
peningkatan tekanan intraluminal. Hal ini dapat menyebabkan kompresi mukosa
limfatik menjadi limfedema pada dinding usus. Ketika tekanan hidrostatik
intralumen tinggi, maka akan meningkatkan tekanan hidrostatik kapiler dan akan
menghasilkan peningkatan ruang ketiga, air, elektrolit dan protein masuk ke dalam
lumen intestina. Kehilangan cairan dan kondisi dehidrasi yang terjadi kemudian
bisa Bertambah berat dan berkontribusi terhadap risiko morbiditas dan kematian
(Shields, 1965).
Secara umum, meskipun proksimal kondisi obstruksi, semakin sedikit
distensi dan semakin cepat terjadinya muntah. Sebaliknya, pada pasien dengan
obstruksi usus halus distal ditandai distensi abdomen lebih berat dan mungkin

4
terjadi muntah. Nyeri kolik abdomen merupakan tanda penting obstruksi distal.
Hipotensi dan takikardia menunjukkan penurunan cairan. Pada tahap awal,
biasanya bising usus bernada tinggi dan berlanjut pada kondisi dia menunjukkan
perforasi atau peritonitis (Cappell, 2008).
Kondisi strangulasi dari obstruksi usus halus mekanik akan menekan
mesenterial sehingga terjadi penurunan suplai darah ke intestinal. Kondisi ini
meningkatkan kondisi iskemia dan nekrosis jaringan intestinal. Jika tidak diobati,
keadaan ini dapat berkembang menjadi perforasi, peritonitis dan kematian (Silen,
1962).

Invasi bakteri dengan mudah memberikan pengaruh pada kondisi obstruksi


usus halus bagan proksimal. Perubahan mikrovaskuler dapat dalam dinding usus
memungkinkan translokasi ke kelenjar getah bening mesenterika. Kondisi ini akan
menyebabkan kondisi sepsis yang berat (Milelr, 2000)

 Obstruksi Usus Besar

Obstruksi usus besar adalah suatu kondisi penyumbatan patologis akibat


adanya kelainan mekanik atau non mekanik pada usus besar. Obstruksi usus besar
mekanik dapat disebabkan oleh neoplasma atau kelainan anatomi, seperti volvulus,
hernia inkarserata, strikur, atau obstipasi. Kelainan non mekanik biasanya
dihubungkan dengan kondisi pseudo – obstruksi (McCowab , 2009). Obstruksi
mekanis dan pseudo – obstruksi dari usus besar menyebabkan pelebaran usus di
bagian proksimal dari lesi obstruksi. Hal ini menyebabkan edema mukosa dan
gangguan aliran darah vena dan arteri ke usus. Edema dan iskemia usus
meningkatkan permeabilitas mukosa usus, yang dapat mengakibatkan translokasi
bakteri, sepsis, dehidrasi, dan gangguan elektrolit. Iskemia yang berlanjut pada
nekrosis dinding usus akan meningkatkan risiko perforasi dan peritonitis (Basson,
2008

B. Anatomi Usus

 Usus halus

Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yangmembentang


dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar
12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah

5
dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi
semakin kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi
sekitar 2,5 cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum.
Pembagian ini agak tidak tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur,
dan yang relatif lebih penting berdasarkan perbedaan fungsi. Duodenum
panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum. Pemisahan
duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita
muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus
esofagus dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum
ini berperan sebagai ligamentum suspensorium (penggantung). Kira-kira
duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima terminalnya
adalah ileum. Jejenum terletak di regio abdominalis media sebelah kiri,
sedangkan ileum cenderung terletak di region abdominalis bawah kanan.
Jejunum mulai pada juncture denojejunalis dan ileum berakhir pada junctura
ileocaecalis.

Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorpsi bahan-
bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses
dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjad izat-zat yang lebih
sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan
asam dan memberikanpH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu
dari hatimembantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehimgga
memberikanpermukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas. Proses pencernaan
disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus enterikus).
Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan
mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi. Isi usus digerakkan oleh
peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan peristaltik
yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Pergerakan segmental usus
halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar,
dan sekresi usus,dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung
ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai
kontinu isi lambung

6
 Usus besar

Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat
katup ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum.
Sekummenempati dekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar.
Katupileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi
lagimenjadi kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid.
Kolonascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobuskanan
hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelahmencapai hati, kolon
ascendens membelok ke kiri membentuk fleksurakoli dekstra (fleksura hepatik).
Kolon transversum menyilang abdomenpada regio umbilikalis dari fleksura koli
dekstra sampai fleksura kolisinistra.Kolon transversum, waktu mencapai daerah
limpa, membengkok ke bawah, membentukfleksura kolisinistra (fleksura
lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens.Kolon sigmoid mulai pada
pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutankolon descendens. Ia
tergantung kebawah dalam rongga pelvis dalam bentuklengkungan. Kolon
sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektummenduduki bagian
posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan olehkolon sigmoid dan
berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvisdengan menembus dasar
pelvis. Disisni rektum melanjutkan diri sebagai anus dalanperineum.

Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan


proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah
mengabsorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian
kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses
yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung. Kolon mengabsorpsi air,
natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta mengeluarkan kalium dan
bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air dan elektrolit dan
mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500 ml/hari, semua, kecuali 100-200 ml
diabsorpsi, paling banyak di proksimal.

C. Tanda dan Gejala

 Obstruksi Usus halus

7
1. Apabil obstruksi di daerah proksimal maka muntah merupakan keluhan utama
sedangkan apabila keluhan pada adaeah distal maka keluhan utama yang
lazim adalah nyeri kolik abdomen
2. Keluhan nyeri kram pada abdomen seperti dipulas-pulas lebih sering
berhubungan distensi abdominal atau setelah muntah-muntah. Penyebaran
nyeri dilaporkan dari pusat abdomen yang meradiasi seluruh abdomibal.
3.Mual, muntah, diare (pada fase awal obstruktif) dan konstipasi diserti keluhan
tidak bisa flatus
4.Tampak lemah atau gelisah
5.Hipertermia dan takikardi itu menandakan iskemia usus
6.Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada kondis syok atau sepsis
7. Peningkatan bising usus bila tidak ada didapatkan bising usus dicurigai danya
kondisi perforasi
 Obstruksi Usus Besar
1. Tidak bisa flatus atau tidak bisa buang air besar, feses bisa bercampur dengan
darah dan mengalami perubahan warna
2. Distensi abdominal, mual muntah dan nyeri kolik abdomen
3. Pada kondisi tumora atau keganasan, penyakit divertikulum maka keluhan
terjadi secara perlahan-lahan. Namun apabila telah terjadi obstruksi yang
komplek, keluhan nyeri dan distensi abdomen bersifat mendadak. (dite 2003)
4. Tampak lemah atau gelisah
5. Hipertermi dan takikardi dimana menandakan terjadinya iskemik usus dan
perforasi
6. Tanda dehidrasi dan demam bia didapatkan pada kondisi syok atau sepsis
7. Terdapat hernia inkarserata
8. Penurunan bising usus dan berlanjut dengan hlangnya bising usus
 Manifestasi Klinik Obstruksi Usus Menurut Nanda Nic – Noc.
1. Distensi abdomen
2. Muntah
3. Nyeri konstan distensi
4.Bising usus tenang atau tidak ada secara klasik dapat ditemukan tetapi temuan
yang tidak konsisten
5,Pemeriksaan laboratorium seringkali normal
6. Foto polos memperlihatkan loop usus halus yang berdilatasi dengan batas
udara cairan
7. Sulit dibedakan dengan ilius obstruktif tetapi distensi seluruh panjang kolon
lebih sering terjadi pada ilius paralitik.

D. Komplikasi Obstruksi Usus (intestinal)

Komplikasi yang dapat timbul antara lain:

8
1. Peritonitis, karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehingga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen

2. Perforasi, dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama pada organ
intra abdomen

3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan
cepat.

4. Syok hipovolemik, terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma

5. Pneumonia aspirasi, akibat makanan yang dimuntahkan masuk ke dalam


saluran pernafasan dan menumpuk di saluran pernafasan

2.2 Proses Keperawatan


I. Pengkajian

Pengkajian obstruksi usus halus terdiri atas pengkajian anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan evaluasi diagnostik. Pada anamnesis, keluhan utama yang didapatkan sesuai
dengan kondisi klinik area obstruksi. Apabila terjadi obstruksi pada bagian proksimal,
maka keluhan muntah menjadi keluhan utama, sedangkan apabila obstruksi pada bagian
distal maka keluhan utama yang lazim adalah nyeri kolik abdomen. Keluhan nyeri pada
obstruksi usus dapat lebih komprehensif dengan pengkajian pendekatan PQRST.

Variabel deskripsi dan pertanyaan hasil pengkajian

9
provoking Pengkajian untuk mengidentifikasi respon nyeri lebih sering
incident faktor yang menjadi predisposisi berhubungan dengan
nyeri adanya distensi abdominal
atau setelah muntah-
- Bagaimana peristiwa sehingga
muntah. Nyeri kolik tidak
terjadi nyeri?
bisa menurun dengan
- Faktor apa saja yang bisa istirahat
menurunkan nyeri?

Quality of Pengkajian untuk menilai Keluhan nyeri kram pada


pain Bagaimana rasa nyeri dirasakan abdomen atau perasaan
secara subjektif. Kebanyakan nyeri seperti perut di pulas
deskripsi sifat dari nyeri sulit pulas. Perubahan dalam
ditafsirkan. karakter nyeri dapat
menunjukkan
- Seperti apa rasa nyeri yang
perkembangan komplikasi
dirasakan pasien?
yang lebih serius (misalnya
- Bagaimana sifat nyeri yang rasa sakit yang terus-
digambarkan pasien? menerus)

Region: Pengkajian untuk mengidentifikasi Seringkali pasien


radiation, letak nyeri secara tepat, adanya melaporkan petunjuk
relief radiasi dan penyebaran nyeri. perkiraan lokasi dan sifat
dari obstruksi. Pasien
- Di mana (dan tunjukkan dengan
biasanya hanya menunjuk
satu jari) rasa nyeri paling hebat
pada bagian abdomen area
mulai dirasakan?
rasa nyerinya. Penyebaran
- Apakah rasa nyeri menyebar pada nyeri dilaporkan dari pusat
area sekitar nyeri? abdomen yang meradiasi
seluruh abdominal.

Severity Pengkajian untuk menentukan Skala nyeri pada pasien


(scale) of Seberapa jauh rasa nyeri yang ulkus peptikum bervariasi
pain dirasakan pasien, bisa berdasarkan pada rentang 3-4 (nyeri
skala nyeri/gradasi dan pasien berat sampai nyeri tak
menerangkan Seberapa jauh rasa tertahankan). Perbedaan

10
sakit mempengaruhi kemampuan skala nyeri ini dipengaruhi
fungsinya. Berat ringannya suatu oleh berbagai faktor,
keluhan nyeri bersifat subjektif. meliputi: tingkat kerusakan
mukosa akibat respons
- Seberapa berat keluhan nyeri yang
obstruksi usus halus dan
dirasakan.
bagaimana pola pasien
- Dengan menggunakan renang 0-4 dalam menurunkan respons
biarkan pasien akan menilai nyeri.
Seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan.

Keterangan:

0 = tidak ada nyeri

1 = nyeri ringan

2 = nyeri sedang

3 = nyeri berat

4 = nyeri berat sekali/tidak


tertahankan

Time Pengkajian untuk mendeteksi Keluhan nyeri terjadi pada


Berapa lama nyeri berlangsung, beberapa pasien bervariasi.
kapan, apakah bertambah buruk Onset nyeri bersifat
pada malam hari atau siang hari. mendadak dan kemudian
nyeri secara terus-menerus
- Kapan nyeri muncul (onset)?
tidak berkurang.
- Tanyakan apakah gejala timbul
mendadak, perlahan-lahan atau
seketika itu juga?

- Tanyakan apakah gejala-gejala


timbul secara terus-menerus atau
hilang timbul (intermiten)

11
Keluhan lainnya yang dilaporkan adalah gangguan gastrointestinal, seperti mual,
muntah, diare (pada fase awal obstruksi), dan konstipasi disertai keluhan tidak bisa flatus.

Riwayat penyakit yang perlu dikaji tentang adanya riwayat pembedahan abdominal,
trauma abdomen, infeksi abdominal khususnya peritonitis, riwayat tumor dan keganasan
terutama pada ovarium dan kolon.

Pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan kecemasan, serta perlunya


pemenuhan informasi intervensi keperawatan dan pengobatan.

Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinik. Pada survei
umum, terlihat lemah atau gelisah. TTV biasa didapatkan hipertermia dan takikardia
menandakan terjadinya iskemia usus. Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada
kondisi syok atau sepsis.

Pada pemeriksaan fisik fokus akan didapatkan hal-hal berikut :

1. Inspeksi : tanda khas didapatkan adanya distensi abdomen.

2. Auskultasi : pada fase awal didapatkan peningkatan bising usus sebagai usaha untuk
mengatasi obstruksi dan bila tidak didapatkan bising usus dicurigai adanya kondisi
perforasi.

3. Perkusi : timpani akibat abdominal mengalami kembung.

4. Palpasi : teraba massa pada abdominal, lebih sering didapatkan pada kuadran kanan
bawah.

Pengkajian diagnostik yang dapat membantu, meliputi pemeriksaan laboratorium


untuk mendeteksi adanya gangguan elektrolit atau metabolik, foto polos abdomen dengan
dua posisi, yaitu posisi tegak dan posisi berbaring untuk mendeteksi obstruksi intestinal
pola gas usus, serta USG untuk mendeteksi kelainan intra abdominal. Pmeriksaan dengan
kontras tidak dilakukan apabila kondisi klinis sudah mengarah pada peritonitis
(Hryhorczuk, 2009).

II. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri b.d. distensi abdomen, iritasi intestinal, respons pembedahan

12
2. Resiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d keluar cairan tubuh dari muntah,
ketidakmampuan absorpsi air oleh intestinal

3. Risiko syok hipovolemik b.d penurunan volume darah, sekunder dari gangguan
absorpsi saluran intestinal, muntah-muntah

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
kurang adekuat.

5. Risiko tinggi infeksi bd. adanya port de entree luka pasca bedah laparoskopi atau
laparatomi.

6. Konstipasi b.d. penyempitan kolon, hipomotilitas atau kelumpuhan intestinal

7. Kecemasan b.d prognosis penyakit, misinterpretasi informasi, rencana pembedahan

III. Rencana Keperawatan


Rencana keperawatan disusus sesuai dengan tingkat toleransi individu. Pada
pasien obstruksi usus halus, intervensi pada masalah keperawatan aktual/risiko tinggi
syok hipovolemik dapat disesuaikan dengan masalah yang sama pada asuhan
keperawatan pasien gastroenteritis. Untuk intervensi masalah kecemasan, dan
pemenuhan informasi dapat disesuaikan pada intervensi masalah pasien divertikulitis.
Untuk intervensu masalah keperawatan kontipasi dan ketidakseimbangan nutrisi dapat
disesuikan pada intervensi ileus. Untuk intervensi risiko tinggi infeksi dapat
disesuikan pada pasien apendisitis. Untuk intervensi risiko injuri dan resiko gangguan
tumbuh kembang disesuaikan pada pasien intususepsi.

Nyeri b.d. distensi abdomen, iritasi intestinal, respon pembedahan


Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang / hilang atau teradaptasi
Kriteria evaluasi :
Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi.
Penurunan intensitas kolik abdominal.
Skala nyeri 0 - 1 ( 0 - 4)
Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
Pasien tidak gelisah atau pada anak tidak rewel.
Intervensi Rasional
Kaji respon nyeri dengan pendekatan Pendekatan komprehensif untuk

13
PQRST menentukan rencana intervensi.

Lakukan manajemen nyeri


keperawatan : Istirahat secara fisiologi akan
Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul. menurunkan kebutuhan oksigen yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme basal.

Posisi semifowler dengan fleksi pda


Atur posisi fisiologis. ekstremitas bawah dapat mengurangi
tegangan otot abdomen dan juga pada
kondisi pascabedah dengan adanya insisi
sehungga dapat menurunkan stimulus
nyeri.

Beri oksigenasi nasal.


Pada fase nyeri hebat skala nyeri 3 (0 - 4),
pemberian oksigenasi nasal 3 liter/ menit
dapat meningkatkan intake oksigen
sehingga akan menurunkan nyeri
sekunder dari iskemia pada intestinal.
Lakukan pemasangan selang nasogastrik.
Tujuan pemasangan selang nasogastik
pada obtruksi usus halus adalah intervensi
dekompresi akibat respons peningkatan
sekresi saluran saluran gastrointestinal.
Apabila tindakan dekompresi ini optimal,
maka akan menurunkan distensi
abdominal yang menjadi penyebab utama
nyeri kolik abdeminal pada pasien
obstruksi usus halus.
Lakukan teknik distraksi pada saat nyeri

Distraksi (pengalihan perhatian) dapat


menurunkan stimulus internal. Pada anak
– anak mungkin memerlukan media alat

14
permainan atau yang sering disenangi
atau yang bisa digunakan untuk bermain.
Hadirkan orang terdekat
Pada pasien anak, orang terdekat dapat
memengaruhi penurunan respon nyeri.
Orang terdekat seperti orang tua kandung,
babysister, atau neneknya. Pada suatu
studi mengenai penurunan respon nyeri
dengan kehadiran orang terdekat
menghasilkan hubungan yang relatif
positif menurunkan skala nyeri.
Pada pasien dewasa kehadiran orang
terdekat merupakan tambahan dukungan
psikologis dalam menghadapi masalah
kondisi nyeri baik akibat dari kolik
abdomen atau pascabedah.
Dorong ambulasi dini. Pada kondisi fase awal pascabedah
khususnya laparatomi, intervensi ini
dapat meningkatkan normalitas fungsi
organ (merangsang peristaltik dan faltus),
menurunkan ketidaknyamanan andomen.

Anjurkan menggunakan metode relaksi Metode relaksasi napas dalam selain


napas dalam pada saat nyeri. untuk meningkatkan oksigenasi yang
diperlukan dalam memenuhi kebutuhan
yang tinggi pada saat nyeri, tetapi juga
akan memberikan relaksasi pada otot –
otot abdominal sehingga dapat
menurunkan distensi otot – otot
abdominal yang akan merangsang
terjadinya nyeri kolik abdomen.

Manajemen lingkungan tenang, batasi


Lingkungan tenang akan menurunkan
pengunjung dan istirahatkan pasien.
stimulus nyeri eksternal dan pembatasan

15
pengunjung akan membantu
meningkatkan kondisi oksigen ruangan
yang akan berkurang apabila banyak
pengunjung yang berada di ruangan.
Istirahat akan menurunkan kebutuhan
oksigen jaringan perifer.
Lakukan manajemen sentuhan.

Manajemen sentuhan pada saat nyeri


berupa sentuhan dukungan psikologi
dapat membantu menurukan nyeri
Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab Pengetahuan yang akan dirasakan
- sebab nyeri dan menghubungkan membantu mengurangi nyerinya dan
berapa lama nyeri akan berlangsung dapat membantu mengembangkan
kepatuhan pasien terhadap rencana
terapeutik
Kolaborasi dengan tim medis pemberian Analgetik memblok lintasan nyeri
analgetik sehungga nyeri akan berkurang.

Risiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d. keluar cairan tubuh dari muntah,
ketidakmampuan absopsi air oleh intestinal
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria evaluasi :
Pasien tidak mengeluh pusing TTV dalam batas normal, kesadaran optimal.
Membran mukosa lembab, turgor kulit normal, CRT < 3 detik
Laboratorium : nilai elektrolit normal, analisis gas darah normal.
Intervensi Rasional
Intervensi pemenuhan cairan :
Identifikasi faktor penyebab, awitan Penyebab berkurangnya cairan dan
(onset), spesifikasi usia dan adanya elektrolit pada pasien obtruksi usus adalah
riwayat penyakit lain. melalui muntah dan hipersekresi cairan ke
dalam luman intestinal sekunder dari
respons obstruksi. Kondisi ini juga

16
diperparah oleh ketidakmampuan kolon
dalam mengabsorpsi air disebabkan
adanya obstruksi pada bagian proksimal
intestinal. Usia anak atau lanjut usia
memberikan risiko tinggi terhadap tingkat
keparahan dari kondisi
Kolaborasi skor dehidrasi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

Menentukan jumlah cairan yang akan


Hindari intake cairan melalui oral
diberikan sesuai dengan derajat dehidrasi
dari individu.

Intervensi utama untuk menambah


Lakukan pemasangan IVFD
banyaknya cairan pada saluran
gastrointestinal yang dapat meningkatkan
respons muntah.

Apabila kondisi muntah berlanjut, maka


Dokumentasi dengan akurat tentang asupan lakukan pemasangan IVFD. Pemberian
dan haluaran cairan. cairan intravena disesuikan dengan
derajat dehidrasi. Pemberian 1 – 2 l cairan
RL secara tetesan cepat sebagai
Bantu pasien apabila muntah
kompensasi awal dehidrasi cairan
diberikan untuk mencegah syok
hipovolemik.

Sebagai evaluasi penting dari intervensi


hidrasi dan mencegah terjadinya over
hidrasi.

Aspirasi muntah dapat terjadi terutama


pada usia lanjut dengan perubahan
kesadaran. Perawat mendekatkan tempat
muntah dan memberikan masase ringan
17
pada pundak untuk membantu
menurunkan respons nyeri dari muntah

IV. IMPLEMENTASI

Melaksanakan apa yang di intervensikan

V. EVALUASI

Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut

1. Nyeri terkontrol atau teradaptasi.

2. Kondisi cairan tubuh optimal.

3. Pasien tidak mengalami injuri pascaprosedur bedah, pascareduksi enema barium dan
terjadi penurunan risiko perforasi atau peritonitis.

4. Tidak terjadi syok hipovolemik selama asuhan keperawatan.

5. Asupan nutrisi optimal.

6. Tidak mengalami infeksi luka pascabedah.

7. Kondisi konstipasi dapat menurun.

8. Pemenuhan informasi optimal

9. Orang tua memahami dan termotivasi untuk ikut serta dalam mencegah gangguan
tumbuh kembang anak.

10. Tingkat kecemasan pasien atau orang tua menurun.

18
BAB III
KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. Y

DENGAN ILEUS OBSTRUKTIF DI RUANG RINDU RSUD OTTEN

I. PENGKAJIAN
A. Pengumpulan Data
1. Identitas
a. Identitas Pasien/ klien
Nama : Nn. Y
Tanggal Lahir / Umur : 17 Agustus 1999 / 20 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : Perguruan Tinggi
Pekerjaan : Mahasiswa
Golongan Darah : AB
Diagnosa Medis : Illeus Obstruktif Partial
Tanggal Masuk RS : 19 Agustus 2019 / 20.00 WIB
Tanggal Pengkajian : 20 Agustus 2019 / 07.00
Alamat :Desa Silihwangi Kab. Bandung
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. B
Umur :50 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Desa Silihwangi Kab. Bandung

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : Pasien Mengeluh nyeri dibagian perut.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Nn. Y langsung dibawa ke UGD RSUD Otten dengan keluhan mendadak nyeri
perut, tidak bisa buang air besar dan flatus. Pada saat dikaji klien masih
mengalami nyeri perut, nyeri dengan skala 5 (1-10), nyeri melilit dari perut sekitar
pusar (supra umbilikus) menyebar ke bagian atas, disertai dengan muntah 2 kali,
tidak bisa buang air besar (BAB) dan flatus, nyeri timbul setiap 3-5 menit,
nyeribertambah jika tidur terlentang atau dalam posisi miring, dan nyeri
berkurangdalam posisi setengah duduk (semi fowler).
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami sakit pada saluran
pencernaan dan tidak ada riwayat operasi.

19
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit seperti ini dan tidak ada yang
menderita penyakit keturunan (herediter) lainya serta tidak ada anggota
keluargayang mempunyai penyakit/kelainan bawaan lahir (congenital).

3. Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan Umum : Klien tampak meringis kesakitan
b. Kesadaran : Composmentis, GCS 15 (E4V5M6)
c. Tanda-tanda Vital
Suhu : 36,7oC
Nadi : 84 x/menit
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Respirasi : 24 x/menit
d. Sistem Pengindraan
1. Penglihatan
Konjungtiva kedua mata ananemis, sklera kedua mata anikterik, reflex
cahaya (+), reflex kornea (+), ptosis (-), distribusi kedua alismerata, tajam
penglihatan normal (klien dapat membaca huruf padakoran pada jarak baca
sekitar 30 cm), strabismus (-), lapang pandang pada kedua mata masih dalam
batas normal, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan pada kedua mata.
2. Penciuman
Fungsi penciuman baik ditandai dengan klien dapat membedakan bau kopi
dan kayu putih.

3. Pendengaran
Tidak ada lesi pada kedua telinga, tidak ada serumen, fungsi pendengaran
pada kedua telinga baik ditandai dengan klien dapat menjawab seluruh
pertanyaan tanpa harus diulang, tidak ada nyeri tragus, tidak ada nyeri tekan
pada kedua tulang mastoid, tidak ada massa pada kedua telinga.
4. Pengecapan/Perasa
Fungsi pengecapan baik, klien dapat membedakan rasa manis,asam, asin
dan pahit.
5. Peraba
Klien dapat merasakan sentuhan ketika tangannya dipegang, kliendapat
merasakan sensasi nyeri ketika dicubit.
e. Sistem Pernafasan
Mukosa hidung merah muda, lubang hidung simetris, tidak ada lesipada
hidung, polip (-), keadaan hidung bersih, sianosis (-), tidak ada nyeri tekan pada
area sinus, tidak ada lesi pada daerah leher dan dada, tidak ada massa pada daerah
leher, bentuk dada simetris, tidak ada nyeri tekan pada daerah leher dan dada,

20
pergerakan dada simetris, tidak tampak pernapasan cuping hidung dan retraksi
interkosta, tidak ada kesulitan saat bernafas atau berbicara. Pola nafas reguler
dengan bunyi nafas vesikuler.
f. Sistem Pencernaan
Keadaan bibir simetris, mukosa bibir lembab, stomatitis (-), tidak ada gigi
yang tanggal maupun berlubang, lidah berwarna merah muda, terpasang NGT,
cairan NGT hijau ± 400 cc, tidak ada pembesaran hepar, tidak ada parut, nyeri
tekan (+) pada area supra umbilikus, bising usus3 x/menit, perut kembung
(distensi), tidak bisa BAB dan flatus, muntah 2 kali.
g. Sistem Kardiovaskuler
Tidak ada peningkatan vena jugularis, Capillary Refill Time (CRT) kembali
kurang dari 2 detik, bunyi perkusi dullness pada daerah ICS 2 lineasternal dekstra
dan sinistra, terdengar jelas bunyi jantung S1 pada ICS4 lineasternal sinistra dan
bunyi jantung S2 pada ICS 6 midklavikula sinistra tanpa ada bunyi tambahan,
irama jantung reguler.
h. Sistem Urinaria
Tidak ada keluhan nyeri atau sulit BAK, tidak terdapat distensi pada kandung
kemih, tidak ada nyeri tekan pada daerah supra pubis, terpasang cateter.
i. Sistem Endokrin
Pada saat dilakukan palpasi tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tremor (-),
tidak ada kretinisme, tidak ada gigantisme.
j. Sistem Muskuloskeletal
1. Ekstremitas Atas
Kedua tangan dapat digerakkan, reflek bisep dan trisep positif pada
kedua tangan. ROM (range of motion) pada kedua tanganmaksimal, tidak ada
atrofi otot kedua tangan, terpasang infuse padatangan kiri.
2. Ekstremitas Bawah
Kedua kaki dapat digerakkan, tidak ada lesi, reflek patella positif,reflek
babinski negative, tidak ada varises, tidak ada edema.
k. Sistem Reproduksi
Pertumbuhan payudara (+), tidak ada lesi, tidak ada benjolan pada
payudara. Klien mengalami haid pertama pada usia 12 tahun (kelas 6SD), siklus
haid 28 hari, kadang-kadang nyeri haid (dismenorhoe).
l. Sistem Integumen
Warna kulit sawo matang, keadaan kulit kepala bersih, rambut ikaltumbuh
merata, turgor kulit baik, tidak ada lesi, kuku pendek dan bersih.

21
4. Pola Aktivitas Sehari-hari
No. Kebutuhan Dirumah Di Rumah Sakit

1. Nutrisi

a. Makan
3x1 hari
frekuensi 1 porsi 3x1 hari
Nasi, daging, sayur
Tidak ada
jumlah Set porsi
1900cc
jenis Sirup, Air mineral, Jus Bubur
Tidak Ada
keluhan Mual muntah

b. Minum

Jumlah 2500

Jenis Air mineral

keluhan Tidak ada

2. Eliminasi
Belum
a. BAB 1-2x/hari 2x

b.BAK 4x/hari

3. Personal Hygiene
a. Mandi 2x/hari Belum
b. Keramas 3x/minggu Belum
c. Gosok gigi 2x/hari 1x

4. Istirahat Tidur
a. Tidur malam 8 jam/hari 6 jam/hari
b. Tidur siang 2 jam/hari 3 jam/hari

5. Gaya Hidup -`Tidak mengkonsumsi -`Tidak mengkonsumsi


narkoba dan minuman narkoba dan minuman
keras keras
-tidak merokok -tidak merokok
-jarang berolahraga -jarang berolahraga

22
5. Data Psikososial dan Spiritual (bisa berkembang)
a. Pola komunikasi
Pasien bisa berkomunikasi dua arah.
b. Konsep Diri
- Body Image : Pasien menyukai seluruh bagian tubuhnya karena lengkap
tidak cacat.
- Ideal Diri :Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan ingin segera
pulang agar bisa beraktivitas seperti biasa
- Peran : Pasien merupakan seorang anak ke 2 dari 2 bersaudara dan
sebagai seorang mahasiswa di salah satu universitas.
- Identitas : Pasien merasa senang menjadi seorang anak dari kedua
orangtuanya.
- Harga Diri : Pasien mengatakan bahwa harga diri nya sedikit berkurang
pada saat ia sakit karena tidak bisa beraktivitas seperti biasanya.
c. Mekanisme Koping
Pasien mengatakan bahwa pasien selalu bercerita kepada keluarganya ketika
pasien mempunyai masalah.
d. Aspek spiritual
- Makna Hidup : Menurut pasien makna hidup pasien adalah terasa sangat
berharga apalagi pada saat sakit.
- Pandangan Terhadap Sakit : Pasien mengatakan sakit yang dialami nya saat ini
adalah suatu cobaan yang diberikan Allah SWT yang menentukan.
- Keyakinan akan sembuh
Pasien yakin akan kesembuhan pasien karena ingin segera melakukan aktivitas
Seperti biasanya.
- Kemampuan Beribadah
Pasien mengatakan pada saatn pasien sehat selalu beribadah dan sholat tapi
pada kondisi sekarang pasien tidak mampu untuk melaksanakan sholat seperti
biasanya.
6. Data Pengetahuan
Pasien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakit yang dialami pasien.

7. Data Penunjang
a. Hasil Laboratorium
Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

20/08/2019 HB 12,4 12-18

23
Leukosit 7800 4000-10.000

LED 40 0-20

SGOT 20 s/d 29

SGPT 18 s/d 29

Natrium 137 135-145

Kalium 4,2 3,5-5,5

b. Radiologi
Foto Polos Abdomen Tanggal 20/08/2019
Kesan : Terdapat distribusi gas pada lambung, usus halus, colon sigmoid
danrectum

8. Terapi

No Nama Obat Dosis Jam Catra Sediaan


Pemberian

1. IVFD: Asering 30 tts/menit 12-24 Intravena Flabot

2. Cefotksin 2x1 gr 12-24 Intravena Flakon

3. Ranitidin 2x1 12-24 Intravena Ampul

4. Ketorolac 2x1 12-24 Intravena Ampul

5. Alinamin 2x1 12-24 Intravena Ampul

6. Metronidazol 3x500 mg 12-20-04 Intravena Botol

7. Dulcolac sup 2x1 12-24 Per rectal Tablet supp

B. Analisa Data

DATA ETIOLOGI MASALAH

24
DS : Obstruksi usus Nyeri Akut

 Klien mengeluh nyeri


pada bagian abdomen Peristaltik usus menurun

DO :
Akumulasi cairan dan gas
 -Klien tampak kesakitan

Distensi abdomen
 -Ekspresi wajah
meringis
Rangsangan nyeri
 -Skala nyeri 7 (1-10)

ditangkap oleh reseptor


 -Distensi abdomen
nyeri

 -Peristaltik usus 3
Rangsangan nyeri sampai
kali/menit

keserabut syaraf nyeri

Sampai ke dorsal horn

prostaglandin

Melalui traktus

spinotalamikus
anterolateralis

Thalamus

Cortex cerebri

Nyeri abdomen

25
dipersepsikan

DS : Obstruksi usus Gangguan pola eliminasi


Konstipasi
 Klien mengatakan sudah Peristaltik usus menurun
3 hari tidak bisa BAB dan
flatus

DO :
Refluk inhibisi spingter

 -Distensi abdomen terganggu

 -Peristaltik usus 3 Spingter ani ekterna tidak

kali/menit relaksasi

26
Refluk lama dalam colon
dan rectum

Konstipasi

DS : Obstruksi usus Resiko kekurangan volume


cairan dan elektrolit
 Klien mengeluh badan
lemas dan muntah 2 kali Peristaltik usus menurun

DO :
Peningkatan ekskresi
 - Klien tampak lemah
cairan kedalam lumen usus
 - Distensi abdomen
Penimbunan
 -Cairan NGT hijau
cairanintralumen
jumlah ± 400 cc

Kehilangan H2O

danelektrolit

Volume ECF menurun

Resiko hipovolemik

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri abdomen berhubungan dengan distensi abdomen.
2. Ganguan pola eliminasi : Konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.
3. Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan akumulasi
cairan dalam lumen usus dan ketidakefektifan penyerapan usus halus.

III. INTERVENSI

27
Diagnosa Tujuan dan hasil Rencana Rasional
yang diharapkan

Nyeri abdomen Setelah dilakukan 1. Observasi 1. Nyeri hebat yang


berhubungan tindakan TTV tiap shif dirasakanpasien akibat
dengan distensi keperawatan selama adanya distensiabdomen
abdomen, yang 2 X 24 jam pasien 2. Kaji keluhan dapat
ditandai dengan : tidak mengalami nyeri, karakteristik menyebabkanpeningkatan
nyeri, dengan kriteria dan skala nyeri hasil TTV.
DS : hasil : yang
dirasakanpesien 2. Mengetahui
· Klien · Klien sehubungan kekuatan nyeriyang
mengeluh nyeri mengungkapkan denganadanya dirasakan pasien
pada bagian secara verbal rasa distensi abdomen danmenentukan
abdomen nyeri berkurang. tindakanselanjutnya guna
3. Berikan mengatasinyeri.
DO : · Skala nyeri 1- posisi yang
· Klien 2 (0-10) nyaman:posisi semi 3. Posisi yang nyaman
tampak kesakitan fowler dapatmengurangi rasa
· Klien dapat nyeri yangdirasakan
· Ekspresi rileks. 4. Ajarkan dan pasien
wajah meringis anjurkan tehnik
· Klien mampu relaksasi tarik 4. Relaksasi dapat
· Skala nyeri 7 mendemonstrasikan nafas dalam mengurangirasa nyeri
(1-10) keterampilan saatmerasa nyeri
relaksasi 5. Analgetik dapat
· Distensi 5. Kolaborasi mengurangirasa nyeri
abdomen · TTV dalam dengan medic
batas normal untuk terapi
Peristaltik usus 3
analgetik
kali/menit

Gangguan pola Setelah dilakukan


1. Kaji dan catat 1. Mengetahui ada
eliminasi : tindakan konsistensi feces atau tidaknyakelainan
Konstipasi keperawatan selama yang terjadi
berhubungan 2.
2 x 24 jam konstipasi Auskultasi padaeliminasi fekal.
dengan disfungsi bising usus
klien teratasi, dengan
motilitas usus, kriteria hasil : 2. Mengetahui normal
3. Kaji adanya atautidaknya pergerakan
yang ditandai
dengan : · Pola BAB flatus usus.
dalam batas normal 4. Kaji adanya 3.
DO : Adanya flatus
· konsistensi distensi abdomen menunjukanperbaikan
· Klien lembek 5. Berikan fungsi usus.
mengatakan sudah
3 hari tidak bisa · BU normal : penjelasan kepada 4. Gangguan motilitas
6-12 x/menit pasien dan keluarga usus dapat menyebabkan
BAB dan flatus penyebab akumulasi gas didalam

28
DO : · tidak ada terjadinya lumen usus sehingga
distensi abdomen. gangguan dalam terjadi distensi abdomen.
· Distensi BAB
abdomen 5. Meningkatkan
6. Kolaborasi pengetahuan pasien dan
Peristaltik usus 3 dalam keluarga serta untuk
kali/menit pemberianterapi meningkatkan kerjasama
pencahar antara perawat-pasien dan
(Dulcolac) keluarga

6. Membantu dalam
pemenuhan kebutuhan
eliminas

Resiko kekurangan Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Mengetahui


volume cairandan tindakan perawatan kebutuhan cairan kebutuhan cairanpasien.
elektrolit luka selama 2 x24 pasien
berhubungan jam klien tidak 2. Perubahan yang
dengan akumulasi mengalami 2. Observasi drastis padatanda-tanda
cairan dalam lumen kekurangan volume tanda-tanda vital vital merupakanindikasi
usus dan cairan dan elektrolit, kekurangan cairan.
3. Observasi
ketidakefektifan dengan kriteria
tingkat kesadaran 3. kekurangan cairan
penyerapan usus hasil : dantanda-tanda dan elektrolit dapat
halus, yang
ditandai dengan : · TTV dalam syok mempengaruhi
batas normal tingkatkesadaran dan
4. Observasi mengakibatkan syok.
DO :
· Intake dan bising usus pasien
· Klien output cairan tiap 3 jam 4. Menilai fungsi usus
mengeluh badan seimbang 5. Monitor 5. Menilai
lemas dan muntah
2 kali · Turgor kulit intake dan keseimbangan cairan
elastic outputsecara ketat pasien
DO :
· Mukosa 6. Kolaborasi 6. Memenuhi
· Klien lembab dengan medik kebutuhan cairandan
tampak lemah untuk pemberian elektrolit pasien
terapi intravena
· Distensi IVFD: Asering
abdomen 30tpm

IV. IMPLEMENTASI

29
Hari/Tanggal Waktu Dx Implementasi Paraf
20 Agustus 07.00 1,3 Mengkaji TTV
2019 E/
TD: 100/70mmHg, R:24x/menit, N:104x/menit,
S: 38,7OC
1 Mengkaji nyeri
E/: Pasien mengatakan nyeri berada pada skala 5
(0-10)
2 Mengkaji adanya flatus
E/: Pasien tidak bisa flatus Anjali
2 Mengkaji adaya distensi abdomen
E/: Terdapat distensi abdomen
1 Mengajarkan tekhnik relaksasi
E/: Pasien mampu melakukan tekhnik relaksasi
nafas dalam
1 Memberikan posisi yang nyaman
E/: Pasien sudah dalam posisi nyaman
10.00 3 Memberikan IVFD: Asering 30 tpm
E/: Infus terpasang di lengan kanan pasien 30
tpm
1 Kolaborasi analgetik keterolac intravena
E/: Obat sudah di berikan intravena
2,3 Mendengarkan suara bising usus
E/: Bising usus 4x/menit
2 Memberikan obat pencahar dulcolac via oral
E/: Pasien sudah minum obat dan obat masuk Anjali
semua
2 Memberikan pejelasan kepada pasien dan
keluarga penyebab terjadinya gangguan dalam
BAB
E/: Pasien dan keluarga mengerti mengenai
penyebab terjadinya gangguan dalam BAB
12.00 3 Mengkaji kebutuhan cairan
E/: Kebutuhan cairan terpenuhi
3 Memonitor intake output cairan
E/: intake cairan 1900cc output 2200cc
1 Memberikan analgetik ketorolac intravena Anjali
E/: Obat telah diberikan intravena
3 Mengobservasi tanda-tanda syok
E/: Tidak terdapat tanda-tanda syok
13.00 2,3 Mendengarkan suara bising usus
E/: Bising usus pasien 7x/menit
1,3 Mengkaji TTV
E/
TD: 115/70mmHg, R:23x/menit, N:96x/menit,
S: 38,3OC Anjali
1 Megkaji nyeri
E/: Pasien mengatakan skala nyeri 4 (0-10)

30
2 Mengkaji adanya flatus
E/: Tidak ada flatus
2 Mengkaji adaya distensi abdomen
E/: Adanya distensi abdomen
16.00 2,3 Mendengarkan suara bising usus
E/: Bisisng usus 6x/menit Any
2 Mengkaji konsistensi feses
E/: Konsistensi keras dan padat
19.00 2,3 Mendengarkan suara bising usus Any
E/: Bising usus 7x/menit
22.00 3 Mengganti cairan Asering 30 tpm
E/: Cairan telah dipasang 30 tpm
1 Kolaborasi analgetik keterolac intravena
E/: Obat sudah di berikan intravena
2,3 Mendengarkan suara bising usus Muti
E/: Bising usus 7x/menit
2 Memberikan obat pencahar dulcolac via oral
E/: Pasien sudah minum obat dan obat masuk
semua
21 Agustus 07.00 1,3 Mengkaji TTV
2019 E/
TD: 115/80mmHg, R:22x/menit, N:94x/menit, S:
37,9OC
1 Mengkaji nyeri
E/: Pasien mengatakan nyeri berada pada skala 3 Hanna
(0-10)
2 Mengkaji adanya flatus
E/: Pasien tidak bisa flatus
2 Mengkaji adaya distensi abdomen
E/: Terdapat distensi abdomen
10.00 3 Memberikan IVFD: Asering 30 tpm
E/: Infus terpasang di lengan kanan pasien 30
tpm
1 Kolaborasi analgetik keterolac intravena
E/: Obat sudah di berikan intravena Hanna
2,3 Mendengarkan suara bising usus
E/: Bising usus 10x/menit
2 Memberikan obat pencahar dulcolac via oral
E/: Pasien sudah minum obat dan obat masuk
semua
12.00 3 Mengkaji kebutuhan cairan
E/: Kebutuhan cairan asien terpenuhi
3 Memonitor intake output cairan Hanna
E/: intake cairan 2100cc output 2200cc
1 Memberikan analgetik ketorolac intravena
E/: Obat telah diberikan intravena

13.00 2,3 Mendengarkan suara bising usus


E/: Suara bising usus 12x/menit

31
1,3 Mengkaji TTV
E/
TD:120/80mmHg, R:20x/menit, N:96x/menit
S:37,7OC
1 Mengkaji nyeri Hana
E/: Pasien mengatakan skala nyeri 2 (0-10)
2 Mengkaji adanya flatus
E/: Pasien dapat flatus
2 Mengkaji adaya distensi abdomen
E/: Tidak terdapat distensi abdomen
16.00 2,3 Mendengarkan suara bising usus
E/: Bising usus pasien 12x/menit Muti
2 Mengkaji konsistensi feses
E/: Konsistensi feses lunak
19.00 2,3 Mendengarkan suara bising usus Muti
E/: Suaran bising usus pasien 15x/menit
22.00 3 Mengganti cairan Asering 30 tpm
E/: Cairan telah dipasang 30 tpm
1 Kolaborasi analgetik keterolac intravena
E/: Obat sudah di berikan intravena
2,3 Mendengarkan suara bising usus Any
E/: Bising usus 16x/menit
2 Memberikan obat pencahar dulcolac via oral
E/: Pasien sudah minum obat dan obat masuk
semua

V. EVALUASI
Tanggal/Waktu Dx Evaluasi Paraf

22 Agustus 2019 1 S : Pasien mengatakan skala nyeri berkurang menjadi 2 Anjali

08.00 O : TTV dalam batas normal

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

22 Agutus 2019 2 S : Pasien mengatakan konsistensi feses lunak Anjali

08.15 O : Bising usus 15x/menit

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

22 Agustus 2019 3 S : Pasien mengatakan sudah tidak lemas Anjali

08.30 O : Intake dan output pasien seimbang

32
A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal atau suatu blok saluran
usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau
fungsional yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Obstruksi usus
merupakan penyumbatan disaluran usus dan karena adanya kelaina anatomi pada
usus. Etiologi dari obstruksi ada dua yaitu secara mekanis dan nonmekanis. Tanda dan
gejala obstruksi usus halus gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah
seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan
bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus.

Sedangkan untuk obstruksi usus besar nyeri perut yang bersifat kolik dalam
kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih
rendah. Klasifikasi terbagi menjadi dua yaitu Obstruksi paralitik (ileus paralitik atau
paralitic ileus) dan Obstruksi mekanik atau mekanikal obstruksi. Komplikasi obstruksi
usus Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ
intra abdomen, Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.

Adapun masalah keperawatan yang sering muncul pada klien dengan obstruksi
usus yaitu Nyeri abdomen berhubungan dengan distensi abdomen, Gangguan pola
eliminasi: konstipasi berhubungan dnengan disfungsi mortilitas usus dan resiko
kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan akumulasi cairan dalam
lumenusus dan ketidakefektifan penyerapan usus halus.

33
B. Saran
Mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan terus meningkatkan kualitas dan
kuantitas dalam pembekalan, pengetahuan, dan keterampilan terutama dalam
pemberian Asuhan Keperawatan dengan pemenuhan kebutuhan dasar nyeri, eliminasi
dan cairan. Serta tindakan-tindakan yang akan diambil dalam membuat asuhan
keperawatan kebutuhan nyeri, eliminasi dan cairan yang bermanfaat bagi pasien.
Mahasiswa bisa membandingkan antara teori dan kasus yang terjadi di lapangan.
Semoga bermanfaat bagi semua mahasiswa dan membantu dalam pembuatan asuhan
keperawatan.

34
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2013. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta : Salemba
Medika

Huda, Amin dan Kusumah, Hardi. 2015. Nanda Nic-Noc Jilid 2. Jogja : Penerbit Mediaction

Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Alih Bahasa AgungWaluyo,
dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta: EGC; 2002.6

Price &Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, Volume1.


Jakarta: EGC; 2007

Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Diagnosa


NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC; 2005.11.

Doengoes, Marylin E & Moorhouse. Rencana Askep : Pedoman untuk Perencanaandan


Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.

http://www.scribd.com/doc/124768370/Karya-Tulis-Stase-Kmb-Askep-Ileus-Obstruktif-
Kelompok-2#scribd

35

Anda mungkin juga menyukai